Indonesia Jadi Tuan Rumah Pertemuan GHSA

23agsIndonesia kembali menjadi tuan rumah pertemuan Global Health Security Agenda (GHSA) yang diikuti 53 negara anggota, badan kesehatan dunia WHO dan Bank Dunia. Pertemuan tersebut diharapkan memberi kontribusi terhadap kemajuan dunia yang lebih aman dari ancaman kesehatan.

"Makin banyak negara yang tergabung dalam GHSA. Ada tiga negara baru yaitu Argentina, Pantai Gading dan Mongolia," kata Menteri Kesehatan (Menkes), Nila FA Moeloek dalam pembukaan GHSA 2016, di Jakarta, Selasa (24/8).

Hadir dalam kesempatanitu, perwakilan WHO untuk Indonesia, Jihane Tawilah.

Menkes menjelaskan, bagian penting dari GHSA adalah implementasi dari paket aksi dalam agenda keamanan kesehatan global. Ada 11 paket aksi yang akan dilakukan dan hal itu selaras dengan peraturan kesehatan internasional.

"Di sejumlah negara, banyak aturan yang sukar dilaksanakan. Kami berharap masukan, pengalaman dan praktik terbaik yang disampaikan dalam forum bisa membuat paket aksi lebih mudah diterapkan," ucap Nila Moeloek.

Ditambahkan, komunikasi dan koordinasi di antara stakeholder memainkan peran penting dalam keberhasilan pelaksanaan Paket Aksi. Terutama, saat muncul penyakit menular yang berpotensi epidemi, bahkan pandemi yang cenderung lebih sering terjadi.

"Dalam dekade terakhir, setidaknya dua pandemi telah dilaporkan di dunia yaitu SARS pada 2002 dan influenza A pada 2009," tuturnya.

Selain itu, lanjut Menkes, dua keadaan darurat kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia atau PHEIC telah dilaporkan yaitu penyakit ebola pada 2014 dan virus zika pada 2016.

"Melalui pertemuan ini, sesama anggota GHSA bisa memperkuat kapasitas dirinya dengan melakukan deteksi, upaya pencegahan dan tanggapan serius atas ancaman kesehatan masyarakat global," ucap Menkes.

Sementara itu, Jihane Tawilah mengatakan, memperkuat keamanan kesehatan antara negara anggota GHSA harus dilakukan, tak hanya untuk menekan jumlah kesakitan tetapi juga dampak sosial ekonomi atas kasus yang terjadi.

"Pergerakan orang yang makin global, membuka peluang atas ancaman kesehatan global. Untuk itu, masing-masing negara diminta untuk selalu siaga dengan memperhatikan 11 langkah aksi GHSA," kata Jihane menandaskan. (TW)

 

Perokok Pemula di Indonesia Naik 2 Kali Lipat

Desakan agar pemerintah segera merealisasikan kenaikan harga rokok menjadi minimal Rp 50 ribu per bungkus terus menguat. Usulan kenaikan harga rokok ini merupakan hasil studi dari Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI).

Selain menaikkan harga rokok, pemerintah diminta tegas mengatur tata niaga rokok yang selama ini semrawut dan terlalu bebas sehingga siapa saja dan di mana saja orang bisa membeli rokok. Pemerintah harus tegas memberi sanksi terhadap berbagai pelanggaran terkait rokok, terutama kepada para penjual yang masih seenaknya menjual rokok kepada anak-anak.

Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris mengatakan di negara ini, rokok ada di mana-mana. Mulai dari lampu merah, warung hingga supermarket. Bisa dibeli dan dikonsumsi siapa saja, termasuk anak SD sekalipun. "Kalau membiarkan peredaran rokok tidak terkendali seperti ini, artinya bangsa ini sudah melanggar undang-undang perlindungan anak yang mewajibkan pemerintah menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak," ujarnya baru-baru ini.

Setiap anak berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal. "Jadi menaikkan harga saja tidak cukup, pemerintah harus menindak tegas para penjual rokok kepada anak," kata dia.

Fahira menyebut berdasarkan berbagai suvei, jumlah anak-anak yang mengosumsi rokok di Indonesia sudah masuk tahap yang mengkhawatirkan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Kemenkes, perokok pemula (usia 10 hingga 14 tahun) naik dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Jika pada 2001 hanya 5,9 persen, pada 2010 naik menjadi 17,5 persen. Pada 2013, Riskesdas menemukan fakta konsumsi rokok pada kelompok usia 10 hingga 14 tahun mencapai sekitar delapan batang per hari atau 240 batang sebulan. Artinya, anak-anak kita sudah menghabiskan Rp120 ribu untuk membeli rokok.

