BPJS Kesehatan: Perpres 82 Sempurnakan Landasan Hukum Program JKN-KIS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyatakan, terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 menyempurnakan payung hukum Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Sebelumnya ada sejumlah hal yang tidak diatur dan dijelaskan dalam Perpres Nomor 28 Tahun 2016. Sehingga diperlukan perbaikan. "Kita ingin meningkatkan kualitas dan mutunya (JKN-KIS).

Perpres sebelumnya disempurnakan dengan hadirnya Perpres Nomor 82 Tahun 2018," kata Deputi Direksi Bidang Kepesertaan BPJS Kesehatan, Bona Evita di kantornya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (19/12/2018). Bona mengatakan, pelaksanaan program ini sudah memasuki tahun keenam dan hanya menyisakan beberapa minggu lagi. Pihaknya berharap program ini terus dilanjutkan dan berkesinambungan memberi manfaat kepada publik.

"Hadirnya Perpres ini menegaskan beberapa hal lagi. Tentang ketentuan kepesertaan bayi baru lahir, tentang PHK, perlakuan warga negara yang di luar negeri, mengatur suami istri sama-sama pekerja wajib didaftarkan pemberi kerja," sebutnya.

Kemudian lanjut Bona, adanya nomenklatur kepesertaan kepala desa dan perangkat desa sebagai kelompok Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditanggung oleh pemerintah. Hal semacam inilah yang belum masuk dan diatur dalam peraturan sebelumnya.

"Itu yang diperjelas di dalam ketentuan itu (Perpres Nomor 82 Tahun 2018). Sebelumnya belum diatur secara teknis," ujar dia. Selain itu, Perpres ini juga mengatur terkait tunggakan iuran beserta denda yang akan dikenakan kepada peserta JKN-KIS. Status kepesertaan seseorang dinonaktifkan jika tidak membayar iuran berjalan sempai dengan akhir bulan, apabila menunggak lebih satu bulan.

Namun, status kepesertaan akan aktif kembali jika sudah membayar iuran bulan tertunggak. Dia menambahkan, saat ini peserta BPJS Kesetahan sudah mencapai 207 juta jiwa dan berharap terus bertambah ke depannya. Temuan di lapangan, masih banyak masyarakat atau warga enggan mendaftar sebagai peserta karena sejumlah alasan. "Janganlah menunggu sakit dulu baru ikut dan mendaftar sebagai peserta program (JKN-KIS)," tuturnya.

sumber: https://ekonomi.kompas.com/

 

Pengiriman Tenaga Perawat Kesehatan ke Arab Saudi Bakal Semakin Gencar

JAKARTA - PT Global Alwakil Indonesia dengan Saudi Manpower Solutions (SMASCO) menandatangani memorandum of understanding (MoU) dalam hal pengiriman tenaga medis khususnya perawat, yang akan dimulai pada awal tahun 2019.

Dengan nota kesepahaman itu, perawat Indonesia diharapkan dapat menggeser perawat dari Filipina yang saat ini masih mendominasi industri kesehatan Arab Saudi.

PT Global Alwakil Indonesia (GAI) merupakan perusahaan Indonesia yang bertujuan untuk menghimpun investasi di bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), membangun standardisasi kompentensi spesifik untuk ‘link & match’ dengan industri, membangun sistem berbasis teknologi informasi dalam menghimpun data pekerja migran, serta memastikan sinergi proses perekrutan, pelatihan hingga penempatan Pekerja Migran Indonesia.

Selain itu, GAI juga memiliki misi membangun sistem perlindungan bagi pekerja migran dari mulai bantuan hukum hingga mempersiapkan piranti lunak dan keras.

Sementara SMASCO merupakan perusahaan Mega Recruitment pertama di Saudi Arabia yang telah menempatkan lebih dari 90.000 tenaga kerja mancanegara di Saudi Arabia.

Presiden Direktur SMASCO, Saad Al Badah, dalam sambutannya menyatakan optimistis bahwa pada tahun 2023, perawat-perawat Indonesia dapat menggeser perawat dari Filipina yang saat ini masih mendominasi industri kesehatan Saudi Arabia. Menurut Saad, ini adalah momentum penting kerja sama Business to Business antara Indonesia dengan Arab Saudi, khususnya di sektor kesehatan.

