Fakta-fakta BPJS Kesehatan Surplus Rp 18,7 Triliun

BPJS Kesehatan akhirnya mencetak surplus arus kas sebesar Rp 18,7 trilium di tahun 2020. Surplus ini pun menjadi yang pertama kali setelah sebelumnya terus mengalami defisit.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengungkapkan banyak faktor yang dilakukan manajemen sehingga keuangan perusahaan surplus dengan nilai yang cukup fantastis. Berikut fakta-faktanya:

1. Penyebab Surplus

Fachmi menyebut surplus kas sebesar Rp 18,7 triliun itu merupakan hasil kerja keras pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan BPJS Kesehatan. Menurut Fachmi, pemerintah belakangan ini sangat fokus menyelesaikan defisit keuangan BPJS Kesehatan.

Salah satu upayanya adalah melakukan audit secara menyeluruh oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 2018-2019. Akhirnya, diketahui penyebab defisit terutama bukan karena fraud dan sejumlah indikasi penyimpangan seperti yang disinyalir sejumlah pihak. Tapi ada ketidaksesuaian antara nilai iuran, jumlah peserta, dan fasilitas pelayanan yang diberikan.

Merujuk hasil audit BPKP tersebut, manajemen BPJS Kesehatan terus meningkatkan jumlah peserta sekaligus meningkatkan kepatuhan mereka untuk membayar iuran. Hasilnya, tak cuma mencapai surplus dan tak lagi gagal membayar klaim rumah sakit, kepuasan peserta dan para mitra kerja pun meningkat.

2. Uang Rp 18,7 T Buat Apa?

mengatakan kondisi arus kas surplus sudah terjadi sejak Juli 2020. Lalu, dana surplus Rp 18,7 triliun ini akan dimanfaatkan untuk apa?

"Pertama tentu sesuai UU, kalau keuangan BPJS sebagai badan hukum publik itu dikembalikan sebesar-besarnya untuk service, untuk kepentingan pelayanan, itu kunci yah," kata Fachmi dalam program Blak blakan detikcom, Jakarta (10/2/2021).

Fachmi menyebut, surplus Rp 18,7 triliun ini bukan dana lebih yang bisa digunakan untuk apa saja oleh manajemen BPJS Kesehatan. Dana tersebut lebih ditujukan untuk menutup pembayaran tagihan atau klaim selama 2 sampai 3 bulan ke depan.

Selanjutnya, uang surplus Rp 18,7 triliun juga akan dimanfaatkan manajemen untuk memenuhi kebutuhan modal BPJS Kesehatan yang diatur oleh UU.

3. Peran Vital BPJS Kesehatan

Selama pandemi COVID-19, BPJS Kesehatan memiliki peran penting khususnya dalam penyediaan data masyarakat yang nantinya menerima fasilitas vaksin Corona. Selain itu, BPJS Kesehatan juga diminta untuk membantu pemerintah untuk memverifikasi data tagihan atau klaim rumah sakit terkait pelayanan kesehatan.

Fachmi menceritakan awal perusahaan yang dipimpinnya mendapat peran vital dalam penanganan pandemi COVID-19. Padahal, dikatakan Fachmi, berdasarkan UU BPJS Kesehatan tidak bisa memberikan layanan kesehatan terhadap kondisi bencana non-alam.

"Jadi wabah itu tidak menjadi bagian tugas BPJS. Yang menarik adalah pemerintah meminta dan itu dirapatkan khusus dalam rapat kabinet, BPJS ditugaskan tambahan adalah memverifikasi klaim COVID," kata Fachmi.

Proses verifikasi klaim COVID ini, kata Fachmi merupakan tugas vital lantaran berkaitan dengan cash flow rumah sakit di tengah pandemi.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga menyiapkan data khususnya bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang akan dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) Corona.

Tidak sampai di situ, Fachmi mengatakan, BPJS Kesehatan diminta pemerintah untuk menyediakan data peserta agar pemerintah mengetahui riwayat kesehatan masyarakat.

Terakhir, data kepesertaan yang dimiliki BPJS Kesehatan untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19.

 

sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5369756/fakta-fakta-bpjs-kesehatan-surplus-rp-187-triliun

 

Sasaran Vaksinasi Covid-19 Tahap Dua: Wakil Rakyat, Pendidik, Pedagang, hingga Jurnalis

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmidzi memaparkan pihak yang menjadi sasaran vaksinasi Covid-19 tahap kedua. Selain petugas pelayanan publik, para jurnalis pun masuk dalam kelompok peserta vaksinasi Covid-19 tahap kedua. "Penerima vaksin Covid-19 tahap kedua yakni petugas pelayanan publik.

Terdiri dari pendidik, pedagang pasar, tokoh agama, penyuluh agama, wakil rakyat, pedagang pasar, pejabat negara, pegawai pemerintah pusat maupun daerah, petugas keamanan, petugas pelayanan publik di sarana transportasi dan atlet," ujar Nadia saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (15/2/2021). "Kemudian para jurnalis dan pekerja media akan termasuk juga. Untuk tahap awal ada 5.000 jurnalis sesuai surat dari PWI," kata dia.