Tidak heran, jika Global Youth Tobbaco Survei, pada 2014, menempatkan Indonesia sebagai salah satu negera dengan jumlah perokok anak terbesar di mana 20,3 persen anak sekolah usia 13-15 tahun sudah merokok. Hasil riset ini juga tidak jauh beda dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2015. Survei tersebut menyatakan penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang mengonsumsi rokok sebesar 22,57 persen di perkotaan dan 25,05 persen di pedesaan dengan jumlah batang rokok yang dihabiskan selama seminggu mencapai 76 batang di perkotaan dan 80 batang di pedesaan.

http://nasional.republika.co.id/

 

Kementerian Kesehatan Wujudkan Indonesia Sehat

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meluncurkan berbagai terobosan pada 2016 yang penuh tantangan dalam upaya membangun kesehatan masyarakat. Dengan semangat Nawacita kelima: meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, Kemenkes hadir dari pinggir ke tengah melalui program Indonesia Sehat.

Pencapaian-pencapaian yang diraih menunjukkan perbaikan, seperti pelayanan kesehatan, inovasi, maupun mendorong masyarakat untuk mengantisipasi berkembangnya penyakit.

Promosi Kesehatan di Rumah Sakit

Rumah sakit dapat berbuat lebih bagi kesehatan masyarakat melalui kegiatan promosi kesehatan. Rumah sakit kini tidak lagi hanya bentuk memberikan informasi kesehatan kepada pasien, tetapi juga bertanggungjawab membuat kebijakan dan system pelayanan yang mendukung upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Baik bagi pasien dan keluarganya, staf, masyarakat sekitar dan lingkungan.

Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mengatakan, revitalisasi promosi kesehatan rumah sakit di Indonesia telah dimulai sejak 2006. Kemenkes menunjuk RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi, Jawa Barat dan RSUD Pasar Rebo, Jakarta sebagai pilot project pengembangan model promosi kesehatan rumah sakit. Revitalisasi promosi kesehatan rumah sakit mengalami perkembangan yang signifikan setelah upaya promosi kesehatan masuk ke dalam standar akreditasi rumah sakit versi 2012, maupun akreditasi rumah sakit berskala internasional/Joint Commision International (JCI).

Artinya, promosi kesehatan merupakan bagian integral dari mutu layanan rumah sakit. "Rumah sakit sebagai promotor kesehatan akan menjembatani kebutuhan pasien selama di rawat dengan ketika kembali ke masyarakat," ujar menkes baru-baru ini. Kemenkes telah menetapkan visi 2019 masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan yang ditandai dengan meningkatnya status kesehatan masyarakat, meningkatnya responsiveness dan perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan.

Menkes juga mengungkapkan, bahwa rumah sakit yang melakukan promosi kesehatan akan lebih tumbuh dan berkembang dan peka, cepat tanggap (pro aktif) terhadap perubahan diantaranya yang menjadi isu utama dunia, yaitu perubahan iklim (climate change).

Nusantara Sehat Bentuk Negara Hadir

Program Kemenkes lainnya yang mendapat respons positif dari berbagai kalangan masyarakat ialah mengirimkan tenaga kesehatan dalam program Nusantara Sehat (NS). Sejak 2015 sebanyak 694 orang dalam 120 tim telah ditempatkan di 120 Puskesmas, dengan dua gelombang pemberangkatan, yaitu 20 tim pada gelombang pertama (batch 1)dan 100 tim pada gelombang kedua (batch 2).

Pemberangkatan tim Nusantara Sehat periode 1 tahun 2015 dilepas oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Sementara Tim Nusantara Sehat Tahun 2016 dilepas oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Wapres pun apresiasi dan mendukung tenaga kesehatan terpilih atas kesediaannya untuk mengabdi serta bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan di perbatasan dan pulau-pulau terluar di Indonesia.

Semangat NS selaras dengan Nawacita untuk membangun Indonesia dari pinggiran. Menkes Nila F Moeloek mengatakan, pada prinsipnya program Nusantara Sehat dibuat untuk meningkatkan akses dankualitas pelayanan kesehatan dasar (primer) di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK). "Keberadaan tim Nusantara Sehat juga bertujuan untuk menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan, menggerakkan pemberdayaan masyarakat, serta memberikan pelayanan kesehatan yang terintegrasi," tuturnya.

