logoKKI

jkki2kki2

  • Home
  • Tentang KKI
    • Visi & Misi
    • JKKI
    • Hubungi kami
  • publikasi
    • E-Book
    • Artikel
    • Hasil Penelitian
    • Pengukuhan
    • Arsip Pengantar
  • Policy Brief
  • Pelatihan
  • E-library
  • Search
  • Login
    • Forgot your password?
    • Forgot your username?
03 Jan2020

Posted in agenda

Kerangka Acuan Kegiatan

Peran Masyarakat Mampu dalam Masalah JKN

Gedung Litbang FK – KMK UGM, Selasa, 28 Januari 2020

  Latar Belakang

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Permasalahan seperti kepesertaan, defisit, klaim rumah sakit, dan layanan jaminan kesehatan lainnya merupakan wewenang dari BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, DPR RI dan lembaga pemerintah lainnya. Namun, apakah pemerintah cukup menyelesaikan permasalahan kebijakan JKN ini sendiri ?

Pada dasarnya kebijakan tidak hanya disusun dan dilaksanakan oleh pemerintah. Terdapat partisipasi masyarakat dalam kedua proses tersebut. Peran masyarakat dalam negara demokrasi tidak hanya sebagai target dan pengusul kebijakan. Akan tetapi, juga sebagai penentu dari keberhasilan kebijakan. Berdasarkan hal tersebut, PKMK FK - KMK UGM menyelenggarakan diskusi untuk membahas peran masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan JKN.

  Tujuan

  1. Memberikan edukasi tentang peran masyarakat dalam JKN
  2. Memberikan pemahaman tentang manfaat JKN untuk masyarakat
  3. Memberikan kesadaran tentang dampak dari enggan berpartisipasi (membayar) untuk iuran JKN.

  Hasil

  1. Masyarakat memiliki kemauan untuk berpartisipasi (membayar) iuran JKN.
  2. Masyarakat memahami tujuan kenaikan iuran.
  3. Masyarakat mengurangi perilaku konsumtif tidak sehat (rokok, minuman manis dan pulsa).

  Agenda Kegiatan

Hari, tanggal: Selasa, 28 Januari 2020
Pukul : 09.00 – 12.30 WIB
Lokasi : Common Room, Gedung Litbang Lantai 1, FK – KMK UGM

Rundown Acara

Waktu Kegiatan Narasumber Fasilitator
08.30 – 09.00 Registrasi    
09.00 – 09.45 Pembukaan Faozi Kurniawan Tri Muhartini
09.45 – 11.00 Masyarakat Mampu Tapi Tidak Mau Membayar Iuran BPJS Kesehatan

Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, MA

materi

Tri Muhartini
11.00 – 12.00 Tanya jawab dan diskusi   Tri Muhartini
12.00 – 12.30 Kesimpulan dan Penutupan    

 

  Turut mengundang:

  1. Balairung Press
  2. BEM Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM
  3. BPJS Kesehatan DI Yogyakarta
  4. Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum UGM
  5. Dinas Kesehatan DI Yogyakarta
  6. LBH Yogyakarta
  7. LSM Gunungan
  8. MAP Corner
  9. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yogyakarta
  10. PERSI DI Yogyakarta
  11. Rifka Annisa Women’s Crisis
  12. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
  13. Yayasan SATUNAMA Yogyakarta

  Narahubung

Konten: Tri Muhartini
0896 9338 7139
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

Kepesertaan: Lelyana
0813 2976 0006
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

 

Twitter
Twitter
Facebook
Whatsapp
share with Whatsapp
Telegram
share with Telegram
Email
Send by email
powered by social2s
03 Jan2020

Posted in agenda

Kerangka Acuan Kegiatan

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada

Menyelenggarakan

Seminar: Apakah Keadilan dan Perlindungan Biaya Atas Layanan Kesehatan Membaik? Evaluasi Implementasi UHC Di Indonesia

Auditorium Lantai 8 Gedung Tahir FK – KMK UGM
Kamis, 26 Maret 2020

  Latar Belakang

Universal Health Coverage (UHC) merupakan tantangan untuk semua negara untuk memastikan seluruh warganya dapat mengakses layanan kesehatan. Sejak tahun 2014, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memberikan akses layanan kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Melalui program ini diharapkan mengurangi disparitas layanan kesehatan dan proteksi risiko finansial. Saat ini, Indonesia menghadapi masalah serius dalam implementasi program JKN ketika mengalami defisit di hampir setiap tahunnya. Meskipun demikian, fasilitas dan tenaga kesehatan juga masih tersentralisasi di kota besar. Masyarakat yang tinggal di daerah luar jawa atau pedesaan tidak dapat mengakses layanan kesehatan yang dibutuhkan.. Oleh karena itu, pihak University of Harvard dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK Universitas Gadjah Mada melakukan kerjasama untuk melakukan analisis terkait equity dan perlindungan risiko finansial selama program JKN, dengan harapan menjadi bahan bukti untuk evaluasi pengambilan kebijakan.

  Tujuan

  1. Memberikan gambaran tantangan pencapaian equity dalam layanan kesehatan di Indonesia
  2. Mendiskusikan hasil awal atas analisis equity dan proteksi finansial layanan kesehatan di Indonesia
  3. Memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dalam memperbaiki equity dan proteksi finansial layanan kesehatan di Indonesia

  Narasumber dan pembahas

Narasumber:

  1. Fatimah T. Zahra PhD (Peneliti di Harvard University)
  2. dr. Firdaus Hafidz, MPH, PhD (Pengajar di Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK - KMK UGM)
  3. Insan Rekso Adiwibowo, S.Psi., M.Sc. (Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM)

Pembahas:

  1. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD (Kepala Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK - KMK UGM)
  2. dr. H. M. Subuh, MPPM (Staf ahli bidang ekonomi kesehatan, Kementerian Kesehatan)
  3. Prof. Peter Berman, M.Sc., PhD (Pengajar dan peneliti di Harvard University)
  4. dr. Ascobat Gani MPH, Dr.PH (Guru besar, dan Peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia)

  Peserta yang diharapkan

  • Praktisi Ekonomi Kesehatan
  • Pusat Kajian di Lingkungan FK-KMK UGM
  • Lembaga Pemerintah
  • BPJS Kesehatan
  • Lembaga Donor
  • Mahasiswa
  • Alumni

  Agenda Kegiatan

Hari, tanggal : kamis, 26 Maret 2020
Pukul : 08.30 - 12.40 WIB
Tempat : Auditorium Lantai 1, Gedung Tahir, FK – KMK UGM

