Sri Mulyani Ingin Minuman Manis Dikenakan Cukai, Ini Kata WHO

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan pengenaan tarif cukai untuk produk minuman manis. Hal itu ia katakan dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (19/2/2020). Obyek bea cukai ini berlaku pada minuman yang mengandung pemanis baik gula dan pemanis buatan yang siap untuk dikonsumsi. Selain itu, juga pada minuman yang konsentratnya dikemas dalam bentuk jualan eceran, yang konsumsinya masih memerlukan proses pengenceran.

Minuman manis: sumber utama gula

World Health Organization ( WHO) dalam situsnya, Rabu (19/2/2020) menyebutkan bahwa konsumsi gula berlebihan merupakan penyumbang utama obesitas, diabetes, dan kerusakan gigi. Prevalensi penderita obesitas akibat konsumsi gula mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat secara global sejak 1975. Menurut data tahun 2014, sebanyak 39 persen orang dewasa kelebihan berat badan sementara 13 persen orang dewasa mengalami obesitas. Tak hanya itu, prevalensi anak-anak dan remaja obesitas meningkat dari angka 11 juta (1975) menjadi 124 juta (2016). Peningkatannya lebih dari 10 kali lipat.

Makanan dan minuman kemasan yang beredar di pasaran saat ini menjadikan masyarakat mengonsumsi terlalu banyak gula, terutama dari minuman berpemanis. “Minuman manis adalah sumber utama gula, dan konsumsinya semakin bertambah di berbagai negara. Terutama di kalangan anak-anak dan remaja,” jelas WHO dalam situsnya. Rata-rata, satu kaleng minuman manis mengandung sekitar 40 gram gula, atau sama dengan 10 sendok gula dapur.

Padahal, untuk mencegah obesitas dan diabetes, WHO menganjurkan untuk orang dewasa dan anak-anak mengatur konsumsi gula menjadi kurang dari 10 persen dari total kalori dalam sehari. Ini sama dengan sekitar 12 sendok gula dapur untuk orang dewasa.

Untuk kondisi tubuh yang lebih sehat, WHO bahkan mengimbau orang dewasa untuk mengurangi lagi porsi konsumsi gula menjadi hanya 5 persen, atau sekitar 6 sendok gula dapur per harinya.

Cukai untuk minuman manis

Pemerintah memiliki andil besar untuk melakukan aksi dan meningkatkan akses terhadap makanan sehat. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan cukai terhadap minuman manis. WHO menilai, sama halnya dengan menerapkan cukai terhadap rokok, bea cukai minuman manis (sugar taxes) diharapkan bisa mengurangi konsumsi masyarakat terhadap penyebab diabetes dan obesitas tersebut. Mengutip situs BBC, sugar taxes telah lebih dulu diterapkan di beberapa negara. AS misalnya, menerapkan cukai terhadap minuman bersoda sejak 2017.

Meksiko juga menerapkan cukai terhadap minuman bersoda sejak 2014, sementara Columbia menerapkan bea cukai terhadap minuman manis sejak 2016. Chile menerapkan sugar taxes pada 2014, sementara Barbados dan Dominica menerapkannya pada 2015. Inggris Raya menerapkan sugar taxes pada 2018, setelah mengkaji peraturan ini sejak 2016.

Sugar taxes dan konsumsi gula

Dalam situsnya, WHO menyebutkan bahwa kenaikan harga minuman manis sebanyak 20 persen berpengaruh terhadap turunnya konsumsi sekitar 20 persen pula. Beberapa negara yang telah menerapkan sugar taxes menghasilkan efek yang positif. Meksiko misalnya, yang menerapkan sugar taxes sejak 2014 sebanyak 1 Peso per liter (dengan kenaikan harga minuman sekitar 10 persen). Penelitian yang dilakukan oleh Mexican National Institute of Public Health dan University of North Carolina mengevaluasi dua tahun pertama penerapan kebijakan ini.

Hasilnya, terdapat penurunan konsumsi minuman manis sebanyak 7,6 persen sepanjang 2014 hingga 2015. Penelitian yang sama membuktikan terdapat peningkatan sebanyak 2,1 persen terhadap pembelian minuman botolan non-gula, seperti air mineral. Uang yang didapatkan dari cukai pada dua tahun tersebut, yakni berkisar 2,5 miliar dollar AS, digunakan untuk membuat kran air minum di sekolah-sekolah di berbagai wilayah Meksiko. Cukai tersebut juga bisa digunakan untuk meningkatkan fasilitas kesehatan, meningkatkan fasilitas dan informasi publik terkait pola makan yang baik, dan lain-lain.

sumber: https://sains.kompas.com/read/2020/02/19/162942023/sri-mulyani-ingin-minuman-manis-dikenakan-cukai-ini-kata-who

 

Dana Bagi Hasil Cukai Rokok Kini Bisa Danai Kesehatan Fakir Miskin

Kementerian Keuangan menambah cakupan penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH-CHT) untuk kegiatan di bidang kesehatan.

