Hasil Monitoring JKN
Arsip terkait dengan monitoring dan evaluasi JKN
- Laporan Monitoring Kebijakan JKN Tahun 2014
- Laporan Monitoring Kebijakan JKN Tahun 2015
- Laporan Monitoring Kebijakan JKN Tahun 2016
- Laporan Monitoring Kebijakan JKN Tahun 2017
Arsip terkait dengan monitoring dan evaluasi JKN
Kerangka Acuan Kegiatan
Agustus – September 2019 (Webinar)
diselenggarakan oleh
PKMK FK - KMK UGM dan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia
Analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses politik. Aktivitas ini tidak dimaksudkan menggantikan politik, tetapi kolaborasi para teknokrasi dari berbagai disiplin ilmu, dan pelaku kebijakan dengan tujuan memberikan informasi yang bersifat deskriptif, evaluatif, dan/ atau preskriptif pada suatu masalah publik. Kebijakan adalah tindakan pemerintah untuk mencapai tujuan - tujuan tertentu. Kebijakan yang dibentuk tersebut tak jarang menuai banyak kritik, dan tidak operasional. Memang kebijakan merupakan produk penilaian subjektif dari manusia, dan bersifat dinamis.
Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kualitas kebijakan publiknya, jika kebijakan publiknya buruk bisa dipastikan keadaan negara tersebut juga tidak jauh dari kualitas kebijakan publiknya. Penguasaan materi analisis kebijakan publik merupakan bagian penting dalam proses penyusunan kebijakan yang dapat bermanfaat untuk masyarakat luas, bukan kelompok kekuasaan politik tertentu. Untuk hal tersebut, PKMK FK - KMK UGM berinisiatif menyelenggarakan Blended Learning Analisis Kebijakan.
Sebagaimana kita ketahui, pelaksanaan program JKN secara tidak langsung mengubah sistem kesehatan nasional. Sudah tentu, perubahan tersebut akan memproduksi kebijakan -kebijakan baru dalam sektor kesehatan. Untuk mengawal kebijakan kesehatan yang unggul penting untuk para pelaksana kebijakan, konsultan, dan akademisi membekali diri dalam pelatihan analisis kebijakan yang didesain untuk memiliki pemahaman tentang dinamika dan konteks kebijakan publik di Indonesia melalui konsep analisis kebijakan, teknik analisis kebijakan, pengambilan keputusan, dan dokumentasi saran kebijakan (policy brief/policy memo).
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta akan mampu menguasai proses analisis keijakan publik, yang dinilai dari kemampuan:
a. Narasumber
b. Peserta
Tempat: Ruang Common Room - Gedung Litbang FK - KMK UGM
No | Kegiatan | Pokok Bahasan | Narasumber | Waktu & Tempat |
1 | Pemahaman Konsep Dasar Analisis Kebijakan |
|
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc.,PhD (Pengamat Kebijakan Kesehatan) |
Kamis 1 Agustus 2019 Pkl: 10.00 - 12.00 WIB |
2 | Kriteria dan Teknik dalam Analisis Kebijakan |
|
Dr. Riant Nugroho (Direktur Institute for Policy Reform) |
Kamis 8 Agustus 2019 Pkl: 10.00 - 12.00 WIB |
3 | Mengembangkan dan Merumuskan Alternatif kebijakan |
|
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara |
Kamis 22 Agustus 2019 Pkl: 10.00 - 12.00 WIB |
4 | Penyusunan Dokumen Analisis Kebijakan (Policy brief) |
|
Prof.dr.Laksono Trisnantoro, M.Sc.,PhD (Pengamat Kebijakan Kesehatan) Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara |
Kamis 22 Agustus 2019 Pkl: 10.00 - 12.00 WIB |
Biaya Registrasi Peserta *)
Jarak-jauh | Onsite | |
Program 1: |
Rp 1.500.000,- | Rp 1.500.000,- |
Pembayaran peserta dapat dilakukan dengan melalui transfer ke rekening panitia:
No Rekening : 9888807171130003
Nama Pemilik : Online Course/ Blended Learning FK UGM
Nama Bank : BNI
Alamat : Jalan Persatuan, Bulaksumur Yogyakarta 55281
Bukti transfer pembayaran tersebut di kirim melalui (pilih salah satu) dengan diberi nama lengkap peserta
Pendaftaran peserta dapat dilakukan online melalui website Kebijakan Kesehatan Indonesia:
Maria Lelyana (Kepesertaan)
Telp: 0274-549425 / 08111019077
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Tari (informasi konten)
HP: 0897 6060 427
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Hanoi, Vietnam / 15 Mei 2019
Konsultasi 15 Mei akan terdiri dari dua diskusi panel tentang:
Kegiatan ini akan diikuti oleh diskusi mendalam tentang penguatan sistem kesehatan melalui inovasi yang dipimpin masyarakat dan peran perantara. Sesi diskusi mendalam akan membahas topik - topik seperti:
Perspektif global selatan tahun ini, dikembangkan dari dua pertemuan tentang Akselerasi UHC melalui Inovasi Pelayanan Kesehatan yang diadakan di Bangalore, India pada Juni 2018, dan di Kigali, Rwanda pada Maret 2019.