Rundown Acara

Waktu Kegiatan Narasumber
08.30 – 09.00 Registrasi  
09.00 – 09.15 Pembukaan dan Sambutan dr. Yodi Mahendradhata, MSc. Ph.D (Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengembangan, FK-KMK UGM)
09.15 – 09.30 Pengantar Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D
 Moderator Sesi 1 : DR. Dra. Julita Hendrartini, M.Kes 
09.30 – 09.50 Bagaimana hubungan antara pengeluaran rumah tangga dan perlindungan risiko finansial layanan kesehatan? Fatimah T. Zahra Ph.D
09.50 – 10.20 Pembahas
  • dr. H. M. Subuh, MPPM
  • Prof. dr. Ascobat Gani MPH, Dr.PH
10.20 – 10.50 Diskusi  
10.50 – 12.30 Sesi 2
Moderator : dr. Rizki Tsalatshitakhair Mahardya, MPH., AAAK
10.50 – 11.10 Tantangan pencapaian equity layanan kesehatan di Indonesia: siapa yang merasakan manfaatnya? dr. Firdaus Hafidz As Shidieq, MPH, Ph.D
11.10 – 11.30 Manajemen data dan dashboard keadilan layanan kesehatan di Indonesia menggunakan data SUSENAS Insan Rekso Adiwibowo, S.Psi., M.Sc.
11.30 – 11.45

Pembahasan

  • Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc. PhD
  • Prof. Peter Berman, M.Sc., Ph.D
11.45 – 12.00
12.00 – 12.30 Diskusi Moderator
12.30 – 12.40 Penutupan Dr. dr. Andreasta Meliala, MAS. M.Kes (Direktur Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK-KMK UGM)

Link webinar URL: https://attendee.gotowebinar.com/register/8278562099942954242 
Webinar ID: 950-925-291

  Narahubung

Maria Lelyana
Kontak 0813 2976 0006
Email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

Twitter
Twitter
Facebook
Whatsapp
share with Whatsapp
Telegram
share with Telegram
Email
Send by email
powered by social2s
03 Jan2020

Posted in agenda

Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Departemen Kebijakan & Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM
Menyelenggarakan

Seminar
Apakah Virus Menjadi Ancaman Terbesar Umat Manusia di Muka Bumi Ini?

Rabu, 4 Maret 2020

  Latar Belakang

Perubahan iklim dan peningkatan resistensi anti mikroba telah mendorong peningkatan munculnya new-emerging diseases dan re-emerging diseases yang berpotensi pandemik dengan karakteristik risiko kematian yang tinggi dan penyebaran yang sangat cepat. Globalisasi yang mengakibatkan peningkatan mobilitas manusia dan hewan lintas negara serta perubahan gaya hidup manusia juga telah berkontribusi mempercepat proses penyebaran wabah menjadi ancaman keamanan kesehatan global.

Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 menyatakan bahwa terdapat dua WNI di Indonesia yang positif terjangkit virus Corona. Jokowi menyebut dua orang warga negara Indonesia (WNI) yang ini tertular dari kontak dengan warga negara Jepang yang positif Corona dan sedang mengunjungi Indonesia beberapa waktu lalu. Saat ini, dua WNI tersebut telah dibawa ke Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta.

Virus corona ini bahkan telah membuat Pemerintah Arab Saudi menangguhkan perjalanan umrah, yang tentunya berpengaruh pada masyarakat yang hendak melaksanakan umrah maupun bisnis baik dari sisi biro perjalanan, perbankan, dan bahkan usaha mikro kecil menengah yang menjadi penunjang.

Dari konteks nasional, pertemuan ini diharapkan dapat mendorong penguatan ketahanan kesehatan nasional dan lebih meningkatkan kerja sama lintas sektor dalam menghadapi ancaman virus.

  Tujuan

  1. Membahas perilaku virus yang dalam dekade terakhir mengguncangkan perekonomian global
  2. Mendiskusikan perkembangan terbaru virus dan penyakit menular
  3. Membahas penguatan Global Health Security di Indonesia

  Narasumber

Prof. Amin Soebandrio PhD (Direktur Lembaga Eijkman)

materi

dr. Dicky Budiman MScPH PhD (Can) (Griffith University Australia)

materi

Fasilitator: dr. Yodi Mahendradhata PhD (Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengembangan FK - KMK UGM)

  Narahubung

Siti (08112545352)
Heny (08157936822)

 

Twitter
Twitter
Facebook
Whatsapp
share with Whatsapp
Telegram
share with Telegram
Email
Send by email
powered by social2s
03 Jan2020

Posted in agenda

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran,
Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada

Menyelenggarakan

Seminar Apakah Kenaikan Iuran BPJS yang dibatalkan MA menerapkan prinsip Keadilan Sosial dalam JKN ataukah sebaliknya?

Kamis, 12 Maret 2020 

Reportase seminar

  Latar Belakang

Pemerintah memberlakukan tarif iuran BPJS Kesehatan yang baru melalui Peraturan Presiden No. 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan Nasional. Peraturan tersebut menaikkan iuran sebesar dua kali lipat dari sebelumnya. Kenaikan iuran mengubah tarif PBI menjadi Rp 42.000, PBPU kelas III Rp 42.000, kelas II Rp 110.000 dan kelas III Rp 160.000. Alasan dari pemerintah menaikkan tarif karena jumlah defisit meningkat pada setiap tahun, khususnya 2019 diprakirakan naik menjadi 32 triliun yang sebelumnya pada 2018 defisit telah mencapai 19,4 triliun. Untuk itu, pemerintah mengambil keputusan menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan agar kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat terus berlangsung. Namun, kebijakan kenaikan iuran tidak mendapatkan sambutan baik, khususnya bagi tarif kelas III PBPU.

Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, dana PBI APBN yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (berdasarkan UU SJSN 2004), ternyata mempunyai sisa lebih dari 25 T selama 5 tahun ini. Sementara untuk PBPU ada defisit 62 T. Terjadi subsidi salah sasaran.

Namun berbagai kelompok masyarakat tetap menganggap keputusan pemerintah telah membuat beban hidup masyarakat semakin berat. Tarif iuran BPJS Kesehatan yang sekarang juga dinilai tidak berkeadilan, karena masyarakat semakin sulit mengakses pelayanan dengan jaminan kesehatan yang mahal. Penolakan kenaikan bergulir hingga pada 9 Maret 2020 melalui putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran dalam Peraturan Presiden No. 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan Nasional.

Pertanyaan pentingnya apakah keputusan Perpres telah tepat? Apakah kenaikan iuran menciptakan ketidakadilan atau justru meningkatkan keadilan sosial? Apakah layak dana tidak terpakai PBI APBN untuk menutup defisit di PBPU? Kemudian apakah putusan MA dapat mengantarkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia? Hal-hal ini akan dibahas berdasarkan data yang ada di DaSK (Dashboard Sistem Kesehatan) di www.kebijakankesehatanindonesia.net.

