Kemkes Luncurkan Layanan 119

Kemkes Luncurkan Layanan 119

ijulKementerian Kesehatan (Kemkes) meluncurkan layanan kegawatdaruratan medis dengan kode akses 119. Diharapkan upaya tersebut menjadi terobosan baru dalam kegawatdaruratan di Indonesia.

"Layanan kegawatdaruratan medis dengan nomor 119 dapat diakses secara luas baik melalui telepon rumah maupun selular. Dan yang terpenting tidak dipungut biaya," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek usai peluncuran "Pusat Komando Nasional/National Comand Center (NCC) 119 di Jakarta, Jumat (1/7).

Menkes menjelaskan, layanan kegawatdaruratan medis semacam 119 saat ini menjadi penting. Karena data Health Sector Review 2014 menunjukkan terjadi pergeseran pola penyakit pada 3 penyakit tertinggi yang menjadi beban pemerintah.

"Tiga penyakit itu adalah penyakit cerebrovaskular (peringkat pertama), kecelakaan lalu lintas (kedua) dan penyakit jantung iskemik (ketiga)," ujarnya.

Menurut Nila Moeloek, peluncuran layanan 119 sejalan dengan agenda Nawa Cita pemerintah yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Untuk itu, Kemkes mewujudkannya melalui Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).

"Layanan 119 merupakan kolaborasi nasional antara pemerintah pusat dan daerah. Terjadi integrasi antara Pusat Komando Nasional yang ada di Kemkes dengan Public Safety Center (PSC) di tiap kabupaten/kota," ujar Nila.

Dijelaskan, PSC merupakan amanah dari Instruksi Presiden (Inpres) No 4 Tahun 2013 yang mana seluruh kabupaten/kota di Indonesia harus membentuk PSC. Untuk itu, secara bertahap layanan akan terus dikembangkan sampai semua daerah otonom (kabupaten/kota) memiliki PSC.

"PSC saling berjejaring dengan fasilitas layanan kesehatan terdekat dari lokasi kejadian untuk mobilisasi atau merujuk pasien guna mendapatkan penanganan gawat darurat," tuturnya.

PSC juga dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan unit teknis lainnya diluar bidang kesehatan seperti kepolisian dan pemadam kebakaran, tergantung kekhususan dan kebutuhan daerah.

Adapun layanan PSC yang dapat diakses, antara lain, penanganan kegawatdaruratan dengan menggunakan protokol, kebutuhan informasi tempat tidur, informasi fasilitas kesehatan terdekat dan informasi ambulance. (TW)

BPJS Kesehatan Permudah Prosedur Layanan bagi Peserta

29junBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mempermudah prosedur pelayanan kesehatan bagi peserta saat mudik lebaran. Karena itu, diingatkan untuk tidak lupa membawa kartu kepesertaan BPJS Kesehatan.

"Peserta BPJS Kesehatan yang tengah mudik lebaran, lalu jatuh sakit bisa berobat di luar wilayah tanpa harus melapor ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan setempat," kata Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Maya Amiarny Rusady kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (29/6).

Ditambahkan, prosedur pelayanan dibuat lebih sederhana demi memenuhi kenyamanan dan kepuasan peserta. Untuk prosedurnya, peserta BPJS Kesehatan dapat langsung mengunjungi Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit terdekat yang ditunjuk oleh Kantor Cabang.

Maya mengemukakan, kebijakan pemangkasan prosedur pelayanan kesehatan tersebut berlaku sejak H-7 sampai dengan H+7 lebaran. Dengan demikian, peserta BPJS Kesehatan yang sakit saat berada di kampung halaman bisa langsung berobat ke fasilitas layanan tingkat pertama (FKTP) sementara yang ada di wilayah tersebut.

"Peserta bisa langsung berobat ke FKTP yang ada dekat rumah, tanpa perlu melapor ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan setempat," ujarnya.

Ditambahkan, kebijakan tersebut mengacu pada prinsip portabilitas yang diemban BPJS Kesehatan. "Penting diketahui, layanan tersebut hanya berlaku bagi pemegang kartu BPJS Kesehatan yang berstatus aktif," ucapnya.

Karena itu, Maya meminta mohon peserta memastikan untuk membayar iuran dan disiplin membayar iuran agar status kepesertaannya selalu aktif.