Saat disinggung kapan vaksinasi tahap kedua ini dimulai, Nadia belum menginformasikan kepastian waktunya. Namun, saat ini Kemenkes terus mengevaluasi dan melakukan finalisasi data calon peserta vaksinasi tahap kedua.

Hal tersebut dilakukan paralel sambil menanti izin penggunakan vaksin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Setelah ada izin, vaksinasi (tahap kedua) langsung dilaksanakan," ucap Nadia. Sementara itu, berdasarkan data sementara Kemenkes, target sasaran vaksinasi tahap kedua untuk petugas pelayanan publik sebanyak 17.857.157 orang.

Nadia menekankan, data tersebut masih terus bergerak dan akan mengalami pembaharuan. Berikut rincian data sementara sasaran vaksinasi tahap kedua tersebut:

  • Pendidik (guru, dosen, tenaga pendidik) 5.057.582 orang
  • Pedagang pasar 4.014.232 orang
  • Tokoh agama dan penyuluh agama (66.831 orang)
  • Wakil rakyat (DPR RI, DPD, DPR prov, kab/kota) 20.231 orang
  • Pejabat negara (menteri/wakil menteri/kepala lembaga/gubernur/bupati/wali kota/sekda/eselon) 630 orang
  • Pegawai daerah (ASN pusat, daerah, dan honorer) 2.778.246 orang
  • Keamanan (TNI, Polri, satpol PP Prov/kab/kota) 2.778.246 orang
  • Pelayan publik (Damkar, BUMN, BUMD, kepala desa/perangkat desa, BPJS) 3.670.069 orang
  • Transportasi 1.247.116 orang
  • Atlet 1.175 orang
  • Jurnalis 5.000 orang

sumber: https://nasional.kompas.com/read/2021/02/15/08331591/sasaran-vaksinasi-covid-19-tahap-dua-wakil-rakyat-pendidik-pedagang-hingga?page=all

 

 

Tantangan dan Kebijakan Vaksin Merah Putih untuk Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19

Direktorat Inovasi dan Science Techno Park Universitas Indonesia (DISTP UI) menyelenggarakan seminar daring bertajuk "Tantangan & Kebijakan Pengembangan Vaksin Merah untuk Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19" pada Jumat (22/1).

Kegiatan ini merupakan salah satu upaya UI berkontribusi menanggulangi pandemi COVID-19 di Indonesia, yang bertujuan memaparkan perkembangan pengembangan Vaksin Merah-Putih dan merupakan salah satu upaya mendapatkan masukan publik bagi kajian roadmap pengembangan Vaksin Merah Putih.

Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro, menyampaikan meskipun dalam masa pandemi, peneliti UI turut aktif dalam melakukan riset dan pengembangan produk dari berbagai disiplin ilmu. UI telah melakukan banyak inovasi bagi pemerintah dalam upaya penanggulangan pandemi Covid-19.

"Salah satunya adalah pengembangan vaksin DNA dan mRNA. Webinar ini merupakan kontribusi UI dengan tujuan vaksin ini dapat bermanfaat bagi Indonesia. Saat ini vaksin adalah salah satu harapan terbesar masyarakat Indonesia untuk perbaikan kesehatan dan ekonomi. Menurut Romer, model pertumbuhan Endogenous, salah satu modal terbesar ekonomi adalah human capital, dan human capital memiliki fungsi memperbaiki kesehatan. Diharapkan vaksin ini nantinya dapat menjadi daya ungkit untuk meningkatkan ekspektasi masyakarat, daya beli masyarakat, sehingga masyarakat dapat kembali berfungsi dan perekonomian dapat berputar kembali di akhir 2021,” ujarnya.

Vaksin merah-putih hasil riset UI diharapkan dapat bersinergi dengan mitra industri farmasi, dengan triple helix antara pemerintah, perguruan tinggi dan industri dapat terwujud.

Sementara Bambang Brodjonegoro, Menteri Riset dan Teknologi, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) memparkan webinar ini tidak hanya membahas kebutuhan jangka pendek penyediaan Vaksin Merah-Putih namun kebijakan jangka panjang untuk mendorong kesehatan yang beriorientasi preventif di Indonesia.

"Keberadaan Vaksin Merah-Putih merupakan kebutuhan, bukan sebagai pelengkap. Adanya vaksin yang sudah dikembangkan jauh lebih cepat dari Indonesa, menjadi kesempatan Indonesia untuk mempelajari dan update kemampuan teknologi dalam pengembangan vaksin, terutama pada platform. Kemandirian vaksin dan momentum kemampuan pengembangan vaksin merah-putih harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kemristek mendorong 6 platform yang saat ini sedang dikembangkan oleh Lembaga Eijkman, LIPI, dan 4 Universitas yaitu UI, ITB, Unair, dan UGM,” paparnya.