  Tujuan

  1. Memahami aplikasi prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam JKN yang seharusnya terjadi.
  2. Untuk memahami dilema kenaikan tarif iuran jaminan kesehatan dari berbagai sudut pandang.
  3. Untuk memperluas pandangan mengenai kenaikan tarif iuran jaminan kesehatan, berbasis data.
  4. Untuk memahami upaya bangsa pasca keluarnya putusan MA tentang Tarif Iuran PBPU BPJS.

  Pemantik

  1. M Faozi Kurniawan dan Tri Aktariyani, Peneliti Kebijakan JKN PKMK FK-KMK UGM
  2. Eko Prasetyo, Social Movent Institute
  3. Serikat Pekerja Yogyakarta
  4. BPJS Kesehatan*

  Hasil

Dari diskusi diharapkan menghasilkan beberapa hal, yaitu:

  1. Meluasnya sebaran data mengenai kebijakan JKN atau BPJS Kesehatan yang dimiliki oleh PKMK FK-KMK UGM.
  2. Mencari solusi pasca terbitnya keputusan MA.

Peserta yang diharapkan hadir:

  1. Aliansi Buruh Yogyakarta
  2. Aliansi Masyarakat untuk Akses Keadilan – DIY
  3. BEM FKKMK UGM
  4. DEMA FISIPOL UGM
  5. DEMA Justicia UGM
  6. Federasi Serikat Mandiri (FSPM) DIY
  7. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
  8. LBH Yogyakarta
  9. LSM Gunungan
  10. MAP Corner UGM
  11. Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Managemen Asuransi Kesehatan FK-KMK UGM
  12. Rekan Media
  13. Rifka Annisa
  14. Serikat Buruh Kerakyatan
  15. Yayasan SATUNAMA Yogyakarta.

  Waktu dan agenda Kegiatan

Hari, tanggal : kamis, 12 Maret 2020
Pukul : 13.00 - 16.10 WIB
Tempat : Common Room, Lt. 1 Gedung Penelitian dan Pengembangan FK-KMK UGM

Rundown Acara

Waktu Kegiatan Pemantik
13.00 – 13.10

Pembukaan
BPJS dan Keadilan Sosial bagi seluruh bangsa Indonesia: antara kebijakan populis dan realita keuangan negara.

materi

Prof. Laksono Trisnantoro
Sesi I: Situasi sebelum Keputusan MA
13.10 – 13.25 Eksistensi BPJS Kesehatan untuk masyarakat tidak mampu Eko Prasetyo, Direktur Social Movement Institute
13.25 – 13.40 Dampak kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan kesejahteraan hidup pekerja (buruh)

Aliansi Buruh Yogyakarta

13.40 – 13.55

Proyeksi Keuangan BPJS sebelum keputusan MA: Apakah dapat mencapai Keadilan Sosial?
Pendekatan berbasis data melalui DaSK

materi

M Faozi Kurniawan
Tri Aktariyani
13.55 – 14.30 Diskusi
Sesi II: Proyeksi Pasca Keputusan MA
14.30 – 14.45

Proyeksi Keuangan BPJS setelah keputusan MA: Apakah akan menurunkan prinsip Keadilan Sosial?
Pendekatan berbasis data melalui DaSK

materi

M Faozi Kurniawan
Tri Aktariyani

14.45 – 15.45

Pembahasan dan Diskusi

Pembahas

  • Dinas Kesehatan DI Yogyakarta
  • Didik Kusnaini, Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran, Kementerian Keuangan
  • BPJS Kesehatan*
15.45 – 16.00

Penutupan
Whats next ?

Prof. Laksono Trisnantoro

materi

 

 

  Narahubung

Tri Muhartini
Tlpn/Hp: 0274 549425 / 089693387139
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

Twitter
Twitter
Facebook
Whatsapp
share with Whatsapp
Telegram
share with Telegram
Email
Send by email
powered by social2s
10 Dec2019

Reportase Pertemuan Jejaring Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Balitbangkes Kemenkes RI

Posted in agenda

Jakarta, 5 - 7 Desember 2019

10des 5

Sesi 1
Hasil Penelitian dan Pengembangan Kesehatan sebagai Rujukan Kebijakan Kesehatan 

Materi ini disampaikan oleh Kepala Badan Litbangkes membuka sesi dengan isu kesehatan masyarakat yang saat ini dan masa mendatang akan menjadi target program serta kebijakan pemerintah. Isu - isu tersebut, yaitu peningkatan upaya promotif dan preventif, penurunan angka stunting, optimalisasi program JKN, pengembangan alat dan obat kesehatan. Kemudian dilanjutkan bahwa sistem penelitian dan pengembangan kesehatan terdiri dari tiga pilar utama, yakni sistem kesehatan nasional, pendidikan dan lembaga penelitian.

Pertemuan Jaringan Penelitian dan Pengembangan Balitbangkes kali ini khusus mengundang akademisi kesehatan masyarakat. Hal ini berbeda dari tahun lalu, dimana kami mengundang berbagai disiplin kesehatan. Tetapi, ternyata sulit menyatukan berbagai ide - ide terbaik yang beragam tersebut. Harapan kami pertemuan ini tidak hanya menjadi ajang silahturahmi semata tetapi ada rencana konkret yang dapat diimplementasikan untuk perbaikan kesehatan, seperti menggali potensi - potensi penelitian yang dapat disinergikan, diskusi berkala dan rencana tindak lanjut.

Litbangkes Kemenkes adalah lembaga riset yang bertujuan untuk memberikan data dan fakta agar dapat diadopsi menjadi kebijakan atau inovasi perbaikan program kesehatan. Menurut data Balitbangkes, 70% penelitian yang dilakukan oleh Litbangkes digunakan untuk kebijakan, dan 30% nya untuk inovasi program kesehatan komunitas. Sesuai komitmen Presiden yaitu peningkatan kebijakan berbasis data akurat. Kegiatan penelitian harus diarahkan pada program prioritas atau CORA (Client Oriented Research Activity). Riset - riset yang dilaksanakan selama ini terbagi menjadi 4 yakni 1) riset kesehatan nasional, 2) riset bidang, 3) riset pembinaan dan 4) riset kompetitif. Harapan Balitbangkes dengan adanya kegiatan ini integrasi perencanaan dan pelaksanaan kebijakan sektor kesehatan melalui peelitian dapat berjalan sesuai Perpres Nomor 79 Tahun2019.