Untuk mengecek iuran peserta, Maya menyebutkan, peserta dapat mengetahuinya lewat website www.bpjs-kesehatan.go.id pada menu Cek Iuran Peserta atau melalui aplikasi BPJS Kesehatan Mobile.

"Sedangkan untuk daftar fasilitas kesehatan dan hotline service Kantor Cabang di seluruh Indonesia, juga dapat dilihat di website BPJS Kesehatan," tuturnya.

Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi menambahkan, selama peserta BPJS Kesehatan mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku, maka segala fasilitas kesehatan yang dikenakan tidak akan dikenakan iur biaya dari peserta.

"Untuk memastikan kelancaran peserta dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, BPJS Kesehatan menyediakan nomor kontak yang dapat dihubungi 24 jam oleh peserta di masing-masing wilayah," kata Bayu menegaskan.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga membuka Posko Mudik di 5 titik padat pemudik, yaitu Pelabuhan Merak Banten, Terminal Kampung Rambutan Jakarta, Terminal Purabaya Surabaya, Pelabuhan Gilimanuk Bali dan Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.

Posko Mudik tersebut menyedikan pelayanan kesehatan, obat-obatan,fasilitas relaksasi, hingga sosialisasi program jaminan kesehatan kepada para pemudik. (TW)

 

BPOM Amankan Vaksin di 28 Layanan Kesehatan

Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengamankan sejumlah vaksin yang didapat dari 28 sarana pelayanan kesehatan sebagai langkah antisipasi terhadap kasus peredaran vaksin palsu.

"Umumnya 28 sarana pelayanan kesehatan itu merupakan rumah sakit swasta, klinik, dan rumah sakit bersalin," kata pelaksana tugas Kepala BPOM, Tengku Bahdar Johan Hamid, di Jakarta Pusat, Selasa, 28 Juni 2016.

Bahdar enggan menyebutkan nama-nama rumah sakit tersebut. Dia mengatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan lebih dulu. Setelah itu, barulah pihaknya mengumumkan nama-nama sarana pelayanan kesehatan tersebut. "Segera akan kami ungkap," ujarnya.

Ke-28 sarana pelayanan kesehatan tersebut, menurut Bahdar, berada di sembilan wilayah cakupan pengawasan Balai POM, yaitu Pekanbaru, Serang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, Mataram, Palu, Surabaya, dan Batam.

Namun Bahdar belum bisa memastikan vaksin-vaksin yang diamankan itu merupakan produk palsu. Dia mengambil contoh, Balai POM di Palu menemukan vaksin tersebut dibeli dari sumber yang tidak resmi. "Mungkin dibeli dengan harga murah, tapi bukan berarti palsu," tuturnya.

Sejauh ini, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Keduanya mendapati ada lima sumber yang membuat rantai peredaran vaksin palsu tersebut. Daerah penyalur vaksin ilegal itu di antaranya Pondok Aren, Bekasi, Subang, Semarang, dan Jakarta.

Daerah Subang, menurut Bahdar, menyalurkan vaksin-vaksin tersebut ke kawasan Indonesia timur. Sedangkan empat daerah lain menyalurkannya di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Bahdar mengatakan pengawasan terhadap vaksin palsu masih terus berlanjut di 32 provinsi sesuai dengan wilayah cakupan Balai POM. Pihaknya juga telah memerintahkan Sarana Produksi dan Distribusi mengevaluasi sistem pendistribusian dan sumber produk yang disalurkannya.

"Kami dari Badan POM prihatin. Kami kecewa terhadap perbuatan kriminal yang masuk ke ranah bayi," ucapnya.

https://nasional.tempo.co/

 

Soal vaksin palsu, pengawasan pemerintah 'lemah'

Sejumlah penjaga apotek rakyat di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, memasang wajah datar saat saya menanyakan beragam vaksin dasar untuk bayi.

"Lagi nggak ada," ujar seorang pria di balik meja etalase sambil menggeleng pelan.

"Vaksin?" tanya pemuda bertubuh mungil di toko lain. Tangannya menepuk rekan di sebelahnya. Yang ditepuk duduk menunduk dan melambaikan tangan, mengisyaratkan tidak punya.