Penambahan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.7/PMK.07/2020. Dalam beleid tersebut, DBH-CHT untuk kegiatan di bidang kesehatan kini dapat dialokasikan untuk pembayaran pelayanan kesehatan bagi fakir miskin.

“DBH-CHT digunakan untuk mendanai program pembinaan lingkungan soxsial…salah satunya kegiatan di bidang kesehatan yang juga meliputi pembayaran tindakan pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan/atau orang tidak mampu,” demikian kutipan Pasal 2 dan Pasal 7 beleid tersebut.

Beleid yang mendukung program jaminan kesehatan nasional ini juga mengatur pembayaran tindakan pelayanan kesehatan untuk fakir miskin dapat dialokasikan maksimal sebesar 10% dari alokasi DBH-CHT di bidang kesehatan.

Dengan penambahan, cakupan alokasi DBH-CHT di bidang kesehatan menjadi 5 kegiatan. Pertama, kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk keperluan promotif/preventif maupun kuratif/rehabilitative.

Kedua, penyediaan/peningkatan/pemeliharaan sarana/prasarana fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan.

Ketiga, pelatihan tenaga kesehatan dan/atau tenaga administratif pada fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS.

Keempat, pembayaran iuran jaminan kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah dan/atau pembayaran iuran jaminan kesehatan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kelima, pembayaran tindakan pelayanan kesehatan bagi fakir miskin dan/atau orang tidak mampu. Selain itu, melalui beleid ini pemerintah juga mengatur penggunaan DBH CHT pada layanan kesehatan harus diutamakan untuk menurunkan angka prevalensi stunting.

“Kegiatan pelayanan kesehatan baik kegiatan promotif/preventif maupun kuratif/rehabilitatif diutamakan untuk menurunkan angka prevalensi stunting,” demikian bunyi Pasal 7 ayat (3) beleid tersebut.

Beleid ini diundangkan pada 23 Januari 2020 dan berlaku pada tanggal yang sama. Berlakunya beleid ini sekaligus mencabut beleid terdahulu, yaitu PMK No.222/PMK.07/2017 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBH CHT. (rig)

sumber: https://news.ddtc.co.id/dana-bagi-hasil-cukai-rokok-kini-bisa-danai-kesehatan-fakir-miskin-18794

 

Antisipasi Virus Corona, Ini Langkah Garuda Indonesia

Maskapai Garuda Indonesia meningkatan upaya antisipatif dan kewaspadaan atas merebaknya penyebaran virus corona atau novel coronavirus (nCoV) .

Peningkatan kewaspadaan dilakukan melalui peningkatan edukasi dan langkah antisipatif lainnya terhadap seluruh lini operasional dan stakeholder layanan penerbangan.

"Perhatian serius Garuda Indonesia terhadap upaya antisipatif penyebaran virus tersebut dilakukan dengan tetap mengedepankan aspek keselamatan penerbangan serta kenyamanan perjalanan udara kepada seluruh penumpang," ucap Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam keterangan pers, Sabtu (25/1/2020).

Irfan menyebutkan, pihaknya telah meningkatkan pengawasan terhadap sejumlah layanan penerbangan yang beroperasi di sejumlah rute internasional yang rawan atas penyebaran virus tersebut.

Garuda bekerja sama dengan otoritas kesehatan dan layanan kebandarudaraan setempat. "Dapat kami sampaikan bahwa Garuda Indonesia tidak memiliki rute penerbangan dari dan menuju Wuhan," kata Irfan.

Lebih lanjut Garuda Indonesia turut meningkatkan pengawasan bersama otoritas bandara setempat, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di Indonesia, khususnya di terminal kedatangan internasional. "Kami secara seksama turut mematuhi seluruh kebijakan regulator terkait upaya pencegahan virus tersebut," ujar Irfan.

Garuda Indonesia juga menghimbau para penumpang untuk tetap tenang, meningkatkan kewaspadaan serta memahami tatalaksana pencegahan penyebaran virus tersebut, yang dilakukan dengan mengedepankan aspek kebersihan diri dan memastikan kondisi kesehatan dalam keadaan fit sebelum melakukan perjalanan.