Selama ini penelitian yang dilakukan akademisi cenderung pada jurnal dan sitasi. Hal ini hanya berdampak dari peneliti, bagi peneliti dan oleh peneliti, atau hanya sedikit berperan untuk masyarakat. Masa mendatang kita akan dorong penelitian dan data menjadi dasar pembuatan kebijakan. Memang dalam proses kebijakan kental akan politik. Tetapi, sebagai akademisi kita tidak boleh anti pada politik. Politik hanya alat untuk menghasilkan sebuah kebijakan yang berhasil guna. Apabila diperhatikan di media pun, narasi para politikus cenderung tidak berdasar. Penelitian - penelitian yang akan dikoordinasikan dan diintegrasikan ini akan menjadi indikator kualitas kebijakan. Jadi, tidak hanya pada tahap formulasi kebijakan, tetapi juga evaluasi.

Sebagai infomasi dalam ranah kebijakan ada tiga sifat kebijakan yang bersama - sama bisa kita upayakan perubahannya, yaitu kebijakan yang bersifat strategis (butuh perubahan UU), manajerial (perubahan peraturan pemerintah/ kementerian), dan teknis, seperti contohnya data dari IHME yang menjadi bahan penyusunan RJMN. Sinergisitas kolam pengetahuan dan pengambilan keputusan harus mengalirkan manfaat kepada kesehatan masyarakat. Tentu, tantangan ke depan adalah advokasi. Tidak apa, advokasi adalah sebuah kompetisi bagaimana meyakinkan aktor (pemangku kepentingan dan masyarakat) atas ide/gagasan yang kita susun untuk menyelesaikan permasalahan seperti stunting, AKI, AKB. Perlu diketahui bersama bahwa Indonesia saat ini darurat PTM. Padahal banyak program yang sudah disusun dan dikembangkan. Artinya, masih dibutuhkan inovasi perbaikan program pada sektor kesehatan.

Sesi 2
Peran Kemenristek/BIRN dalam Koordinasi Pelaksanaan Litbangkes di Institusi Pendidikan Tinggi

Kepala BIRN menyampaikan bahwa total biaya penelitian adalah sebanyak 35 Trilyun, dimana 10 Trilyun digunakan untuk riset sedangkan sisanya digunakan untuk membayar peneliti dan biaya operasional. Selain itu, data mencatat bahwa banyak sekali penelitian yang memang secara sah dapat dipertanggungjawabkan pada BPK, tetapi tidak efisien atau overlapping dalam pelaksanaannya, misalnya penelitian padi. Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) digagas oleh Presiden 2017 - 2024 atau untuk menyongsong 100 tahun Indonesia. Menurut hasil penelitian internasional, pada usia satu abad itu, Indonesia diprediksi akan menduduki peringkat atas pertumbuhan ekonomi. Hipotesis ini memang belum tentu tercapai, tetapi ini adalah sebuah harapan, oleh karenanya pemerintah menginginkan penelitian harus terkoordinasi dan terintegrasi bersama oleh BIRN agar mampu menyelesaikan permasalahan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, berkelanjutan dan independen dalam IPTEK.

Meskipun saat ini potret lembaga penelitian yang tersebar di badan/ kementerian/ lembaga pemerintah menunjukkan tumpang tindih, tetapi regulasi telah selesai dibentuk dan siap diimplementasikan untuk integrasi penelitian para akademisi dan lembaga K/L terkait, yang perlu disinergikan yakni pada perencanaan, program, anggaran dan sumber daya. Untuk melaksanakan RIRN, kementerian menyusun dan menetapkan prioritas riset nasional yang berlaku selama lima tahun, meliputi fokus riset untuk setiap bidang, topik riset, target pencapaian, tema riset, institusi pelaksanan dan rencana alokasi anggaran.

10des 1

Munculnya Lembaga BIRN tentu patut disambut optimis untuk iklim dunia penelitian mendatang. Tetapi, terkait penelitian sektor kesehatan yang telah diatur secara khusus dalam Pasal 42 dan Pasal 50 UU Nomor 36 Tahun2009 tentang Kesehatan, selama ini Balitbangkes terus berupaya untuk mengarahkan program penelitian kepada program prioritas nasional (kesehatan). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, telah merancang sebuah dashboard penyediaan data terpadu. Dashboard tersebut rencananya akan menampilkan data internal (kemenkes), eksternal (kementerian keuangan, BPJS, dan sebagainya) dan akan mencermati sentimen media sosial terhadap isu kesehatan. Data - data yang disajikan harus memenuhi standar Validity, Objectivity, Availability, dan Reality (VOAR).

10des 1

Sesi 3 Diskusi Kelompok

Beberapa diskusi yang berlangsung diringkas sebagai berikut,
“Kampus belum mempunyai program sinergi yang menghubungkan penelitian kemenristek BRIN dengan kementerian kesehatan. Selanjutnya perlu dijelaskan form untuk mengontrol Dashboard Satu Data yang disediakan oleh Pusdatin – Kemenkes. Sebagai catatan data Riskesdas seringnya tidak sesuai dengan yang ada di lapangan/ kondisi. Penelitian - penelitian ke depan diharapkan menguatkan metode kualitatif, karena semua tidak bisa diwakilkan dengan angka - angka. Indonesia memiliki etnografi dan social ekonomi yang bervariasi. Selain itu, beberapa hasil penelitian mengungkapkan dua penyebab terbesar stunting yakni tidak mencukupi nutrisi yang dibutuhkan tubuh menurut kesehatan masyarakat dan asap rokok oleh peneliti ekonom. Kita mengetahui bersama bahwa sektor kesehatan dipengaruhi 70% faktor eksternal dalam keberhasilan program dan kebijakannya. Kampus - kampus diyakini telah banyak menuliskan solusi dari persoalan kesehatan masyarakat. Tetapi, bagaimana tindak lanjut agar solusi tersebut dapat dirumuskan sebagai kebijakan. Penulisan rekomendasi kebijakan itu juga harus menjadi perhatian. Ranah universitas sulit menjangkau agenda setting, karena itu berada pada tatanan eksekutif dengan legislatif.

10des 3

Sesi 4 Hasil Pleno Diskusi

Berdasarkan diskusi bersama dirangkum bahwa dalam integrasi penelitian untuk utilisasi yang sebesar - besarnya menjadi kebijakan perbaikan kesehatan masyarakat. Potensi - potensi yang dapat digunakan dalam ranah perguruan tinggi ialah pusat studi, PBL, skipsi/ tesis/ disertasi, kurikulum, kemampuan analisis dan SDM. Sedangkan, peran dari perguruan tinggi yakni pendampingan wilayah kabupaten/ kota terhadap data rutin serta analisisnya untuk menjadi program/ kebijakan perbaikan kesehatan. Penyediaan media literasi atau komunikasi yang telah digagas UGM melalui Data Sistem Kesehatan Nasional (DaSK) sebagai medium penyampaian rekomendasi kebijakan bagi pemangku kepentingan maupun khalayak umum. Untuk rencana aksi dalam diskusi ini antara lain membuat forum pertemuan untuk mendiskusikan validitas data - data dan controlling Dashboard Kemenkes, merancang Pub Med versi Indonesia, penyediaan payung hukum peneliti bersama industry dalam menciptakan inovasi alat atau produk kesehatan lainnya.

10des 4

Berdasarkan pertemuan jaringan penelitian dan pengembangan kesehatan, tindak lanjut yang akan dilakukan PKMK FK - KMK UGM sebagai berikut:

  1. Menjalin kerja sama bersama Balitbang Kemenkes RI untuk merancang riset tematik dan operasional agar mampu meningkatkan penggunaan data akurat sebagai dasar pembentukan kebijakan.
  2. Mendiseminasikan Data Sistem Kesehatan Nasional (DaSK) yang telah dikembangkan sejak 2018 ke Pusdatin, Balitbangkes Kemenkes dan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat yang hadir dalam pertemuan
  3. Mengajak kemitraan berbagai perguruan tinggi untuk melakukan analisis kebijakan kesehatan melalui webinar
  4. Mengkonsep pelatihan penulisan Policy Brief untuk perbaikan kebijakan kesehatan
  5. Pengembangan DaSK untuk menjadi corong informasi dan rekomendasi kebijakan tingkat pusat maupun lokal daerah.

Reporter: Tri Aktariyani

10des 5

 

 

 

Twitter
Twitter
Facebook
Whatsapp
share with Whatsapp
Telegram
share with Telegram
Email
Send by email
powered by social2s
29 Oct2019

Posted in agenda

Reportase ISQua’s 36th International Conference 
Innovate, Implement, Improve: Beating the Drum for Safety, Quality, and Equity

Cape Town, 20-23 Oktober 2019 

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan berkesempatan untuk menghadiri konferensi internasional yang diselenggarakan oleh International Society for Quality in Health Care (ISQua) ke - 36. Helatan ini diselenggarakan di Cape Town International Convention Centre dan berlangsung pada 20-23 Oktober 2019. Dengan mengusung tema Innovate, Implement, Improve: Beating the Drum for Safety, Quality, and Equity, helatan ini ingin menyerap semangat dari budaya Afrika untuk menginspirasi inovasi - inovasi besar melalui pemikiran kreatif dan kemajuan dengan menggunakan teknologi. Konferensi ini merupakan agenda internasional yang sangat besar, mewadahi 500 poster dan 250 presentasi dengan pembicara dari 40 negara dan diselenggarakan secara bersama - sama oleh ISQua, The Council of Health Service Accreditation of Southern Africa (COHSASA), dan Mediclinic.

  • Pra Konferensi
  • Hari Pertama
  • Hari Kedua
  • Hari Ketiga

Pra Konferensi

Minggu, 20 Oktober 2019

Hari pertama rangkaian kegiatan ISQua ke - 36 diawali dengan beberapa seri pra konferensi. Pra konferensi ini merupakan agenda tambahan yang dipersiapkan panitia untuk mewadahi perwakilan dari berbagai negara agar dapat berbagi pengalaman dan mendalami isu - isu sektor mutu layanan kesehatan.

Terdapat tujuh seri pra konferensi, yang pertama terkait pentingnya evaluasi eksternal dalam meningkatkan kepuasan dan keselamatan pasien serta untuk mencapai tujuan - tujuan klinis. Sesi ini diisi oleh, antara lain, Ryan Swiers, David Greenfiels, Jeffrey Braithwaite, dan Carsten Engel. Para pembicara menilai pentingnya akreditasi dan akreditasi seperti apa yang mampu membantu meningkatkan kinerja sebuah rumah sakit. Evaluasi eksternal dinilai akan lebih bermakna dan mampu membawa perbaikan apabila turut melibatkan pasien, pengguna layanan, dan keluarga mereka.

Sesi kedua membahas masyarakat praktisi Afrika dimana para pembicara dari berbagai negara di regional Afrika berbagi beragam pengalaman inovasi kesehatan yang telah mereka lakukan di negara masing - masing, serta bagaimana inovasi tersebut mampu membantu menyelesaikan kesulitan dan tantangan yang mereka alami.

Di sesi ketiga, para pembicara memperkenalkan berbagai elemen kunci, peluang, dan tantangan dalam perencanaan mutu untuk membuat perbaikan dalam kualitas pelayanan kesehatan yang berpusat pada pasien. Sesi ini diselenggarakan bersamaan dengan sesi keempat yang menekankan penggunaan patient reported outcome (PRO) untuk membawa suara pasien ke dalam penyelenggaraan layanan kesehatan yang terbukti dapat meningkatkan kemitraan klinisi - pasien, tujuan - tujuan kesehatan, dan nilai layanan kesehatan. Peserta dibekali dengan pengetahuan mengenai aplikasi PRO di berbagai negara, teknik implementasi PRO dengan pendekatan praktis bertahap (stepwise practical approach), dan berdiskusi dengan sesama peserta mengenai bagaimana mengimplementasikan PRO dalam setting pekerjaan masing - masing peserta.

Paralel dengan semua sesi sebelumnya, sesi kelima merupakan sesi prakonferensi paling meriah karena di sesi ini perwakilan - perwakilan dari regional Afrika, Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, Amerika, dan Pasifik Barat mempresentasikan produk - produk inovasi mutu di negara mereka masing - masing dalam sesi bertajuk “ISQua First Quality Competition.” Sesi ini berlangsung dari pagi hingga sore dan mendapat sambutan antusias dari peserta konferensi.

Sesi pra konferensi yang keenam berbentuk lokakarya dengan tema “Developing Quality Improvement Skill Workshop,” yang mengajak peserta untuk belajar bagaimana menyatukan ide - ide peningkatan mutu ke dalam praktik sehari - hari berdasarkan Deming’s Profound Knowledge.

Sesi prakonferensi terakhir diselenggarakan oleh WHO untuk membahas isu mengenai pengurangan kejadian bahaya yang terkait dengan proses pengobatan. WHO dalam kesempatan ini menginisiasi WHO Global Patient Safety Challenge dengan medication without harm sebagai topik utamanya.

Hari pertama diakhiri dengan acara ramah tamah yang diinisiasi oleh pengurus ISQua untuk menjamu tamu - tamu yang telah datang untuk hadir dalam helatan konferensi internasional ISQua yang ke - 36 ini. Konferensi akan secara resmi dimulai esok harinya dan para peserta sudah penasaran akan ada ide - ide apa yang didatangkan dalam konferensi ini.