Kegiatan di Hanoi akan mendalami:
Jakarta, 7 Mei 2019
LATAR BELAKANG
Salah satu Strategi Nasional Program Penanggulangan TB tahun 2016-2020 untuk meningkatkan akses layanan TB yang bermutu dengan prinsip desentralisasi pada kabupaten/kota melalui jejaring layanan TB pemerintah dan swasta/district public private mix (DPPM). Studi inventori 2017 menyebutkan masih terdapat missing cases (underreporting dan unreached) TB di fasilitas layanan kesehatan seperti DPM/klinik, RS dan puskesmas. Oleh karena itu strategi PPM diharapkan menjadi faktor penentu untuk mengurangi angka missing cases dan meningkatkan notifikasi kasus.
Salah satu permasalahan yang ada terkait TB adalah masih banyak kasus TB yang belum terlaporkan di Rumah Sakit. Sehingga diperlukan penyisiran kasus TB di RS agar penemuan kasus dapat terlaporkan sehingga meningkatkan penemuan kasus TB.
Berbagai kegiatan diperlukan komitmen dari berbagai stakeholder untuk meningkatkan kegiatan kolaborasi layanan antar unit pelayanan, mengurangi terjadinya keterlambatan diagnosis TB (delayed-diagnosis) dan kasus TB yang tidak terlaporkan (undereporting), pembentukan Tim DOTS yang melibatkan semua unit pelayanan/instalasi yang ada di rumah sakit, serta memastikan kasus TB dilaporkan secara berkala melalui sistem informasi program tuberkulosis.
Oleh karena itu, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM selaku sub award dari CTB KNCV akan melaksanakan petemuan dengan pimpinan tingkat Rumah sakit untuk bersama-sama berkomitmen untuk melakukan pelayanan TB yang lebih baik di rumah sakit.
TUJUAN
LUARAN
PESERTA
WAKTU DAN TEMPAT
Tanggal : Selasa, 7 Mei 2019
Waktu : 09.00 – 13.00 WIB
Tempat : Four Points by Sheraton Hotel Jakarta ,Jl. M.H. Thamrin, Menteng, Jakarta
JADWAL KEGIATAN
Waktu |
Acara |
Pembicara |
09.00 – 09.30 |
Registrasi peserta |
|
09.30 – 09.45 |
Pembukaan dan arahan |
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta |
09.45 – 10.15 |
Konsep District-based Public Private Mix untuk TB: posisi strategis Dinkes dan jejaring RS privat dan RS public dalam meningkatkan CDR TB |
dr. Ari Probandari, MPH, PhD |
10.15 – 10.45 |
Hasil Penilaian Mandiri Rumah Sakit (PMRS) Peran KOPI TB dalam Memperkuat Kapasitas Tenaga Kesehatan Melalui Jejaring Internal RS untuk meningkatkan CDR dan Kualitas Layanan TB di FKTRL |
Hans Peter
KOPI TB |
10.45 – 11.15 |
Peran Direksi dalam keberhasilan peningkatan CDR TB dalam kerangka DPPM |
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. PhD |
11.15 – 12.15 |
Diskusi dan Tanya Jawab |
Moderator |
12.15 – 12.30 |
Pernyataan Komitmen RS Jakarta Timur dan RS Jakarta Pusat dalam partisipasi DPPM TB di DKI |
|
12.30 – 13.00 |
Penutupan |
Sudinkes Jakarta Timur |
24 April 2019
Pada sesi paralel, terdapat empat topik yang disajikan dalam bentuk paparan hasil penelitian, antara lain : informal sector in health insurance, miscellaneous health economic issues, equity, dan local government roles in JKN. Peneliti PKMK sempat mengikuti 2 dari 4 sesi yang digelar. Beberapa rangkuman mengenai paparan hasil penelitian adalah sebagai berikut.