Tenaga kesehatan yang telah terpilih menjadi Tim Nusantara Sehat 2016 periode I telah melalui seleksi yang cukup ketat. Mereka ditempatkan secara bertahap di 130 puskesmas di daerah terpencil atau sangat terpencil. Tahap I, tim diberangkatkan pada akhir Mei 2016 dan ditempatkan di 38 puskesmas pada 25 kabupaten dari 16 provinsi. Sementara untuk Tahap II, rekrutmennya dibuka pada Juni 2016 dan akan ditempatkan pada Oktober 2016.

Program Eliminasi Campak

Dalam mengatasi kasus-kasus penyakit, Kemenkes melaksanakan Crash Program Campakdi di 183 kabupaten/kota di 28 provinsi yang merupakan daerah berisiko tinggi campak, disertai dengan pemberian kapsul Vitamin A kepada masyarakat. Sedangkan di daerah yang tidak melaksanakan program tersebut, dilakukan integrasi antara pemberian Vitamin A dengan pemberian obat cacing. "Sebanyak 183 kabupaten/kota akan melaksanakan pemberian kapsul Vitamin A, obat cacing dan imunisasi campak secara bersamaan," ujar Nila F Moeloek.

Menurut dia, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak pada 2020. Kegiatan tersebut merupakan pemberian imunisasi campak tambahan kepada anak usia 9-59 bulan tanpa memperhatikan status imunisasi campak sebelumnya. Dengan demikian, kekebalan masyarakat di daerah tersebut akan meningkat sehingga dapat menurunkan kejadian penyakit campak.

Sementara itu, setiap tahun, pada Februari dan Agustus disebut sebagai bulan pemberian kapsul Vitamin A. Pada kedua bulan itu dilakukan pembagian suplementasi Vitamin A pada anak dengan kelompok umur 6-59 bulan di seluruh Indonesia. Upaya ini dilakukan untuk memenuhi kecukupan asupan Vitamin A pada balita. Saat ini, cakupan pemberian Vitamin A secara nasional belum mencapai 80%. Pemerintah menyediakan kapsul Vitamin A tersebut agar masyarakat dapat memanfaatkannya tanpa dipungut biaya.

Pemberian Vitamin A perlu diiringi dengan pemberian obat cacing agar penyerapan zat gizi pada balita sempurna dan dapat meningkatkan status gizi masyarakat. Kecacingan pada anak akan menimbulkan masalah kesehatan berupa kekurangan gizi yang bersifat kronis yang pada akhirnya juga dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian pada balita.Karena itu, penanggulangannya yaitu dengan pemberian obat cacing bagi balita, anak prasekolah dan usia sekolah.

Pada 2015, sebanyak 18,1 juta anak telah mendapatkan obat cacing, sedangkan pada tahun ini, pemberian obat cacing diberikan pada anak usia 12-59 bulan. Pemberian obat cacing dilakukan di 295 kabupaten/kota di 32 provinsi kepada kelompok 12 bulan-59 bulan. Menkes menegaskan, bahwa kesehatan anak adalah bagian penting dari pembangunan nasional karena masa depan negara ditentukan generasi bangsa yang harus senantiasa terjaga kesehatannya baik fisik, mental, maupun sosial.

Program Keluarga Sehat

Program keluarga sehat sejalan dengan gagasan Nawacita Presiden Joko Widodo yakni meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Itu sangat penting karena program yang menggunakan pendekatan keluarga dapat mengubah perilaku keluarga dan masyarakat agar mengenal diri atas risiko penyakit yang dimiliki. "Melalui pendekatan keluarga, juga dapat meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif,'' tutur Menkes di Jakarta.

Menkes menyampaikan pendekatan keluarga dalam program keluarga sehat dilakukan dengan cara pendekatan pelayanan terintegrasi antara upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) oleh Puskemas. Karena itulah, perlu ada pembinaan juga pada Puskesmas. Pembinaan itu misalnya tertuju pada persiapan data-data yang berbasis keluarga di wilayah kerja dan pelayanan atau treatment sesuai dengan permasalahan kesehatan berbasis pada keluarga untuk memperkuat akses sistem kesehatan.