 

Hari Pertama

Senin, 21 Oktober 2019

isq1

Konferensi dibuka pada pukul 8.30 SAST, diawali dengan pementasan tarian tradisional, paduan suara anak - anak, dan pidato pembukaan dari Menteri Kesehatan Afrika Selatan, Dr. Zweli Mkhize; Ronnie van der Merwe (dari Mediclinic); dan penerima anugerah John Ware and Alvin Tarlov Career Achievement Award, Albert Wu. Sambutan presiden ISQua, Wendy Nicklin, menjadi penanda dibukanya konferensi internasional ISQua yang ke - 36.

Dengan adanya ratusan presentasi dan poster yang diterima oleh panitia konferensi, hari pertama berlangsung cukup padat dengan banyak sesi paralel yang berlangsung. Panitia juga mengadakan beberapa sesi pleno dengan beberapa isu yang menarik banyak peserta untuk berpartisipasi. Sesi-sesi pleno di hari pertama ini sebagian besar bertemakan penggunaan data untuk meningkatkan mutu, meningkatkan keamanan (safety), menjaga biaya, dan mengestimasi outcome serta untuk memicu inovasi, perbaikan, dan implementasi.

Salah satu sesi pagi yang kami ikuti bertemakan “Managing Quality and Containing Costs in Private Healthcare Funded Programs.” Barry Childs, pembicara pertama di sesi ini memamerkan penggunaan data - data di rumah sakit untuk membuat sebuah visualisasi benchmark untuk memantau bagaimana mutu pelayanan dan biaya yang dikeluarkan rumah sakit. Barry menekankan pentingnya visualisasi ini untuk memonitor status mutu yang dijalankan oleh sebuah rumah sakit dan merupakan insight berharga bagi pengembangan strategis dalam peningkatan mutu RS ke depannya. Meski demikian, tantangan terberat, ujarnya, datang dari buruknya kualitas data sehingga perlu digunakan beberapa proxy untuk menggambarkan suatu indikator yang ingin diketahui.

Masih di sesi yang sama, Morgan Chetty mengemukakan pentingnya peer review atau yang ia sebut dalam kasus pelayanan kesehatan sebagai peer mentoring. Peer review atau peninjauan praktik profesi oleh sesama profesional menurutnya merupakan bagian penting dalam pemeliharaan dan penguatan kapasitas klinis dan profesional tenaga medis. Para tenaga medis yang terlibat dalam skema peer review ini diajari mengenai kemampuan negosiasi, isu - isu etis dalam pelayanan kesehatan, pemantauan yang efisien dan efektif biaya, serta ide - ide mengenai manajemen aktuarial data, pengaturan risiko, dan berbagai topik klinis dari panduan terbaru.

Sesi lain yang berlangsung hari ini adalah i yang disponsori oleh PharmAccess, sebuah perusahaan yang bergerak di pengembangan teknologi digital untuk pelayanan kesehatan, terutama penyediaan akses layanan kesehatan yang lebih baik untuk orang - orang di negara - negara Afrika. Salah satu produk PharmAccess adalah M-TIBA yang diluncurkan di Kenya. M-TIBA yang terkoneksi dengan skema asuransi kesehatan pemerintah CarePay merupakan platform dompet elektroinik yang memfasilitasi jalannya cakupan kesehatan semesta di Kenya. Peserta CarePay menggunakan M-TIBA untuk mendapatkan asuransi, menyimpan uang, membayar pelayanan kesehatan keluarga, bahkan membantu pemerintah mensubsidi pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu dengan cara yang langsung dan transparan.

Sesi lainnya berbicara mengenai keamanan pasien (patient safety) yang dibawakan oleh para pembicara dari Amsterdam University Medical Center yang memperkenalkan metode FRAM Functional Resonance Analysis Method (FRAM). Hadirnya FRAM diinisiasi oleh ide yang dicetuskan Erik Hollnagel, bahwa fokus pada mencegah terjadinya adverse outcomes atau kesalahan yang timbul dari suatu praktik pelayanan kesehatan, atau yang ia sebut sebagai Safety - I, tidak cukup untuk mengatasi kompleksitas sistem kesehatan dimana banyak masalah yang tidak terdefinisikan dapat muncul begitu saja. Karenanya selain melakukan mitigasi risiko yang berfokus pada kejadian tidak diinginkan, pelayanan kesehatan seharusnya juga memastikan bahwa segala hal yang berlangsung sehari - hari dalam lingkup layanan kesehatan berjalan dengan baik dan sehat. Pendekatan ini ia sebut Safety - II. FRAM membantu menyediakan kerangka kerja untuk menganalisis proses sehari - hari dalam menjaga kualitas pelayanan dengan mempertimbangkan komplikasi suatu proses terhadap proses lainnya. FRAM juga memastikan pelayanan kesehatan dapat mengumpulkan data yang tepat dan apa yang perlu dilihat dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan.

Terdapat banyak sesi yang menarik sekaligus membuka mata kita mengenai bagaimana mengelola mutu kesehatan oleh banyak pembicara dari berbagai sudut pandang. Sesi pleno terakhir dibawakan oleh Margaret Kruk dan Laetitia Rispel. Mereka berbicara mengenai pengembangan sistem kesehatan bermutu tinggi dan apa yang perlu dilakukan untuk mencapainya. Mereka mengusulkan empat kemungkinan intervensi: mengatur dengan kualitas sebagai tujuan, desain ulang pemberian layanan yang berfokus pada mutu, mentransformasi tenaga kerja dengan pendidikan klinis berbasis kompetensi, dan memicu permintaan akan kualtias dengan mengedukasi masyarakat mengenai hak - hak kesehatan mereka. Pleno ini memberikan temuan dan rekomendasi mengapa intervensi - intervensi tersebut perlu untuk dilakukan (artikel mengenai sistem kesehatan bermutu tinggi dapat diperoleh di sini). Pleno ini sekaligus menutup kegiatan konferensi di hari pertama.