Bambang menyambut antusias karena dalam waktu relatif singkat Kemristek dapat mengidentifikasi institusi mana yang memiliki kemampuan/teknologi dan minat untuk pengembangan vaksin. Penelitian vaksin yang dilakukan UI bernama “Vaksin Merah-Putih Platform UI”, yaitu UI mengembangkan vaksin DNA, mRNA, dan Virus-Like-Particles (VLP).

Triple Helix Percepatan Pengembangan Vaksin diperlukan kerja sama dari Industri, Pemerintah, dan Akademisi. Selain biofarma, ada PT Biotis, Tempo Scan, dan Kalbe Farma berinvestasi untuk pengembangan vaksin.

Menurut Menristek, Indonesia sebaiknya tidak bergantung pada vaksin impor utuh sehingga Indonesia mendorong potensi kerja sama dengan industri farmasi swasta di bawah koordinasi PT Bio Farma guna memenuhi kebutuhan vaksin di Indonesia, dan diharapkan nantinya dapat mengekspor vaksin.

"Selain potensi, selanjutnya tugas Kemristek merangkai kerja sama riset dan inovasi dari hulu sampai hilir untuk mewujudkan kemandirian vaksin di Indonesia. Keberadaan vaksin dapat menciptakan herd immunity sehingga keseimbangan antara pemulihan ekonomi dengan pemulihan kesehatan dapat tercapai, sehingga masyarakat dapat berativitas kembali dengan normal," paparnya

Direktur Direktorat Inovasi dan Science Techno Park (DISTP) UI Ahmad Gamal melaporkan bahwa webinar ini merupakan kulminasi dari seluruh aktivitas UI yang terkait dengan persiapan vaksin merah-putih, terutama yg dikembangkan oleh Sivitas Akademika UI. "Seluruh kegiatan ini mendapat dukungan penuh kemristek melalui pendanaan konsorsium Riset covid-19," pungkasnya.

sumber: https://www.wartaekonomi.co.id/

 

OJK: Kebijakan Vaksin Covid-19 Gratis Tambah Kepercayaan Pasar Modal

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, membuka perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2021. Dalam sambutannya, dia menyampaikan ucapan terimakasih terhadap Pemerintah Jokowi atas kebijakan vaksin Covid-19 gratis bagi masyarakat.

"Kami seluruh insan pasar modal mengucapkan terimakasih kepada Bapak Presiden dan seluruh jajarannya yang telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyediakan vaksin Covid-19 gratis kepada masyarakat," ujar dia saat membuka perdagangan BEI 2021, Senin (4/1)

Sebab, kata Wimboh, kebijakan vaksin gratis ini merupakan bentuk stimulus untuk perekonomian Indonesia yang terdampak parah pandemi Covid-19. "Karena kebijakan tersebut menambah kepercayaan masyarakat terhadap pasar modal," ujar dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan vaksin Covid-19 akan diberikan gratis kepada seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut setelah mendapatkan masukan dan kalkulasi keuangan mengenai keuangan negara.

"Dapat saya sampaikan vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis tidak dikenakan biaya sama sekali," kata Jokowi dalam siaran telekonference melalui chanel youtube sekretariat presiden, Rabu (16/12).

Untuk itu, dia memerintah kepada seluruh jajarannya agar memprioritaskan program vaksinasi pada anggaran 2021 untuk biaya vaksinasi. Kemudian dia juga meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk merealokasikan anggaran terkait ketersediaan vaksin.

"Saya menginstruksikan kepada menteri keuangan untuk memprioritaskan dan merealokasi dari anggaran lain terkait ketersediaan vaksin gratis ini sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin," ungkap Jokowi.

Jadi Game Changer Ekonomi, Vaksinasi Covid-19 Bakal Lanjut hingga Kuartal I 2022

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, program vaksinasi Covid-19 akan dilaksanakan secara gratis kepada seluruh masyarakat dan berlanjut hingga kuartal I 2022.

Hal ini dikarenakan hadirnya vaksin menjadi game changer di sektor ekonomi. Vaksinasi diharapkan bisa memberi rasa aman bagi masyarakat untuk bisa beraktivitas dengan normal kembali.

"Arahan Pak Presiden terkait gas dan rem (kebijakan) soal pandemi Covid-19, tentu melalui vaksinasi yang menjadi game changer. Kita akan berikan gratis dan akan terus berlanjut hingga kuartal I 2022," kata Airlangga dalam pembukaan perdagangan saham Bursa Efek Indonesia (BEI) 2021, Senin (4/1/2021). Airlangga bilang, Indonesia telah mengamankan 3 juta dosis vaksin dari Sinovac dan sudah disebar ke beberapa daerah di Indonesia.

Diharapkan, vaksinasi massal bisa dimulai pada pertengahan Januari 2021 ini. Kementerian Kesehatan juga telah mengatur jadwal dan prioritas penerima vaksinnya.

"Ini tinggal menunggu emergency use authorization dari Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) dan jaminan kehalalannya," tutur Airlangga.

Diharapkan data sains yang diperlukan demi keperluan penerbitan emergency use authorization ini akan segera selesai. "Baik dari penelitian di Bandung, Turki, dan sebagain di Brasil," katanya.

