Reportase Hari Kedua Sesi Pagi

Kamis, 8 November 2018

Rangkuman kegiatan Hari Pertama

Rangkuman Fornas JKKI VIII Hari Pertama

rangviii

Membuka Fornas hari kedua, Laksono Trisnantoro didampingi Faozi Kurniawan menyampaikan rangkuman kegiatan selama hari pertama berlangsung. Sebagai narasumber, Laksono menegaskan pada pertemuan pertama kemarin banyak menyampaikan hasil penelitian evaluasi JKN berdasarkan realist evaluation. Penelitian - penelitian tersebut yang harus digarisbawahi adalah yang memiliki prinsip - prinsip yang dipergunakan dalam evaluasi. Bukti yang dipergunakan merupakan bukti yang benar - benar bermutu. Dengan bukti yang bermutu maka rekomendasi yang disampaikan kepada pembuat kebijakan akan menjadi rekomendasi yang bermutu. Prinsip yang kedua adalah komunikasi riset yang lebih efektif.

Komunikasi ini merupakan proses advokasi peneliti kepada pengambil kebijakan. Hal tersebut merupakan seni yang harus dipelajari oleh analis kebijakan, karena dalam proses komunikasi ini analis harus bisa menjalin relasi yang tidak mengurangi independensi analis. Akan tetapi, faktor independensi juga tidak boleh menjadi penyekat antara peneliti dengan pengambil kebijakan. Prinsip ketiga adalah pembelajaran untuk riset yang lebih baik, pengembangan penelitian bisa mengacu kepada buku kebijakan “Evidence Syntheses for Health Policy and Systems: A Methods Guide”. Buku tersebut merupakan buku baru (terbit 2018) yang mungkin bisa dibedah untuk dijadikan sebagai referensi penelitian selanjutnya.

Dalam hal penelitian evaluasi ini, Laksono juga mengangkat mengenai independensi peneliti. Sumber pendanaan penelitian akan mempengaruhi independensi hasil penelitian. Mengingat pemberi dana memiliki kepentingan terhadap hasil penelitian yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari kontrak awal, ketika kontrak awal ada indikasi untuk sensor atau membatasi publikasi hasil penelitian, maka indikasi hasil penelitian akan kurang independen.

Dalam sesi diskusi, Dumilah menanggapi mengenai independensi peneliti ini. Independensi peneliti harus pintar diolah dengan rasa seni. Peneliti jangan menjaga jarak dengan pembuat kebijakan tapi juga jangan terlalu dekat. Independensi bersifat dinamis, fleksible sesuai dengan waktu.

materi dapat di akses pada link berikut

  klik disini   video

 

Link Terkait:

 

 

Reportase South-East Asia Biennal Conference On Population And Health 2018

8 November 2018

sesi 1

Opening Ceremony

PKMK - Malang. Pembukaan South-East Asia Biennal Conference on Population and Health dimulai dengan sambutan oleh Professor Saseendan Pallikadavath dari PB Center, University of Portsmouth United Kingdom. Professor Saseendan menyampaikan gambaran mengenai populasi di Asia Tenggara, dimana Indonesia memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu 263 juta dan Brunnei Darussalam dengan jumlah populasi yang paling sedikit yaitu kurang dari satu juta penduduk. Beberapa permasalahan terkait kependudukan di Asia Tenggara adalah: bonus demografi di beberapa negara termasuk Indonesia, meningkatnya populasi orang tua atau ageing population beserta permasalahannya. Saat ini persentasi populasi penduduk berusia lebih dari 65 tahun tertinggi di Asia Tenggara ada di Singapura yaitu 12% sedangkan di Indonesia terdapat 5.3% dari populasi yang ada. Saseendan juga membahas sekilas mengenai kondisi penyakit yang mempengaruhu kualitas hidup suatu negara seperti Non-Communicable Diseases. Oleh karena itu, konferensi ini dipandang sangat penting untuk membahas tentang isu - isu terkait kesehatan populasi di Asia Tenggara.