Selain itu, perlu juga dilakukan sejumlah langkah, antara lain penguatan regulasi, serta manajemen dan struktur organisasi untuk mendukung kebijakan tersebut. Menkes menjelaskan program keluarga sehat melalui puskesmas menyasar keluarga karena kelompok tersebut ialah unit terkecil dari masyarakat. Keluarga merupakan kelompok yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. "Karena itu, kesehatan anggota keluarga bisa memengaruhi kondisi kesehatan anggota keluarga lainnya,'' tutur dia.

Tiga Kali Raih WTP

Kerja keras Kemenkes di bidang keuangan kembali membuahkan hasil. Ketiga kalinya, lembaga ini meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menkes menyatakan, prestasi itu membuktikan komitmen bersama dalam mewujudkan pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel serta birokrasi yang bersih dan melayani membuahkan hasil.

Menurut Menkes, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menjadi komitmen segenap jajaran Kemenkes dalam meraih WTP. Selama 4 tahun berturut-turut opini BPK atas Laporan Keuangan Kemenkes memperoleh Opini WTP, yaitu Tahun 2013, Tahun 2014, Tahun 2015 namun di Tahun 2012 masih WTPDPP.

"Saya berharap laporan keuangan Kementerian Kesehatan baik dalam menggunakan uang, pengelolaan aset, pencatatan pengeluaran, maupun penerimaan, kekayaan dan kewajiban semakin hari semakin membaik," kata Nila seusai menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Kemenkes tahun anggaran 2015 dari Anggota VI BPK Bahrullah Akbar, di Kantor BPK, Jakarta beberapa waktu lalu.

Atas prestasi itu, Menkes menyampaikan apresiasi kepada seluruh jajarannya di kantor pusat maupun di unit pelaksana teknis di seluruh penjuru Tanah Air. "Keberhasilan ini adalah buah kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas dari jajaran Kementerian Kesehatan," tegasnya. Setiap tahun, Kemenkes memperoleh APBN untuk mendukung program dan kegiatan dalam pembangunan kesehatan.

Selaku pengguna anggaran, Menkes menyerahkan pengelolaan APBN tersebut kepada para pimpinan unit utama Kemenkes beserta jajarannya untuk dilaksanakan sebaik-baiknya secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel sesuai aturan yang berlaku dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance).

http://www.koran-sindo.com/

 

216 Nakes Puskesmas Dapat Predikat Teladan

15agsMenteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek memberi penghargaan teladan kepada 216 tenaga kesehatan (nakes) Puskesmas dari 34 provinsi di Indonesia. Penghargaan diberikan secara simbolik, di Jakarta, Senin (15/8).

Nakes Puskesmas teladan tingkat nasional terdiri dari 27 dokter, 21 dokter gigi, 29 perawat, 28 bidan, 25 tenaga kesehatan masyarakat, 33 tenaga gizi, 18 tenaga kesehatan lingkungan, 16 ahli teknologi laboratorium medik dan 19 tenaga kefarmasian.

Menkes mengemukakan, penghargaan terhadap nakes menjadi penting karena mereka berperan besar dalam menentukan sukses atau tidaknya pembangunan kesehatan di masyarakat. Diharapkan, penghargaan tersebut dapat memotivasi kinerja nakes dalam pelayanan kesehatan.

"Kami juga berharap nakes teladan bisa menjadi penggerak pembangunan kesehatan, sehingga masyarakat bisa berperilaku hidup sehat," ujarnya.

Menkes menambahkan, para teladan tersebut dipilih dari puluhan ribu nakes Puskesmas yang bekerja di pelosok pedesaan, bahkan terpencil untuk mendekatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Para nakes teladan tersebut nantinya akan menghadiri sejumlah acara yang dihadiri Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, jelang peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. (TW)

 

BPOM: Banyak "Pintu" dan "Jendela" Pengadaan Vaksin pada Fasilitas Kesehatan

Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Arustiyono mengatakan, bukan rahasia lagi jika sejumlah fasilitas kesehatan kedapatan menyelundupkan vaksin dan obat-obatan dari distributor tidak resmi.

Ia menegaskan bahwa rumah sakit dan klinik hanya boleh menerima obat dari sumber yang resmi dan tercatat di BPOM.

"Banyak pintu dan jendela pengadaan vaksin di klinik atau RS. Kalau pengadaan vaksin dan obat dari banyak pintu, tidak bisa dikontrol," ujar Arustiyono dalam diskusi di Jakarta, Kamis (11/8/2016).

