IDI Usulkan Wajib Kerja Sarjana Bagi Dokter Baru

25jul-1Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Ilham Oetama Marsis mengusulkan pada pemerintah agar dokter baru dikenakan Wajib Kerja Sarjana (WKS) selama 1 tahun di daerah terpencil. Hal itu demi terjadinya pemerataan layanan kesehatan.

"Selama ini banyak dokter menumpuk di kota besar. Lewat WKS, diharapkan terjadi pemerataan layanan kesehatan," kata Prof Marsis usai melantik dr Ismoyo Sunu SpJ (k) sebagai Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) tahun 2016-2018, di Jakarta, Minggu (24/7).

Prof Marsis menilai, program magang bagi dokter baru di daerah terpencil yang saat ini diterapkan Kementerian Kesehatan kurang berhasil. Program tersebut kurang "menekan" bagi para dokter baru karena sifatnya yang sukarela.

"Jika WKS diterapkan secara wajib bagi setiap dokter baru, bukan mustahil layanan kesehatan kita akan lebih baik. Dengan demikian daerah-daerah yang kekurangan dokter akan selalu terisi setiap tahunnya," ujarnya.

Apalagi, lanjut dokter spesialis kebidanan itu, saat ini eranya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kebutuhan dokter pada layanan primer sangat dibutuhkan.

"Untuk mengisi kebutuhan dokter pada layanan primer tersebut bisa diambil dari program WKS. Dengan demikian, pemerintah tidak perlu bingung bagaimana mengisi kebutuhan dokter layanan primer di daerah-daerah terpencil," kata Prof Marsis.

Ditambahkan, program WKS juga bisa dilaksanakan tanpa perlu menunggu ada tidaknya dana dari pemerintah, seperti berbagai program yang digulirkan pemerintah selama ini. Karena program tersebut merupakan bagian dari penyediaan layanan primer dalam program JKN.

"Gaji mereka bagian dari dana yang harus dibiayai dalam program kapitasi BPJS Kesehatan. Pemerintah tak perlu mengalokasikan dana khusus seperti halnya dalam program magang atau internship dokter yang ada saat ini," ucapnya.

Prof Marsis menegaskan, secara teori rasio dokter di Indonesia sebenarnya sudah mencukupi kebutuhan. Data 2016, tercatat sudah ada 40 dokter untuk 100 ribu penduduk.

"Jika dilihat dari jumlah dokter kita tidak kekurangan. Karena rasionya sudah 40 dokter per 100 ribu penduduk. Tetapi masalahnya hanya pada distribusinya yang tidak merata," kata Prof Marsis menandaskan.

Untuk itu, menurut Prof Marsis, program WKS bisa menjadi solusi. Agar berjalan dengan baik maka diperlukan instruksi presiden (Inpres) untuk program WKS.

"Dengan demikian, program WKS bisa dijalankan baik. Harus ada upaya penekanan. Karena layanan primer harus tersedia di seluruh Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan Inpres," ucap Prof Marsis menegaskan. (TW)

Penggunaan Obat Herbal di Indonesia Semakin Meluas

Wakil Rektor Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Prof Dr. Ernawati Sinaga, MS., Apt mengatakan, pengunaan obat-obatan herbal di Indonesia dan berbagai negara lainnya selama sepuluh tahun terakhir cukup memasyarakat, terutama obat-obatan tradisional yang sudah terdaftar dan memiliki standarisasi.

"Obat-obatan herbal yang mulai digunakan masyarakat di di Kawasan Asia Pasifik umumnya yang telah diolah menjadi jamu dan dimanfaatkan oleh klinik-klinik herbal," kata Prof Dr. Ernawati Sinaga di Sanur, Bali, Minggu (24/7).

Dalam makalah berjudul Pengunaan Tanaman Obat yang Berkelanjutan untuk Kesehatan Nasional, Ketua Pusat penelitian Unas ini mengatakan, pengunaan obat-obat tradional itu terbagi antara lain obat herbal untuk suplemen.

"Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) penggunaan obat-obat tradisional di berbagai negara di belahan dunia mulai membaik, hingga kini 80 persen masyarakat menggunakan obat herbal," kata dia.

Masalahnya, lanjut Prof Ernawati, penggunaan obat herbal yang mulai meningkat di kalangan masyarakat belum diimbangi dengan alokasi dana dari pemerintah untuk melakukan penelitian berkaitan dengan obat hebal dan pangan tersebut. Selain itu, jelasnya, belum diimbangi dengan kesadaran dan upaya menanam berbagai jenis tanaman obat herbal yang selama ini masih menggantungkan produk dari dalam kawasan hutan.

"Padahal tanaman obat dalam kawasan hutan setiap tahun jumlahnya terus berkurang akibat kerusakan hutan, kebakaran hutan dan berbagai masalah lainnya," ujar Prof Ernawati.

Oleh sebab itu, kata dia, penanaman berbagai jenis tanaman obat-obatan mempunyai peran yang sangat penting dalam mengimbangi mulai membaiknya kesadaran masyarakat menggunakan obat-obatan tradisional.

Prof Dr. Ernawati juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan aktivitas penelitian yang menyangkut semua aspek bidang pangan dan obat-obatan dengan sasaran mengalokasikan dana 20 persen dari APBN.

"Sasaran 20 persen itu hingga kini masih sangat jauh, karena alokasi dana untuk penelitian masih sangat kecil," kata Prof Ernawati.

Ia mencontohkan, kegiatan berbagai penelitian di Universitas Nasional Jakarta dalam setiap tahunnya mencapai belasan miliar rupiah, namun yang asli dari dalam negeri hanya Rp1 miliar sisanya bersumber dari kucuran dana luar negeri.

"Oleh sebab itu di masa mendatang kucuran dana untuk kegiatan penelitian yang menyangkut pangan dan obat-obatan sangat diperlukan," ujar Prof Ernawati.

http://www.beritasatu.com/

 

Prosedur Penanganan Anak yang Mendapat Vaksin Palsu

21julBerikut prosedur tindak lanjut bagi anak anak yang mendapat vaksin palsu seperti seperti disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi dalam siaran pers, di Jakarta, Jumat (21/7).

 

 

A. Verifikasi Data Anak

  1. Satgas Satgas Penanggulangan Vaksin Palsu melakukan pendataan anak yang diduga mendapatkan vaksin palsu dan melakukan verifikasi, diantaranya mencakup nama, usia, alamat, riwayat imunisasi, nama orangtua, dan nomor kontak.
  2. Berdasarkan hasil verifikasi, Satgas bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat menghubungi orangtua/keluarga anak untuk menginformasikan tempat dan waktu anak akan mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan imunisasi wajib yang harus diulang.
  3. Dalam hal orangtua/keluarga ingin mendapatkan informasi atau menyampaikan pengaduan, orangtua/keluarga anak yang mendapatkan imunisasi di 14 Rumah Sakit dan 8 Klinik/bidan yang telah diumumkan Pemerintah, dapat mendatangi Posko Pengaduan Imunisasi. Di wilayah DKI Jakarta, posko pengaduan ada di setiap Puskesmas. Posko pengaduan vaksin palsu di Bekasi berada di 44 Puskesmas dan Tangerang di Puskesmas Ciledug.
    1. Petugas Posko Pengaduan melakukan pencatatan data anak.
    2. Kecamatan akan mengirimkan data anak ke Satgas Penanggulangan Vaksin Palsu melalui Subdin/Dinas Kesehatan.
    3. Satgas melakukan verifikasi data.
    4. Berdasarkan data yang telah terverifikasi, Satgas bekerjasama Dinas Kesehatan setempat menghubungi orangtua/keluarga anak untuk menginformasikan tempat dan waktu anak akan mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan imunisasi wajib yang harus diulang.
  4. Orangtua/keluarga anak yang mendapatkan imunisasi di 14 Rumah Sakit dan 8 Klinik/bidan yang telah diumumkan Pemerintah juga dapat menghubungi Crisis Center Halo Kemenkes 1500567 untuk mendapatkan informasi data anak yang telah terverifikasi atau menyampaikan pengaduan anak yang terduga mendapatkan vaksin palsu.