Namun, ada pula yang meladeni. Darinya saya mengetahui bahwa vaksin untuk bayi dapat diperoleh tanpa resep dokter dengan harga yang jauh lebih murah, walau tiada jaminan bahwa vaksin tersebut adalah produk asli.

  • Peneliti Indonesia 'punya konstruksi' vaksin untuk virus Zika
  • Perlu 'kesigapan' menjelaskan Zika pada masyarakat
  • Filipina mulai program vaksinasi demam berdarah pertama dunia

Praktik penjualan vaksin tanpa resep dokter di apotek rakyat seharusnya mendapat sorotan dari Kementerian Kesehatan, menurut Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta kepada BBC Indonesia.

Sebab, mengacu pada Pasal 9 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No.35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

"Memang pembinaan dan pengawasannya masih sangat lemah. Obat daftar G, yang seharusnya memakai resep dokter, hanya boleh di apotek. Tapi kita lihat toko obat juga banyak yang menjual (obat daftar G)," kata Marius dengan nada tinggi.

Marius mengutarakan argumentasinya ketika ditanya mengenai pengawasan terhadap peredaran vaksin dan obat sehubungan dengan ditemukannya vaksin palsu di sebuah apotek rakyat di Jakarta Timur oleh kepolisian, pekan lalu.

Penemuan itu kemudian dikembangkan aparat sehingga sebanyak 10 orang ditangkap di Jabodetabek atas dugaan terlibat jaringan pemalsu beragam vaksin dasar untuk bayi, termasuk campak, polio, hepatitis B, tetanus, dan BCG (Bacille Calmette-Guerin).

Penjualan di apotek

Menurut Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta, ada dua institusi yang berwenang mengawasi peredaran obat dan vaksin, yaitu Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Akan tetapi, lantaran terdapat PMK No.35 tahun 2014, wewenang BPOM untuk mengawasi peredaran obat di apotek beralih ke Kementerian Kesehatan.

"Apotek ada dua, apotek biasa dan apotek rakyat, toko obat yang telah dinaikkan statusnya menjadi apotek karena menjual obat resep dokter. Nah, sudah menjadi tugas Kementerian Kesehatan untuk mengawasi apotek-apotek tersebut," kata Marius.

Kementerian Kesehatan tidak membantah bahwa vaksin bisa dibeli di apotek rakyat.

"Karena tersedia barangnya, ada yang dipasarkan (apotek rakyat)," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Oscar Primadi seraya menghela napas panjang.

Untuk kontrol dan pengawasan, Oscar merujuk Badan Pengawas Obat dan Makanan.

"Fungsi pengawasan ada di BPOM. Kalau untuk pengadaan vaksin, terus terang sudah sesuai dengan rantai distribusinya, sudah terstruktur. Malah catatan pelaporannya sudah kita bakukan," kata Oscar.

Penelusuran

Badan Pengawas Obat dan Makanan sendiri mengaku telah menelusuri pemalsuan vaksin, namun jumlahnya tidak sebesar yang ditemukan kepolisian.

"Sudah lama vaksin palsu kita deteksi ada, 2014 sudah kita telusuri. Tetapi waktu itu sporadis sekali, ada yang di Aceh. Kita ketemu juga di Kramat Jati. Tapi waktu itu jumlahnya kecil, yang ditangkap Bareskrim ini jumlahnya besar," kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Tengku Bahdar Johan Hamid.

Berdasarkan keterangan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Irjen Pol Boy Rafli Amar, dari 10 orang yang ditahan, lima orang di antara mereka diduga sebagai produsen, dua orang kurir, 2 orang penjual atau distributor, dan seorang pencetak label.

Pemalsuan ini sudah berlangsung sejak 2003 dan didistribusikan ke seluruh Indonesia. Keuntungan yang didapat dari praktik itu mencapai Rp25 juta setiap minggu.

Polisi, kata Boy, masih mengembangkan penyelidikan kasus ini terkait dugaan keterlibatan aparat negara.
"Karena vaksin ini kan obat yang distribusinya khusus ya, tidak bisa melalui jalur bebas. Biasanya (distribusi) dilakukan dinas-dinas kesehatan yang berada di daerah," ujar Boy.

Melalui Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 42 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, pengadaan vaksin hingga distribusi menjadi tanggung jawab pemerintah.