“Sosialisasi upaya pencegahan juga terus diintensifkan keseluruh jajaran lini operasional seperti meningkatkan pemahaman atas pola penyebaran virus, merekomendasikan penggunaan alat pelindung dini seperti masker hingga hand sanitizer bagi petugas, kru, maupun penumpang,” kata Irfan Garuda Indonesia terus memantau situasi terkini, mengambil tindakan yang diperlukan dan akan terus memberikan informasi terbaru khususnya terkait dampak atas pelayanan penerbangan.

sumber: https://money.kompas.com/read/2020/01/25/210400726/antisipasi-virus-corona-ini-langkah-garuda-indonesia

 

Pemerintah Perlu Buat Kebijakan Nasional Cegah Virus Corona

Lemahnya koordinasi di kementerian/lembaga (K/L) dalam mencegah virus corona (2019-nCov) asal Wuhan, China menjadi sorotan Komisi IX DPR. Karenanya, Komisi IX meminta agar pemerintah membuat kebijakan nasional guna mencegah masuknya virus yang sudah menewaskan 56 orang itu.

"Yang pertama, harus tingkatkan koordinasi antara Imigrasi, Kesehatan, dan instansi terkait misalnya Angkasa Pura, Perhubungan karena kan virus ini menakutkan sekali kalau kita lihat di berita-berita. Jadi kita harus mengantisipasi jangan sampai virus itu masuk ke kita," kata Anggota Komisi IX DPR Darul Siska saat dihubungi SINDO Media, Minggu (26/1/2020).

Selain pencegahan, sambung Darul, pemerintah perlu memberikan penjelasan dan sosialisasi kepada masyarakat. Khususnya, kepada warga yang akan berpergian agar berhati-hati dalam berkomunikasi dengan orang-orang di luar negeri. "Supaya jangan kemudian dia pulang ke Tanah Air dengan membawa virus itu."

Politisi Partai Golkar ini menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah soal teknis pencegahan virus corona ini. Yang jelas, dia mendesak perlunya kebijakan nasional guna mencegah masuknya virus yang tergolong baru itu. (Baca juga: Heboh Virus Corona, Pemerintah Diminta Periksa Ketat Turis Asal China
).

"Terserah untuk teknisnya ya, tapi menurut saya harus ada kebijakan secara nasional yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi virus ini," pintanya.

Menurut dia, Komisi IX DPR baru membahas secara informal terkait hal ini. Pihaknya juga sudah melihat layanan terpadu satu atap di Batam, Kepulauan Riau (Kepri) dan sudah mengingatkan mereka soal virus ini. Tetapi secara formal, kemungkinan hari Senin (27/1/2020) Komisi IX akan membahas langsung dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait corona.

"Kita mendorong pemerintah lebih formal secara institusi begitu. Kita mau ini menjadi pembicaraan DPR jadi mengingatkan pemerintah secara kelembagaan," ujarnya.

"(Pemerintah) Harus serius karena ini menyangkut kita semua, menyangkut kepentingan Indonesia semuanya. Apalagi, pencegahannya dan penanganannya di kita pasti lebih sulit nanti. Apalagi masalah BPJS belum tertuntaskan oleh kita, tiba-tiba masuk masalah baru," tandas Darul.

sumber: https://nasional.sindonews.com/read/1507843/15/pemerintah-perlu-buat-kebijakan-nasional-cegah-virus-corona-1580026292

 

Sri Mulyani Setop Suntikan Dana ke BPJS Kesehatan

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah tidak akan memberikan suntikan dana lagi terhadap Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pasalnya pemerintah sudah menaikan iuran BPJS Kesehatan yang berlaku awal tahun ini.

"Dengan kenaikan iuran ini, kita lihat BPJS kesehatan tidak perlu tambahan dana tahun ini. Selain itu BPJS juga sudah menjanjikan untuk menjaga keuangan," kata Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Selasa (7/1/2020)

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, pemerintah tetap mengalokasikan anggaran untuk subsidi peserta tidak mampu. Sehingga pelayanan terhadap masyarakat tetap berjalan, meski ada kenaikan.

"Dapat kami sampaikan di 2020, sesuai tarif PBI pemerintah telah menabung tambahan alokasi mencapai Rp 20 triliun, sehingga belanja untuk JKN 2020 Rp40 triliun lebih. Ini tentu kebijakan dan perbaikan jaminan kesehatan untuk masyarakat," jelas Askolani.

Sebagai informasi realisasi belanja Non K/L tercatat sebesar Rp622,6 triliun (79,9% dari target APBN tahun 2019), antara lain terdiri dari pembayaran bunga utang Rp275,5 triliun dan subsidi sebesar Rp201,8 triliun. Realisasi subsidi relatif lebih kecil dari pagu APBN tahun 2019 antara lain dipengaruhi oleh lebih rendahnya harga ICP, menguatnya nilai tukar rupiah, serta penajaman alokasi subsidi pupuk.

sumber: https://ekbis.sindonews.com/read/1489990/33/sri-mulyani-setop-suntikan-dana-ke-bpjs-kesehatan-1578399524

 

Jokowi Sebut Menkes Sudah Punya Jurus Atasi Defisit BPJS Kesehatan

Presiden Joko Widodo menyebut Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sudah menemukan cara untuk membenahi masalah defisit keuangan BPJS Kesehatan. "Menkes sudah menyampaikan di ratas kemarin, tahun depan jurusnya sudah ketemu (dalam mengatasi defisit BPJS Kesehatan)," kata Jokowi usai melakukan inspeksi mendadak (sidak) layanan BPJS Kesehatan di RSUD Kota Cilegon, Banten, Jumat (6/12/2019).

Jokowi meyakini dengan jurus ini tak ada lagi cerita BPJS telat membayar ke rumah sakit. Namun, Jokowi tak merinci formula yang baru ditemukan itu. Jokowi meminta agar wartawan bertanya langsung kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. "Nanti tanyakan ke Menkes," kata dia.

Jokowi mengaku melakukan sidak ke RSUD Kota Cilegon karena ingin mengetahui penggunaan BPJS Kesehatan yang mendapat subsidi pemerintah atau kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Menurut dia, peserta PBI di RSUD ini mencapai sekitar 80 persen, sementara 20 merupakan peserta mandiri. Sebelumnya, Jokowi juga sudah melakukan sidak serupa di RSUD Bandar Lampung dan Subang. "Saya kira, kami kemarin (sidak) di Lampung, di Subang, di sini angka-angkanya hampir sama," ujarnya.

Namun, mantan gubernur DKI Jakarta itu menyebut pelayanan yang diberikan setiap rumah sakit berbeda-beda. Ia pun meminta agar pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, dan kota memperbaiki fasilitas di masing-masing rumah sakit. "Karena rumah sakitnya untuk kepemilikan hampir semua dimiliki provinsi, kabupaten, dan kota," ujarnya. Turut mendampingi Jokowi Gubernur Banten, Wahidin Halim, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Adapun sidak ini dilakukan Jokowi sebelum memulai kunjungan kerjanya di Provinsi Banten. Usai sidak, Presiden Jokowi diagendakan akan meresmikan pabrik new polyethylene PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk di Cilegon.

Setelah salat Jumat dan santap siang bersama, Presiden akan meninjau Program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) binaan Permodalan Nasional Madani (PNM) di alun-alun Cilegon. Pada sore harinya, Presiden dijadwalkan untuk meresmikan jalan tol JORR II ruas Kunciran-Serpong di gerbang tol Parigi, Kota Tangerang Selatan.

sumber: https://nasional.kompas.com/read/2019/12/06/11155951/jokowi-sebut-menkes-sudah-punya-jurus-atasi-defisit-bpjs-kesehatan?page=all

 

 

Dokter Kewalahan Atasi TB, Minta Dijadikan Isu Nasional

DOKTER penyakit dalam subspesialis pulmonologi Erlina Burhan menyatakan pemerintah harus memiliki komitmen yang kuat untuk mengatasi permasalahan tuberkolosis (TB) di Indonesia.

Erlina mengaku, saat ini dokter di Indonesia sudah mulai kewalahan untuk menangani penyakit TB di Indonesia yang kian hari kian memburuk. Dirinya menilai, penanganan penyakit TB bukan hanya sebatas urusan dokter. Lebih jauh dari itu, TB juga harus diatasi dari segi politis.

"Saya di lapangan, dokter itu sudah tidak sanggup menghadapi TB. TB adalah persoalan semua orang, bukan hanya dokter saja. Kita tidak bisa kalau hanya ini dibebankan pada kita. 50% kasus yang saya temukan, TB bukan hanya masalah kesehatan, tapi lebih dari itu, masalah sosial," kata Erlina di Komisi IX DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (3/12).