B. PEMBERIAN IMUNISASI ULANG

  1. Orangtua/keluarga membawa anak yang akan mendapatkan imunisasi ulang ke Puskesmas atau Rumah Sakit pada waktu yang telah ditetapkan. Orangtua/keluarga membawa buku KIA/buku catatan imunisasi anak. Anak yang diimunisasi ulang harus dalam keadaan sehat (tidak demam).
  2. Petugas melakukan pencatatan/pendaftaran imunisasi ulang.
  3. Tenaga Kesehatan/Dokter memberikan penjelasan mengenai pemberian imunisasi kepada orangtua/keluarga.
  4. Dokter melakukan pemeriksaan rekam imunisasi dan menentukan kebutuhan catch-up imunisasi anak, pemeriksaan kesehatan anak, menentukan ada tidaknya halangan (kontraindikasi) pemberian imunisasi ulang.
  5. Apabila terdapat halangan untuk dilakukan imunisasi ulang, dokter menyarankan langkah-langkah yang perlu dilakukan sesuai keadaan anak.
  6. Imunisasi ulang diberikan kepada anak. Pemberian imunisasi ulang dicatat dalam rekam medis dan buku kesehatan anak. Apabila ada rencana imunisasi selanjutnya, jadwal kedatangan dituliskan dalam rekam medis dan buku kesehatan anak.
  7. Orangtua/keluarga diharapkan memantau keadaan anak setelah imunisasi. Apabila ada timbul gejala penyakit atau reaksi yang tidak diinginkan dalam 30 hari setelah pemberian imunisasi mohon segera kembali ke tempat dilakukan imunisasi. Sehingga anak dapat dipantau dan kejadian tersebut dilaporkan ke Dinas Kesehatan dan dikaji oleh Pokja KIPI. Kejadian yang dilaporkan akan dianalisis apakah ada hubungan dengan vaksin atau tidak.
  8. Petugas Puskesmas/Rumah Sakit mencatat jenis imunisasi yang diberikan dan logistik vaksin yang dipakai.
  9. Laporan hasil pelaksanaan imunisasi ulang dilaporkan secara berjenjang dari Puskemas/RS ke Dinkes Kab/Kota, Dinkes Prov dan Kemenkes setiap hari.

Keterangan:

  1. Imunisasi ulang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah baik Kementerian Kesehatan maupun Dinas Kesehatan setempat.
  2. Vaksin yang digunakan untuk imunisasi wajib yang diulang disediakan oleh Pemerintah.

Jawa Timur Pastikan Bebas dari Vaksin Palsu

Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Surabaya serta Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melakukan sejumlah langkah untuk mencegah peredaran vaksin palsu di Jawa Timur. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan pada seluruh sarana pelayanan kesehatan di Jawa Timur.

SURABAYA — Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melakukan pemeriksaan dan pengawasan pada fasilitas sarana pelayanan kesehatan, untuk memastikan tidak ada vaksin palsu yang beredar di Jawa Timur.

Menurut Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Masalah Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Ansarul Fahrudda, pemeriksaan dilakukan untuk memastikan hanya vaksin legal yang beredar di Jawa Timur. Ansarul juga menegaskan bahwa vaksin yang diberikan oleh pemerintah dalam program imunisasi merupakan vaksin asli.

"Hasilnya 100 persen vaksin yang ada di layanan fasilitas kesehatan yang memberikan layanan imunisasi itu jelas, bukan vaksin ilegal. Lalu vaksin yang digunakan oleh pemerintah di Program Imunisasi yang ada posyandu, puskesmas, rumah sakit pemerintah atau rumah sakit swasta yang kerjasama dengan pemerintah selama pendistribusian vaksin, itu semua vaksin dari program nasional itu asli," ujar Ansarul Fahrudda.