 

Hari Kedua

Selasa, 22 Oktober 2019

isq2 

Sorotan pada hari kedua dapat ditemui di sesi pleno pertama. Sesi ini diisi oleh Paul Batalden dan Rocco Perla. Paul Batalden membuka presentasinya dengan pertanyaan yang menghentak mengenai berapa banyak sebenarnya keuntungan yang kita peroleh dari memandang pelayanan kesehatan sebagai sebuah enterprise atau usaha komersial di mana kata - kata seperti sistem, proses, hubungan pelanggan - penyuplai, unwanted variation, atau resiliensi merupakan fokus dalam perkembangan sebuah pelayanan kesehatan? Cara berpikir tersebut, ia sebut sebagai Quality 2.0, telah membawa perubahan yang besar dalam pelayanan kesehatan dalam beberapa dekade terakhir, tetapi apakah cara berpikir tersebut akan tetap efektif dalam beberapa dekade ke depan? Paul mengajak peserta untuk berpikir lebih dalam mengenai apa yang dimaksud “service” dan “value” dan bagaimana “service” berbeda dengan “product”. “Service”, menurutnya, selalu di koproduksi oleh beberapa pihak dengan satu atau lain cara. Jika kita melihat layanan sebagai sebuah “service”, ia seharusnya merupakan koproduksi oleh berbagai pihak yang terlibat dimana pasien dan dokter merupakan pusat dari interaksi tersebut. Koproduksi ini melahirkan sebuah “value” atau nilai bagi sebuah produk atau layanan. Koproduksi mengajak kita untuk melihat ulang peran dari kedua pihak tersebut dan bagaimana mereka dapat saling bekerjasama untuk melahirkan sebuah layanan yang bernilai dan maksimal baik untuk pasien maupun dokter.

Rocco Perla menimpali apa yang disampaikan Paul Batalden dengan cerita pribadinya. Rocco menceritakan pengalamannya saat masih bekerja di Medicare. Di salah satu perjalanannya, ia berbicara dengan sopir taksi dan di tengah obrolan ia mengatakan bahwa ia bekerja di Medicare. Si sopir taksi, mendengar hal tersebut mengatakan pada Rocca, “Medicare has failed me (Medicare mengecewakan saya).” Sang sopir merupakan korban dimana upaya untuk mengefisiensikan biaya yang dirancang oleh pemerintah membuatnya tidak dapat terlindungi pengeluaran katastrofik dari operasi pinggang yang membuatnya harus menanggung hutang yang sangat besar. AS dan banyak negara lainnya menganut paham Triple Aim yaitu memperbaiki layanan medis, meningkatkan kesehatan, dan mengurangi biaya. Meski telah begitu banyak energi, inovasi, dan uang diinvestasikan dalam meningkatkan kualitas layanan medis dan mengurangi biaya, tujuan untuk meningkatkan kesehatan terbengkalai. Rocco menyebutkan bahwa metode - metode yang kita gunakan, pertanyaan - pertanyaan yang diajukan, data yang kita peroleh untuk menjawabnya, pilihan yang kita ambil karenanya memprioritaskan biaya dan pelayanan dengan mengorbankan kesehatan. Rocco mengambil contoh bagaimana status kesehatan di Amerika Serikat semakin memburuk tiap tahunnya. Ia secara tidak sengaja menemukan grafik yang menunjukkan meningkatnya warga Amerika yang kelaparan tiap tahunnya sejak resesi ekonomi 2008. Hal ini tidak pernah ia lihat saat ia bekerja di Medicare, dan hal tersebut tidak akan begitu diperhatikan oleh Medicare bahkan departemen kesehatan karena mereka menganggap bahwa lingkup kebijakan mereka hanya pada penyediaan layanan kesehatan. Rocco mengajak peserta untuk bertanya dan berpikir kembali, seperti inikah seharusnya sebuah upaya kesehatan? Rocco mengamini bahwa koproduksi seharusnya menjadi sebuah upaya untuk memastikan pasien mendapatkan “kesehatan” dan bukan hanya layanan kesehatan. Hal ini tentunya membawa konsekuensi pada sebuah tuntutan bagi perubahan sistem kesehatan yang lebih integratif dan tidak hanya melibatkan lembaga yang secara tradisional mengurusi kesehatan.

isq5

Kedua presentasi tersebut membawa semangat yang merupakan tema padfa hari kedua ini: koproduksi. Membuat sebuah value memerlukan kerjasama dari banyak pihak. Hal tersebut turut ditekankan dalam presentasi yang dibawa oleh Insan Rekso Adiwibowo, peneliti PKMK FK-KMK UGM yang menceritakan mengenai aktivitas Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Pandu - PTM). Pandu - PTM ialah program Kementerian Kesehatan yang merupakan adaptasi dari WHO Package of Essential Non-communicable Diseases Intervention (WHO - PEN) di dalamnya mencakup kerangka menyeluruh dari deteksi kasus, penentuan faktor risiko, perawatan, monitoring, hingga penghitungan biaya di level puskesmas. Indonesia mengadaptasi kerangka ini dalam konteks Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dimana masyarakat diajak untuk turut berkoproduksi dalam deteksi kasus dan identifikasi faktor risiko melalui kegiatan Posbindu - PTM. Insan memberikan evaluasi dari penyelenggaraan Pandu - PTM dengan contoh kasus puskesmas - puskesmas Pandu - PTM di Kulon Progo melalui riset yang dilakukan bersama Shita Listyadewi dan Yodi Mahendradhata, disponsori oleh Kemenkes RI serta WHO. Dari riset tersebut, Insan mengemukakan bahwa dalam mengukur dan mengevaluasi kualitas tidak cukup dilakukan hanya dengan melakukan observasi pelayanan yang diberikan oleh dokter atau dengan melakukan tes terhadap pengetahuan dokter, tetapi juga menyelidiki pengalaman pasien dalam menerima layanan. Triangulasi ini penting agar ketidaksesuaian layanan dapat dilihat dan bagaimana sistem terlibat di dalamnya.

Berbagai sesi diselenggarakan dengan membahas bagaimana peran koproduksi dalam layanan kesehatan semesta, mengeksplorasi penghalang dalam mencapai akses universal terhadap layanan kesehatan primer yang terkoproduksi, serta berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai koproduksi dalam layanan kesehatan. Hari kedua ditutup dengan sesi pleno yang menekankan pentingnya kepemimpinan dalam membawa implementation change dalam kualitas dan keamanan.

 

Hari Ketiga

Rabu, 23 Oktober 2019

isq3

Hari ketiga ditandai dengan presentasi oleh Erik Hollnagel dan Tommaso Bellandi yang mengajak peserta melihat lebih dalam mengenai kemananan pasien (patient safety) dari faktor manusia dan bagaimana pemahaman ini dapat membangun resiliensi dalam sistem. Dengan memberikan contoh berbagai penelitian dan inovasi mengenai Human Factors and Ergonomics (HFE) dalam level makro, meso, maupun mikro serta bagaimana inovasi tersebut mampu membuat sistem yang lebih baik.

Konferensi ISQua ke - 36 di hari ketiga ini bertemakan keamanan pasien. Panitia mengadakan sesi - sesi bertajuk Leraning Journeys di mana peserta dapat mempelajari mengenai isu keamanan pasien dalam tiga level, pemula (begginner), menengah (intermediate), dan lanjut (advanced). Di sesi pemula, peserta diajak untuk menyimak mendefinisikan keamanan pasien dan berbagai pendekatan dalam keamanan pasien dan sains yang mendasarinya. Sesi yang dipandu oleh Sara Albolino ini juga mengajak peserta untuk mengeksplorasi keamanan dari perspektif pasien dan memperkenalkan tools kunci yang digunakan dalam kemanan pasien.