Erlina menuturkan, di lapangan, dirinya banyak menemukan dua hal yang menjadi masalah sosial dalam kasus TB di Indonesia, yaitu ketidakmampuan masyarakat kurang mampu untuk melakukan pengobatan dan kesadaran masyarakat akan bahaya TB yang dinilainya masih kurang.

"Selama ini memang hanya departemen kesehatan saja yang bekerja menangani TB. Dan belum ada komitmen dari pemangku kebijakan politik tertinggi. Kalau sekarang pemerintah bilang mau eliminasi TB, saya yakin masyarakat akan ikut. Kalau dikter yang bicara gak akan didengar. Komitmen itu yang nenurut saya belum cukup dari pemerintah," tuturnya.

Untuk itu, dirinya meminta agar Komisi IX menjadikan TB sebagai isu nasional agar penyakit TB dapat segera dieliminasi dari Indonesia.

"Saya harap, Komisi IX komitmennya dinaikkan, mustinya sampai Presiden yang bicara, bahwa TB di Indonesia harus dieliminasi. Karena TB sekarang bukan cuma TB, tapi ada juga yang resisten obat, dan 50% pasien saya meninggal. Ini butuh komitmen untuk menyelamatkan kita semua," ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Dewan Penasihat Stop TB Indonesia Rizali W. Indrakesuma menyatakan pihaknya tengah melakukan studi banding untuk mengatasi penyakit TB di Indonesia dari India.

Dirinya mengungkapkan, India sebagai masyarakat pengidap TB terbanyak di dunia saat ini tengah melakukan percepatan untuk penanganan TB.

"Dimana-mana kita dengar stunting. Tapi TB makin lama makin mengemuka. Kami melihat ke negara tetangga, india yang menduduki peringkat pertama. Langkah yang dilakukan India demikian banyak. Kita melakukan pendekatan untuk mempelajari langkah yang dilakukan India," ucapnya.

"Salah satunya, India memberikan insentif supaya pasien mau berobat. Kita baru sebatas menyediakan obat. India bisa kita contoh, sementara kita melakukan upaya yang ada saat ini," imbuhnya. (OL-7)

sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/275462-dokter-kewalahan-atasi-tb-minta-dijadikan-isu-nasional

 

Mantan Direktur Kebijakan WHO: Indonesia Harus Ambil Sikap Soal Vape

Rokok elektrik atau vape menjadi sorotan di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Ada yang menganggapnya sebagai alternatif lebih baik dari rokok konvensional, tapi ada juga yang menolaknya karena dianggap tetap berbahaya.

Negara seperti Inggris misalnya mengadopsi langkah menggunakan vape sebagai cara mengurangi jumlah perokok dan dilaporkan sukses. Sementara itu di sisi lain ada juga negara seperti Turki yang punya kebijakan sama sekali melarang penjualan vape karena dianggap sama saja meracuni masyarakat.

Bagaimana dengan Indonesia? Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto beberapa waktu lalu mengungkapkan masih belum mau berkomentar karena menunggu masukan dari berbagai pihak.

"Nanti kita menampung dari semua lapisan masyarakat, apa yang mereka ini kan. Jangan malah menjustifikasi sesuatu untuk hal yang belum jelas," kata Terawan pada Kamis (21/11), seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Terkait hal tersebut Mantan Direktur Research Policy and Cooperation, World Health Organization (WHO), Profesor Tikki Elka Pangestu mendorong pemerintah Indonesia segera mengambil sikap. Pro kontra vape yang terjadi bila dibiarkan berlama-lama hanya akan menimbulkan keresahan membuat bingung masyarakat.

"Menurut saya kita harus betul-betul mengadakan suatu pertemuan katakan musyawarah berusaha mencari titik temu. Ini memang susah karena dialognya ini katakan udah susah sekali. Mungkin perlu satu organisasi netral untuk melihat bukti-bukti ilmiah yang menyokong, apakah lebih kuat dari mereka yang anti sigaret elektronik?" kata Prof Tikki pada wartawan, Senin (2/11/2019).

"Tunjuk satu organisasi independen untuk betul-betul secara objektif melihat bagaimana bukti ilmiahnya," lanjutnya.

Universitas hingga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menurut Prof Tikki jadi contoh beberapa organisasi yang bisa ditunjuk oleh pemerintah untuk meneliti dampak baik-buruk vape.

"Paling penting harus independen, tidak mengambil posisi menentang ataupun mendukung. Cari yang netral, dihormati, pendapatnya akan diterima oleh semua pihak," pungkas Prof Tikki.

sumber: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4806904/mantan-direktur-kebijakan-who-indonesia-harus-ambil-sikap-soal-vape