Dengan demikian, pemerintah (pusat dan daerah) bertanggung jawab terhadap pengadaan yaitu membeli dari perusahaan farmasi, lalu pemerintah pula yang mendistribusikannya.

http://www.bbc.com/

 

Rumah Sakit Diminta Tidak Tergiur Tawaran Produk Berharga Murah

Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek meminta rumah sakit untuk tidak tergiur dengan tawaran produk vaksin berharga murah dari agen penjual obat. Demi alasan kesehatan, belilah vaksin sesuai prosedur yang benar.

"Harus diingat vaksin itu dimasukkan dalam tubuh anak, jadi pastikan mutunya. Jangan tergiur dengan biaya yang lebih murah," kata Nila FA Moeloek kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (24/6) menanggapi temuan vaksin palsu di DKI, Banten dan Jawa Barat.

Nila menambahkan, vaksin palsu tersebut kemungkinan beredar di klinik dan rumah sakit swasta. Karena pembelian vaksin di rumah sakit pemerintah dilakukan melalui e-catalog, yang mana keamanan produknya terjamin.

"Pembuat vaksin palsu menyasar pada klinik dan rumah sakit swasta yang melakukan sendiri pembelian obat-obat maun vaksinnya," tutur Menkes.

Untuk itu, ia berharap, masyarakat yang ada di seputaran lokasi ditemukannya peredaran vaksin palsu di wilayah Banten, Jakarta dan Jawa Barat untuk melaporkan anaknya yang sakit setelah mendapat vaksinasi.

"Para pelaku pembuat vaksin palsu menyebut isi dari vaksin adalah cairan infus dan antibiotika. Jika dilihat dari bentuk botolnya yang kecil, kemungkinan tidak berdampak," kata Menkes.

Tentang isi vaksin palsu, Menkes belum dapat menjelaskan, karena masih dalam pengujian di laboratorim Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Dan proses pengujian barus selesai dalam tiga hari.

Namun, yang dikhawatirkan Nila Moeloek adalah produk tersebut dibuat secara tidak steril. Apalagi, informasi menyebutkan pembuatan vaksin palsu itu menggunakan botol dan vial bekas.

"Botol dan vial vaksin tersebut diambil dari sampah rumah sakit yang tidak dihancurkan. Jadi bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab," kata Nila.

Menkes mengungkapkan, peredaran vaksin palsu sebenarnya sudah terdeteksi Badan POM sejak 2013 lalu. Namun, pelakunya belum bisa ditangkap karena berpindah-pindah.

"Kami berterima kasih pada Bareskrim Polri yang sudah membongkar kasus vaksin palsu ini. Kami minta mereka dihukum seberat-beratnya, karena kami tak mentolerir tindakan pemalsuan tersebut," ucap Nila Moeloek.

Oleh Bareskrim, kasus tersebut sudah diselidiki sejak tiga bulan lalu dan kini terungkap bahwa peredaran vaksin palsu untuk imunisasi bayi sudah berlangsung selama belasan tahun.

"Jika ada fasilitas layanan kesehatan yang terlibat dalam kasus ini akan kami beri sanksi sesuai hukum yang berlaku," kata Nila menegaskan.

Ditanya apakah kasus ini mengganggu progarm imunisasi nasional, Menkes menegaskan, belum. Karena pada program imunisasi nasional, pemerintah membeli produk pada perusahaan farmasi yang terpercaya.

"Jika ada orangtua yang tidak yakin dengan pemberian vaksin terhadap anaknya. Bisa berkonsultasi dengan dokter agar dilakukan vaksinasi ulang untuk kekebalan sempurna," ujar Menkes menandaskan. (TW)

Bayi Peserta PBI di DKI Langsung Dapat Kartu BPJS Kesehatan

23junBayi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) di provinsi DKI Jakarta kini dapat langsung didaftarkan sebagai BPJS Kesehatan secara cuma-cuma.

"Peserta PBI baik atas biaya APBN mau APBD sekarang bisa langsung mendaftarkan bayinya yang baru lahir sebagai peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit," kata Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama usai peluncuran E-Samsat, E-Ticketing, Jakarta Smart City dan Pelayanan Akte Kelahiran Terintegrasi dengan RSUD DKI Jakarta dan JKN-KIS, di Jakarta, Rabu (22/6).