Lanjut Airlangga, beberapa negara sudah memberikan izin emergency use authorization tersebut untuk vaksin-vaksin yang juga akan digunakan Indonesia, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan keamanan dan kualitasnya.

"Vaksin tersebut antara lain Sinovac, Pfizer, Astrazeneca, Novavax," tandasnya.

sumber: https://www.liputan6.com/bisnis/read/4448360/ojk-kebijakan-vaksin-covid-19-gratis-tambah-kepercayaan-pasar-modal

 

Gebrakan Jokowi: Tunjuk Bankir Jadi Menteri Kesehatan!

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pergantian Menteri kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Hal yang mengejutkan adalah penunjukan Budi Gunadi Sadikin (BGS).

"Budi Gunadi Sadikin beliau sebelumnya Direktur Utama Bank Mandiri, Direktur Utama Inalum dan terakhir menjadi Wakil Menteri BUMN dan sekarang kita berikan tanggung jawab untuk memimpin kementerian kesehatan," ujar Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Selasa (22/12/2020).

Budi Gunadi Sadikin menjadi menteri Kesehatan pertama di Indonesia yang tidak memiliki latar belakang di bidang kesehatan. Pria berusia 54 tahun ini merupakan alumni Institute Teknologi Bandung (ITB) jurusan teknik nuklir. Ia menggantikan Terawan Agus Putranto di Jabatan Menteri Kesehatan sebelumnya.

Setelah lulus ia berkarir di industri perbankan. Mulai dari Bank Bali, ABN AMro Bank Indonesia, Bank Danamon hingga akhir berlabuh di Bank Mandiri.
Di Bank Mandiri ia menjadi Direktur Utama setelah Agus Martowardojo ditunjuk sebagai Menteri Keuangan. Usai dari Mandiri ia menjabat sebagai staf ahli Menteri BUMN Rini Soemarno.

Selanjutnya ia menjadi Direktur Utama Inalum dan menjadi wakil Menteri BUMN Erick Thohir. Dia juga kini menjabat sebagai Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi.

Dalam pandemi Covid-19, BGS berperan dalam pengadaan 20 alat PCR test dengan kapasitas lebih dari 10,000 test/hari atau 28% dari kapasitas nasional, vaksin Covid serta membuat sistem pelaksanaan dan distribusi vaksinasi dan obat penyembuhan (thereupatic) Covid-19.

Selain itu BGS juga turut aktif memonitor dan mengelola 70 Rumah Sakit BUMN dalam penanganan Covid-19 dengan salah satunya menaikan kapasitas tempat tidur RS BUMN menjadi lebih dari 6,500.

Singapura

Singapura misalnya, negeri ini mendapuk Gan Kim Young sejak 2011 hingga sekarang sebagai Menkes. Di bawah kepemimpinannya, Gan memperkenalkan sistem MediShield Lifein 2015, sebuah program di mana semua warga Singapura apapun statusnya, dapat asuransi kesehatan seumur hidup.
Ia pun menginisiasi program Healthcare 2020. Ini adalah kebijakan untuk memastikan aksesibilitas, kualitas dan keterjangkauan perawatan di negara itu.

Gan bukan seorang dokter. Mengutip website resmi Kemkes Singapura,www.moh.gov.sg, ia menempuh pendidikan Teknik Elektro di Universitas Cambridge tahun 1981 dan magister jurusan yang sama tahun 1985. Ia pernah bekerja di swasta dan CEO perusahaan baja, NatSteel. Sebelum menjadi menkes, ia menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja Singapura.

Jerman

Jerman menunjuk Jens Spahn sebagai menkes sejak 2018 hingga sekarang. Mengutip Peoplepill, pria kelahiran 1980 itu berlatar belakang politikus.


Lulus di tahun 1999, Spahn bahkan sempat magang sebagai bankir di Westdeutsche Landesbank(Bank State of German). Di sana ia bekerja seraya berkuliah di jurusan Ilmu Politik dan Hukum Universitas Hagen.


Ia lulus tahun 2008 dan melanjutkan gelar Magister untuk bidang yang sama. Ia pernah menjadi anggota Parlemen Federal (Bundestag) termuda di Jerman tahun 2002, saat berumur 22 tahun.


Namun, Spahn memang aktif menjadi sponsor utama untuk hal-hal yang bebau kesehatan masyarakat di Negeri Panser. Ia juga aktif menjadi ketua kelompok kebijakan kesehatan dan juru bicara partainya, Christian Democratic Union (CDU), untuk bidang ini.


Sebelum menjadi Menkes, ia didapuk sebagai Sekretaris Parlemen Negara untuk Keuangan.

Selandia Baru

Andrew James Little menjadi Menkes Selandia Baru sejak November 2020. Sama seperti dua figur sebelumnya, ia tak memiliki latar belakang medis.

Ia merupakan sarjana hukum, filsafat dan kebijakan publik di Universitas Victoria of Wellington. Setelah lulus ia bekerja sebagai pengacara untuk organisasi para pekerja teknik dan mengurusi ketenagakerjaan.