Keberadaan vaksin palsu yang sempat dikabarkan beredar termasuk di wilayah Jawa Timur, sejauh ini tidak ditemukan setelah dilakukan uji laboratorium, terhadap sample di sejumlah fasilitas kesehatan yang diperiksa.

Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Surabaya, I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa mengatakan, pihaknya bersama Dinas Kesehatan telah melakukan pemeriksaan di 27 sarana pelayanan kesehatan, sejak merebaknya pemberitaan mengenai vaksin palsu. Bagus Kusuma Dewa memastikan, tidak menemukan vaksin palsu dari hasil uji yang telah dilakukan.

"Begitu kasus ini mencuat ya, kita kan langsung turun ke lapangan, kita lakukan sampling terhadap produk dan samplenya itu kita kirim ke pusat, ke Pusat Pengujian Obat dan Makanan di Badan POM Pusat. Dan hasil ujinya pun sudah dilaporkan ke Satgas, namun sejauh ini memang belum ditemukan bahwa ada indikasi vaksin palsu yang ditemukan di Jawa Timur," ujar I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa.

BPOM Surabaya memastikan pengendalian dan pengawasan terhadap peredaran vaksin di Jawa Timur sudah sangat ketat, termasuk pengawasan pada distributor resmi dan sarana pelayanan kesehatan yang memberikan layanan vaksin. Pengendalian dan pengawasan vaksin ini diperlukan karena vaksin memerlukan perlakuan khusus.

Meski belum menemukan vaksin palsu beredar di wilayah Jawa Timur, Bagus Kusuma Dewa memastikan terus melakukan pengawasan dan pemeriksaan secara lebih intensif, agar vaksin palsu tidak sampai masuk melalui jalur ilegal.

"Sesuai dengan tugas pokok fungsi kami kan mengawasi peredaran itu. Kita mencegah mudah-mudahan tidak terjadi kebocoran dari sarana ilegal tadi, yang tentunya tidak berijin, bukan distributor resmi kan seperti itu, masuk ke peredaran yang resmi. Itulah yang kita telusuri berdasarkan, tentunya tidak bisa kami lakukan sendiri oleh Badan POM, tapi bekerjasama terus dengan Dinas Kesehatan," imbuh I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Dewa.

Ansarul Fahrudda menambahkan, pemerintah daerah tidak menutup kemungkinan masuknya vaksin palsu ke wilayah Jawa Timur melalu jalur ilegal, sehingga semua pihak diminta mewaspadai keberadaan vaksin dari sumber yang tidak jelas atau tidak resmi. Ansarul menegaskan akan menindaklanjuti semua laporan dan melakukan pemeriksaan, terkait keberadaan vaksin yang diduga palsu.

"Kita ingin mengidentifikasi apakah ada vaksin-vaksin yang diberikan oleh layanan tersebut itu berasal dari yang tidak jelas, sumber yang tidak jelas, artinya ini vaksin kalau dari pemerintah sudah jelas, kalau ada vaksin beli sendiri tapi fakturnya ada itu jelas, tapi kalau ada vaksin disediakan di suatu fasilitas layanan lalu tidak ada faktur, tidak jelas, nah kita harus curiga itu untuk kita bawa untuk kita periksa," imbuh Ansarul Fahrudda.

Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf, meminta rumah sakit serta pihak terkait untuk memastikan tidak ada vaksin palsu yang diberikan kepada masyarakat, karena hal ini terkait dengan nyawa manusia. Sanksi tegas akan diberikan bila didapati ada yang terlibat dalam peredaran vaksin palsu di Jawa Timur.

"Kita ingin rumah sakit-rumah sakit kita, kita sudah menghimbau ya lewat asosiasi rumah sakit itu untuk memastikan bahwa proses pembelian obat-obatan itu melalui proses yang benar, ini menyangkut nyawa orang, ini menyangkut sesuatu yang masuk kepada tubuh pasien. Jadi harus dipastikan betul obat ini benar, obat ini memang sesuai dengan apa yang kita butuhkan," ujar Wagub Jawa Timur Saifullah Yusuf.

http://www.voaindonesia.com/

 

BPJS Kesehatan: Ajak Siswa Terapkan Budaya Hidup Sehat

19jul-1Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menggandeng Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) canangkan budaya hidup sehat di kalangan siswa lewat program "BPJS Kesehatan Goes to School".