Prof. Dr. Ir Nuhfil Hanani AR., MS., Rektor Universitas Brawijaya menyampaikan selamat datang dan mengungkapkan kebanggaannya terhadap Universitas Brawijaya Malang sebagai tuan rumah dari konferensi berbasis Internasional ini. Nuhfil berharap kerja sama antar institusi, baik itu institusi pemerintah maupun pendidikan. Sambutan berikutnya diberikan oleh Paul Smith OBE, Director British Council, Indonesia yang menyatakan bahwa tujuan dari konferensi ini untuk membawa dampak bagi pertumbuhan sosial dan ekonomi bangsa, dimana masing - masing negara bisa saling belajar satu sama lain. Selanjutnya secara resmi, konferensi ini dibuka oleh Kepala BKKBN Indonesia, Dr. Sigit Priohutomo, MPH. Dalam sambutannya, Sigit mengungkapkan konferensi ini diharapkan dapat menciptakan diskusi serta solusi pemecahan masalah kependudukan dan kesehatan di Asia Tenggara.

“Kegiatan ini berfungsi sebagai sarana diskusi, kolaborasi dan kerja sama para akademisi dan praktisi yang mengkaji isu - isu kependudukan dan kesehatan termasuk di dalamnya isu mengenai bonus demografi, keluarga berencana, perkawinan dan keluarga, lansia, migrasi, penyakit akibat gaya hidup serta pembiayaan kesehatan,” tutur Sigit. Selanjutnya secara simbolis diadakan pemukulan gong tanda konferensi resmi dimulai.

Konferensi berskala internasional ini dihadiri oleh 200 orang dari dalam dan luar negeri. Terdapat 9 sesi yang dibagi menjadi beberapa kelas dan dilaksanakan selama 2 hari ini. Sesi - sesi tersebut adalah: Family Planning, Fertility and Population Dividend, Population Ageing, Family, Marriage and Divorce, Population and Development, National and International Migration, Lifestyle, Diseases and Mortality, Maternal, Adolescent and Child Health dan Health System and Health Financing.

 

 

Reporter: Sandra Frans (PKMK UGM)

Link Terkait

Reportase South-East Asia Biennal Conference On Population And Health 2018

9 November 2018

sesi 1

Lifestyle Diseases and Mortality

seab 1

Hari kedua South - East Asia Biennale Conference on Population and Health 9 November 2018 dimulai pada pukul 08:30 WIB. Sesi ini akan membahas tentang penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup dan kematian. Sesi ini dipimpin oleh Professor Djoko Wahono Soeatmadji, SpPD., KEMD dari Universitas Brawijaya. Ada tiga hasil penelitian yang memaparkan hasil penelitian mereka. Pertama dari Department of Public Health, Faculty of Medicine, University of Miyazaki, Japan. Judul penelitian adalah Community Social Capital and Suicide Mortality in Miyazaki, Japan, an evaluation of temporal changes. Ditemukan bahwa social cohesion berasosiasi dengan suicide rates untuk laki-laki namun tidak untuk perempuan. Hanya saja, alasan perbedaan pengaruh dari sosial kapital pada kejadian bunuh diri didasarkan pada perbedaan gender masih belum jelas. Sebuah hipotesa yang mungkin adalah perbedaan dari peran gender secara tradisional di Jepang yang mempengaruhi social cohesion dan kejadian bunuh diri. Secara tradisional, mayoritas laki - laki Jepang bekerja di luar yang menyebabkan tekanan secara psikologis yang mana mengharapkan mereka untuk menyeimbangkan hubungan sosial antara lingkungan komunitas dan pekerjaan. Studi ini mengambil kesimpulan bahwa mortalitas bunuh diri dipengaruhi oleh faktor sosial dan ekonomi yang mana telah berubah sepanjang tahun. Partisipasi sosial dari kaum orang tua akan berpengaruh baik terhadap penurunan kejadian bunuh diri di Jepang.