Berkiprah di Partai Buruh, pada 2017, ia diangkat sebagai Menteri Kehakiman, Menteri Perjanjian Negosiasi Waitangi, dan Menteri Biro Keamanan Komunikasi Pemerintah serta Bandan Intelijen Keamanan Selandia Baru.

sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20201222160954-4-210952/gebrakan-jokowi-tunjuk-bankir-jadi-menteri-kesehatan/2

 

Vaksin COVID-19 Gratis Tanpa Syarat, Badan POM Kawal Keamanan dan Efektivitasnya

Pemerintah menegaskan vaksin COVID-19 gratis tanpa persyaratan apapun dan tengah merampungkan perencanaan vaksinasi. Dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan menyampaikan, “Menindaklanjuti kebijakan vaksin COVID-19 gratis yang diumumkan Presiden pada tanggal 16 Desember lalu, dapat kami tegaskan bahwa vaksin COVID-19 gratis untuk masyarakat, tanpa persyaratan apapun, juga tanpa persyaratan keanggotaan dan keaktifan di BPJS Kesehatan”, ujarnya pada acara Keterangan Pers Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 bertema “Perkembangan Penyiapan Vaksin Covid-19” yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Jumat (18/12).

Saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan lintas Kementerian / Lembaga, tengah melakukan pendalaman dan penyesuaian skema dan mekanisme vaksinasi. "Setelah skema ini dirampungkan, maka akan disosialisasikan segera kepada pemerintah daerah dan masyarakat," tambahnya.

“Program vaksinasi COVID-19 adalah prioritas pemerintah yang akan dilaksanakan secara bertahap setelah dikeluarkannya izin penggunaan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia, serta seiring dengan ketersediaan vaksin. Kemenkes akan memastikan kesiapan semua fasilitas pelayanan Kesehatan, tenaga Kesehatan dan sistem distribusi untuk pelaksanaan vaksinasi”, terang Dr. Siti Nadia.

Di kesempatan yang sama, Dr. dra. Lucia Rizka Andalusia, M.Pharm, Apt, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Badan POM menyampaikan, “Sesuai arahan bapak Presiden terkait penyediaan vaksin COVID-19 bahwa seluruh prosedur harus dilalui dengan baik dalam rangka menjamin keselamatan masyarakat, serta efektivitas vaksin termasuk tahapan uji klinik fase III, sebagai otoritas pengawas obat dan makanan di Indonesia, Badan POM berkewajiban mengawal ketat keamanan khasiat dan mutu vaksin COVID-19, sebelum dan selama digunakan dalam program vaksinasi nantinya.”

Terkait vaksin Sinovac, Dr. dra. Lucia Rizka menyatakan bahwa Badan POM tengah melakukan evaluasi keamanan khasiat dan mutu vaksin dengan merujuk standar internasional seperti WHO, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA), Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) dalam melakukan evaluasi pemberian EUA.

Evaluasi vaksin tersebut dilakukan oleh Badan POM dan Komite Nasional Penilai Obat dan para ahli di bidang vaksin di antaranya dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dan para ahli di bidang vaksin. Pengambilan keputusan berdasarkan landasan ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan dan bersifat independen.

“Untuk EUA, rekomendasi WHO menyebutkan data interim pengamatan 3 bulan setelah penyuntikan dapat digunakan sebagai dasar pemberian izin penggunaan darurat”, ujar Dr. Lucia Rizka Andalusia.

Selain itu, ia menyampaikan bahwa uji klinik fase III di Bandung berjalan sesuai timeline yang direncanakan, semua subjek (relawan) sudah mendapatkan dua kali penyuntikan diikuti pemantauan dengan periode 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan, untuk memastikan keamanan dan khasiat vaksin tersebut. Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, vaksin yang diproduksi Sinovac juga diuji klinik di negara-negara lain termasuk Brazil, Turki, dan Chili.

“Peneliti akan mengumpulkan data-data tersebut dan melakukan analisis untuk kemudian dilaporkan ke Badan POM, yang selanjutnya dilakukan evaluasi sebelum vaksin digunakan untuk program vaksinasi," ujar Dr. Lucia Rizka Andalusia.

Dr. Lucia Rizka Andalusia juga menegaskan, “Meski menggunakan skema EUA, aspek keamanan khasiat dan mutu harus tetap terpenuhi berdasarkan data pendukung yang memadai. Selain Sinovac kami akan melakukan langkah evaluasi yang sama untuk kelima jenis vaksin lain yang ditetapkan Keputusan Menkes. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9860 tahun 2020 dimungkinkan adanya perubahan jenis vaksin yang digunakan pemerintah, jika ada kandidat vaksin yang telah memenuhi persyaratan keamanan khasiat dan mutu yang ditetapkan menkes maka Badan POM akan melakukan proses evaluasi dan menerbitkan EUA."

Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 ini bertujuan untuk mempercepat upaya menurunkan angka penularan, kesakitan, dan kematian karena COVID-19, yang harus dilaksanakan bersama dengan penguatan 3T (Tes-Telusur-Tindaklanjut) oleh Pemerintah, dan disiplin protokol kesehatan oleh masyarakat.