Pada topik miscellaneous health economic issues, terdapat tiga paparan penelitian yang ditampilkan. Hasil penelitian pertama disajikan oleh Dr. Haerawati Idris, SKM, MKes dengan judul Are changes in health insurance status related to changes in healthcare utilization over a period of 7 years in different regions of Indonesia? Penelitian ini menyimpulkan bahwa di seluruh wilayah Indonesia, kepemilikan asuransi melalui ketersediaan JKN mampu meningkatkan odd ratio, baik pada rawat jalan maupun rawat inap. Peneliti merekomendasikan kepada pemerintah daerah untuk melakukan perluasan kepesertaan asuransi kesehatan bagi masyarakat di daerahnya. Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., MKes, MBA selaku penampil berikutnya memaparkan hasil riset dengan judul The unmet need of stroke patient in Indonesia: Is home care a cost effective alternative? Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan biaya yang dikeluarkan dari perawatan homecare dengan rawat jalan pada pasien post stroke. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penghematan pada perawatan homecare dibandingkan dengan rawat jalan.
Sementara itu, diketahui bahwa akses pelayanan kesehatan masih rendah untuk pasien post stroke, sehingga homecare bisa menjadi salah satu alternatif untuk perawatan pasien post stroke. Paparan berikutnya disampaikan oleh dr. Firdaus Haifdz, MPH, PhD dengan judul penelitian National health insurance effect on health facility efficiency: bad news or good news? Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keadaan utilisasi fasilitas kesehatan di Indonesia yang masih sangat rendah, sementara beban expenditure yang dikeluarkan sangat besar. Sumber data yang digunakan adalah data pada 2011 (sebelum era JKN, namun telah terdapat beberapa model asuransi berupa Askes dan Jamsostek). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat inefisiensi yang besar di puskesmas dan rumah sakit tipe rendah dengan kecenderungan sulit untuk bisa bertahan. Pada sisi efisiensi, optimalnya efisiensi puskesmas akan menunjang efisiensi pada rumah sakit. Kondisi efisiensi akan menjadi lebih baik jika fasilitas kesehatan bergabung dengan sistem BPJS pada era Jaminan Kesehatan Nasional.
Pada topik equity, terdapat tiga paparan penelitian yang ditampilkan. Pemaparan pertama disajikan oleh Novat Pugo Sambodo, SE, MSc dengan judul Healthcare Benefit Distribution and the Implementation of JKN: A Benefit Insidence Analysis. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi distribusi manfaat JKN berdasarkan pada status ekonomi. dr. Adelia Ulya Rachman, MSc melanjutkan paparan berikutnya dengan judul penelitian Unequal Chances to Survive Childhood in Indonesia? a Decomposition Analysis. Secara ringkas riset ini mengungkapkan bahwa ketimpangan (relative ineaquality) yang dilihat dari nilai CI (standard concentration index) tampak meningkat pada kalangan pro poor meskipun terjadi penurunan pada angka kematian bayi dan balita. Penurunan kematian balita dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni: cakupan imunisasi lengkap di tingkat kabupaten, urutan kelahiran, dan posisi perempuan sebagai kepala rumah tangga. Pendidikan ibu, usia ibu saat melahirkan dan status pernikahan pertama berkontribusi pada penurunan kematian bayi, namun demikian faktor yang disebutkan berpengaruh pada kematian balita memiliki hubungan yang sebaliknya. Paparan berikutnya disampaikan oleh dr. M. Fikru Rizal, MSc dengan judul penelitian Explaining the fall in Socioeconomic Inequality of Childhood Stunting in Indonesia. Berdasarkan dari analisis data IFLS 2007 - 2014 diketahui bahwa terjadi penurunan kondisi stunting di Indonesia secara signifikan. Kondisi stunting banyak terdapat pada masyarakat miskin, namun demikian terdapat penurunan secara signifikan pada kondisi inequality yang dipengaruhi oleh peningkatan taraf hidup dalam kurun waktu 2007 - 2012, kondisi sanitasi yang lebih baik dan pelayanan kesehatan yang semakin baik, salah satunya dengan penerapan jamkesmas. Mergy Gayatri menutup sesi ini dengan memaparkan hasil penelitian dengan judul The functioning of maternity waiting homes in Indonesia: a mixed method analysis. Riset ini secara ringkas menyebutkan bahwa fungsionalisasi rumah tunggu kelahiran masih sangat beragam di Indonesia dimana pelaksanaannya lebih efektif dilakukan di wilayah kepulauan. Agar berjalan lebih efektif, masih dibutuhkan pedoman yang komperhensif dan terstandarisasi untuk membangun rumah tunggu kelahiran, utamanya bagi pemerintah daerah serta monitoring dan evaluasi dari efektivitas rumah tunggu kelahiran yang ada saat ini.