Sementara itu, CEO Global Alwakil Indonesia, Hemasari Dharmabumi menyebutkan, Saudi maupun Indonesia memiliki kesamaan dalam membutuhkan SDM di bidang hospitality. Sasaran industri paling penting juga adalah sektor hospitality, karena Indonesia dengan ribuan tempat tujuan wisata memiliki potensi pekerja hospitality yang melimpah.

"Sementara Arab Saudi yang menerima banyak sekali jamaah asal Indonesia untuk Haji dan Umrah sangat membutuhkan pekerja hospitality yang mengerti kebutuhan jamaah asal Indonesia. Hospitality merupakan sektor industri yang akan menjadi andalan Global Alwakil Indonesia tiga tahun ke depan," katanya dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Senin (10/12/2018).

Hemasari menambahkan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh GAI, selain telah bekerja sama dengan beberapa pemda dan swasta di bidang sistem rekrutmen, juga telah bekerja sama dengan berbagai Balai Latihan Kerja (BLK) di bidang pelatihan.

Melalui proses yang sangat ketat, GAI telah menghimpun berbagai Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dalam sebuah konsorsium yang dinamakan Konsorsium Alwakil.

MoU tersebut merupakan bagian dari kegiatan PT Global Alwakil Indonesia (GAI) yang menyelenggarakan Employment Business Meeting (EBM), bertempat di Hotel Intercontinental, Jeddah, Saudi Arabia. Acara ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan oleh pihak swasta Indonesia di luar negeri, khususnya di Arab Saudi.

Menurut Hemasari, Employment Business Meeting di Jeddah dimaksudkan untuk memperkenalkan potensi pekerja Migran Indonesia pada sektor Hospitality, Health Care, Oil & Gas, Construction, dan Retail.

Presiden Komisaris Global Alwakil Indonesia, Fahmi Idris dalam sambutannya menyatakan gagasan membangun perusahaan Global Alwakil Indonesia adalah dalam rangka perlindungan atau proteksi. Baik proteksi terhadap para Pekerja Migran Indonesia (PMI), maupun proteksi terhadap keberlangsungan perusahaan.

“Kami memberikan dukungan sepenuhnya kepada pemerintah untuk melaksanakan strategi reformasi sistem migrasi jangka panjang, yang tentu saja salah satunya adalah keterlibatan pihak swasta dalam membangun ekosistem migrasi yang ‘sustainable’ (berkelanjutan).

Fahmi menjelaskan itulah alasan didirikannya PT Global Alwakil Indonesia yang ditujukan untuk menghimpun investasi di bidang pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), membangun standardisasi kompentensi spesifik untuk ‘link & match’ dengan industri, membangun sistem berbasis teknologi informasi dalam menghimpun data pekerja migran, serta memastikan sinergi proses perekrutan, pelatihan hingga penempatan Pekerja Migran Indonesia.

"Kami juga membangun sistem perlindungan bagi pekerja migran dari mulai bantuan hukum hingga mempersiapkan piranti lunak dan keras”, ujar Dr. Fahmi Idris, pembukaan acara EBM di Jeddah, Arab Saudi."

Sebagai mantan Menteri Tenaga Kerja pada dua periode pemerintahan, Fahmi Idris menyatakan berdasarkan pengalamannya, pemerintah tidak dapat serta merta menjalankan semua program strategisnya tanpa dukungan dan sinergi pihak swasta. Karena pada dasarnya pasar tenaga kerja pada akhirnya adalah domain swasta.

Fahmi Idris berharap pada suatu hari nanti, Tenaga Kerja Indonesia akan mengisi berbagai pasar tenaga kerja di dunia dengan kualitas kompetensi yang tinggi, yang akan dikenal sebagai ‘Indonesian Global Workers’ atau Pekerja Global Indonesia.

sumber: https://industri.bisnis.com/read/20181210/12/868032/pengiriman-tenaga-perawat-kesehatan-ke-arab-saudi-bakal-semakin-gencar

 

BPJS Kesehatan Masih Defisit atau Tidak? Tunggu di Januari 2019

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut persoalan proyeksi defisit keuangan BPJS Kesehatan sudah rampung alias balance.