“Kami menghimbau masyarakat untuk memberikan dukungan bagi program vaksinasi ini. Jangan kendor menjalankan disiplin memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan siap divaksinasi saat vaksin siap. Bersama-sama kita bangun kekebalan kelompok untuk melindungi diri, melindungi negeri, dan mengakhiri pandemi”, tutup Dr. Siti Nadia Tarmizi.

***

Tentang Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) - Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) dibentuk dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 serta pemulihan perekonomian dan transformasi ekonomi nasional. Prioritas KPCPEN secara berurutan adalah: Indonesia Sehat, mewujudkan rakyat aman dari COVID-19 dan reformasi pelayanan kesehatan; Indonesia Bekerja, mewujudkan pemberdayaan dan percepatan penyerapan tenaga kerja; dan Indonesia Tumbuh, mewujudkan pemulihan dan transformasi ekonomi nasional. Dalam pelaksanaannya, KPCPEN dibantu oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19 dan Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional.

sumber: https://covid19.go.id/p/berita/vaksin-covid-19-gratis-tanpa-syarat-badan-pom-kawal-keamanan-dan-efektivitasnya

 

BPJS Kesehatan Usul Revisi Perpres Tata Kelola JKN

Untuk memperjelas tugas dan fungsi antar lembaga dalam menjalankan program JKN. Terpenting, semua kebijakan JKN yang diterbitkan harus mengacu konstitusi dan UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berjalan sejak 1 Januari 2014 telah banyak dirasakan manfaatnya oleh sebagian besar masyarakat. Program ini memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan. Namun, pelaksanaan JKN selama 6 tahun ini seringkali menghadapi masalah dan tantangan, salah satunya tentang tata kelola.

Banyak pihak yang terlibat dalam program JKN ini antara lain BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara, kementerian/lembaga sebagai regulator, fasilitas kesehatan (rumah sakit) sebagai penyedia layanan, dan asosiasi profesi. Peran lembaga dan tata kelola penyelenggaraan JKN telah diatur beberapa regulasi seperti Perpres No.85 Tahun 2013 tentang Tata Cara Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Perpres No.25 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Direktur Perencanaan Pengembangan dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan, Mundiharno, mengatakan banyak pihak yang terlibat dalam ekosistem pelaksanaan program JKN yang diatur dalam Perpres itu, Namun, berbagai regulasi itu dirasa belum cukup untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan JKN.

Karena itu, untuk menciptakan ekosistem program JKN agar lebih baik, harus ada kejelasan tugas dan fungsi masing-masing lembaga pemangku kepentingan. “Ada puluhan institusi dalam penyelenggaraan JKN, ini perlu dituangkan dalam peraturan (terkait tugas dan fungsi masing-masing lembaga dalam program JKN, red),” kata Mundiharno dalam diskusi secara daring, Rabu (8/7/2020). (Baca Juga: Pemerintah Diminta Terus Benahi Tata Kelola Program JKN)

Menurut Mundiharno, penjelasan secara detail mengenai tugas dan fungsi masing-masing pemangku kepentingan itu dapat dituangkan melalui revisi Perpres No.85 Tahun 2013 tersebut. Harapannya, kata dia, tata kelola JKN bisa diperkuat dengan ekosistem yang lebih sinergis antar stakeholder baik pusat dan daerah, peserta, pemberi layanan Kesehatan, dan lainnya.

Pakar Jaminan Sosial, Hasbullah Thabrany, menilai salah satu persoalan yang dihadapi dalam penyelenggaraan JKN yakni koordinasi dan fragmentasi kebijakan JKN. Desentralisasi juga menjadi persoalan terkait akuntabilitas dan pemantauan lembaga di tingkat pusat. Terpenting, semua kebijakan JKN yang diterbitkan harus mengacu konstitusi dan UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Hasbullah mengingatkan Pasal 28H ayat (1) UUD Tahun 1945 menyebut setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dia melanjutkan UU No.40 Tahun 2004 menegaskan kebutuhan dasar kesehatan yang layak sesuai kebutuhan medis. Karena itu, orientasi kebijakan JKN sebaiknya untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan, bukan menekan biaya JKN agar semakin kecil.

Dia mengatakan untuk mewujudkan layanan kesehatan dasar perlu ada manajemen yang baik. Misalnya, pemda dan swasta berperan dalam penyediaan layanan kesehatan. “Bayaran layak, dan ketersediaan fasilitas kesehatan dalam jarak memadai,” kata Hasbullah.

Menurut Hasbullah, defisit yang dialami dana jaminan sosial (DJS) BPJS Kesehatan memicu pandangan yang orientasinya tidak sesuai mandat konstitusi untuk menyelenggarakan layanan kesehatan dasar yang layak. Defisit ini terjadi karena pengeluaran program lebih besar daripada pendapatan.

Secara umum kemampuan fiskal pemerintah cukup untuk mengatasi persoalan itu, tapi sampai saat ini belum ada kemauan politik untuk mendukung penguatan JKN berbasis fakta. “Defisit JKN ini tidak perlu ditakutkan, karena ini sejak awal pemerintah tidak menetapkan iuran sesuai kebutuhan yang sudah diperhitungkan,” katanya.

Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI, Budi Hidayat berpendapat masalah JKN salah satunya terkait pendanaan. Besaran iuran sudah dihitung sesuai aktuaria, tapi ketika dituangkan dalam regulasi besarannya berbeda. Hal ini yang menjadi masalah dalam penyelenggaraan JKN karena iuran yang ada tidak sesuai dengan manfaat yang diberikan program JKN kepada peserta.

Masalah lain soal politik anggaran. Budi melihat bidang kesehatan masuk dalam komponen belanja, bukan investasi. Padahal, banyak bukti yang menunjukan jika investasi di bidang kesehatan minim, maka pertumbuhan ekonomi juga rendah. “Pandemi Covid-19 ini membuka mata pentingnya sektor kesehatan,” ujarnya.

Kemudian soal pembayaran fasilitas kesehatan, Budi melihat ada yang tidak sesuai dengan regulasi karena seharusnya ada negosiasi tarif. Pasal 24 UU No.40 Tahun 2004 mengamanatkan besarnya pembayaran kepada faskes untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara BPJS dan asosiasi faskes di wilayah tersebut.

sumber: https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f086088cf0d4/bpjs-kesehatan-usul-revisi-perpres-tata-kelola-jkn

 

Kebijakan Kesehatan Desa Tanggap Covid-19 Mampu Membangun Kesadaran Warga

Dalam menanggulangi wabah Covid-19 yang melanda dunia dan termasuk juga Indonesia, berbagai kebijakan ditetapkan agar penanganan Covid-19 mempunyai payung hukum legal. Kebijakan yang dikeluarkan berbeda satu negara yang satu dengan yang lain.

Meski demikian, semua kebijakan yang dikeluarkan tersebut merupakan cara peemerintah untuk menanggulanan penyebaran Virus Corona dari satu orang kepada yang lain. Bahkan di Indonesia, setiap daerah mulai dari tingkat provinsi sampai ke tingkat desa, pun RT/RW memiliki aturan terkait usaha mengatasai penularan virus ini.

Salah satu kebijakan yang penulis temukan merupakan kebijakan yang sangat berguna adalah Surat Edaran Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa.

Tulisan ini akan mengelaborasi pendekatan analisis segitiga kebijakan dari Bose, yang melihat kebijakan berjalan berdasarkan konteks yang perlu dimonitoring dan dievaluasi terus-menerus sehingga upaya penanggulanan Covid-19 di desa-desa tercapai.

Pengelaborasian pendekatan analisis segitiga kebijakan kesehatan dilakukan berdasarkan faktor aktor, konteks, proses dan content/isi di mana segitiga kebijakan kesehatan merupakan suatu pendekatan yang sudah sangat disederhanakan untuk suatu tatanan hubungan yang kompleks. Segitiga kebijakan tidak hanya membantu dalam berpikir sistematis tentang pelaku pelaku yang berbeda yang mungkin mempengaruhi kebijakan, tetapi juga berfungsi seperti peta.

Isi kebijakan

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang menjadi pandemi global telah berdampak serius terhadap sendi-sendi ekonomi dan kesehatan masyarakat desa, Kementerian Desa telah melakukan sejumlah langkah untuk memutus mata rantai penyebaran Virus Corona ini dan mencegahnya masuk ke desa.

Salah satunya diterbitkan Surat Edaran Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa di mana di dalam kebijakan tersebut berisi tentang pembentukan tim relawan desa untuk menanggulangi penyebaran Covid-19.

Tim relawan desa inilah yang akan begerak di seluruh wilayah desa selain untuk sosialisasi tentang protokol kesehatan dalam melawan Covid-19 ini. Selain itu, mereka menfokuskan diri agar desa terhindar dari dampak yang lebih jauh dari keberadaan Covid-19 ini.

Pelaksanaan tugas harian mereka pun disokong oleh dana desa karena semua desa di Indonesia mendapatkan dana yang jumlahnya cukup untuk usaha penanggulangan ini. Kerja pemerintah desa (pemdes) pun tetap terpadu dan efektif serta efisien. Pemdes menjadikan tim relawan Covid-19 desa ini sebagai acuan dalam penggunaan dana desa untuk pencegahan dan penanganan masyarakat yang terdampak Covid-19.

Aktor: Semua Elemen

Hampir semua elemen di dalam desa ikut serta sebagai aktor/pelaku di dalam mengaplikasikan kebijakan ini di desa. Tentu, peran pemerintah dalam hal ini Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi sebagai penginisiasi kebijakan mengeluarkan aturan sangat tepat. Setelah melihat keadaan desa-desa di Indonesia yang juga terdampak Covid-19, Kemendes PDTT harus mampu merumuskan secara tepat apa yang dibutuhkan semua desa. Dari pusat pun dikeluarkan kebijakan untuk penanggulangan pandemi ini.