Presentasi berikutnya adalah dari Universitas Gadjah Mada mengenai Emotional Response of Dietary Reccomendation in Patients with Type 2 Diabetes. Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif yang mengeksplor kendala utama pasien diabetes dalam menjalankan rekomendasi diet. Penelitian ini menyatakan faktor emosi merupakan faktor kunci dalam membahas diet pasien. Pasien sering kali merasa tertekan dengan sikap dari keluarga yang tidak sensitif terhadap perasaan pasien. Oleh karena itu, dalam memberikan rekomendasi diet, penting bagi tenaga kesehatan untuk mengingatkan keluarga pasien agar menciptakan suasana yang positif sebagai daya dukung pasien untuk mengubah gaya hidup dan pola makan. Presentasi terakhir dibawakan oleh presenter dari Universitas Brawijaya yang membawakan penelitian dengan judul: The Effect of Learning Tabletop DIsaster Exercise (TDE) To Improve Knowledge Among Nursing Students for Disaster Emergency Response. Latar belakang penelitian ini adalah keadaan dimana Indonesia disebutkan sebagai supermarket untuk bencana baik itu bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir dan juga bencana buatan manusia seperti kecelakaan transportasi, kerusuhan dan teror. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan dari semua orang termasuk juga mahasiswa keperawatan mengenai hal ini. Penelitian ini menganalisa efek pembelajaran TDE untuk menyediakan manajemen respon penanggulangan bencana. Dengan pendekatan quasy experimental, peneliti membandingkan antara grup yang diberi pembelajaran TDE dan grup yang diberi modul standar. Ditemukan bahwa terdapat perbedaan dari pengetahuan tentang penanganan bencana dengan grup pembelajaran TDE menunjukan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu, memperkenalkan TDE bisa direkomendasikan untuk meningkatkan kesiagaan mahasiswa tenaga kesehatan dalam menghadapi bencana.

 

Reporter: Sandra Frans (PKMK UGM)

Link Terkait

 

Reportase Post Forum Nasional VIII

Jumat, 9 November 2018

Workshop Desain Analisis Kebijakan dan Agenda Advokasi

Workshop Desain Analisis Kebijakan dan Agenda Advokasi

gabviii

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) mengadakan workshop desain analis kebijakan dan agenda advokasi yang merupakan rangkaian acara setelah Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia kedelapan di Yogyakarta. Acara ini diselenggarakan pada 9 November 2018 dengan total 25 peserta berlatar belakang mahasiswa, tenaga pendidik, kementerian kesehatan, Ombudsman, dan dinas kesehatan. Pembicara pada pelatihan ini adalah Dr. Phil. Gabriel Lele, M.Si (Fisipol UGM) dan Dr. Dumillah Ayuningtyas, MARS (FKM UI) serta dimoderatori oleh M. Faozi Kurniawan (PKMK FK-KMK UGM).

Sebagai moderator dan fasilitator, M. Faozi Kurniawan menjelaskan pentingnya sektor kesehatan memahami konsep desain analis kebijakan dan agenda advokasi. Faozi menambahkan, peneliti dengan disiplin ilmu kebijakan masih sedikit yang mendalami konsep analis kebijakan. Terkadang peneliti kebijakan kesehatan terperangkap dalam perbedaan analisis kebijakan dan riset kebijakan. Selain itu, peneliti PKMK FK-KMK UGM ini mengemukakan, lembaga penelitiannya dan beberapa institusi pendidikan saat ini sedang melaksanakan penelitian evaluasi kebijakan JKN pada level nasional dan daerah. Oleh karena itu, konsep desain analisis kebijakan dan advokasi perlu dipelajari dengan mendalam untuk menghasilkan output penelitian yang menjadi daya ungkit positif bagi kualitas kebijakan kesehatan, khususnya kebijakan JKN. Faozi kembali menjelaskan, kegiatan ini diimplementasikan melalui praktik langsung bagaimana membuat analisis kebijakan dari kerangka ilmu politik dan kebijakan kesehatan.

Pada sesi pertama, Dr. Phil. Gabriel Lele, M.Si yang merupakan Dosen Fisipol UGM memaparkan tentang analisis dampak dan risiko kebijakan. Gabriel mengawali, terkadang peneliti dan akademisi memang sering terjebak dalam perbedaan mendasar pada riset kebijakan dan analisis kebijakan secara definitif serta implementatif. Gabriel menjelaskan kembali, sifat analisis kebijakan yakni menguak sebabakibat kebijakan dan mengkritik nilai kebijakan. Tanpa dua elemen ini, dokumen analisis ini hanya dapat dinilai sebagai riset kebijakan. Esensi nilai analis kebijakan adalah bagaimana pembuat dokumen analis tersebut mampu membuat aktor kebijakan mempertimbangkan kebijakannya tersebut memiliki sesuatu yang perlu diperbaiki atau diubah namun tidak keluar dari konteks pada inti kebijakan. Selain itu, dia menambahkan, analis kebijakan juga perlu menjelaskan tentang poin positif dan negatif dari hasil analisis kebijakan yang diberikan kepada aktor kebijakan.