Pada sesi expert talk, dilakukan pembahasan mengenai rekomendasi untuk kondisi JKN pada masa mendatang, terutama setelah proses pemilihan umum dilakukan di Indonesia. Prof. Ali Ghufron Mukti menegaskan bahwa pengawasan pada kualitas pelayanan kesehatan, termasuk pengawasan pada tenaga kesehatan guna memperkuat pemberian pelayanan kesehatan, perbaikan pelayanan kesehatan yang kurang bagus serta monitoring dan evaluasi perlu dilakukan. Hubungan kelembagaan antar berbagai pemangku kepentingan, baik pusat dan daerah, BPJS, Kemenkes, DJSN dan Presiden perlu dibangun lebih baik termasuk dukungan dari pemerintah daerah.
Pemerataan utilization di seluruh daerah di Indonesia serta sistem pemberian layanan kesehatan yang berorientasi pada mutu tenaga kesehatan dan fasilitas rumah sakit juga perlu menjadi perhatian bagi presiden terpilih (berikutnya). Prof Hasbullah Thabrany menekankan bahwa perbaikan pelayanan kesehatan bukan tugas BPJS, melainkan tugas dari pemerintah daerah. Demikian halnya tanggung jawab pada pelayanan kesehatan pribadi (UKP) merupakan ranah bagi BPJS, sementara upaya kesehatan masyarakat (UKM) merupakan tanggung jawab dari pemerintah daerah dan dinas kesehatan melalui upaya promotifpreventif. Kondisi defisit BPJS merupakan tanggung jawab pemerintah dan bagian dari kesalahan pemerintah dengan menetapkan besaran iuran yang masih rendah. Di samping itu, belum ada political will yang kuat untuk bisa mengalokasikan pengeluaran pendanaan yang lebih besar di sektor kesehatan. Selanjutnya, perlu ada peningkatan iuran BPJS yang sebaiknya melihat pada tingkat besaran pendapatan yang diterima dan pengalokasian budgeting yang lebih besar pula pada sektor kesehatan oleh pemerintah.
Reporter: Kurnia Widyastuti (PKMK UGM)
24 April 2019
Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KP - MAK) FK - KMK UGM didukung oleh program Nuffic melaksanakan seminar untuk mempertemukan para peneliti untuk memaparkan hasil penelitian terbaru dengan pengambil keputusan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tujuan seminar ini para peneliti dapat memberikan bukti mengenai pelaksanaan JKN di lapangan untuk mendorong pemerintah dalam perbaikan JKN ke depannya. Kegiatan dua hari ini (24 – 25/4/2019), terdiri dari seminar pada hari pertama dan juga pelatihan pada harikedua. Topik seminar yang diusung adalah JKN Through The Ages: What Evidence Tell Us.
Reportase kali ini secara ringkas akan memaparkan sesi satu dan sesi dua seminar tersebut. Kegiatan ini dibuka oleh pidato dari Dr. Yodi Mahendradhata selaku wakil dekan FKKMK UGM. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Dr. Diah Ayu Puspandari selaku direktur KPMAK dan penjelasan dari Ms. Esther den Hartog mengenai Nuffic Project yang berfokus pada penelitian, pembangunan kapasitas serta sharing knowledge mengenai universal health coverage dan kerja sama ini telah berlangsung pada Mei 2015 hingga Mei 2019
Sesi pembuka mengangkat topik JKN In The Past dipandu oleh Dr. Diah Ayu Puspandari. Pembicara pertama adalah Dr. Elizabeth Pisani yang merupakan seorang penulis juga direktur dari lembaga konsultasi dengan fokus pada kesehatan masyarakat, Ternyata Ltd. Dr. Elizabeth sebagai orang luar melihat sejarah perkembangan pelaksanaan JKN itu sendiri mirip dengan sejarah terbentuknya negara Indonesia, yaitu sama - sama dimulai dengan sesuatu yang emergency, tanpa melalui suatu persiapan yang matang, serta melewati berbagai trial dan error.