Pemdes dan perangkatnya melalui tim relawan desa kemudian mengeksekusi kebijakan pada tataran warga. Selain itu Anggota BPD, Kepala dusun, Ketua RW, Ketua RT, Pendamping Lokal Desa, Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), Pendamping Desa Sehat, Pendamping lainnya yang berdomisili di desa, bidan dan perawat desa, karang taruna, PKK, Kader Penggerak Masyarakat desa (KPMD), pendamping desa ikut terlibat aktif sesuai dengan tugas pokok masing-masing.

Selain itu, tentu kehadiran tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat sangat dibutuhkan dalam rangka memberikan dorongan kepada masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan sebagaimana yang dianjurkan pemerintah.

Dalam rangka menghadapi gangguan keamanan yang mungkin terjadi, elemen Babinkamtibmas dan Babinsa yang ada di desa juga diaktifkan sehingga segala cara penanggulangan dapat terlaksana dalam suasana yang kondusif.

Konteks Kebijakan

Corona Virus Disease 2019 telah dinyatakan oleh WHO sebagai pandemik dan Pemerintah Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 telah menyatakan Covid-19 sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang wajib dilakukan upaya penanggulangan.

Dengan keadaan demikian Masyarakat desa sangat merasakan dampak keadaan tersebut, maka pemerintah desa sebagai suatu lembaga yang sangat dekat dengan masyarakat desa membutuhkan suatu regulasi yang tepat, guna menolong warganya yang terdampak Covid-19. Dengan demikian, kebijakan Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi No. 8 tahun 2020 tentang desa tanggap covid-19 dan penegasan padat karya tunai desa merupakan suatu angin segar bagi para pemerintah desa dalam mengelola dana desa untuk pencegahan dan penanganan Covid-19 di tingkat desa dengan harapan dapat bermanfaat bagi keselamatan dan kesejahteraan warga desa.

Proses Kebijakan

Pencegahan dan pengendalian penyebaran wabah Covid-19 yang telah menjadi pandemi global dan telah menjangkau desa. Dampak serius COVID-19 terhadap semua sendi-sendi perekonomian dan kesehatan masyarakat yang berada di desa. Adanya kebutuhan peningkatan belanja di desa untuk mitigasi risiko kesehatan, melindungi masyarakat dan menjaga aktivitas usaha masyarakat desa, membuat dipandang perlu ada suatu kebijakan yang pro masyarakat desa agar mengurangi kepanikan masyarakat desa karena adanya berbagai informasi yang tidak jelas dan tidak dapat di pertanggungjawab tentang covid-19.

Kalau tak ada antisipasi komprehensif dan masif, penyebaran Virus Corona ke pedesaan, bisa banyak terjadi. Dengan keadaan demikian Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) memandang perlu adanya suatu kebijakan yang dapat membantu masyarakat desa agar tidak terus berada dalam ketidakberdayaan. Oleh karena itu, melalui Surat Edaran No. 8 tahun 2020 tentang desa tanggap covid-19 dan penegasan padat karya tunai desa bertujuan sebagai acuan bagi pemerintah desa dalam menggunanakan dana desa untuk menolong masyaratnya melawan pandemi covid-19.

Harapannya instruksi yang terkandung dalam kebijakan tersebut dapat dioptimalisasi dalam melakukan pencegahan dan penanganan pandemi covid-19 di desa serta menghindari terciptanya konflik baru dalam menjalankan kebijakan yang ada. Oleh karenanya, sangat diharapkan peran serta masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan ini, pelaksanan instruksi dari kebijakan tersebut pemerintah desa tidak bisa berjalan sendiri.

Dengan demikian, pemerintah daerah melalui bidang terkait untuk turut serta dalam melakukan pengawasan terhadap penerapan kebijakan tersebut di tingkat desa agar meminimalisir kesalahan interpretasi dari instruksi yang termuat dalam surat edaran.

Salah satu hasil pengamatan penulis tentang kesadaran masyarakat dalam pencegahan Covid-19 dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) seperti masker pada saat aktivitas di luar rumah hal, menemukan bahwa sebagian besar warga desa sudah sadar untuk penggunaan APD ini.

Ini bukan tidak mungkin berkat kerja keras dari tim relawan desa lawan covid-19 melalui edukasi/memberikan informasi tentang penyakit Covid-19 seperti gejalanya, cara penularannya dan pencegahannya. Kesadaran demikian juga menunjukkan salah satu bukti keberhasilan dari tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas) yang terus memberikan edukasi melalui upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat walaupun kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa masih ada masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan lainnya terutama di era New Normal sekarang ini dan itu adalah tugas kita bersama (Aku, Kamu dan Kita semua) ke depannya agar kita bisa menang melawan Covid-19. #Keluarga Sehat, Masyarakat Sehat, Indonesia Menang#

REFENSI: Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19); WHO. 2020. What You Need To Know About Handling Covid-19; Dumilah Ayuningtyas. 2019. Analisa Kebijakan Kesehatan Prinsip dan Aplikasi

sumber: http://kastra.co/2020/07/10/kebijakan-kesehatan-desa-tanggap-covid-19-mampu-membangun-kesadaran-warga/