Kepala BPKP Ardan Adiperdana mengatakan, rampungnya persoalan proyeksi defisit karena pemerintah sudah menyuntikkan dana tambahan sebesar Rp 5,2 triliun di tahap kedua.

"Base on proyeksi yang sudah disampaikan ketemunya di Rp 5,2 triliun, selesai (masalah defisit 2018), iya (balance), tapi base on proyeksi," kata Ardan di ruang rapat Komisi IX DPR, Jakarta, Selasa (11/12/2018).

Berdasarkan proyeksi, BPJS Kesehatan mengalami defisit sebesar Rp 10,98 triliun di tahun 2018. BPKP dipercayai untuk melakukan audit tahap pertama atau pada laporan semester I-2018. Di mana per September 2018 pemerintah menyuntikkan dana sebesar Rp 4,9 triliun.

Setelah itu, BPKP pun kembali melakukan audit tahap kedua yang hasilnya menyebutkan bahwa defisit BPJS masih ada Rp 6,1 triliun. Namun, setelah adanya rekonsiliasi antar kementerian lembaga yang terkait, serta adanya bauran kebijakan, maka yang dibayarkan pemerintah hanya sebesar Rp 5,2 triliun.

Dengan begitu, kata Ardan, maka persoalan defisit keuangan BPJS berdasarkan proyeksi sudah selesai atau keuangannya sudah balance.

"Review tahap I kan Rp 10,98 triliun dibayarkan Rp 4,9 triliun, lalu masuk review tahap II, jadi itu nyambung sebenarnya, sampai posisi tahap II selesainya di Rp 5,2 triliun, itu base on proyeksi selesai," ungkap dia.

Tunggu Januari 2019

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta kepada BPKP untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap BPJS Kesehatan dan 2.400 rumah sakit di Indonesia.

Permintaan tersebut dalam rangka menjaga keuangan BPJS Kesehatan tetap sehat dan layanan kesehatan nasional berjalan dengan baik.

"Kami melalui surat kami telah mengirimkan permintaan resmi ke BPKP, setelah beberapa rapat kita sepakat kami akan meminta BPKP audit sistem dan pelayanan dari BPJS mulai dari internal bagaimana manajemen klaim, dan bagaimana identifikasi manfaat," kata Sri Mulyani.

Audit yang dilakukan BPKP ini menjadi evaluasi tahap ketiga, di mana akan dilakukan review keuangan dari Januari-Desember 2018, manajemen klaim, hingga sistem yang dijalankan oleh 2.400 rumah sakit di Indonesia. Sehingga muncul realisasi kinerja keuangan yang menyatakan defisit atau tidak.

Evaluasi secara menyeluruh ini dilakukan karena keuangan BPJS Kesehatan mengalami defisit. Di tahun 2014 tercatat defisit sebesar Rp 3,3 triliun, lalu membesar menjadi Rp 5,7 triliun di 2015.

Kemudian, menjadi Rp 9,7 triliun pada 2016 dan Rp 9,75 triliun pada 2017. Untuk tahun 2018, defisit diproyeksikan mencapai Rp16,5 triliun, namun setelah diaudit BPKP menjadi Rp 10,98 triliun.

Pemerintah lewat Kementerian Keuangan pun akhirnya memutuskan untuk menyuntikkan modal tambahan sebagai upaya menambal defisit keuangan BPJS Kesehatan yang disebabkan rendahnya biaya iuran.

Total suntikan modal dari pemerintah Rp 10,1 triliun, yang berasal dari tahap pertama sebesar Rp 4,9 triliun dan tahap kedua sebesar Rp 5,2 triliun. Angka Rp 5,2 triliun ini menjadi nominal akhir yang dibayarkan sesuai proyeksi defisit di tahun 2018.

Suntikan modal ini pun hasil audit yang dilakukan oleh BPKP pada laporan keuangan semester I-2018 atau tahap I, dan tahap II per Oktober 2018.

Adapun, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun meminta BPKP untuk menyelesaikan audit keseluruhan atau tahap III ini pada pertengahan Januari 2019.