Dimulai dari zaman presiden Soekarno sebenarnya menurut R. Elisabeth sudah terdapat rancangan Undang - Undang negara tentang jaminan kesehatan, namun karena masalah politik dan ekonomi maka tidak terlaksana. Pada era presiden Soeharto terbitlah asuransi untuk TNI/Polri dan PNS. Ini merupakan awal mula asuransi kesehatan di Indonesia. Sampai kemudian berkembang dan muncul bentuk asuransi kesehatan sosial lain sampai ke Kartu Indonesia Sehat yang berlaku saat ini. Elisabeth menutup presentasinya dengan pertanyaan untuk JKN yaitu Bagaimana untuk menyeimbangkan kebutuhan lokal dan ketertarikan serta efisiensi nasional? Juga bagaimana secara terstruktur meningkatkan keadilan dan sustainabilitas dari JKN itu sendiri?
Pemateri berikutnya adalah Dr. Chazali Situmorang yang adalah mantan kepala DJSN dan saat ini menjabat sebagai Kepala Social Security Development Institute dan juga dosen di Universitas Negeri Jakarta. Selain mengulang sedikit sejarah yang tadi telah dikemukakan, Chazali lebih menekankan di dinamika perjalanan BPJS. UU BPJS terbit setelah digodok selama 7 tahun (2004 – 2011), hal ini menunjukkan saat itu komitmen politik yang masih lemah serta karena melibatkan banyak kementrian.
RUU BPJS itu sendiri tidak terlepas dari tekanan organisasi buruh. Proses pembentukan PP dan Perpres pun tidak kalah alotnya karena beragam kepentingan dan persepsi yang masih belum sama. Sampai akhirnya BPJS secara formal mulai berjalan 1 Januari 2014. Masalah yang masih terkait BPJS antara lain: persoalan tarif, defisit BPJS sejak tahun pertama hingga saat ini, pola distribusi faskes dan penyediaan tenaga, proporsi katastropik yang menggerus BPJS, dan masih banyak lagi.
Pemateri terakhir adalah Dr Chriswardani Suryawati, M. Kes. Secara garis besar, Chris juga menyingung tentang revolusi dari asuransi kesehatan di Indonesia baik itu dari sejarah pembentukan, maupun revolusi bentuk lembaga pelaksana mulai dari badan menjadi biro lalu perusahaan umum sampai menjadi persero. Dalam presenatasinya Chris menekankan pada budaya bangsa Indonesia yang 'Jimpitan' yaitu gotong royong saling membantu, terbukti dari penggunaan 'dana sehat' dalam lingkup masyarakat itu sudah umum dipakai. Begitupun prinsip dari asuransi sosial kesehatan, Chris menambahkan tentang sejarah munculnya Jamkesda yaitu karena munculnya otonomi daerah yang menuntut penyebaran keadilan. Lalu ada Jampersal, Jamkesmas dan JPKN. Inti dari materi Chris adalah penekanan bahwa Indonesia tidak memulai JKN dari Nol. Ada proses panjang yang telah dilalui, dan juga sejarah ini bisa dipakai untuk pembelajaran ke depannya.
Sesi kedua membahas Pelaksanaan JKN Saat Ini. Sesi ini diawali oleh presentasi dari dr. Andi Afdhal, MM selaku Deputi Direktur Penelitian dan Pengembangan dari BPJS KEsehatan. Andi menampilkan grafik dari utilisasi JKN saat ini. Sudah banyak sekali peningkatan dari penggunaan JKN. Saat ini setiap hari ada sekitar 640 ribu kunjungan ke faskes yang menggunakan JKN. Dari penelitian mereka juga didapatkan bahwa JKN mengurangi kesenjangan kesehatan dan meingkatkan indeks kepuasaan pemakai. Di sisi lain, Indonesia juga menghadapi masalah yang lain yaitu ageing population, pola penyakit yang mulai bergeser, serta kontribusi dari peserta mandiri yang belum mencapai target. Oleh karena itu, Andimengharapkan penelitian tentang JKN ini sendiri untuk terus diperkuat guna mencapai tujuan dari JKN itu sendiri. Presentasi berikutnya oleh drg. Agnes Pratiwi, MPH yang menyampaikan hasil penelitian timnya bertema Supply side dan Proteksi Keuangan di Indonesia pada Era JKN di Tahun 2012 - 2017. Kesimpulan dari penelitian ini adalah cakupan dari asuransi kesehatan nasional tidak memberi banyak keuntungan pada keluarga yang tinggal di daerah miskin Indonesia, dimana pelayanan sangat terbatas. Oleh karena itu, peningkatan akses dibutuhkan di sini.