Sesi ini dilanjutkan dengan diskusi yang banyak memaparkan tentang konsep analisis kebijakan secara konseptual serta pengalaman akademisi dalam membuat dokumen analisis kebijakan. Hal yang menarik, Gabriel menerangkan tentang konsep teknokrat dan politisi pada kursi pemerintahan yang memiliki peran sebagai aktor kebijakan kunci. Dia menjelaskan proporsi teknokrat, ahli kredibel bidang tertentu pada pemerintahan, yang menjadi aktor kebijakan dan vokal masih sangat sedikit “gaungnya”. Ini merupakan tantangan utama bagaimana analis kebijakan mengarahkan hasil analisisnya kepada aktor kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas kebijakan.

Pembicara selanjutnya, Dr. Dumillah Ayuningtyas, MARS (FKM UI), menjelaskan konsep analisis kebijakan kesehatan. Praktisi kebijakan kesehatan ini memaparkan bahwa lahirnya analisis kebijakan berawal dari sebuah kebijakan muncul sebagai respons terhadap kepentingan dan permasalahan yang dihadapi masyarakat untuk memberikan solusi dari suatu permasalahan kebijakan. Analisis kebijakan kesehatan diperlukan karena kebijakan kesehatan memiliki implikasi politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang perlu dikaji berdasarkan efektivitasnya. Ini dikarenakan, kebijakan yang tidak berkualitas akan menghasilkan program yang tidak efektif, pemborosan sumber daya, dan menciptakan masalah baru yang lebih kompleks. Dumillah kembali menjelaskan, setiap tahap pengembangan kebijakan (agenda setting hingga evaluasi kebijakan) memiliki ruang untuk memberikan umpan balik kepada aktor kebijakan. Sesi ini lebih banyak memaparkan tentang teori kebijakan dan pentingnya data bagi analis kebijakan. Pada sesi ini, peserta diminta menjelaskan kebijakan yang perlu dianalisis dan dioptimalkan. Selanjutnya, pemateri akan menjelaskan konsep instrumen kajian dan analisis kebijakan.

  materi


Instrumen Kajian dan Analisis Kebijakan

pfnviii

Workshop desain analisis kebijakan dan agenda advokasi forum nasional JKKI VIII sesi kedua dilanjutkan dengan penyampaian materi dan arahan terkait instrumen kajian dan analisis kebijakan oleh Dr. Dumilah Ayuningtyas, MARS (FKM UI). Dumilah menyampaikan bahwa instrumen utama dari analisis kebijakan adalah sang “analis” sendiri dimana analis melakukan expert judgement berbasis data dan berbasis intuisi. Sehingga analis harus menajamkan kemampuan diri dalam proses memahami masalah, mengkaji, memformulasi, mengevaluasi dan mengambil keputusan berdasarkan data. Di sesi ini, Dumilah juga menjelaskan perbedaan dari riset kebijakan dan analisis kebijakan sehingga memunculkan diskusi yang aktif dari para peserta terkait refleksi proyek yang telah mereka lakukan, apakah merupakan riset kebijakan atau analisis kebijakan. Studi kebijakan dan analisis kebijakan memang memiliki perbedaan namun pada prosesnya saling melengkapi, Dumilah menjelaskan bahwa riset kebijakan tujuannya untuk mengembangkan keilmuan dan melihat dampak dari kebijakan yang dilakukan yang bersumber dari data primer, temuan, informasi baru dan hasil uji statistik atau hipotesis dimana output dari riset ini digunakan sebagai sumber data analisis kebijakan. Jika hanya berupa riset kebijakan tanpa dianalisis maka akan terdapat “jarak” antara data hasil dengan pemanfaatannya pada para stakeholder. Disinilah fungsi analisis kebijakan yaitu “mensintesis, mengintegrasi dan mengkontekstualisasi” data hasil riset kebijakan yang sudah tersedia disusun menjadi “rekomendasi kebijakan” untuk mengubah atau memperbaiki kebijakan.