Dalam pelaksanaannya, RS Koja Jakarta Utara dipilih Pemprov DKI Jakarta sebagai rumah sakit pertama yang mengimplementasikan layanan pendaftaran khusus tersebut.

Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menjelaskan, RS Koja akan mengumpulkan data peserta PBI berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) dan buku nikah untuk memproses Surat Keterangan Lahir bayi peserta PBI.

Selanjutnya, melalui layanan berbasis web, data-data tersebut diserahkan pihak rumah sakit kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) untuk dilakukan perubahan data (penambahan anggota keluarga di Kartu Keluarga).

"Pihak Disdukcapil akan mengirimkan data tersebut kepada BPJS Kesehatan secara online untuk diverifikasi lebih lanjut. Jika lolos verifikasi, maka BPJS Kesehatan akan menyimpan data tersebut di masterfile kepesertaan," tutur Fachmi.

Kemudian pihak BPJS Kesehatan akan mengirimkan notifikasi email kepada BPJS Kesehatan Center yang terdapat di RS Koja. Adapun notifikasi email tersebut memuat E-ID atau kartu peserta bayi peserta PBI siap dicetak dan dipergunakan untuk pelayanan kesehatan.

Selain dilakukan secara online, proses pendaftaran peserta bayi baru lahir PBI juga dapat dilakukan secara offline. Yaitu dengan melibatkan peran kantor cabang BPJS Kesehatan setempat.

"Hampir sama dengan proses pendaftaran online, RS Koja bertugas menyampaikan data peserta PBI (KTP, KK, dan Buku Nikah) ke Disdukcapil untuk dilakukan perubahan data," kata Fachmi.

Setelah itu, pihak Disdukcapil menyerahkan data yang telah diperbarui tersebut (Kartu Keluarga dan identitas lainnya). Peserta dapat membawa dokumen tersebut dan persyaratan pendaftaran lainnya ke Kantor Cabang BPJS Kesehatan setempat untuk dilakukan verifikasi.

"Jika dokumen sudah lengkap oleh petugas Kantor Cabang BPJS Kesehatan, maka data bayi peserta PBI tersebut akan ditambahkan di aplikasi kepesertaan dan dicetakkan Kartu BPJS Kesehatan yang siap digunakan," ujarnya.

Menurut Fachmi, penerapan mekanisme pendaftaran tersebut membuktikan Pemprov DKI sangat memperhatikan kebutuhan masyarakat, khususnya peserta PBI. (TW)

Pemerintah Terapkan Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan

21junGuna mengoptimalisasi pelayanan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah menerapkan Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan (KBK) pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

"Jika layanan di FKTP buruk, maka kapitasinya akan dikurangi," kata Sekjen Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Untung Suseno usai penandatanganan Peraturan Bersama antara Kemenkes dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tentang Petunjuk Teknis KBK, di Jakarta, Selasa (21/6).

Untung menambahkan, upaya itu dilakukan karena FKTP merupakan ujung tombak pelayanan primer dalam JKN. Sehingga kinerjanya harus berfungsi dengan baik.

"Karena hingga kini masih banyak pasien yang dirujuk ke rumah sakit tanpa alasan yang jelas. Seharusnya 144 jenis penyakit bisa ditangani di FKTP, tanpa perlu dirujuk ke rumah sakit," tuturnya.

Bentuk FKTP sendiri bisa berupa Puskesmas, dokter praktek perorangan maupun klinik pratama. Oleh karena itu dia mendukung adanya KBK agar performa FKTP bisa ditingkatkan.

"Kami mendukung adanya KBK ini agar pelayanan primer bisa bekerja lebih baik lagi. KBK ini didukung dengan sistem reward and punishment," katanya

Untung menjelaskan, penilaian dilihat dari bagaimana FKTP ini berupaya meningkatkan kinerjanya dalam melakukan promosi preventif.
"Jika kinerjanya bagus, maka pemerintah akan memberi insentif," ucapnya.

Namun, Untung menambahkan, jika FKTP ini sering merujuk pasien bahkan pada pasien yang tidak sakit pun, maka sanksi yang akan dijatuhkan ialah pengurangan kapitasi.