Sementara itu, Kepala BPKP Ardan Adiperdana mengatakan audit atau evaluasi tahap ketiga ini lebih kepada realisasi kinerja BPJS Kesehatan selama satu tahun penuh di 2018, sekaligus menyesuaikan manajemen klaim di rumah sakit.

"Kami diminta melakukan review tahap III, audit sistem klaim dan pelayanan yang berkaitan dengan sistem klaim, ini yang akan kita lakukan," kata Ardan.

Dirinya pun siap mengerahkan tim di 34 kantor perwakilan BPKP agar turut membantu proses audit dengan mengumpulkan informasi mengenai BPJS Kesehatan serta data dari rumah sakit.

Menurut Ardan, persoalan proyeksi defisit keuangan BPJS Kesehatan sudah dirampungkan oleh pemerintah. Di mana dari proyeksi defisit yang sebesar Rp 10,98 triliun hasil audit dibayarkan Rp 4,99 triliun. Setelah itu, BPKP melakukan audit tahap kedua yang defisitnya sebesar Rp 6,12 triliun.

Namun, hasil rekonsiliasi pemerintah baik Menteri Keuangan, Menteri Koordinator PMK, dan kementerian serta lembaga terkait memutuskan angka defisit terakhir adalah Rp 5,2 triliun.

Angka tersebut, pun sudah dicairkan oleh Kementerian Keuangan pada 5 Desember 2018 sebesar Rp 3 triliun, dan Rp 2,2 triliun pada 14 Desember 2018.

sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4338989/bpjs-kesehatan-masih-defisit-atau-tidak-tunggu-di-januari-2019

 

Suntikan dana bagi BPJS Kesehatan menjadi angin segar emiten rumahsakit

Rencana pemerintah yang akan mengucurkan dana Rp 5,2 triliun untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, nampaknya akan menjadi angin segar untuk emiten rumahsakit.

Direktur PT Royal Prima Tbk (PRIM) Michael Mok Siu Pen mengatakan, dengan adanya sentimen tersebut, cash flow Royal Prima tentu akan positif. Sebab, pemerintah terus berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan melalui BPJS.

PRIM memiliki dua rumahsakit. Tak tanggung-tanggung, pelayanan BPJS berkontribusi 60% ke total pendapatan Royal Prima sepanjang tahun ini. Hingga akhir tahun nanti, jaringan rumahsakit Royal Prima akan bertambah menjadi empat.

Analis Mega Capital Sekuritas Adrian M Priyatna, mengatakan, suntikan dana ke BPJS tentu akan menjadi sentimen positif untuk rumahsakit yang akan menerima volume BPJS. Akan tetapi dia mengatakan hanya saja kemungkinan rumahsakit akan mempertimbangkan untuk menahan penambahan rumahsakit baru, "Dikhawatirkan adanya hambatan pencairan BPJS dapat terulang lagi," kata Adrian kepada Kontan.

Namun hal ini tidak untuk PRIM dan juga PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA). Kedua rumahsakit swasta tersebut akan gencar melakukan ekspansi untuk membangun rumah sakit di tahun depan.

Sebelumnya Direktur PRIM Michael bilang, momentum suntikan dana yang akan diberikan oleh pemerintah kepada BPJS tidak akan disia-siakan oleh perusahaan rumahsakit. "Tahun 2019 kan semua penduduk desa juga harus menggunakan BPJS, jadi semua rumahsakit kami akan menggunakan layanan BPJS, makanya tahun depan kami ekspansi dua rumahsakit lagi," kata Michael.

Sementara itu Aditya Widjaja, Investor Relations MIKA mengaku, bahwa masalah BPJS tidak akan mengganggu ekspansi Mitra Keluarga. Sejatinya, pada tahun depan MIKA akan kembali membangun dua rumahsakit di Bintaro dan Jatiasih. Bahkan rumahsakit yang akan dibangun di Jati Asih dipersiapkan MIKA untuk rumahsakit BPJS.

"Jatiasih memang kami persiapkan untuk rumahsakit BPJS, mulai dari bisnis proses dan juga layout bangunan sudah kami sesuaikan dengan model bisnis rumahsakit BPJS," jelasnya. Nilai investasi yang akan dibangun di Jatiasih dengan kapasitas 100 bed adalah senilai Rp 80 miliar. Sebagai informasi saja, pelayanan BPJS terhadap kontribusi pendapat MIKA sepanjang tahun ini 10%-30%.