Penyampaian selanjutnya dari Prof. Laksono Trisnantoro yang merupakan ahli di bidang kebijakan kesehatan di UGM. Prof Laksono menyampaikan hasil penelitian untuk evaluasi JKN dengan pendekatan Realist Evaluation (RE), yang mengambil tiga tema besar yaitu: Equity, Governance dan Quality. Laksono menekankan bahwa pendekatan RE ini digunakan lebih untuk melihat konteks dan eksistensi atau ontological depth dari JKN itu sendiri. RE melihat segala sesuatu melalui kerangka berpikir konteks, mekanisme dan outcome. Pada penelitian yang sudah dilaksanakan di 7 provinsi di Indonesia itu sendiri, terlihat bahwa utilisasi JKN di provinsi Indonesia timur, misalnya NTT masih sangat kurang. Konteks masalah kesehatan di NTT belum sepenuhnya terpenuhi di sini, jika dibandingkan dengan pelaksanaan JKN di DIY. Kesimpulannya target road map dari JKN belum tercapai secara maksimal. Sesi ini ditutup oleh Professor Menno Pradhan dari Virje Universiteit yang menyimpulkan bahwa paket keuntungan yang ditawarkan BPJS sudah cukup kuat. Masih ada tantangan untuk meningkatkan pelaksanaan JKN terutama dimulai dari level bawah, agar seluruh masyarakat dapat menikmati keuntungan dari paket JKN itu sendiri.
Reporter: Sandra Frans (PKMK UGM)
22 April 2019
Pada 2015 dunia menghabiskan 7,3 triliun USD untuk kesehatan, hampir 10% dari PDB global. Pengeluaran kesehatan tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pengeluaran kesehatan rata-rata per kapita adalah 1.011 USD. Setengah dari negara di dunia membelanjakan kurang dari 366 USD per orang.
Secara keseluruhan, sistem pembiayaan kesehatan di seluruh dunia berubah menjadi lebih tergantung pada cara prabayar wajib dan gabungan, meskipun terdapat berbagai variasi substansial antar negara. Gambaran umum menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk kesehatan meningkat secara absolut dan juga meningkat sebagai bagian dari total pengeluaran pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan telah menjadi prioritas pemerintah yang lebih besar dari waktu ke waktu. Banyak negara menyalurkan anggaran ke agen pembelian layanan kesehatan seperti dana asuransi kesehatan sosial. Pengeluaran kesehatan out of pocket meningkat secara absolut, tetapi relatif menurun sebagai bagian dari total pengeluaran kesehatan saat ini.
Pendanaan eksternal untuk kesehatan mewakili kurang dari 0,3% dari pengeluaran global. Namun, di negara-negara berpenghasilan rendah, pendanaan eksternal terhitung sekitar 33% pengeluaran kesehatan saat ini rata-rata, dan meningkat dari waktu ke waktu secara absolut. Pada saat yang sama, kapasitas fiskal pemerintah juga meningkat. Namun peningkatan kapasitas fiskal belum diterjemahkan ke dalam peningkatan pengeluaran kesehatan pemerintah. Sebaliknya, peningkatan pengeluaran donor tampaknya memiliki efek crowding-out, yang menyebabkan pemerintah mengalokasikan kembali pengeluaran domestik mereka ke sektor lain.
Pola dan tren dari Data Dasar, menyoroti isu-isu utama yang menjadi perhatian berbagai negaradan lembaga internasional. Sebagai alat pemantauan, Data Dasar mendukung pelacakan pola-pola ini dari waktu ke waktu, dan dapat memberikan pemicu untuk penyelidikan lebih dalam. Diperlukan pendekatan yang lebih mendalam (melampaui efek pengelolaan database global) untuk masuk ke dalam analisis spesifik negara. Ada berbagai isu yang perlu dibahas di dalam suatu negara:
Tidak diragukan lagi, hal-hal di atashanya beberapa pertanyaan yang mungkin muncul dari analisis kami terhadap data pengeluaran kesehatan.
Prioritas masa depan
Sebagai kepentingan publik global, penelusuran pengeluaran kesehatan (Database Pengeluaran Kesehatan Global WHO) bertujuan untuk menyediakan data yang akurat, tepat waktu, dan kompatibel untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik di tingkat nasional, regional dan global, dan untuk meningkatkan transparansi serta akuntabilitas lokal, nasional, dan internasional dan tata kelola global. Pengalaman masa lalu telah dengan jelas menunjukkan bahwa: sistem informasi nasional yang berkembang dengan baik adalah fondasi untuk data kesehatan yang akurat, termasuk data pengeluaran kesehatan; memanfaatkan data untuk pembuatan kebijakan adalah kunci untuk pengumpulan data pengeluaran kesehatan rutin dan untuk meningkatkan kualitas data. Pengalaman menunjukkan bahwa strategi berikut untuk meningkatkan kualitas dan penggunaan data patut dipertimbangkan:
Selain perubahan proses ini, pekerjaan dalam menyusun Database Pengeluaran Kesehatan Global baru telah membantu mengidentifikasi bidang-bidang khusus untuk mendapat perhatian yang harus menjadi prioritas ke depan, karena relevansi kebijakan mereka, kelemahan yang diamati dalam data yang tersedia, dan potensi untuk melakukan sesuatu tentang hal itu melalui upaya bersama. Ini dirangkum di sini.
Memisahkan komponen modal dari total pengeluaran. Secara historis, pengelolaan data pengeluaran kesehatan oleh Database Pengeluaran Kesehatan Global tidak memisahkan modal dari pengeluaran operasional, dan tanpa data baru untuk semua negara dan tahun. Tidak ada dasar yang jelas untuk membuat estimasi tentang, misalnya, pengeluaran modal di negara tertentu pada tahun tertentu. Sementara estimasi lebih layak untuk mengisi kesenjangan dalam data pengeluaran saat ini. Ini berarti ruang lingkup kesalahan dalam memperkirakan modal menjadi jauh lebih besar. Akibatnya, rilis Database Pengeluaran Kesehatan Global 2017 memiliki banyak "kekurangan" dalam hal belanja modal.
Ke depan, membutuhkan adanya pertanyaan khusus tentang pengeluaran modal di setiap negara yang datanya saat ini tidak dilaporkan. Untuk mendapatkan data tentang sumber-sumber pengeluaran modal publik dan eksternal, membutuhkan:
Mungkin juga dibutuhkan ruang bagi komunitas peneliti untuk setidaknya menggali potensi untuk mengembangkan metodologi estimasi untuk datatahun yang kurang.
Mengindentifikasi sumber pendapatan eksternal pengeluaran kesehatan.
Pergeseran ke SHA-2 tidak dengan sendirinya mengubah kesulitan untuk mendapatkan data rutin tentang semua pengeluaran yang bersumber dari luar negeri (sumber eksternal) di suatu negara untuk tahun tertentu. Upaya dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang pengeluaran dari sumber eksternal melalui proses pengumpulan data. Dalam berbagai kasus, ternyata informasi tidak lengkap dan perlu mempertimbangkan penggunaan sumber data internasional. Upaya lebih lanjut diperlukan untuk meningkatkan kelengkapan informasi tentang arus masuk eksternal, untuk memisahkan pengeluaran aktual dari komitmen, dan untuk menggambarkan saluran dimana bantuan eksternal mengalir ke modal dan pengeluaran kesehatan saat ini. Juga yang bagaimana mengalir melalui pemerintah, LSM dan pengaturan pembiayaan swasta. Meskipun tidak akan pernah sempurna, menargetkan sumber daya untuk upaya pengumpulan data di negara-negara yang menerima bantuan pembangunan dalam jumlah besar, dengan upaya gabungan dari negara-negara tersebut dan donor yang menyediakan dana, dapat sangat memperbaiki situasi. Upaya lebih lanjut untuk mengekstraksi data yang lebih relevan dan andal dari OECD-DAC juga terbukti bermanfaat.
Mengurai sumber domestik asuransi kesehatan sosial.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa banyak negara menyalurkan anggaran pemerintah kepada lembaga asuransi kesehatan, seperti dana asuransi kesehatan sosial. Sumber utama informasi ini adalah laporan tahunan organisasi yang menyelenggarakan asuransi kesehatan sosoial. Selain itu, laporan transfer ke lembaga asuransi kesehatan sosial biasanya muncul dalam anggaran pemerintah. Jika tidak ada laporan rutin seperti itu, informasi tentang hal ini diperkirakan berdasarkan berbagai sumber serta pengetahuan ahli tentang pengaturan khusus dari negara-negara tertentu. Selain itu, masih ada ruang untuk meningkatkan keakuratan dan kelengkapan informasi ini melalui pemeriksaan silang, dan khususnya dengan mengajukan pertanyaan yang ditargetkan kepada lembaga yang tepat dan memperoleh sumber data yang tersedia untuk umum. Ini membutuhkan keterlibatan erat dari mereka yang melaksanakan proses pengumpulan data dengan komunitas pembiayaan kesehatan yang aktif di negara tersebut.
Mencirikan pengaturan pembiayaan kesehatan dengan benar.
Klasifikasi pembiayaan kesehatan yang benar dalam kerangka SHA-2 membutuhkan pengetahuan tentang pengaturan pembiayaan kesehatan suatu negara dan SHA-2. Pengetahuan ini biasanya terletak pada orang-orang yang terlibat dengan kebijakan pembiayaan kesehatan di negara tersebut dan dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan, misalnya, sifat hak atau apakah suatu pengaturan bersifat wajib atau sukarela. Dalam beberapa kasus, pengetahuan ini tidak terletak pada individu yang secara historis bertanggung jawab untuk melaporkan data pengeluaran kesehatan ke WHO.
Ke depan, penting untuk meningkatkan keterampilan dan latar belakang pelaporan pengeluaran kesehatan dengan memanfaatkan lebih banyak keahlian kebijakan pembiayaan kesehatan, di tingkat nasional maupun internasional. Arah yang bermanfaat untuk meningkatkan pengumpulan dataadalah untuk "menerjemahkan" klasifikasi menjadi pengelompokan yang akan diakui di negara tertentu, menggunakan terminologi dan nama agensi yang ada di negara itu. Tim pembiayaan kesehatan di enam kantor regional WHO (dan kantor sub-regional, seperti dalam kasus Wilayah Afrika) berada dalam posisi yang baik untuk mengambil peran ini, meskipun mereka perlu sumber daya yang tepat untuk tujuan ini. Selain itu, kolaborasi dengan pakar pembiayaan kesehatan dari lembaga mitra dengan staf yang aktif di negara tertentu, atau bekerja sama dengan jaringan (seperti P4H), akademisi, dan LSM, akan sangat berharga untuk upaya ini ke depan.
Mengingat pentingnya data pengeluaran kesehatan yang dapat dibandingkan secara internasional dan perannya sebagai barang publik global, terdapat kepentingan bersama untuk memastikan bahwa itu berkualitas tinggi dan ditafsirkan secara konsisten. Pada gilirannya, upaya kolektif yang terkoordinasi dengan baik - termasuk pembuatan data, pelaporan, dan pemeriksaan - diperlukan untuk memungkinkan peningkatan pada tahun– tahun mendatang, dan untuk memberikan landasan teknis yang kuat untuk analisis dan pengembangan kebijakan pembiayaan kesehatan untuk bergerak menuju UHC.
Di tingkat global, WHO akan terus mengumpulkan dan menerbitkan data pengeluaran kesehatan. Kami berkomitmen untuk bekerja erat dengan para ahli dan mitra global, regional dan lokal untuk menyempurnakan pedoman pelaksanaan, dan untuk mengeksplorasi dan meneliti cara pengumpulan data yang lebih baik. Kami juga akan memainkan peran pertemuan untuk berkoordinasi dengan mitra dalam membangun kapasitas negara dan dukungan teknis untuk pengumpulan data, analisis dan penggunaan data pengeluaran kesehatan untuk meningkatkan kebijakan kesehatan, mendukung pemantauan implementasi, dan mendorong pembiayaan kesehatan dan agenda penelitian reformasi sistem.
22 April 2019
Laporan ini didasarkan pada Database Pengeluaran Kesehatan Global WHO untuk 2000-2015. Ada berbagai kelebihan kerangka klasifikasi pengeluaran kesehatan baru yang mengungkapkan wawasan baru ke dalam pola dan tren pengeluaran kesehatan global di laporan ini.
1. "Ekonomi kesehatan" tumbuh lebih cepat daripada ekonomi global, tetapi pengeluarannya tidak merata.
2. Pembiayaan publik (pemerintah) domestik adalah sumber utama pengeluaran kesehatan.
3. Bantuan pembangunan di bidang kesehatan dari luar negeri kecil dibandingkan dengan pengeluaran kesehatan secara keseluruhan. Tetapi tetap penting untuk negara-negara berpenghasilan rendah.
4. Pembiayaan kesehatan meningkat untuk meningkatkan akses ke layanan dan perlindungan keuangan.
5. Data pengeluaran kesehatan global diakui sebagai barang publik yang berharga.