Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dicanangkan pemerintah Indonesia pada 2014 lalu telah menginjak 1 dekade pelaksanaannya. JKN muncul dari implementasi UU Nomor 40 Tahun 2024 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pelaksanaan program jaminan kesehatan diatur lebih lanjut dalam Pasal 19 UU SJSN, yang bertujuan untuk menjamin akses peserta terhadap pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dari risiko finansial akibat kebutuhan dasar kesehatan. UU SJSN ini kemudian diikuti dengan UU BPJS pada 2011. Implementasi UU SJSN ini dimulai pada 2014 dengan peluncuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. JKN bertujuan untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) dengan memberikan akses pelayanan kesehatan yang terjangkau dan perlindungan finansial kepada seluruh masyarakat Indonesia. Kemudian, dalam pelaksanaan program JKN ini mengalami banyak dinamika termasuk perubahan tarif, pandemi COVID-19 dan lain-lain.
Webinar ini dilakukan untuk mendiskusikan penyelenggaraan JKN dari 2014 hingga 2022, secara spesifik webinar ini mengajak peserta untuk memahami perubahan pelaksanaan JKN setiap tahun, menganalisis kebijakan pendanaan dalam perspektif Reformasi Sektor Kesehatan dan melakukan analisis kebijakan dalam konteks keberlanjutan pelaksanaan JKN pada masa mendatang. Webinar telah selenggarakan pada 16, 18 dan 30 Desember 2024, simak materi selengkapnya pada link berikut
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM menyelenggarakan Kaleidoskop 2024: Persembahan PKMK untuk Indonesia: Upaya Mewujudkan Sistem dan Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas, Berkeadilan, Resilien dan Inklusif berbasis Bukti pada Jumat (20/12/2024). Kaleidoskop PKMK 2024 bertujuan untuk mengidentifikasi kontribusi kegiatan yang diselenggarakan masing-masing divisi dan unit di PKMK dalam penguatan sistem kesehatan nasional. Melalui kegiatan ini, diharapkan akan diperoleh masukan yang komprehensif dari stakeholder untuk kemajuan PKMK. Narasumber dalam kegiatan ini ialah peneliti PKMK, antara lain: dr. Muhammad Hardhantyo, MPH, Ph.D (Kepala Divisi Manajemen Mutu); dr. Haryo Bismantara, MPH (Divisi Manajemen Rumah Sakit); Candra, SKM., MPH (peneliti PKMK); Sensa Gudya Shauma, S.Kom, M.Cs (Digital Data Corner); dr. Guardian Yoki Sanjaya, M.Health.Info (Divisi E-health); Tri Muhartini, MPA (Kepala Divisi PH); Happy Pangaribuan, MPH (Kepala Divisi Manajemen Bencana Kesehatan); Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua dan Maria Lelyana, SE (Divisi Pelatihan dan Pengembangan) dan dimoderatori oleh Ni Luh Putu Eka, SKM, M.Kes.
Dalam pembukaannya, Ketua PKMK, Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH, MAS, menyampaikan kaleidoskop ialah untuk melihat aktivitas yang dilakukan PKMK dalam 1 tahun yaitu 2024 fungsinya untuk refleksi dan sebagai perencanaan di 2025. Dinamika di Indonesia yang terkait dengan kesehatan yang baru-baru ini terjadi ialah re-setting health system dengan diluncurkannya UU Kesehatan 2023 dan turunannya.
Salah satu pilar utama dalam transformasi sistem kesehatan Indonesia adalah penguatan layanan primer. Transformasi ini merupakan langkah krusial dalam meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapai tujuan program-program kesehatan yang lebih komprehensif dan efektif, kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta perlu didukung. Kemitraan ini bertujuan untuk menciptakan integrasi layanan kesehatan yang lebih baik, di mana sektor swasta berperan aktif dalam mendukung dan melengkapi layanan yang disediakan oleh sektor publik. Melalui sinergi antara kedua sektor ini, diharapkan tercipta sistem kesehatan yang lebih efisien, terjangkau, dan mampu menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat secara menyeluruh.
Asia-Pacific Network for Health Systems Strengthening (ANHSS) berkolaborasi dengan Centre of Excellence for Health Economics, Faculty of Economics, Chulalongkorn University, menyelenggarakan Kursus Kebijakan terkait Transformasi Sistem Kesehatan: Mendorong Keterlibatan Sektor Swasta untuk Integrasi Sistem Pelayanan Kesehatan Berbasis Layanan Primer. Kegiatan telah diselenggarakan pada 25-28 November di Bangkok, Thailand. Acara ini menghadirkan narasumber dari berbagai negara, yang berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka dalam bidang kesehatan. Reportase dan Informasi kegiatan dapat diakses pada link berikut.
Hari pertama hari kedua hari ketiga Hari Keempat
Health Systems Global (HSG) adalah sebuah organisasi internasional yang berfokus pada penelitian dan pengembangan sistem kesehatan di seluruh dunia. Organisasi ini berperan sebagai wadah untuk memfasilitasi kolaborasi antara peneliti, pembuat kebijakan, praktisi, dan pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam sistem kesehatan dan kebijakan kesehatan global. Tujuan utama HSG adalah untuk meningkatkan pemahaman dan praktik dalam penguatan sistem kesehatan agar dapat memberikan layanan kesehatan yang lebih baik, merata, dan berkelanjutan bagi semua orang. HSG menyelenggarakan simposium dua tahunan untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan pengalaman di bidang penelitian sistem kesehatan dan kebijakan.