Aditya mengatakan, komitmen dari pemerintah untuk tetap menyuntikan dana ke BPJS merupakan sinyal positif untuk industri kesehatan. Hal ini menunjukkan adanya kepastian pembayaran dari BPJS tersebut. "Selama ini kan kepastian pembayaran, posisi BPJS defisit tentu ini akan menjadi perhatian bagi para rumahsakit apakah klaim mereka akan terbayar atau tidak," jelasnya.

Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan, suntikan dana dapat membantu, jika emiten memiliki pengeluaran yang bersifat mendukung kegiatan operasional. Dia mengatakan, rumahsakit yang akan melakukan ekspansi dengan memperioritaskan pasien BPJS akan menjadi perhatian investor.

Sementara itu Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji menilai, emiten yang akan ekspansi penambahan rumahsakit yang melayani BPJS akan mendapat katalis positif. Pasalnya, saat ini emiten yang melantai di BEI adalah rumahsakit swasta yang lebih memperioritaskan private patient. "Pelayanan BPJS justru bagus untuk rumahsakit yang akan melakukan ekspansi," kata Nafan.

Secara teknikal Nafan merekomendasikan buy MIKA dengan target harga jangka pendek hingga menengah Rp 1.710. Sementara untuk saham PRIM dia merekomendasikan wait and see terlebih dahulu, karena masih dalam downtrend

sumber: https://investasi.kontan.co.id/news/suntikan-dana-bagi-bpjs-kesehatan-menjadi-angin-segar-emiten-rumahsakit

 

Kemenkes: Indonesia Baru Miliki 25 Rumah Sakit Bertaraf Internasional

Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kemenkes RI, Mohammad Subuh mengatakan dari 2830 total rumah sakit yang ada di Indonesia baru 25 rumah sakit yang terakreditasi JCI. RSUD Dr Soetomo termasuk salah satunya. Bahkan, sesuai Permenkes hanya 14 rumah sakit milik pusat yang wajib berstandar JCI.

“Di Indonesia baru satu RSUD yang mendapat akreditasi JCI yakni RSUD Dr. Soetomo,” katanya saat menyerahkan sertifikat Academic Medical Center Hospital Akreditasi Internasional, Jumat (30/11/2018).

Menurut Subur, penghargaan yang luar biasa karena untuk mendapat akreditasi JCI membutuhkan waktu minimal 3 tahun. Selain itu, bukan saja SDM saja yang dipersiapkan tetapi juga sarana prasaran dan infrastrukturnya.

“Tujuan akreditasi JCI yakni untuk peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien,” ujarnya.

Lebih lanjut disampaikan, lewat penghargaan yang diperoleh ini RSUD Dr Soetomo telah mendeklarasikan bahwa siap melayani masyarakat dunia. Apalagi, JCI merupakan pengakuan dunia bahwa institusi RS bisa menjadi rujukan internasional.

“Dengan adanya JCI akan lebih mudah mengakses RSUD Dr. Soetomo, dan masyarakat harus tahu mengenai hal ini,” tandasnya.

sumber: https://nusantaranews.co/kemenkes-indonesia-baru-miliki-25-rumah-sakit-bertaraf-internasional/

 

Pembayaran Klaim Tertunggak, RS Tetap Layani Pasien BPJSK

Defisit yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJSK) kerap membuat pembayaran klaim rumah sakit (RS) tertunggak. Kenyataan tersebut mendorong sejumlah rumah sakit untuk meminjam uang ke bank agar pelayanan kepada pasien tetap berjalan. Pasalnya, BPJSK harus membayar denda sebesar 1% per bulan atas tunggakan pembayaran klaim.

Salah satu rumah sakit yang memanfaatkan peluang meminjam uang ke bank dengan bunga lebih rendah adalah RS Islam Sukapura, Jakarta Utara. Humas rumah sakit tersebut, Sulaiman kepada SP, Selasa (4/12), mengakui pembayaran klaim oleh BPJSK memang tidak lancar. Setiap bulan, rata-rata klaim yang diajukan Rp 4 miliar. Untuk mengatasi ketidaklancaran pembayaran klaim, pihaknya berinisiatif meminjam uang dari karena bunga pinjamannya bisa dibayar dari denda BPJSK.