"Target sasaran program ini siswa sekolah menengah pertama (SMP) karena dianggap sudah bisa mengerti dan bisa diajak untuk bergaya hidup sehat," kata Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris saat penancangan BPJS Kesehatan di Soreang, Kabupaten Bandung, Selasa (19/7).

Hadir dalam kesempatan itu, Mendikbud Anies Baswedan dan Bupati Bandung, Dadang M Naser.

Fachmi menambahkan, pihaknya membuat program tersebut dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran tentang budaya sehat dan gotong royong di kalangan muda. Sehingga mereka bisa tetap sehat saat memasuki usia tua.

"Kegiatan menyasar siswa SMP karena periode usia remaja itu merupakan masa paling rentan dan memiliki risiko yang cukup besar terpengaruh lingkungannya," ujar Fachmi Idris.

Apalagi saat ini, lanjut Fachmi, proyeksi 2010-2035 menunjukkan adanya bonus demografi di Indonesia. Bagaimana caranya agar mereka tetap produktif di usia tua, yaitu promosi gaya hidup sehat dan budaya gotong royong sejak usia belia.

"Usia 10-19 tahun meruoajan kategori usia terbanyak dari total jumlah penduduk Indonesia," katanya.

Ditambahkan, program tersebut akan dikembangkan secara serentak di 13 wilayah kerja di masing-masing Divisi Regional BPJS Kesehatan.

"Tim dari BPJS Kesehatan dan Kemdikbud akan turun ke SMP yang ada di wilayah kerja masing-masing. Program ini tak hanya menyentuh siswa, tetapi juga guru-gurunya," katanya.

Fachmi menilai informasi seputar gaya hidup sehat sangat penting, sebab pada 2015 tercatat ada sebanyak Rp16.9 triliun atau 29.67 persen dana jaminan kesehatan terserap untuk membiayai penyakit katastropik seperti penyakit jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, dan sebagainya.

"Penyakit katastropik terjadi karena berbagai kebiasaan perilaku hidup tidak sehat seperti merokok, makanan tak sehat, kurang olahraga, dan sebagainya. Jika dibiarkan, hal itu dapat berdampak kurang baik bagi kualitas kesehatan penduduk Indonesia maupun keberlangsungan program JKN-KIS," ucap Fachmi menegaskan.

Ditambahkan, selain edukasi tentang pola hidup sehat, kegiatan "BPJS Kesehatan Goes to School" juga diharapkan dapat membentuk serta meningkatkan rasa kepedulian, kerelaan membantu sesama, dan gotong royong dalam diri para pelajar, terutama dalam hal pelaksanaan program jaminan kesehatan di Indonesia.

"Para siswa perlu diberi informasi seputar budaya gotong royong dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan. Bagaimana program JKN-KIS dapat berjalan dengan baik lewat budaya gotong royong," katanya.

Karena itu, Fachmi menegaskan, peran generasi muda dalam mengawal keberlangsungan program JKN-KIS di Indonesia sangatlah besar. Diharapkan dengan menanamkan rasa kepedulian dan gotong royong pada siswa sejak dini akan membantu pemerintah mewujudkan Indonesia yang lebih sehat. (TW)

IDI akan Beri Pendampingan Hukum Bagi Dokter Tersangkut Kasus Vaksin Palsu

19julPengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan memberi pendampingan hukum bagi dokter yang sudah dijadikan tersangka, maupun tenaga kesehatan lainnya yang tersangkut kasus vaksin palsu.

"Kami ingin para dokter maupun tenaga kesehatan lainnya yang tersangkut kasus vaksin palsu diterapkan azas praduga tak bersalah dulu," kata Ketua Umum PB IDI, Ilham Oetama Marsis dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (18/7).