Sesi learning journeys mengenai keamanan pasien level menengah mencoba menggali prioritas - prioritas kunci apa yang menandai keamanan pasien di dunia dan merefleksikan pengaruh konteks serta budaya dalam kemanan pasien. Peserta diajak untuk membentuk jejaring keamanan pasien yang dapat dibentuk di negara - negara yang memiliki prioritas dan pengalaman yang serupa dan saling belajar mengenai best practice dari satu sama lain. Sesi ini memberikan kesempatan pembicara dari Amerika Latin untuk menceritakan kesuksesan penyebaran strategi peningkatan mutu pelayanan sebagai saran untuk pembelajaran peserta mengenai aspek yang dapat ditingkatkan untuk mempercepat peningkatan mutu pelayanan di negara masing - masing.

Learning journeys level lanjut berpusat pada debat mengenai bagaimana cara untuk memperoleh strategi keamanan pasien yang baik, apakah dengan implementation science ataukah improvment science. Sementara improvement science merujuk pada upaya level sistem untuk meningkatkan mutu, keamanan, dan nilai pelayanan kesehatan, implementation science berfokus pada upaya sistematis untuk mengangkat intervensi berbasis bukti ke dalam praktik dan kebijakan. Para pembicara berpendapat bahwa kedua terminologi tersebut sebenarnya memiliki tujuan yang sama dan bagaimana keduanya dapat digunakan untuk membuat layanan kesehatan lebih aman. Peserta diajak mengevaluasi argumen yang mendukung dan menolak baik improvement science maupun implementation science dan bagaimana mensintesiskan kedua pendekatan tersebut untuk mendapatkan metode terbaik dalam menghasilkan pelayanan kesehatan yang lebih aman.

isq4

Pada sesi penutup, panitia mengundang Claire Coetzee dari angkatan bersenjata Afrika Selatan untuk berbagi pengalaman mengenai mutu dan keamanan yang dilakukan seorang pilot helikopter militer. Sebagai seorang pilot militer, Claire seringkali menghadapi situasi - situasi sulit yang dapat mengancam nyawa dan sangat berbahaya. Claire dituntut untuk dapat melakukan pendaratan yang sulit, melakukan beberapa tugas yang membutuhkan kemampuan mengemudikan helikopter yang tinggi. Claire pun diharuskan dapat berkomunikasi dengan orang - orang dari berbagai negara dalam berbagai misi PBB yang ia jalankan dimana hal tersebut vital untuk koordinasi strategi dan menjamin keamanan misi. Claire menyebut tiga hal utama yang ia pelajari dari pengalamannya sebagai pilot militer, yaitu: pengetahuan adalah kekuatan, komunikasi merupakan kunci, dan berlatih, berlatih, berlatih. Menurutnya keamanan hanya dapat diperoleh ketika seseorang memiliki pengalaman yang memadai. Setiap orang yang menempati kursi pilot harus dipersenjatai dengan informasi, pengetahuan, pelatihan, keterampilan, dan penilaian untuk dapat menguasai pesawat terbang dengan utuh beserta seluruh komponen dan sistemnya dan berbagai situasi yang dapat secara bersamaan dan berkelanjutan terjadi selama penerbangan. Hal ini juga berlaku dalam hal penyediaan layanan kesehatan, ujarnya.

Setelah presentasi tersebut, presiden ISQua Wendy Nicklin menutup acara dengan memberikan beberapa ide - ide kunci yang muncul selama konferensi ISQua ke - 36 ini, dari peningkatan kualitas SDM kesehatan melalui pendidikan dan lingkungan kerja yang nyaman, koproduksi, peran teknologi dalam kesehatan, bagaimana seringkali metode membutakan kita dari melihat perbedaan antara kesehatan dan pelayanan kesehatan, bagaimana membentuk budaya mutu, hingga pentingnya untuk merayakan kesuksesan dan mendengarkan pasien. Kesemuanya, ujarnya, merupakan bagian dalam satu perjalanan menuju kualitas kesehatan yang lebih baik. Pernyataan tersebut menandai berakhirnya konferensi ISQua ke-36 ini.

 

Reporter: Insan Rekso Adiwibowo, perwakilan PKMK UGM menghadiri konferensi IsQUA 2019 di Cape Town (20 – 23 Oktober 2019)

 

Twitter
Twitter
Facebook
Whatsapp
share with Whatsapp
Telegram
share with Telegram
Email
Send by email
powered by social2s
22 Oct2019

Penelitian Kebijakan

Posted in agenda

Hasil penelitian JKN

Materi PPT Bappenas

Materi Diseminasi Nasional, 31 Januari 2019



 

Twitter
Twitter
Facebook
Whatsapp
share with Whatsapp
Telegram
share with Telegram
Email
Send by email
powered by social2s
22 Oct2019

Hasil Monitoring JKN

Posted in agenda

Arsip terkait dengan monitoring dan evaluasi JKN

  1. Laporan Monitoring Kebijakan JKN Tahun 2014
  2. Laporan Monitoring Kebijakan JKN Tahun 2015
  3. Laporan Monitoring Kebijakan JKN Tahun 2016
  4. Laporan Monitoring Kebijakan JKN Tahun 2017

 

 

 

 

 

Twitter
Twitter
Facebook
Whatsapp
share with Whatsapp
Telegram
share with Telegram
Email
Send by email
powered by social2s

More Articles ...

  • Pelatihan Blended Learning Analisis Kebijakan
  • Reportase High Level Consultation On Innovations For Universal Health Coverage Asia Africa Perspective
  • 18
  • 19
  • 20
  • 21
  • 22
  • 23
  • 24

jadwalbbc

oblbn

banner dask

review publikasi

maspkt


reg alert

Memahami tentang

  • Sistem Kesehatan
  • Kebijakan Keluarga Berencana
  • Health Policy Tool
  • Health System in Transition Report

Arsip Agenda

2022  2023  2024

2019  2020  2021

2018  2017  2016

2015  2014  2013

2012  

Facebook Page

Copyright © 2019 | Kebijakan Kesehatan Indonesia

  • Home
  • Tentang KKI
    • Visi & Misi
    • JKKI
    • Hubungi kami
  • publikasi
    • E-Book
    • Artikel
    • Hasil Penelitian
    • Pengukuhan
    • Arsip Pengantar
  • Policy Brief
  • Pelatihan
  • E-library