Banyaknya pintu tersebut membuka celah bagi pengedar obat dan vaksin palsu untuk masuk ke fasilitas kesehatan.

Menurut dia, hal itulah yang melatarbelakangi banyaknya oknum petugas medis, mulai dari perawat hingga dokter yang dijerat Bareskrim Polri atas penggunaan vaksin palsu.

"Kalau salesman datang ke RS, murah senyum, kemudian itu dipilih, itu salah. Harus dicek lagi dia punya izin tidak, ada sertifikasi tidak dari laboratorium," kata Arustiyono.

"Kalau tidak dilakukan dengan benar, bisa disusupi vaksin palsu," ucapnya.

Industri obat yang resmi harus melalui serangkaian proses untuk bisa mendapatkan sertifikasi dari BPOM. Mulai dari rvaluasi protokol uji klinik, pengajuan izin edar, hingga akhirnya vaksin tersebut diproduksi.

Arustiyono ingin BPOM memiliki kewenangan untuk mengecek keaslian vaksin yang masuk ke rumah sakit dan klinik dengan melihat distributornya.

"Kalau tidak resmi, kami segel. Kemudian mami sampling vaksinnya, cek di laboratorium. Nanti akan dicek palsu apa tidak," kata Arustiyono.

Rumah sakit dan klinik pun harus bisa menunjukkan faktur pembelian vaksin.

Jika pihak fasilitas kesehatan beralasan bukti pembeliannya hilang, kata Arustiyono, maka patut dicurigai mereka membeli vaksin palsu.

"Manajemen klinik di internalnya juga harus mengecek, tidak boleh banyak pintu dalam pengadaan. Kami minta diberi akses untuk mengetahui pengadaan, untuk membantu apakah produknya palsu atau ilegal," kata dia.

 http://nasional.kompas.com/

 

Indonesia Saat ini Hadapi Transisi Epidemiologi

Indonesia saat ini tengah menghadapi transisi epidemiologi dalam masalah kesehatan. Satu sisi penyakit menular belum sepenuhnya teratasi, sementara di sisi lain tren penyakit tak menular (PTM) cenderung terus meningkat.

Karena itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek meminta dukungan dan komitmen pemerintah daerah untuk membantu pengendalian PTM di wilayahnya masing-masing. Caranya, lewat kegiatan yang mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk hidup sehat.

"Kami berharap Asosiasi Pemerintah Daerah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dapat ambil bagian dalam program ini," kata Nila FA Moeloek usai penandatanganan kerja sama dengan Apkasi dalam pengendalian PTM, di Jakarta, Selasa (9/8).

Hadir dalam kesempatan itu, Mardani H Maming, Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan selaku Ketua Umum Apkasi.

Menkes mengutip data WHO Global Report on Non Communicable Disease 2010 yang menunjukkan persentase kematian akibat PTM memiliki proposi sebesar 63 persen, dibandingkan dengan penyakit menular.

"Di kawasan Asia Tenggara, berdasarkan data WHO Global Observatory 2011 menunjukan proporsi kematian kasus PTM sebesar 55 persen, lebih besar dibanding penyakit menular," ujar Menkes.

Kondisi di Indonesia, menurut Nila, tren kematian karena PTM meningkat dari 37 persen pada 1990 menjadi 57 persen pada 2015.

Disebutkan, 10 penyebab kematian utama untuk segala umur berdasarkan sample registrasi sistem (SRS), 6 diantaranya adalah PTM yaitu stroke, jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi dengan komplikasi, penyakit paru obstruksi kronis dan kecelakaan lalu lintas.

"Tren ini dapat berlanjut seiring dengan perubahan perilaku hidup, yaitu pola makan dengan gizi tidak seimbang, kurang aktifitas fisik, merokok dan lainya," ucap Menkes menegaskan.

Peningkatan prevelensi PTM, lanjut Nila, berdampak pada peningkatan jumlah layanan rawat jalan dan rawat inap. Hal itu juga berdampak pada aspek ekonomi yang harus ditanggung negara melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Pencegahan lebih mudah dan murah dibanding pengobatan. Karena itu kami harap semua pihak, termasuk Apkasi bisa membantu pemerintah dalam melakukan pengendalian PTM," kata Menkes menandaskan. (TW)

 

Kepala Dinas Kesehatan Minta Warga Manfaatkan Kartu Indonesia Sehat Sebaik-baiknya

Sebanyak 57 ribu lebih warga kurang mampu di Kota Tanjungpinang sudah menerima manfaat program Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Mereka terdiri dari 41 ribu warga penerima manfaat KIS dari dana APBN, dan sebanyak 16.444 warga lainnya dianggarkan melalui APBD Kota Tanjungpinang.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang Rustam mengatakan program KIS dari pemerintah pusat hanya mengcover sebanyak 41 ribu warga Tanjungpinang.

Sementara masih banyak warga kurang mampu yang belum mendapatkan fasilitas tersebut.

Karena itu, Pemko Tanjungpinang melalui Dinas Kesehatan juga melaksanakan perogram KIS yang dianggarkan melalui APBD.

"Dengan penggunaan kartu KIS, warga bisa menikmati fasilitas pengobatan kelas III di Rumah Sakit. Tidak ada perbedaan antara KIS daerah dan pusat," kata Rustam, Senin (8/8/2016).

Untuk penerima manfaat KIS, lanjutnya, mereka merupakan warga tidak mampu yang ditentukan lurah kemudian diketahui camat.

Menurut Dia, karena KIS terintegrasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan maka warga cukup menunjukkan kartu saat berobat.

"Selama ini KIS daerah tidak ada masalah, setiap tahun kita perpanjang karena Pak Wali masih berkomitmen untuk ini. Kecuali kalau mereka sudah tidak miskin lagi, ya tidak akan diperpanjang," katanya.

Rustam meminta warga untuk mamanfaatkan dengan sebaik-baiknya kartu tersebut.

Jangan hanya digunakan saat sakit, namun bisa digunakan untuk mengontrol kesehatan secara berkala di puskesmas, seperti mengontrol kolesterol, gula darah, tensi darah dan lain-lain.

"Jadi jangan nunggu sakit. Karena program ini kita laksanakan untuk menjaga masyarakat sehat agar tetap sehat," katanya. (*)

http://batam.tribunnews.com/

 

 

BPOM Tarik Mie Merek Bikini

9agsBadan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akhir menarik produk makanan ringan bermerek "Bikini (Bihun Kekinian)" karena dianggap sebagai produk ilegal. Produk tersebut selain mengandung unsur pornografi pada kemasannya, juga tidak memiliki izin edar.

"Berkreasi boleh, tetapi dalam membuat produk tetap harus memperhatikan budaya bangsa," kata Kepala BPOM, Penny K Lukito kepada wartawan, di Jakarta, Senin (8/8).

Seperti diberitakan sebelumnya, masyarakat pada sepekan terakhir ini dikejutkan dengan peredaran makanan ringan dari bahan mie merek Bikini karya mahasiswi asal Depok, Pertiwi (19). Produk tersebut dianggap mengandung unsur pornografi karena menampilkan gambar tubuh perempuan berbikini dengan kata-kata seperti "remas aku".

"Menanggapi laporan masyarakat, kami segera melakukan penelusuran. Ternyata produk yang dijual secara online lewat 22 reseller sejak Maret 2016 lalu itu juga tidak memiliki izin edar dari BPOM," ujar Penny.

Padahal, lanjut Penny, produk yang dijual secara luas itu harus memiliki izin edar dari BPOM guna evaluasi keamanan, mutu, gizi dan label pangan. Selain itu, ada aspek label fiktif "halal" dalam kemasannya.

Ditanyakan apakah produk tersebut mengandung bahan berbahaya, Penny mengatakan, pihaknya belum tahu hal itu. Karena produk tidak pernah didaftarkan ke BPOM untuk pengujian kandungan bahan pangannya.

"Begitu tidak memiliki izin edar, maka produk tersebut dianggap sebagai ilegal. Makanya ditarik peredarannya. Public warning semacam ini penting diketahui masyarakat," ujarnya.

Menurut Penny, temuan tersebut melanggar pasal 142, Undang-Undang (UU) No 18 tahun 2012 tentang Pangan. Disebutkan, pelaku usaha yang dengan sengaja tidak memiliki izin edar terhadap pangan olahan yang dibuat di dalam negeri atau diimpor akan dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda Rp 4 miliar.

"Pelaku juga melanggar peraturan pemerintah no 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan. Serta UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan sanksi pidana setinggi-tingginya penjara 5 tahun atau denda Rp 2 miliar,"tutur Penny. (TW)