Pada tahun 2024, tema simposium yang diusung oleh HSG adalah “Building just and sustainable health systems: centering people and protecting the planet”. Perubahan iklim mempengaruhi kesehatan dan sistem kesehatan. Sistem kesehatan yang kuat sangat penting untuk mencapai kesehatan bagi semua orang, yang merupakan tujuan dari HSG dan tujuan kesehatan internasional, sebagaimana tecermin dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Dengan landasan pemikiran ini, simposium tahun 2024 mengambil fokus pentingnya sistem kesehatan yang berfokus pada manusia, yang merespons perubahan global, dan berupaya melindungi lingkungan di masa depan.
Simak reportase kegiatan HSR Global Symposium on Health System Research 2024 pada link berikut
Pra-Konferens Hari kedua Hari ketiga Hari keempat Hari kellima
Angka kematian perinatal dapat dijadikan acuan untuk menilai derajat kesehatan suatu negara. Di Indonesia, belum ada penelitian sebelumnya yang membahas secara khusus tentang angka kematian perinatal menurut wilayah. Sebuah studi menganalisis perbedaan angka kematian perinatal menurut wilayah di Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah 13.310 wanita usia subur yang diperoleh dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017.
Penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi angka kematian perinatal di Indonesia sebesar 1,5% dari total kelahiran. Proporsi kematian perinatal tertinggi (2,5%) terdapat di wilayah Papua, sedangkan proporsi terendah (1,3%) terdapat di wilayah Jawa. Perempuan di Kepulauan Maluku memiliki peluang 1,82 kali lebih tinggi untuk mengalami kematian perinatal dibandingkan dengan wilayah Jawa-Bali. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat disparitas kejadian kematian perinatal antarwilayah di Indonesia. Pemerintah perlu menyesuaikan kembali strategi yang ada untuk meningkatkan derajat kesehatan dan menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat bagi perempuan untuk mencegah kematian perinatal. Studi di dipublikasikan pada jurnal Public Health in Practices, pada Juni 2024.
Sebuah studi menggambarkan tren Angka Kematian Ibu (AKI) dan penyebab kematian ibu di Indonesia selama beberapa dekade terakhir, secara regional dan nasional. Studi ini menganalisis tinjauan sistematis dan melakukan pencarian menggunakan PubMed, Embase, Global Health, CINAHL, Cochrane, Portal Garuda, dan Google Scholar sejak awal pembuatan basis data hingga April 2023. Peneliti menyertakan 63 penelitian yang melaporkan AKI (54 penelitian) dan/atau penyebab kematian ibu (44 penelitian) di Indonesia dari 1970 hingga 2022, dengan total 254.796 kematian ibu.
Hasilnya, AKI nasional menurun dari 450 menjadi 249 (45%) antara 1990 dan 2020. Perbedaan besar dalam AKI terjadi di seluruh negeri, dengan yang terendah di Jawa-Bali dan yang tertinggi (lebih dari dua kali lipat AKI nasional) di Sulawesi dan Indonesia Timur. Antara 1990 dan 2022, proporsi kematian akibat perdarahan dan sepsis menurun, masing-masing dari 48 menjadi 18% dan 15–5%, sementara proporsi kematian akibat gangguan hipertensi dan penyebab non-obstetrik meningkat, masing-masing dari 8 menjadi 19% dan 10–49%. Gangguan hipertensi dan penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian ibu yang semakin meningkat, sehingga strategi pengurangan kematian ibu semakin menantang.
Sebuah studi dilakukan untuk melacak tingkat kejadian dan endemisitas malaria secara spasial dan temporal di 34 provinsi di Indonesia dari 2014 hingga 2022 menggunakan data pengawasan, mengomentari tren yang diamati, dan memperoleh implikasi bagi praktik kesehatan masyarakat untuk memerangi malaria di Indonesia. Peneliti menghitung tingkat kejadian sebagai jumlah kasus dan jumlah kasus per 1000 orang-tahun di tingkat provinsi. Endemisitas dipetakan sebagai indeks parasit tahunan (API) per 1000 populasi berisiko.
Hasilnya, secara nasional, kejadian malaria meningkat sebesar 191.503 dari 2014 ke 2022. API di tingkat nasional naik sebesar 62,63% dari 0,99 kasus per 1000 penduduk berisiko pada 2014 menjadi 1,61 pada 2022. Meskipun terjadi peningkatan secara nasional, endemisitas Sumatera dan Kalimantan menunjukkan kemajuan yang pesat (API kurang dari 1 per 1000 penduduk berisiko). Kejadian dan endemisitas malaria tetap tinggi di Kepulauan Timur, khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat. Kepulauan Timur menyumbang 95,73% (424.569 kasus dari total kasus 443.530) dari kasus nasional pada 2022. Untuk mencegah berlanjutnya kantong malaria endemik di Papua dan Papua Barat, diperlukan koordinasi yang lebih baik dan alokasi sumber daya keuangan yang lebih besar untuk upaya pemberantasan malaria di provinsi-provinsi tersebut.