Pada kesempatan itu, ia didampingi Ketua Umum Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi), Sri Rachmani, Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Seluruh Indonesia (ARSSI), Susi Setiawati dan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia ( IDAI), Aman Pulungan.

Untuk itu, lanjut Prof Marsis menambahkan, pihaknya telah membentuk Satgas Advokasi Vaksin Palsu, bekerja sama dengan ARSSI dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi). Hal-hal yang berhubungan dengan dokter dan tenaga kesehatan lainnya dalam kasus vaksin palsu akan ditangani Satgas tersebut.

Ketua Umum PB IDI juga meminta pada Bareskrim untuk segera mengungkap dalang sesungguhnya dibalik kasus vaksin palsu. Karena dampaknya justru menimpa sejumlah dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

"Data yang ada sekarang ini belum mengungkapkan fakta sesungguhnya tentang jaringan vaksin palsu. Disayangkan, kasus tersebut justru menyeret dokter dan tenaga kesehatan lainnya sebagai pihak yang bersalah," ujarnya.

Prof Marsis berharap pada Polri untuk memberi jaminan keamanan bagi tenaga dan fasilitas kesehatan agar pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan seperti biasanya.

"Para dokter dan tenaga kesehatan lain di rumah sakit yang terjadi kasus palsu jadi takut bekerja, karena khawatir jadi sasaran anarkisme warga. Padahal mereka tak ada kaitannya sama sekali dengan kasus tersebut," ujar Prof Marsis.

Ia juha berharap pada media untuk menerapkan azas praduga tak bersalah terhadap dokter dan sejumlah tenaga kesehatan lainnya yang dijadikan tersangka, hingga pengadilan yang memutuskan.

"Jika dokter tersebut sudah dinyatakan bersalah, maka akan ada sanksi atas profesinya yaitu pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR). Sehingga dia tidak bisa praktik lagi sebagai dokter," kata Prof Marsis.

Prof Ilham menyayangkan kasus vaksin palsu telah membuat masyarakat saat ini kehilangan kepercayaan terhadap dokter dan rumah sakit di Indonesia. "Harus ditelusuri apakah ada grand design untuk menjatuhkan profesi dokter dan rumah sakit di Tanah Air, terkait dengan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN," ujar Ilham.

Ia berharap pemerintah bisa segera menyelesaikan kasus tersebut, sehingga para dokter bisa kembali bekerja dengan nyaman.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman Pulungan mengatakan, pihaknya telah membentuk satgas terkait vaksin palsu. Tim telah turun ke sejumlah rumah sakit yang tersangkut kasus vaksin palsu tersebut.

"Kami sedang mengumpulkan data berapa anak yang kemungkinan terpapar vaksin palsu tersebut. Tim akan bekerja selama 120 hari," kata Aman Pulungan.

Ditambahkan, IDAI bekerja sama dengan rumah sakit membentuk posko bagi anak untuk dilakukan vaksin ulang. "Tinggal tunjukkan bukti pernah disuntik vaksin di rumah sakit tersebut. Posko akan memberi vaksin ulang dengan gratis," ujar Aman Pulungan menandaskan. (TW)

Virus hepatitis 'membunuh' banyak pasien

Virus hepatitis adalah salah satu virus mematikan di dunia, dengan jumlah korban jiwa sebanyak korban AIDS atau tuberkulosis (TBC), demikian laporan penelitian yang diterbitkan jurnal kesehatan, The Lancet.

Laporan ini memperkirakan infeksi hepatitis dan komplikasinya merenggut 1,45 juta jiwa pada 2013, walaupun ada vaksin dan perawatan untuk para penderita hepatitis.

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan adanya jumlah kematian yang terkait dengan AIDS sebesar 1,2 juta jiwa pada 2014, sedangkan TBC sebesar 1,5 juta jiwa.

WHO telah mencanangkan strategi global untuk menanggulangi virus hepatitis.