Sulaiman juga mengaku sejak menjalin kerja dengan BPJSK pada 2014, jumlah pasien yang dilayani terus meningkat. Sebelum bekerja sama, jumlah pasien yang dilayani sekitar 200 orang per hari, tetapi sekarang bisa mencapai 300 orang per hari.

Sebelumnya, Dirut BPJSK Fachmi Idris menyatakan setiap keterlambatan pembayaran klaim, pihaknya wajib membayar denda sebesar 1% per bulan. Agar operasional tak terganggu, manajemen rumah sakit bisa meminjam uang ke bank dengan bunga di bawah 1%. “Kalau bunga bank sekitar 0,8 persen per bulan, masih ada selisih yang diperoleh rumah sakit,” kata Fachmi.

Direktur Utama Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok, Jawa Barat, dokter Syahrul Amri kepada SP menuturkan pembayaran klaim dari BPJSK memang kerap tidak lancar. Oleh karena itu, sejak November 2018, pihaknya telah mengajukan pinjaman ke bank milik pemerintah untuk menalangi biaya operasional rumah sakit sambil menunggu cairnya klaim. Untuk mendapat pinjaman tersebut, pihaknya harus membuat akta ke notaris. Kemudian BPJSK akan memberikan surat keterangan kepada rumah sakit untuk membuka rekening di salah satu dari tiga bank milik pemerintah, yakni BRI, Bank Mandiri, atau BNI. Pihaknya juga harus menyerahkan jaminan berupa dokumen klaim yang belum dibayarkan BPJSK.

“Ini kami agunkan ke bank, kemudian bank membayarkan sejumlah tersebut sesuai yang ada dalam dokumen klaim kepada rumah sakit. Uangnya bisa langsung cair untuk rumah sakit,” ujar Syahrul.

Namun, pinjaman itu hanya berlaku untuk satu bulan saja. Apabila hingga bulan berikutnya, BPJSK belum juga mencairkan uang kepada bank tersebut, maka rumah sakit tidak bisa meminjam lagi dana ke bank tersebut. Uang dari bank juga tidak bisa sepenuhnya diambil oleh rumah sakit, karena harus disisakan 10 persen sebagai saldo di bank tersebut.

“Ya, jadi harus tunggu sebulan itu selesai. Kalau belum selesai, ya kami tidak bisa meminjam lagi. Hanya untuk cadangan per satu bulan,” katanya.

Meski pembayaran klaim sering tertunggak, pihaknya tetap berupaya maksimal untuk melayani pasien. “Kami harus ‘berdarah-darah’ menanggung segala biaya operasional. Terlebih bagi rumah sakit swasta non-grup seperti kami, perjuangan menjalankan kebijakan pemerintah melalui BPJS Kesehatan benar benar merupakan perjuangan yang luar biasa. Selama ini, kami juga dibantu owner untuk meng-cover ini semua,” paparnya.

Rumah Sakit Bhakti Yudha melayani 75-80 persen pasien BPJSK setiap hari. Dengan persentase sebesar itu, pihaknya berharap masyarakat sadar membayar premi setiap bulan dan tidak menunggak.

Pada kesempatan itu, Syahrul juga menyatakan premi yang dibayar peserta, khususnya kelas II, III, dan penerima bantuan iuran (PBI), tidak sebanding dengan pelayanan paripurna yang didapat peserta. “Preminya terlalu murah dan harus dinaikkan. Anggaran belanja kesehatan di APBN juga harus dinaikkan, jangan hanya sebesar lima persen. Ini masih sangat kurang. Apalagi saat ini semakin banyak penyakit degeneratif yang muncul dan diderita pasien, seperti kanker, jantung, stroke, dan sebagainya. Belum lagi penyakit-penyakit katastropik,” katanya.

Direktur Rumah Sakit Mulia Bogor, dokter Eva Erawati mengakui sejak bekerja sama dengan BPJSK, jumlah pasien yang datang terus meningkat. Namun, dia berharap di masa mendatang, pembayaran klaim kepada rumah sakit tidak lagi tertunggak.