Diketahui, untuk klinik pratama atau dokter perorangan satu peserta tiap satu bulan kapitasinya maksimal Rp8.000-Rp10.000 dan puskesmas Rp6.000. Ia mengaku perubahan ini memang tidak mudah, namun dalam bisnis asuransi KBK ini sudah biasa diterapkan.

Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, pemerintah menginginkan FKTP itu berperan dalam pelayanan promotif dan preventif.

Dia menjelaskan, FKTP minimal pernah bertemu dengan peserta terdaftar melalui home visit. Lalu bagi pasien dengan penyakit berat misalnya jantung atau diabetes yang sudah stabil dan hanya memerlukan obat bisa dilayani kembali di FKTP.

"Jadi ada komitmennya. Jika FKTP sudah berkomitmen dalam layanan yang dimaksud maka kapitasinya akan full. Jika tidak komitmen konsekuensinya kapitasinya dikurangi. Tetapi jika layanannya melebihi komitmen, maka akan ada reward," kata Fachmj nenegaskan.

Fachmi menerangkan, saat ini ada 34 provinsi yang bersepakat untuk menerapkan KBK di puskesmas provinsi. Sebanyak 33 provinsi telah melaksanakan KBK di 960 puskesmas dan satu provinsi yang belum merealisasikan adalah Jawa Timur yang masih menunggu petunjuk teknis KBK.

"Petunjuk teknis KBK sendiri sudah ditandatangani, sehingga bisa menjadi acuan yang lebih memantapkan penerapannya," tutur Fachmi.

Ditambahkan, petunjuk teknis KBK yang disepakati meliputi persiapan penerapan pembayaran kapitasi berbasis komitmen, pelaksanaan pembayaran kapitasi, penilaian komitmen pelayanan dan monitoring dan evaluasi.

Lalu indikator penilaian komitmen pelayanan yaitu angka kontak komunikasi, rasio rujukan rawat jalan non spesialistik, rasio peserta Program Pengelolaan Penyakit Kronis rutin berkunjung ke FKTP dan indikator tambahan rasio kunjungan rumah. (TW)

Gandeng BCA Perluas Jaringan Kepesertaan dan Pembayaran Iuran

20junBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menggandeng Bank Central Asia (BCA) untuk memperluas jaringan kepesertaan dan pembayaran iuran bulanan.

"BCA diharapkan bisa menjadi pendorong bagi bank swasta lainnya untuk yang bergabung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," kata Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris usai penandatanganan kerja sama dengan BCA, di Jakarta, Senin (20/6).

Hadir dalam kesempatan itu, Presdir BCA Yahya Setia Atmaja.

Fachmi menambahkan, pihaknya sangat mengapresi permintaan BCA untuk bergabung, mengingat saat ini BCA merupakan bank swasta terbesar di Indonesia.BCA memiliki 14,6 juta nasabah, 1.194 kantor cabang, 16.999 ATM dan ratusan ribu EDC.

Dengan demikian, BCA menjadi bank swasta pertama yang bergabung dalam program JKN.
Sebelumnya, ada 4 bank pemerintah yang bergabung yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Mandiri dan Bank Tabungan Negara (BTN).

"Bergabungnya BCA dalam program JKN diharapkan dapat mempermudah peserta BPJS Kesehatan yang juga nasabah BCA untuk membayar iuran bulanan dengan cara autodebet. Sehingga tidak perlu ada biaya tambahan," ujarnya.

Fachmi Idris kembali berharap dengan bertambahnya saluran pembayaran, kesadaran peserta JKN untuk membayar iuran bulanan juga semakin meningkat. Untuk itu, upaya sosialisasi terus dilakukan guna membangun kesadaran baru tentang pentingnya peserta membayar iuran bulanan.

"Jangan sampai saluran sudah diperbanyak, tapi kesadaran peserta untuk membayar semakin berkurang," kata Fachmi.

BPJS Kesehatan sebelumnya juga telah memanfaatkan jasa pembayaran dari jaringan non perbankan atau disebut Payment Point Online Bank (PPOB)yang dilakukan baik tradisional (melalui agen perorangan) maupun modern (melalui minimarket), serta kantor Pos dan Agen Pos.

Fachmi menyebutkan, jumlah peserta BPJS Kesehatan pmphingga minggu ke-2 Juni pada 2016, tercatat sebanyak 166.858.548 orang. (TW)