Virus hepatitis yang dimaksud di sini termasuk dalam semua lima jenis (dikenal dengan A, B, C, D, E). Beberapa di antaranya dapat ditularkan melalui kontak cairan tubuh sedangkan hepatitis A dan E ditularkan karena makanan atau air yang terkontaminasi.

Kasus kematian di dunia kebanyakan karena hepatitis B dan C yang merusak organ hati serta menyebabkan kanker hati. Mereka yang terjangkit virus ini tidak menyadari dampak jangka panjangnya hingga terlalu terlambat.

Para ilmuwan dari Imperial College London dan Universitas Washington memeriksa data dari 183 negara yang terkumpul antara 1990 hingga 2013.
Mereka menemukan jumlah kematian terkait virus hepatitis yang meningkat lebih dari 60% selama lebih dari dua dasawarsa, sebagian karena peningkatan jumlah populasi penduduk.

Namun, kematian dari penyakit-penyakit seperti TBC dan malaria menurun.

Peningkatan vaksinasi

Dr Graham Cooke dari Imperial College London mengatakan temuan ini mengejutkan.

Dr Cooke menjelaskan, "Walaupun ada perawatan efektif dan vaksin untuk virus hepatitis, namun masih sedikit dana untuk memberikan perawatan dan vaksin ini kepada penderita, khususnya jika dibandingkan dengan malaria, HIV/AIDS, dan TBC."

Penelitian ini mencerminkan bahwa kasus terbesar terjadi di Asia Timur.

Namun, tidak seperti penyakit-penyakit lainnya, tingkat kematian dari virus hepatitis lebih tinggi ditemukan di negara-negara berpenghasilan menengah ke atas dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan rendah.

Strategi penanggulangan hepatitis oleh WHO, yang dimulai pada Mei 2016, menargetkan penurunan kasus-kasus baru hepatitis B dan C sebesar 30% sebelum 2020 juga penurunan tingkat kematian sebesar 10%.

WHO mengatakan negara-negara dan organisasi-organisasi kesehatan perlu memperluas program vaksinasi untuk mencegah penularan hepatitis B dari ibu hamil kepada janinnya serta meningkatkan akses perawatan hepatitis B dan C.

http://www.bbc.com/

 

 

Kemenkes Ingatkan Pemudik untuk Manfaatkan Pos Kesehatan

Kepadatan arus mudik diprediksi terjadi di titik pertemuan tol Purbaleunyi dan Cipali di km 68. Kementerian Kesehatan mengingatkan pemudik untuk memanfaatkan pos kesehatan yang tersedia.

Kementerian Kesehatan dalam arus mudik lebaran tahun ini menyiagakan 3.583 sarana kesehatan, termasuk di antaranya 870 pos kesehatan. Perubahan pola pelayanan di pos kesehatan diberlakukan untuk mengantisipasi terjadinya kemacetan parah.

"Tim lebih aktif turun ke lapangan tidak hanya menunggu di pos kesehatan," kata Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan, Bambang Wibowo dalam rilisnya, seperti dikutip dari sehatnegeriku.com, Minggu (10/6/2016).

Secara khusus, Kementerian Kesehatan menyiagakan 20 pos kesehatan dengan ambulans roda 4 maupun roda 2 di Brebes, serta 5 pos kesehatan dengan ambulans roda 4 maupun roda 2 di Tegal. Kedua lokasi ini diperkirakan menjadi titik kemacetan dalam arus balik.

"Khusus masuk tol Brebes Timur dan Pejagan disiapkan masing-masing 3 ambulans roda 2," tambah Bambang.

Sebanyak 2 pos kesehatan yang terintegrasi dengan kepolisian dan PT Jasa Marga juga disiagakan untuk mengantisipasi kepadatan lalu lintas di Jawa Barat. Tim ini diprioritaskan di Tol Palimanan, selain di Plumbon, Ciperna, Kanci dan Losari.

"Pihak Kemenhub sudah menyetujui dan mengizinkan petugas kesehatan untuk masuk tol jika dibutuhkan," kata Bambang.

http://health.detik.com/