Tak Tolak Pasien
Rumah Sakit Umi Bengkulu juga tidak pernah menolak pasien, meski BPJSK sering menunggak pembayaran klaim. Penegasan tersebut disampaikan Dirut RS Umi Bengkulu, Heny Widiastuty kepada SP, Senin (3/12).

“Setiap pasien peserta BPJSK yang datang berobat tetap dilayani dengan baik,” katanya.

Pihaknya telah menjalin kerja sama dengan BPJSK sejak tiga tahun lalu. Dari kerja sama tersebut, jumlah pasien yang datang setiap bulan, terus meningkat. Hampir 90 persen dari ratusan pasien yang setiap hari berobat adalah peserta BPJSK. Mereka tidak hanya datang dari Kota Bengkulu, juga dari sejumlah kabupaten di Provinsi Bengkulu.

“Setiap bulan, klaim kami sekitar Rp 2,5 miliar sampai Rp 3 miliar,” katanya.

Untuk mengatasi keterlambatan pembayaran klaim selama tiga minggu hingga sebulan, pihaknya menggunakan dana cadangan untuk membeli obat-obatan, membayar gaji karyawan, dan keperluan lainya, sambil menunggu klaim ke BPJSK cair,” ujarnya.

Heny menambahkan hingga saat ini pihaknya belum pernah mengajukan pinjaman dana ke bank untuk mengatasi masalah biaya operasional rumah sakit. Hal ini terjadi karena RS Umi menggunakan dana cadangan untuk menutup biaya operasional sebelum klaim dicairkan BPJKS.

“Kebijakan ini diambil agar pelayanan pasien peserta BPJSK di RS Umi tetap berjalan lancar,” katanya.

sumber: http://www.beritasatu.com/kesehatan/526106-pembayaran-klaim-tertunggak-rs-tetap-layani-pasien-bpjsk.html

 

Dana Cadangan Pemerintah Diprioritaskan ke RS yang Belum Dibayar BPJS Kesehatan

Pemerintah memutuskan kembali menyuntikan dana segar ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebesar Rp 5,6 triliun dari dana cadangan. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, pemerintah akan memprioritaskan anggaran tersebut untuk rumah sakit yang sudah jatuh tempo pembayaran dan belum dibayarkan oleh BPJS.

"Kita prioritaskan rumah sakit yang sudah beri pelayanan, sudah klaim ke BPJS, yang sudah jatuh tempo, istahnya gagal bayar," kata Mardiasmo di Jakarta, Selasa (27/11/2018).

Kementerian Keuangan telah meminta BPJS untuk menyusun daftar rumah sakit yang belum dibayarkan. Pemerintah harus kembali turun tangan menangani persoalan BPJS karena masih banyak pengekuaran yang belum bisa ditutupi. Sebelumnya, masih di tahun ini, pemerintah telah mengucurkan Rp 4,9 triliun.

"Kita ikuti bahwa antara pemasukan, premi, iuran, dengan pengeluaran agak sedikit missmatch," kata Mardiasmo.

Oleh karena itu, pada 23 November lalu, Kemenkeu bersama BPJS dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menggelar rapat dan memberi bantuan secepatnya. Ke depan, kata Mardiasmo, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta agar BPKP tak hanya mengaudit defisit kas, tapi juga sistemnya. Baik sistem di rumah sakit maupun sisten di BPJS harus sesuai, terutama untuk rujukan dan klaim.

Dengan demikian, akan terlihat kesesuaian berapa nilai pelayanan yang diberikan dan dana yang dikeluarkan BPJS. Pembayaran ke rumah sakit setelah klaim perlu dilakukan sesegera mungkin karena akan berpengaruh ke aspek lain, seperti obat-obatan hingga pelayanan.

Selain itu, audit juga mencakup penyakit apa yang paling banyak muncul dalam klaim rumah sakit. Sehingga bisa terpantau penyebab klaim membengkak. "Kami akan memberi bantuan, sekarang masih proses DIPA (Daftar Isian Pagu Anggaran). Semoga bisa cair Desember, minggu depan," kata Mardiasmo.

sumber: https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/28/080000926/dana-cadangan-pemerintah-diprioritaskan-ke-rs-yang-belum-dibayar-bpjs 

 

SAHdaR: Korupsi di Bidang Kesehatan Didominasi Aparatur Sipil Negara

Selama sewindu terakhir kasus korupsi di bidang kesehatan telah menduduki lima besar terbanyak di Indonesia. Hal ini dinilai karena besarnya anggaran yang digelontorkan Pemerintah untuk melancarkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Koordinator Eksekutif Sentra Advokasi Untuk Hak dan Pendidikan Rakyat (SAHdaR) Indonesia, Ibrahim menyebutkan, periode 2011 - 2018 terjadi peningkatan kasus korupsi ketika dilaksanakannya program JKN di Sumatera Utara.

“Terutama, dalam aspek kuratif dan rehabilitatif. Bahkan, saat ini muncul pola perluasan korupsi ke anggaran promotif dan preventif,” kata Ibrahim dalam diskusi publik ‘Mencegah Korupsi Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional’, Jumat (23/11) lalu.

Pemantauan kasus korupsi yang disidangkan di pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, sambung Ibrahim, ada 35 kasus korupsi kesehatan yang menjerat 82 orang selama delapan tahun terakhir. Total kerugian negara122 miliar rupiah.

Apabila ditelisik lebih jauh, permasalahan korupsi kesehatan didominasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Dengan komposisi, 61 orang ASN dan 21 orang pihak swasta yang bekerja sama dengan abdi negara.

Pelaku korupsi ASN ini diidentifikasi dilakukan 41 persen panitia pengadaan, 30 persen Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan 21 persen merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Seluruhnya adalah ASN biasa atau Eselon IV, sehingga dapat dikatakan penegakan hukum dalam korupsi kesehatan menyasar pada middle to low pelaksana tugas ataupun penerima mandat kegiatan dari Pengguna Anggaran atau Kepala Daerah.

Modus Lama

Masih kata Ibrahim, pelaku korupsi kesehatan di Sumatera Utara banyak terjerat saat menjalankan tugas pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerinah. Spektrum PBJ, khususnya alat kesehatan, obat dan infrastruktur mencapai angka 29 kasus dari 35 kasus sepanjang 2011 - 2018.

“Modus yang digunakan konvensional, seperti penyalahgunaan wewenang sebanyak 13 kasus dan mark up sebanyak 11 kasus. Tidak ada modus baru. Modus ini jamak ditemukan di institusi Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah dan Puskesmas,” tambahnya.

Lebih spesifik lagi, kasus terbanyak terjadi di Simalungun dengan total empat kasus, Asahan tiga kasus, Medan tiga kasus dan Tapanuli Utara tiga kasus. Selebihnya, satu atau dua kasus korupsi di Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara.

Staf Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah menyebutkan, terjadi perluasan korupsi kesehatan dalam aspek promotif dan preventif.

Lanjutnya, Puskesmas sebagai bagian dalam mendorong upaya promotif dan preventif di masyarakat telah terkontaminasi untuk kepentingan kampanye politik. Salah satu kasusnya yakni suap yang menjerat Bupati Jombang, Nyono Suharli.

Masifnya korupsi kesehatan, tidak heran Indeks Kesehatan di Indonesia berada dalam posisi yang buruk dengan menempati urutan 101 dari 147 negara berdasarkan laporan Legatum Prosperty Index tahun 2017.

“Ada tiga variabel yang disorot yakni kesehatan fisik dan mental, infrastruktur kesehatan, dan upaya pencegahan,” tutur Wana.

Inspektorat Provinsi Sumatera Utara, OK Henry, menanggapi pemaparan yang disampaikan Ibrahim. Ia mendorong agar seluruh stakeholder memperkuat fungsi pencegahan pada aspek korupsi sektor kesehatan sehingga Provinsi Sumatera Utara tidak selalu menjadi wilayah tertinggi yang terpapar kasus.

“Mengingat pola korupsi yang terjadi selalu berkelindan akibat besarnya anggaran, maka perlu ada upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas pada seluruh stakeholder kesehatan. Ini penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat agar tercapai tujuan program JKN,” ujarnya.

sumber: http://news.analisadaily.com/read/sahdar-korupsi-di-bidang-kesehatan-didominasi-aparatur-sipil-negara/653952/2018/11/25