Selanjutnya Dumilah juga mengajak peserta untuk berdiskusi keterkaitan antara analisis kebijakan dan evaluasi, analisis kebijakan bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu kebijakan yang bisa dilakukan mulai dari diterbitkannya hasil kebijakan (policy output) hingga dampak dari kebijakan (policy outcome) dan juga pengaruh dari kebijakan (policy impact) dimana ukuran evaluasi kebijakan meliputi enam dimensi yaitu efektivitas, efisiensi, ketepatan menjawab masalah, ekuitas, responsivitas dan ketepatgunaan. Hasil diskusi menekankan pada pemahaman terhadap perbedaan penggunaan riset kebijakan dan analisis kebijakan, proses perencanaan instrumen analisis kebijakan dan diskusi terhadap topic - topik kebijakan yang dianalisis, bagaimana langkah analisisnya dan output-nya. Dumilah menggarisbawahi sebuah kebijakan bersifat multidimensi sehingga tim analis seharusnya berasal dari disiplin ilmu yang berbeda, karena proses analisis menekankan pada expert judgement by good intuition yang berdasarkan temuan hasil data empirik, dengan ketajaman pengembangan kesimpulan dan menghasilkan rekomendasi.

  materi

Kerangka Kerja dan Agenda Advokasi Kebijakan

Sesi terakhir dari workshop desain analisis kebijakan dan agenda advokasi Forum Nasional JKKI VIII membahas tentang kerangka kerja dan agenda advokasi kebijakan, pada awal sesi ini Dr. Dumilah Ayuningtyas, MARS (FKM UI) selaku pemateri membuka paparan dengan membacakan puisi yang berisikan pesan - pesan advokasi dari berbagai sudut pandang baik itu dari masyarakat sebagai pengguna kebijakan, hingga pemerintah sebagai pemangku kebijakan, dari puisi tersebut Dumilah menjelaskan bahwa pesan advokasi bisa dikemas dalam berbagai media. Advokasi merupakan langkah lanjutan untuk menjembatani rekomendasi kebijakan yang telah dihasilkan agar dapat tersampaikan pada pemangku kebijakan. Dalam memilih isu strategis untuk advokasi harus memperhatikan aspek aktualitas, penting dan mendesak, serta memiliki derajat tertinggi akan ketidakterpenuhan. Dumilah juga menekankan advokasi adalah tentang bagaimana hasil analisis kebijakan yang berupa rekomendasi “dibawa dan didesakkan” pada pemangku kebijakan agar terjadi sebuah perubahan yang dilakukan dengan strategi proaktif seperti lobby, kampanye, public hearing maupun pada pembuat kebijakan dan strategi reaktif seperti demonstrasi. Rekomendasi kebijakan yang dibawa ke pemangku kebijakan dibuat dalam bentuk policy brief dimana di dalamnya terdapat pesan yang dikemas secara ringkas, tidak hanya berupa angka namun mengandung pesan emosional yang disesuaikan dengan kepentingan dari masing - masing pemangku kebijakan.
Advokasi tidak bisa berdiri sendiri, perlu adanya koalisi yang tediri dari berbagai aktor kebijakan seperti politikus, pegawai negeri, jurnalis, akademisi dan kelompok lainnya dimana setiap koalisi ini menginterpretasikan data dengan cara yang berbeda untuk mencapai tujuan kebijakan. Dalam sesi diskusi juga dibahas tentang success story dari peserta workshop terkait proses advokasi, bagaimana agar advokasi dapat diiimplementasikan yaitu tergantung dari skill advokator dalam memilih strategi advokasi, memilih media advokasi, menyampaikan pesan advokasi agar mencapai awareness dan acceptance dari pemangku kebijakan serta kemampuan membangun jejaring media, karena advokasi memiliki unsur seni atau art of advocacy. Workshop ini diakhiri dengan penyampaian dari Dumilah bahwa advokasi adalah bridging yang mengubungkan jarak hasil analisis dengan pemanfaatan oleh pemangku kebijakan, dan policy brief adalah toolkit atau media advokasi serta tugas advokator adalah mengatur keberimbangan jarak antara hasil dan pemanfaatan, oleh karena itu sebelum melakukan advokasi perlu untuk melakukan stakeholder mapping.

Reporter: Aulia Zahro Novitasari dan Nopryan Ekadinata (PKMK FK-KMK UGM)

 

 

Link Terkait: