Reportase Webinar Expert Meeting: “Strategi Penguatan Pelayanan Primer untuk Mendukung Sustainabilitas JKN"

indohcf27jan

Untuk mengawali expert meeting kali ini, materi pertama yang disampaikan oleh Prof. Ascobat Gani membahas tentang strategi komprehensif dalam penguatan pelayanan kesehatan primer untuk mendukung sustainabilitas JKN. Peningkatan defisit pembiayaan JKN setiap tahun dapat direduksi dengan intervensi UKM (promotif & preventif). Menurut Ascobat, tantangan pembiayaan kesehatan dan JKN yaitu cost inflation, aging populatin (peningkatan Penyakit degeneratif), perilaku provider dan peserta sehingga terjadi over utilization, dan faktor eksternal lainnya. Pengendalian biaya dapat dilakukan dengan memperkuat pelayanan kesehatan primer (puskesmas) terutama risk reduction dan FKTP (puskesmas & klinik non-spesialis) terutama dalam hal financial protection & health insurance. Namun, peran UKP pada puskesmas tidak boleh dihilangkan karena berlawanan dengan pasal 47 UU 36 Tahun 2009 maupun konsep akademik, serta dapat menghilangkan legitimasi BPJS untuk menerima dana PBI, disamping itu intervensi UKM & UKP harus komprehensif. Kebijakan afirmatif untuk puskesmas terpencil berupa “Nusantara Sehat” (SDM), pengiriman obat program dari pusat, penyaluran BOK langsung ke puskesmas harus lebih dapat dioptimalkan dengan mempertimbangkan sektor swasta; baik dalam menyusun tupoksi standar, kelembagaan, standarisasi pelayanan, akreditasi, dan lain-lain.

Prof. Laksono menegaskan bahwa kendala yang terjadi saat ini yaitu fragmentasi sistem yankes (makro), pengelolaan sistem insentif BPJS tidak jelas (meso), konflik dokter layanan primer (mikro). Fragmentasi dalam bentuk dua jalur sistem pendanaan yang tidak dikelola secara bersama yaitu sistem yankes/Kemenkes (UU kesehatan, UU RS, terdesentralisasi) dan sistem jamkes/BPJS (UU SJSN, UU BPJS), yang berakibat data BPJS dan dinkes tertama daerah tidak tersinkronisasi, strategic purchasing tidak bejalan baik, tidak adanya pemantaun gatekeeper, sistem tidak efektif, serta pemerataan yankes terabaikan. Sistem pembayaran individu di tingkat fasilitas belum berbasis pada kinerja, BPJS juga tidak memiliki pengaruh dalam menentukan besaran pendapatan nakes, sehingga terjadi ketimpangan pendapatan nakes dan double contract, serta ketidaksesuaian insentif dengan beban kerja. Konflik mengenai penyelenggaraan DLP terjadi di kalangan IDI, Kemenkes, Kemenristekdikri, dan berbagai pihak lain, akibatnya Indonesia kehilangan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan klinis dokter di layanan primer dalam era JKN. Menurut Laksono, solusi untuk mengoptimalkan peran pelayanan primer untuk sustainabilitas JKN adalah menghilangkan fragmentasi (jangka pendek: INPRES 8/2017, jangka panjang: revisi UU), menyesuaikan pendapatan dokter & nakes dengan kinerja FKTP (penyesuaian tarif kapitasi dengan adjuster, analisis isu double contract, kebijakan matching grand, BPJS mengetahui nominal pendapatan nakes yang berasal dari kapitasi), melaksanakan DLP & penelitian monitoring kerja.

Untuk menghadapi tantangan pelayanan kesehatan dalam era JKN, maka FKTP berperan penting dalam mewujudkan paradigma sehat melalui upaya promotif, preventif, dan screenning. Menurut Saraswati, FKTP sebagai gatekeeper (penapis rujukan) harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan dan tata laksana penyakit di FKTP serta berbasis pada kompetensi SDM (klinis dan manajerial). Penguatan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia agar sesuai dengan kompetensi faskes dapat dicapai dengan program peningkatan akses (distribusi FKTP & peserta, ketersediaan obat, pemenuhan sarana-prasarana, regionalisasi sistem rujukan, dan pemenuhan SDM) dan mutu (akreditasi puskesmas & RS, pemanfaatan TI, kompetensi SDM) faskes melalui sistem informasi dan regulasi yang tepat. Pemanfaatan TI dapat berupa pelaksanaan SISRUTE, telemedicine, pendaftaran online, SIRANAP, RME, Flying Health Care.

Dari perspektif penatalaksanaan tenaga kesehatan, Usman Sumantri menyatakan bahwa puskesmas sebagai andalan utama FKTP yang menyebar di Indonesia memiliki standar sarana-prasarana yang berbeda-beda dikarenakan geografis yang luas, daerah pemekaran, dan keterbatasan kemampuan (anggaran dan komitmen) pemerintah pusat maupun daerah. Kendala dalam pemenuhan nakes: penyediaan nakes (jumlah, mutu, distribusi, infrastruktur), regulasi, kurangnya partisipasi Pemda, tingginya biaya operasional khususnya di daerah dengan geografis sulit. Pada daerah dengan peserta yang padat dan nakes memadai, FKTP hendaknya diarahkan pada klinik sedangkan puskesmas bertahap fokus ke UKM. Untuk persebaran nakes maka perlu dipetakan kebutuhan & formasi FKTP serta dokter per daerah dan redistribusi peserta, serta pendayagunaan nakes di DPTK.

Reporter: Budi Eko Siswoyo, SKM, MPH

 

Kerangka Acuan Kegiatan

Outlook Sistem Kesehatan 2018

Mencegah Fragmentasi Sistem Kesehatan di era JKN dengan penggunaan data yang lebih baik: Apakah Inpres No. 8/ 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN dapat terlaksana?

pendahuluan  Latar Belakang

Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia dari tahun 2014 - 2017 telah banyak menyajikan berbagai bentuk keberhasilan dan kegagalan implementasi di daerah. Namun yang patut disyukuri adanya reformasi sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia. JKN melalui UU SJSN tahun 2004 dan UU BPJS tahun 2011 telah mendorong peningkatan alokasi pembiayaan kesehatan di tingkat pusat dan berpengaruh pada peningkatan alokasi dana di daerah. UU Kesehatan tahun 2009 yang mengamanatkan alokasi dana kesehatan sebesar 5% dari APBN di Pemerintah Pusat telah terjadi pada tahun 2016 dan tahun 2017. Salah satu alokasi terbesar adalah untuk membiayai Penerima Bantuan Iuran (PBI) peserta JKN demi amanat UU 1945 tentang keadilan sosial. Tidak hanya itu alokasi dari Kemenkes juga diberikan kepada daerah untuk membiayai program – program fisik dan non fisik melalui dana alokasi khusus (DAK).

Sebagai hasil peningkatan pembiayaan kesehatan, pemerintah Kabupaten/ Kota dan masyarakatnya menerima sumber dana kesehatan dari berbagai sumber yaitu dari:

  1. Kemkeu (APBN) yaitu dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH),
  2. Kementerian Kesehatan yaitu dana alokasi khusus (DAK Fisik dan DAK Non Fisik),
  3. BPJS Kesehatan berupa dana penggantian klaim, dana kapitasi , dan dana non kapitasi, serta dana masyarakat.

Semua dana ini disalurkan kepada daerah dengan tujuan yang sama yaitu meningkatkan status kesehatan masyarakat. Di samping itu, pemerintah Kabupaten/ Kota dan Provinsi menerima dana untuk kesehatan dari Penerimaan Asli Daerah (PAD).

Fragmentasi Sistem Kesehatan

0 jan18Ada hal menarik tentang sistem kesehatan. Akibat banyaknya sumber dana, terjadi fragmentasi sistem kesehatan di daerah. Beberapa hal yang menjadi penyebab fragmentasi, diantaranya:

  • Adanya dua jalur besar dalam sistem pendanaan kesehatan yang tidak dikelola secara bersama. Jalur pertama menggunakan UU Kesehatan, UU Pemerintah Daerah, dan UU Rumah Sakit; sedangkan jalur kedua menggunakan UU SJSN dan UU BPJS.
  • Data keuangan kegiatan pelayanan kesehatan yang dipergunakan oleh BPJS Kesehatan tidak dapat dianalisis di daerah; di level provinsi, kabupaten/ kota, dan kecamatan. Sifat manajemen data adalah sentralistik.
  • Adanya sistem perencanaan, penganggaran, dan pertanggungjawaban pembiayaan kesehatan di daerah yang desentralistik.
  • Tidak berjalannya perencanaan, monitoring dan evaluasi secara bersama antara aparat kesehatan dengan BPJS. Pembagian peran pun tidak jelas

Sebagai catatan: Perencanaan dan penganggaran di daerah melalui mekanisme APBD yang diawali dengan tahap analisis masalah, program, sasaran, target, dan kerangka pendanaan. Tanpa ada data BPJS dalam proses perencanaan di daerah maka terjadi potensi in-efektivitas dan in-efisiensi perencanaan kesehatan. Walaupun secara hukum tidak ada aturan yang dilanggar, prinsip Good Governance tidak dijalankan dengan baik dalam kebijakan JKN. Dalam hal ini tidak ada tranparansi dan akuntabilitas berbagai keputusan dalam JKN yang sebenarnya dapat diperoleh dari data BPJSK. Akibatnya partisipasi berbagai stakeholder menjadi berkurang yang pada akhirnya akan berimplikasi pada fragmentasi sistem kesehatan yang dapat merugikan masyarakat.

Bagaimana prospek keterbukaan data BPJS di tahun 2018? Apakah Inpres no 8/2017 akan membantu?

Sistem yang dianut oleh BPJS dalam penggunaan data sampai tahun ke empat pelaksanaan masih belum sesuai dengan UU tentang informasi publik. UU No 14/ 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dan menjadi sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya yang berakibat pada kepentingan publik.

  • setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik (Pasal 2)
  • menjamin hak warga negara mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; serta meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik (Pasal 3)

Sistem data BPJS yang sentralistik mengakibatkan data tidak dapat diakses masyarakat bahkan pemerintah di daerah. Hal ini perlu diperbaiki.

Presiden menyadari adanya masalah dalam JKN sehingga menerbitkan sebuah instruksi. Melalui Inpres No. 8/ 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN; Presiden telah menginstruksikan beberapa Kementerian, Jaksa Agung, Direksi BPJS Kesehatan, Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka menjamin keberlangsungan dan peningkatan kualitas pelayanan bagi peserta JKN. Instruksi ini berlaku sampai dengan akhir Desember 2018. Salahsatunya adalah mengenai penggunaan data BPJS dan peran pemerintah daerah dalam JKN. Adanya Inpres ini menjadi salahsatu harapan akan terjadinya penggunaan data BPJS di daerah untuk penguatan perencanaan kesehatan.

Latar belakang di atas menjadi isu utama yang akan dibahas dalam Seminar Outlook Pembiayaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM.

agendajkki16  TUJUAN

  • Membahas kemungkinan penggunaan data BPJS oleh pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi dampak negatif fragmentasi sistem kesehatan.
  • Mendiskusikan berbagai keputusan yang diharapkan terjadi dengan penguatan sistem perencanaan di daerah yang menggunakan data secara komprehensif;
  • Melihat kemungkinan pelaksanaan Inpres no 8/2017 di tahun 2018 sebagai sebuah Outlook.

audio streaming WAKTU & TEMPAT

Waktu     : Selasa, 30 Januari 2018
Pukul      : 12.00 – 15.00 WIB
Tempat   : Granadi, Jakarta


downloadd thumb medium80   PESERTA

  1. Kementerian PPN/ Bappenas, Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat
  2. Kementerian Kesehatan, Sekretariat Jenderal
  3. Kementerian Kesehatan, Biro Perencanaan dan Anggaran
  4. Kementerian Kesehatan, Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
  5. Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial
  6. Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Anggaran
  7. Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Keuangan Daerah
  8. Badan Pusat Statistik, Deputi Bidang Statistik Sosial
  9. Kantor Staf Presiden
  10. Komisi IX DPR RI
  11. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Deputi Riset dan Pengembangan
  12. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Direktur Teknologi dan Informasi
  13. Universitas Indonesia, Prof dr. Ascobat Ghani,
  14. CHEPS
  15. USAID Indonesia
  16. UNICEF Indonesia
  17. UNFPA Indonesia
  18. World Bank Indonesia
  19. WHO Indonesia
  20. PKMK FKKMK UGM


l5  JADWAL KEGIATAN

Selasa, 30 Januari 2018
Jam Kegiatan

12.00 – 12.30

12.30 – 12.35

Makan siang

Pembukaan oleh moderator

12.35 – 13.00

Pengantar Outlook Sistem Kesehatan 2018:

“Mencegah Fragmentasi sistem Kesehatan dengan penggunaan data yang lebih baik”

Narasumber: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

materi   inpres no. 8

13.00 – 14.30

Pembahasan dalam konteks Inpres 8/2017:

Sesi 1: Pembahasan dalam perspektif daerah:

materi

  • Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah - Dr. Yulianto Prabowo, MKes (Melalui Webinar)
  • Murni Astuti seksi pelayanan kesehatan dasar Dinkes Kulon Progo

Sesi 2: Pembahasan dalam perspektif pusat

materi

  • PPJK Kemenkes Bidang Jaminan kesehatan drg. Doni Arianto, MKM
  • dr. Dwi Martiningsih (deputi direksi bidang riset dan pengembangan)
14.30 – 15.00 Diskusi
15.30 – 15.50 Kesimpulan
15.50 – 16.00 Penutup

REPORTASE


101212  KONTAK PERSON

Pendaftaran dapat dilakukan dengan menghubungi
Maria Lelyana Adelheid : 081329760006
mail : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.  atau This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

 

KERANGKA ACUAN

Rangkaian Webinar dan Seminar
Masyarakat Praktisi (Community of Practice) Aplikasi Sistem Kontrak dalam Sektor Kesehatan

Jumat, 19 Januari 2018

Tema Bulan ke-3: Sistem Kontrak dalam Program Nusantara Sehat, Studi Kasus di Kabupaten Asmat

 

PENDAHULUAN

Sejak di-launching pada 2014 dan dimulai pada 2015, Program Nusantara Sehat telah mencapai berbagai keberhasilan. Hasil evaluasi 2 tahun pertama pelaksanaan program yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI misalmya, menunjukkan bahwa tim Nusantara Sehat mampu menjadi agent of change, membuat pelayanan puskesmas lebih baik di dalam maupun di luar gedung, dan menjadikan kinerja puskesmas secara keseluruhan lebih baik.

Program Nusantara Sehat dilakukan guna meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dengan kriteria terpencil atau sangat terpencil terutama di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK). Mulai 2017, program ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga.

Dari aspek sistem kontrak SDM Kesehatan, selama perjalanannya telah terjadi perubahan pendekatan. Awalnya, pendekatan kontrak yang diterapkan adalah kontrak berbasis tim (team-based contracting) berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2015. Selanjutnya, pada tahun 2017, selain pendekatan kontrak berbasis tim juga dilakukan kontrak individu berdasarkan Permenkes No. 16 Tahun 2017. Yang menarik, baik kontrak berbasis tim maupun kontrak individu, semua diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Terlepas dari berbagai keberhasilan yang telah dicapai, Program Nusantara Sehat tidak terlepas dari berbagai masalah. Setidaknya ada 3 agenda yang bisa diidentifikasi dan akan dibahas dalam rangkaian kegiatan webinar dan seminar ini yaitu: (a) permasalahan kecemburuan yang ditimbulkan di daerah terkait besaran insentif, fasilitas, dan perhatian pemerintah pusat; (b) rendahnya minat dokter umum untuk mengikuti program tersebut; dan (c) permasalahan dari pendekatan kontrak yang diterapkan dengan rentang kendali yang terlalu luas.

Rangkaian webinar dan seminar ini bertujuan untuk membahas berbagai kendala tersebut dan mencoba mencari solusi agar program Nusantara Sehat ini bisa lebih baik. Rangkaian kegiatan ini merupakan salah satu agenda dari Masyarakat Praktis (Community of Practice) Aplikasi Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan yang digagas sejak 2-3 tahun yang lalu.

Dalam beberapa waktu terakhir, dunia kesehatan di Indonesia dikejutkan dengan munculnya “bencana kesehatan”(istilah yang digunakan Kompas) di Kabupaten Asmat dengan banyaknya balita yang kurang gizi, menderita penyakit, dan akhirnya meninggal dunia. Salah satu penyebabnya adalah kurang tersedianya atau kurang meratanya distribusi tenaga kesehatan di pelosok Kabupaten Asmat.

Dengan konteks aktual demikian, webinar bulan ke-3 ini akan mengangkat isu tersebut dalam perspektif Sistem Kontrak dalam Program Nusantara Sehat untuk menjangkau daerah sulit seperti Kabupaten Asmat, sekaligus untuk mencari solusinya. Dalam perspektif tersebut, mungkinkah Program Nusantara Sehat diserahkan kepada pihak ketiga yang terpercaya sehingga bencana kesehatan seperti di Asmat tidak terulang lagi?

TUJUAN

Seminar dan Webinar bulan ke-3 ini bertujuan:

  1. Mendiskusikan penyebab terjadinya bencana kesehatan di Kabupaten Asmat
  2. Mendiskusikan sistem kontrak yang diterapkan dalam Program Nusantara Sehat, dan mencari solusinya.
  3. Mendiskusikan peluang organisasi profesi seperti IAKMI untuk menjadi pihak ketiga dalam Program Nusantara Sehat di daerah sulit.

NARASUMBER

  • Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan Kemenkes RI
  • IAKMI
  • Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

PESERTA

  • Peserta individu atau berkelompok, baik hadir langsung maupun melalui webinar.
  • Peserta berasal dari:
    • Kemenkes RI
    • Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menjadi sasaran program Nusantara Sehat
    • Donor Agency
    • IAKMI
    • JKKI
    • FKM
    • FK
    • Poltekkes
    • Stikes
    • LSM Kesehatan
    • Yayasan keagamaan
    • Lembaga konsultasi kesehatan.
    • CoP Aplikasi Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan
    • Peminat lainnya


WAKTU DAN TEMPAT

  • Hari: Jumat 19 Januari 2018; Jam 09.00 – 11.00 WIB.
  • Tempat: Kampus FK UGM

METODE

Webinar, dan seminar.
Kegiatan ini dapat diakses melalui webinar:

Registration URL: https://attendee.gotowebinar.com/register/3908545420620260609 
Webinar ID: 684-493-987

AGENDA

Bulan III : Jumat 19 Januari 2018
Tema     : Sistem Kontrak dalam Program Nusantara Sehat (Studi Kasus di Kabupaten Asmat)

Waktu Materi Nara Sumber
09.00 – 11.00

Webinar Bulan III:
Pembukaan / Pengantar Kegiatan

Prof. Laksono Trisnantoro
Moderator: Dwi Handono Sulistyo

Talk show:

Sistem Kontrak Program Nusantara Sehat: Studi Kasus di Kab. Asmat

Materi

  • Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan Kemenkes
  • Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD
  • IAKMI Pusat

Moderator: Dwi Handono Sulistyo

Penutup Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

 

PENDAFTARAN

Peserta yang berminat dapat mendaftar ke:

Maria Adelheid Lelyana
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
HP: 08132970006

 

 

EXPERT MEETING

Strategi Penguatan Pelayanan Primer Untuk Mendukung Sustainabilitas Program JKN

 

  Latar Belakang

Beban biaya kesehatan yang diselenggarakan melalui program JKN dari tahun ke tahun semakin besar bahkan ketidakseimbangan (gap) antara penerimaan iuran dengan biaya pelayanan peserta BPJS Kesehatan cenderung meningkat. Pada 2014 defisit anggaran mencapai Rp 3,3 triliun, bertambah menjadi Rp 5,7 triliun 2015 dan Rp9,7 triliun pada 2016. Pada semester pertama 2017, defisit BPJS Kesehatan telah mencapai Rp 5,8 triliun dan diperkirakan akan bertambah menjadi sekitar Rp 9 triliun pada akhir tahun. Bila kondisi ini tidak segera diatasi maka peningkatan beban kuratif tersebut akan berdampak tidak tercapainya sustainabilitas program JKN.

Untuk mengatasi hal tersebut antara lain perlu dilakukan kajian secara komprehensif seluruh mata rantai pelayanan kesehatan mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif baik dalam lingkup Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) maupun Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Salah satu aspek penting dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah adanya keseimbangan antara upaya promotif/preventif dan kuratif/rehabilitatif.

Sistem pembayaran secara kapitasi yang saat ini dilaksanakan di tingkat fasilitas kesehatan primer, yang semula diharapkan akan meningkatkan upaya promotif/preventif di masyarakat, masih ada kecenderungan mengedepankan aspek upaya kuratif.

Dihadapkan pada kondisi tersebut di atas muncul beberapa isu penting terkait dengan pelayanan primer dalam hubungannya dengan sustainabilitas program JKN sebagai berikut:

  • Data menunjukan bahwa tingkat severity masyarakat pada umumnya 70% - 80% di tingkat severity I dan II yang seharusnya sebagian besar diantaranya dapat ditangani di tingkat pelayanan primer, namun dirujuk ke rumah sakit sehingga berdampak kepada tingginya biaya pelayanan kesehatan.
  • Tingkat rujukan dari pelayanan primer ke rumah sakit yang masih relatif tinggi antara lain disebabkan oleh:
    • terbatasnya kemampuan sarana prasarana pelayanan primer;
    • belum optimalnya tingkat kompetensi tenaga medis untuk mencapai 155 kompetensi dokter layanan primer;
    • sikap masyarakat yang masih cenderung memilih berobat/dirujuk ke rumah sakit/dokter spesialis.
    • Dengan makin tingginya tingkat pelayanan peserta BPJS Kesehatan di pelayanan primer (khususnya puskesmas) maka beban pelayanan kuratif semakin tinggi dan dikhawatirkan kurang optimalnya pelaksanaan program promotif/preventif di kesehatan masyarakat.
    • Sejauh mana pemanfaatan dan optimalisasi anggaran untuk program UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) di pelayanan primer berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
    • Analisa biaya tentang pengaruh penguatan pelayanan primer terhadap penurunan beban biaya pelayanan kesehatan

Dengan adanya berbagai isu penting di atas khususnya yang terkait dengan strategi penguatan pelayanan primer untuk mendukung sustanabilitas JKN, maka diperlukan kajian yang mendalam dan strategis untuk mencari solusi yang melibatkan seluruh stakeholders kesehatan. Forum expert meeting/temu pakar yang diselenggarakan oleh IndoHCF ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi dalam penguatan pelayanan primer di Indonesia.

  Tujuan

  1. Melakukan identifikasi terhadap berbagai permasalahan aspek pelayanan kesehatan primerdalam kaitan sustanibilitas program JKN
  2. Mencari solusi strategis tentang peran pelayanan primer dalam meningkatkan sustainabilitas program JKN

Keluaran

Rekomendasi tentang upaya yang perlu dilakukan oleh para stakeholder dalam upaya penguatan pelayanan primer untuk mendukung sustainabilitas JKN.

Peserta Kegiatan

Temu pakar ini diikuti oleh para pakar dan stakeholder dari masing-masing bidang, di antaranya:

  1. Regulator
  2. Akademisi
  3. Jajaran Dinas Kesehatan & penyelenggara pelayanan primer
  4. Asosiasi Kesehatan Masyarakat, Pelayanan Primer, Profesi
  5. Praktisi dan pemerhati kesehatan khususnya tentang pelayanan primer
  6. Stakeholders pelayanan primer lainnya yang terkait.

  Tempat & Waktu

Hari / tanggal : Sabtu / 27 Januari 2018
Waktu            : 08.00 – 13.00
Tempat          : Djakarta Room, Raffles Hotel Jakarta, lantai 2, Ciputra World 1,
                       Jalan Prof. Dr. Satrio Kav 3 - 5, Jakarta Selatan

 

  Agenda Kegiatan

Reportase kegiatan

08.00 – 09.00      Registrasi & snack
09.00 – 09.10 Sambutan Ketua Umum IndoHCF
09.10 – 09.20 Sambutan President-Core Markets PT IDS Medical Systems Indonesia
09.20 – 09.50 Sambutan dan Pembukaan Menteri Kesehatan RI
09.50 – 10.00

Peluncuran buku: Harapan, Kenyataan dan Solusi JKN

50 Karya Inovasi Kesehatan Terbaik pada IndoHCF Innovation Awards I-2017

10.00 – 10.20

Keynote:

Kebijakan Pemerintah Dalam Penguatan Pelayanan Primer Untuk Mendukung Sustainabilitas Program JKN

Oleh: dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes – Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI

10.20 – 10.30

SESI PANELIS

Strategi Penguatan Fasyankes Primer Dalam Upaya Kendali Mutu dan Biaya

Oleh: dr. Bambang Wibowo Sp.OG(K), MARS – Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI

10.30 – 10.40

Kendala & Solusi Dalam Upaya Optimalisasi Peran Pelayanan Primer Untuk Mendukung Sustainabilitas Program JKN

Oleh: Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD

10.40 – 10.50

Kajian Komprehensif dan Strategi Alternative Dalam Penguatan Pelayanan Primer Untuk Mendukung Sustainabilitas Program JKN

Oleh: Prof. Dr. Ascobat Gani MPH, Dr.PH

10.50 – 13.00 Diskusi , Rangkuman Hasil Diskusi & Rekomendasi
13.00 – selesai Makan siang

 

 

 

 

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM

Refleksi Kebijakan Kesehatan Tahun 2017:
Apakah Fragmentasi Sistem Kesehatan Bertambah?

fotokale17

Setelah merenungkan berbagai hal dan perkembangan yang terjadi pada tahun 2017, ada pemikiran mendalam (refleksi) mengenai fragmentasi di sistem kesehatan. Kasus yang diamati pada awal 2017 mengenai implementasi JKN menyimpulkan ada 2 jalur dalam sistem kesehatan yang kurang “berkomunikasi”. Silahkan klik untuk membaca slide sesi 1: Perkembangan situasi di tahun 2017.
Dua jalur tersebut adalah yang mengikuti Kelompok UU pertama di sektor jaminan kesehatan yang tersentralisasi (UU SJSN dan UU BPJS), dan Kelompok kedua yang mengikuti UU Pemerintahan daerah dan berbagai UU di sektor kesehatan yang menggunakan prinsip desentralisasi.

sisipanrefleksi

  Apa yang Terjadi?

Dua jalur UU ini menjadi asal dari fragmentasi sistem kesehatan. Penyebab utama fragmentasi di lapangan adalah terpisahnya penggunaan data untuk keputusan di 2 jalur tesebut. Data yang ada di BPJS dikelola secara sentralistik dengan tidak dilakukan analisis bersama otoritas kesehatan di level kecamatan, kabupaten, propinsi, dan nasional. Dengan demikian keputusan-keputusan di sektor kesehatan di pemerintah pusat dan propinsi/kabupaten selama 4 tahun ini tidak menggunakan data BPJS. Kasus yang dibahas dalam Refleksi ini adalah pelayanan TB, dan pelayanan RS.

  1. Di program TB, tersedia sistem pengelolaan program di level Kabupaten/Kota. Akan tetapi sistem yang mempunyai tenaga ahli TB ini ini tidak dimanfaatkan oleh BPJS untuk meningkatkan efisiensi pelayanan. Pengelola TB tidak dapat mengakses ke BPJS yang seharusnya bisa dianalisis. Pada tahun keempat, pengelola TB semakin sulit mengukur efisiensi dan akuntabilitas program TB. Silahkan klik untuk membaca analisis detilnya, Materi sesi 2: Fragmentasi pelayanan TB

  2. Di dalam sektor RS, pemerintah daerah tidak mempunyai gambaran mengenai penggunaan dana klaim untuk respons. Pembangunan rumah sakit dan pelayanan yang cenderung ada di Jawa tanpa ada dana kompensasi. Bagaimana dampak terhadap klaim INA-CBG?. Di dalam konteks RS, tidak ada transparansi mengenai mengapa terjadi defisit di BPJS. Penyebab defisit selama 4 tahun ini tidak pernah dibahas dengan jelas. Analisis ini sebenarnya menyangkut peran Pemda dalam mengurangi defisit dan peningkatan efisiensi. Silahkan klik untuk analisis detilnya, Materi sesi 3: Fragmentasi di pelayanan Rumah sakit

  Apa Akibatnya?

Terjadi fragmentasi sistem kesehatan antara jalur BPJS dan jalur sistem kesehatan. Akibatnya fragmentasi ini menghambat tercapainya tujuan sistem kesehatan dalam hal pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan. Dua kasus yang dibahas hanya merupakan contoh. Masih banyak kasus yang dapat dibahas antara lain pelayanan penyakit jantung, pelayanan kanker, sampai ke pelayanan hemodialiasis.

  Apa yang Menarik dari Aspek Hukum?

Situasi penggunaan data yang terpisah ini ternyata dibenarkan oleh UU di masing-masing jalur. Pasal-pasal dalam UU SJSN dan UU BPJS tidak ada yang dilanggar oleh cara penggunaan data BPJS saat ini. Selama 4 tahun pertama (2014- 2017) BPJS tidak mempunyai kesalahan dalam hal penggunaan data dari perspektif UU SJSN dan UU BPJS. Hal ini juga terkait dengan fakta bahwa UU SJSN dan UU BPJS menyatakan bahwa BPJS bertanggung-jawab langsung ke Presiden, sehingga tidak perlu ada kewajiban menyerahkan data ke Kementerian Kesehatan. Baru pada akhir tahun 2017, ada Inpres mengenai penyerahan data secara berkala ke Kementerian Kesehatan.

  Prinsip Apa yang Dilanggar dalam Fragmentasi Ini?

Walaupun secara hukum tidak ada aturan yang dilanggar, prinsip Good Governance tidak dijalankan dengan baik dalam kebijakan JKN. Dalam hal ini tidak ada tranparansi dan akuntabilitas berbagai keputusan dalam JKN yang sebenarnya dapat diperoleh dari data BPJS. Akibatnya partisipasi berbagai stakeholder berkurang dalam membuat keputusan penting untuk mengatasi defisit BPJS . Salah satu contoh, keahlian dari para pakar TB dan sistem pelayanan TB dapat dipergunakan untuk mengurangi cost pelayanan TB yang dibayar oleh BPJS. Contoh partisipasi lain, andaikata data BPJS dapat dianalisis, provinsi dan kabupaten yang membelanjakan dana BPJS lebih besar dari penerimaan BPJS, perlu untuk share kekurangannya. Tarif premi PBI yang dibayar pemerintah daerah dapat bervariasi sesuai dengan ketersediaan fasilitas kesehatan sehingga pemimpin daerah di tempat yang sulit aktif membayar premi.

  Apa yang Sebaiknya Dilakukan Di Masa Depan?

Situasi fragmentasi sistem kesehatan seperti ini tidak dapat dibiarkan terus menerus. Data BPJS (termasuk data keuangan) perlu dianalisis di berbagai level pemerintahan untuk dasar membuat keputusan untuk mengatasi berbagai permasalahan pelaksanaan JKN, keuangan BPJS, pemerataan, dan mutu pelayanan kesehatan. Dalam jangka pendek berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2017, data BPJS diharapkan dapat diserahkan ke Kementerian Kesehatan secara berkala. Berbasis data yang ada, diharapkan Kemenkes dapat membuat keputusan yang lebih baik. Di samping itu diharapkan dengan kekuatan UU Pemerintah daerah, seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota dapat akses ke data BPJS.

Dalam jangka panjang, setelah pemilihan umum 2019, diharapkan ada revisi UU SJSN dan UU BPJS agar lebih cocok dengan UU Pemerintahan Daerah dan berbagai UU yang ada di sektor kesehatan. Sifat sentralistik dari UU SJSN dan UU BPJS perlu disesuaikan dengan kebijakan desentralisasi kesehatan yang telah mewarnai sektor kesehatan di Indonesia.

Bahan lengkap Kaleidoskop dan Refleksi Kebijakan Kesehatan tahun 2017 dapat di klik pada link berikut

kaleidoskop

Penulis: Laksono Trisnantoro (This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.)

 

Reportase Kaleidoskop Kebijakan Kesehatan 2017 “Apakah Fragmentasi Sistem Pelayanan Kesehatan Semakin Parah?”

Di akhir tahun 2017, PKMK FK UGM menyelenggarakan pertemuan yang membahas mengenai kaleidoskop 2017 dan refleksinya. Topik kunci refleksi tahun ini adalah fragmentasi sistem pelayanan kesehatan yang terlihat semakin membesar. Sebagai pembukaan, Shita Listyadewi, PhD (moderator) mempersilahkan Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD memaparkan situasi sistem kesehatan di tahun 2017. Beliau menjelaskan ada 2 jalur dalam sistem pendanaan kesehatan yang tidak dikelola secara bersama, yaitu jalur 1 (UU Kesehatan, UU RS, UU Pemda) dan jalur 2 (UU SJSN dan UU BPJS). Di lain sisi, sistem sentralistik (BPJS Kesehatan) dan sistem desentralisasi (Kemenkes) justru menjadikan sistem kesehatan terfragmentasi. Beberapa contoh fragmentasi di pelayanan TB dan rumah sakit ternyata juga terkait dengan belum meratanya supply side, mismatch JKN, dan belum optimalnya peran Pemda. Penggunaan data untuk pengambilan keputusan juga belum ada koordinasi antara BPJS Kesehatan dan Dinkes di daerah.

Fragmentasi pelayanan TB dijelaskan lebih detail oleh Prof. Tjandra Yoga Aditama dan Prof. Adi Utarini dari aspek dinamika regulasi, revenue collection, pooling, dan purchasing. Prof Tjandra menyatakan bahwa fragmentasi dalam pelayanan TB bahkan sudah terjadi sebelum era JKN dan saat ini akhirnya semakin besar. Salah satu akibat dari fragmentasi yang ditekankan adalah inefisiensi pembiayaan, masih dijumpai out of pocket, belum optimalnya sistem rujukan dan mutu layanan TB. Dijumpainya kasus tidak semua pasien TB ditanggulangi dengan program saat ini bukan sekedar permasalahan koordinasi, melainkan juga belum terlibatnya sektor swasta dalam penanganan kasus TB. Di lain sisi, akses data JKN sangat terbatas dan tidak ada koordinasi antar 2-pool baik dari sistem pembiayaan maupun sistem pencatatan dan pelaporan. Dalam sesi diskusi juga muncul isu menarik bahwa fragmentasi juga dapat terjadi antara isu manajemen dan isu pelayanan.

Terkait dengan fragmentasi di pelayanan rumah sakit, Prof. Laksono menjelaskan bahwa isu pemerataan dan ketidakadilan masih menonjol. Salah satunya terlihat dari kesenjangan tingkat pemanfaatan klaim INA-CBG di rumah sakit antar daerah dan perkembangan rumah sakit yang masih terpusat di Jawa. Pada akhirnya akan berdampak pada masalah equity dan mutu pelayanan di rumah sakit. Bapak Anung dan tim provinsi DIY juga menekankan bahwa kesulitan mendapatkan data JKN tetap terjadi sampai saat ini. Keterbatasan data ini cukup menyulitkan pengambil keputusan untuk mengidentifikasi daerah mana yang paling berkontribusi terhadap mismatch JKN dan menentukan formula pembagian peran pusat dan daerah. Selaku Bupati Kulon Progo; dr. Hasto Wardoyo Sp.OG(K) juga menegaskan bahwa adanya fragmentasi seperti saat ini menjadi constraint dalam pemberian pelayanan. Situasi unlimited dalam pembiayaan kesehatan juga patut untuk dikaji kembali sampai tataran di perbaikan kebijakan yang menambahkan komponen peran dari Pemda.

Reporter : Budi Eko Siswoyo

 

Kaleidoskop Kebijakan Kesehatan Tahun 2017

JANUARI

PKMK mengawali tahun 2017 dengan bekal dari tahun 2016 dimana Riset Implementasi mengenai Pelayanan Primer di era JKN yang bekerja sama dengan Kemenkes dan USAID menemukan hasil menarik, yaitu insentif dari kapitasi yang belum efektif, dan keterpisahan Dinas Kesehatan dari sistem jaminan kesehatan. Kedua isu ini menjadi agenda penting di tahun 2017. Isu hubungan antara kebijakan JKN (UU SJSN dan UU BPJS) dengan sistem kesehatan di Indonesia menjadi topik yang menjadi bahasan di tahun 2017. Salah satu hal penting adalah mengenai kontradiksi antara kebijakan JKN yang mengggunakan sistem yang sentralistik dengan sektor kesehatan yang mempunyai prinsip desentralistik.

Disamping itu untuk Isu Kebijakan Kesehatan, PKMK FK UGM memulai tahun baru 2017 dengan menyelenggarakan seminar yang menjelaskan tentang teori monitoring evaluasi dan teknis analisis evaluasi kebijakan dan stakeholder. Selain itu, adanya Permenkes No. 4/ 2017 tentang standar tarif pelayanan kesehatan dalam program JKN juga turut diusung menjadi bahan diskusi dalam seminar berikutnya.

 

FEBRUARI

PKMK melanjutkan serangkaian webinar yang di bulan Februari membahas ideologi dalam JKN dan posisi ideologi dalam monitoring dan evaluasi kebijakan JKN. Isu ideologi ini penting dalam konteks kebijakan JKN yang cenderung mempunyai paket-manfaat yang tidak terbatas, dalam situasi supply-side sistem kesehatan yang tidak merata, dan keadaan keuangan pemerintah yang tidak kuat untuk mendanai seluruh paket-manfaat.

link terkait

Pada bulan Februari 2017 dilakukan kunjungan ke Hanoi untuk membandingkan jaminan kesehatan di Vietnam dan Indonesia. Menarik yang terlihat, walaupun Vietnam merupakan negara dengan ideologi sosialis, paket-manfaat JKN tidaklah sebesar yang ada di Indonesia. Paket manfaat KB hanya diberikan ke masyarakat miskin. Masyarakat kelas menengah ke atas dipersilahkan untuk membeli sendiri.

link terkait 

 

MARET

Isu sentralisasi dan desentralisasi kebijakan jaminan kesehatan terus dibahas. Bersama dengan DJSN dan Jamkesos DIY, PKMK mendiskusikan kerja sama pusat dan daerah beserta tantangan dan peluang atas formulasi pembagian peran pusat dan daerah dalam perspektif keadilan sosial di era JKN. Kegiatan ini dilakukan bersama dengan diskusi di Propinsi Jawa Tengah tentang penggunaan data dari BPJS untuk perencanaan kesehatan. Dalam diskusi ternyata memang sampai tahun ke empat JKN dijalankan, staf Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Propinsi tidak dapat akses ke data BPJS untuk perencanaan. Di sini terlihat bahwa fragmentasi sistem pelayanan kesehatan terlihat dari terpisahnya data untuk perencanaan kesehatan. Hasil penemuan Riset Implementasi yang di lakukan pada tahun 2016 di Propinsi Sumatera Utara, DKI, Jawa Timur, Papua, ternyata juga dibenarkan di DIT, Jawa Tengah, dan Propinsi Riau.

Sebagai catatan dengan adanya BPJS, data FKTP swasta tetap tidak bisa dianalisis di Puskesmas Pemerintah. Lebih lanjut fungsi Puskesmas sebagai organisasi di level kecamatan yang mengurusi kesehatan wilayah menjadi tidak berjalan. Puskesmas berubah menjadi kontraktor BPJS.

Catatan:

  • Pada bulan ini ada satu wujud produk hukum yang terbit di bulan ini sebagai hasil koordinasi dua lembaga yaitu Peraturan Bersama Sekjen Kemenkes dan Direktur BPJS Kesehatan tentang petunjuk teknis pelaksanaan kapitasi berbasis komitmen pelayanan di FKTP.
  • Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI mulai menggiatkan sistem rujukan nasional, propinsi, dan regional dengan menggunakan teknologi telematika. Sampai tahun ke 4 kebijakan JKN, sistem rujukan belum tertata dengan baik.

Link terkait:

APRIL

Dalam membahas peranan Dinas Kesehatan dalam JKN, dengan konteks peranan BPJS dan jaringan pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah, dilakukan telaah terhadap peran purchasing. Dengan adanya dana yang masuk ke BPJS, maka terjadi dua aliran dana kesehatan, yang ke kuratif (terutama) oleh BPJS, dan yang preventif dan promotif ke Kementerian Kesehatan/Dinas Kesehatan. Dengan demikian ada 2 Purchaser besar yaitu Kemenkes/Dinas Kesehatan dan BPJS. Sebagai catatan Kemenkes/DinKes merangkap posisi sebagai Steward dalam sistem JKN. Peran strategic purchasing dan dinamika aktor kebijakan juga ditelaah oleh PKMK bersama Community of Practice dengan DJSN dengan dana dari USAID.

Catatan:

 

MEI

Merespon Peraturan BPJS Kesehatan No. 1/2017 terkait pemerataan peserta di FKTP maka PKMK mengundang pemateri dari BPJS Kesehatan untuk menjelaskan konsep kebijakan pemerataan kepesertaan beserta isu-isu menarik dari regulasi tersebut. Kebijakan pemerataan anggota di layanan primer dengan dasar 5000 peserta per satu dokter/FKTP ini dirasakan sulit diterima oleh Pemerintah Daerah. Dalam hal ini memang terjadi situasi yang dilematis untuk pelayanan kesehatan primer pemerintah, apakah Dinas Kesehatan bertindak sebagai steward atau kontraktor FKTP.

Catatan:

  • Dalam rangka mendukung penyusunan kebijakan yang memperhatikan mereka yang di pinggiran, PKMK juga mengadakan seminar yang mengundang P2JK Kemenkes dan pakar hukum dari FH UGM.
  • Selain itu, diskusi mengenai provider payment juga mengundang para pakar dari Thailand untuk berdiskusi bersama di FK UGM.
  • Pada bulan ini juga lahir PP No. 17/2017 mengenai sinkronisasi proses perencanaan dan penganggaran pembangunan nasional. Namun PP ini sulit sekali digabungkan dengan perencanaan di BPJS.

Link Terkati:

 

JUNI

Konsep sentralisasi dan desentralisasi beserta implementasinya di era JKN menjadi salah satu topik seminar di bulan Juni untuk mendukung konsep pembagian peran pusat dan daerah. Seminar tersebut juga diikuti dengan pembahasan mengenai strategi penyusunan agenda kebijakan ke berbagai pihak eksekutif dan yudikatif.

link terkait

 

JULI

Pasca Kongres International Health Economics Association 2017, tim peneliti PKMK yang menghadiri kongres tersebut mengadakan knowledge sharing melalui webinar bersama para anggota community of practice, terutama membahas mengenai isu efisiensi pelayanan kesehatan dan tantangan di bidang ekonomi kesehatan yang dihadapi antar negara. Beberapa isu kesehatan yang dibahas dalam Postgraduate Forum on Health System and Policy 2017 juga disampaikan kepada community of practice di Indonesia. Pada bulan ini juga terbit Perpres No. 59/ 2017 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Dalam Perpres ini terlihat fungsi pemerintah daerah sangat penting dalam sektor kesehatan karena membutuhkan kerjasama lintas sektoral.

Link terkait

 

AGUSTUS

Bersama dengan PPSDM Kemenkes, DJSN, dan BPJS Kesehatan; PKMK memfasilitasi seminar yang mendiskusikan mengenai kondisi supply side di Indonesia, termasuk pentingnya distribusi dan kualitas SDM kesehatan. Pada bulan ini juga telah terbit Permenkeu No. 112/PMK.07/2017 tentang pengelolaan transfer daerah dan dana desa. Untuk merespon pencapaian tujuan pembangungan nasional melalui upaya sinkronisasi perencanaan dan penganggaran, selama bulan Juli-Agustus ini PKMK juga mengadakan serangkaian pelatihan refreshing terkait teknik pendampingan penyusunan sinkronisasi RPJMD-RPJMN.

Link terkait

 

SEPTEMBER

Setelah menyelenggarakan serangkaian kegiatan, PKMK kemudian memfasilitasi diskusi untuk draft akhir produk dari hasil pendampingan sinkronisasi RPJMD-RPJMN dari tim sinkronisasi kota Yogyakarta. Mulai bulan September sampai bulan Desember mendatang, tim PKMK juga menyelenggarakan blended learning strategic purchasing bersama pimpinan dan staf BPJS Kesehatan (Pusat, Depwil, KC) dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

Link terkait

 

OKTOBER

Keberlangsungan program JKN: Tantangan dan Strateginya juga menjadi topik seminar PKMK yang mengundang Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan. Optimalisasi upaya promotif dan preventif dalam program JKN menjadi salah satu topik utama yang didiskusikan. Beberapa topik kemudian dirangkum dan difasilitasi untuk didiskusikan dalam forum nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia yang mengusung topik tentang monitoring kebijakan JKN dan pengalaman empirik dalam penyusunan kebijakan di level pusat dan daerah. Keputusan di FKKI bahwa tahun ke 5 sebaiknya segera dimulai Riset Evaluasi Kebijakan JKN yang diharapkan dilakukan secara independen.

Pada bulan ini isu mengenai Defisit BPJS semakin besar. Ada masalah dengan pendanaan yang mengakibatkan kegelisahan pengelola-pengelola RS. PERSI sebagai perhimpunan RS di Indonesia bersifat aktif dengan melakukan berbagai lobby.

Link terkait

 

NOVEMBER

Untuk melengkapi reportase Fornas JKKI yang diadakan bulan sebelumnya, PKMK menyusun newsletter yang salah satu bahannya adalah profil kesehatan Indonesia yang diterbitkan tahun 2017.

Sebagai hasil pendampingan sinkronisasi, pada bulan ini PKMK juga memfasilitas tim provinsi DIY untuk membahas draft akhir produk dari sinkronisasi RPJMD-RPJMN.

Link terkait

 

DESEMBER

PKMK mengadakan seminar dan webinar hasil kajian analisis kebijakan pembiayaan program pengendalian TB dalam konteks JKN di Indonesia. Beberapa pendekatan strategic purchasing juga digunakan dalam analisis hasil kajian. Untuk memperkaya metode evaluasi kebijakan, PKMK juga memfasilitasi webinar yang mengenalkan mengenai metode realist evaluation.

Masalah defisit BPJS diatas dengan pemberian dana dari pemerintah. Namun yang menarik adalah bahwa defisit dana akan diatasi dengan bagi hasil rokok. Kebijakan ini ditentang oleh IAKMI yang mengeluarkan himbauan kepada Menteri Kesehatan.

Link terkait

KLIPING BERITA

 

 

 {jcomments on}

Arsip Kegiatan Tahun 2018

JANUARI

PKMK mengawali kegiatan tahun 2018 dengan menganalisis data dan hasil kajian dari tahun-tahun sebelumnya, terutama terkait dengan perkembangan salah satu kebijakan publik yaitu program JKN. Dari sekitar Rp 58,3 T anggaran Kemenkes (2017), dukungan pembiayaan JKN mencapai Rp 25,5 T untuk pendanaan 92,3 juta peserta PBI. Kembali dialokasikannya pembiayaan JKN yang mencapai Rp 25,58 T di tahun 2018 juga turut menyikapi belum adanya kebijakan kenaikan iuran JKN. Salah satu webinar yang dilaksanakan PKMK UGM di awal tahun 2018 adalah Expert Meeting yang membahas strategi penguatan pelayanan primer untuk mendukung sustainabilitas JKN – Gatekeeper. Beberapa kebijakan utama yang didiskusikan yaitu Permenkes No. 23/ 2017 tentang Perubahan Kedua Permenkes 71/ 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN, Inpres No. 8/ 2017 tentang Optimalisasi JKN, dan Pemberlakukan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) terutama yang terkait dengan mutu pelayanan.

Link terkait kegiatan bulan Januari 

FEBRUARI

PKMK melanjutkan serangkaian webinar dan menjadikan beberapa isu kebijakan utama menjadi studi kasus pada program blended learning yang dilaksanakan. Salah satu forum diskusi yang digelar bersama dengan Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters) membahas berbagai strategi untuk mengendalikan biaya dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat di era JKN. Kendala-kendala yang terindentifikasi dalam diskusi tersebut, diantaranya seputar kondisi defisit JKN, tunggakan pembayaran ke RS, stok obat, disparitas infrastruktur dan pelayanan kesehatan di daerah yang mengerucut ke beberapa strategi dan solusi seputar perbaikan supply side, kendali mutu dan kendali biaya, penguatan regulasi, kebijakan yang memudahkan pembayaran iuran bagi perusahaan, serta kerja sama dengan Kejaksaan Agung untuk penegakan kepatuhan dan penegakan hukum.

Link terkait kegiatan bulan februari

 

MARET

Sejauh mana implementasi dan dampak Permenkeu No. 209/PMK.02/2017 Tentang Dana Operasional BPJS Kesehatan yang sebesar 4,8% dari DJS dengan jumlah paling banyak sebesar Rp. 3.768.829 miliar menjadi salah satu sorotan utama yang sering dibahas pada beberapa diskusi kebijakan. PKMK UGM juga turut mendiskusikan hal tersebut yang dihubungkan dengan masih tingginya kebutuhan pembiayaan layanan kesehatan kanker yang telah menggunakan dana JKN 2014-2017 sebesar Rp 2,8 T.

Setiap tahunnya, pembayaran obat mencapai 43% dari dana JKN; sedangkan kasus pelayanan kanker juga menyerap sekitar 17% dari dana JKN. Di lain sisi, penyebab out of pocket yang masih tinggi juga bukan hanya mengindikasikan regulasi dan implementasi yang masih kurang optimal, melainkan juga minimnya pengetahuan dari peserta JKN. Di lain sisi, menyikapi isu kebijakan publik lainnya maka PKMK menyelenggarakan blended learning untuk pelatihan analis kebijakan.

Link terkait kegiatan bulan Maret

 

APRIL

Menyikapi beberapa isu kebijakan yang terjadi, PKMK UGM mengidentifikasi dan mempertanyakan apakah adanya JKN telah meningkatkan pengeluaran kesehatan terhadap GDP di Indonesia. Bahkan data The Lancet : Trend Pembiayaan Kesehatan di Masa Depan menunjukkan skenario untuk Indonesia tahun 2040 yaitu 4% (THE per GDP). Di lain sisi, isu kebijakan lainnya yang teranalisis oleh PKMK seputar masih tingginya tunggakan iuran peserta JKN (terutama peserta mandiri), masalah verifikasi data antara Pemda dan BPJS Kesehatan, optimalisasi program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), sampai dengan implementasi verifikasi digital klaim, pembayaran provider dan trend kepuasan fasilitas kesehatan. Di periode yang bersamaan, program blended learning analis kebijakan yang diselenggarakan oleh PKMK UGM sedang membahas topik utama seputar analis kebijakan publik, dokumentasi saran kebijakan, konsultasi publik, dan advokasi kebijakan.

Link terkait kegiatan bulan April

 

MEI

Filantropisme untuk kesehatan merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh PKMK UGM untuk menjawab kebutuhan pembiayaan kesehatan di Indonesia. Topik yang telah dibahas seputar perbedaan sistem pajak dan filantropisme yang turut menekankan bahwa filantropisme bukan pengganti sistem pajak. Sehubungan dengan monev JKN, PKMK bersama jejaring juga sedang merumuskan proposal untuk riset evaluasi kebijakan dan analisis kebijakan program JKN. Pelatihan yang ikut menyertainya juga terkait dengan perumusan policy brief di sektor kebijakan kesehatan. Di lain sisi, program blended learning perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan di era JKN juga dimulai yang diawali dengan pemaparan kebijakan perencanaan kesehatan nasional dan konsep penyelarasan kebijakan kesehatan di level pusat dan daerah.

Link terkait kegiatan bulan Mei

 

JUNI

Konsep filantropisme di era JKN yang diperkenalkan oleh PKMK UGM diharapkan dapat mendukung kebijakan pembiayaan kesehatan di Indonesia. Salah satu puncak kegiatan PKMK di bulan ini yaitu adanya diskusi yang membahas peran sistem filantropisme dalam pembiayaan RS di era JKN dan peran filantropisme dalam konser amal di sektor kesehatan. Pada kegiatan tersebut, PKMK juga berusaha mengidentifikasi beberapa kelompok yang dikategorikan menjadi jumlah filantropis kecil namun dapat mendonasikan dana besar dan jumlah filantropis banyak namun dapat mendonasikan dana kecil. Sehubungan dengan monev JKN, tim PKMK dan jejaring juga mulai mengidentifikasi program logic dan kerangka C-M-O untuk proposal evaluasi kebijakan JKN dengan menggunakan realist evaluation. Di lain sisi, secara bersamaan tim PKMK juga membahas isu strategis, sasaran, target program, arah kebijakan, dan strategi program dalam penyelarasan kebijakan perencanaan kesehatan di Indonesia.

 

JULI

Pasca mengikuti pertemuan evaluasi JKN dalam menyongsong universal coverage, tim peneliti PKMK yang hadir mengadakan knowledge sharing melalui webinar bersama para anggota community of practice. Beberapa poin yang disampaikan yaitu gambaran cakupan kepesertaan JKN yang diperkirakan mencapai 95% pada tahun 2019, gambaran peningkatan pemanfaatan JKN, dan trend peningkatan biaya pelayanan. Selain itu, tim peneliti PKMK juga mengikuti dan melaporkan forum ilmiah internasional 12th PGF on Health System and Policies di Malaysia dengan tema strategi pemanfaatan big data dalam manajemen dan kebijakan kesehatan.

PKMK juga memfasilitasi penyelenggaraan bedah buku terkait Analisis Kebijakan Kesehatan, Prinsip, dan Aplikasi. Beberapa kebijakan yang telah terbit dan dianggap menjadi awal dari kontroversi panjang, diantaranya : Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No. 2/ 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No. 3/ 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan No. 5/ 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

Link terkait kegiatan bulan Juli

 

AGUSTUS

PKMK terlibat di dalam pertemuan ilmiah tahunan dan semiloka nasional IV KARS yang menjadi ajang berbagi pengetahuan, informasi, dan pemahaman terhadap standar akreditasi rumah sakit. Sebanyak 15 karya ilmiah terkait akreditasi, berikut solusi dan inovasi, dipresentasikan secara podium dan 50 karya ilmiah ditampilkan dalam bentuk poster. Kegiatan tersebut juga menyajikan 46 karya inovatif dari rumah sakit dimana tiga karya terbaik mendapat KARS Awards.

Beberapa forum ilmiah lain yang dihadiri oleh tim peneliti PKMK yaitu 3rd International Conference on Applied Science and Health yang diselenggarakan di Thailand dengan tema Addressing Global Health Challenges: Policy, Research and Practices dan 1st International Conference on Health Administration and Policy yang diselenggarakan oleh FKM Unair dengan tema Risk Management in Healthcare. Di lain sisi, adanya informasi APBN 2019 yang mengalokasikan anggaran kesehatan naik 200% maka salah satu yang digarisbawahi oleh tim peneliti PKMK yaitu Pemerintah melalui koordinasi 22 kementerian dan Lembaga sedang menargetkan penurunan angka stunting pada 2019 hingga ke angka 24,8 % dengan melakukan intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Sementara fokus intervensi pada 2019 akan dilakukan terhadap 160 kabupaten/ kota.

Link terkait kegiatan bulan Agustus

 

SEPTEMBER

Uji coba rujukan online sampai saat ini masih menjadi polemik di beberapa daerah di Indonesia. Oleh karena itu, isu tersebut kemudian masuk dalam salah satu kajian PKMK - penelitian evaluasi JKN Metode Realist Evaluation sasaran-5 bahwa uji coba rujukan online tersebut : disharmonisasi dengan Pergub DI Yogyakarta dan Provinsi Bengkulu tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan dan Rujukan online diindikasi menurunkan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Di periode yang bersamaan, PKMK juga melaksanakan uji coba pedoman pencegahan kecurangan (fraud) JKN. Pedoman tersebut diujicobakan di 3 (tiga) Provinsi yaitu Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Uji coba bertujuan untuk penyempurnaan draft, rekomendasi perbaikan sistem dan regulasi, dan menyusun rekomendasi mekanisme pengenaan sanksi.

Di lain sisi, dalam rangka memotret skema pembiayaan belanja kesehatan 2010-2016, terbit Permenkeu No. 113/ 2018 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Program JKN. Kelompok IDI juga menyarankan selain pencairan dana cadangan dan pemanfaatan cukai tembakau, adanya penyesuaian iuran BPJS Kesehatan patut untuk dipertimbangkan. Terkait dengan pelatihan dan forum ilmiah, PKMK UGM juga memfasilitasi penyelenggaraan Forum Mutu Nasional - Indonesian Health Care Quality Network (IHQN) Ke XIV dengan tema Leadership dalam Peningkatan Mutu Layanan Kesehatan: Meningkatkan Efisiensi, Memenuhi Standar Akreditasi, dan Berperan Serta dalam Sustainable Development Goals / SDGs serta memulai serangkaian blended learning pelatihan dasar menjadi analis kebijakan.

Link terkait kegiatan bulan September 

 

OKTOBER

Tiga kebijakan yang sempat menimbulkan kontroversi panjang diikuti oleh berbagai diskusi panjang sejak bulan Juli dan akhirnya Perdirjampelkes BPJSK No. 2, 3, dan 5 tahun 2018 dibatalkan oleh MA karena dinilai bertentangan dengan sejumlah peraturan antara lain Pasal 24 ayat (3) UU No. 40/ 2004 tentang SJSN, Pasal 2 UU No. 24/ 2011 tentang BPJS, dan pasal 5 UU No. 12/ 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam rangka menjaga sustainabilitas JKN, PKMK UGM juga terlibat dalam pengembangan konsep uji coba model pembayaran global budget pada RS sebagaimana yang telah diterapkan oleh Inggris, Jerman, Belgia, dan Italia. Terkait dengan mutu pelayanan kesehatan, PKMK bekerja sama dengan WHO dalam penetapan strategi dan program nasional yang sekaligus menjadi rangkaian penyusunan National Quality Policy and Strategy (NQPS). Di periode yang sama, tim peneliti PKMK juga mengikuti dan melaporkan The Fifth Global Symposium on Health Systems Research di Liverpool Inggris.

Link terkait kegiatan bulan Oktober

 

NOVEMBER

Perpres No. 82/ 2018 tentang Jaminan Kesehatan akhirnya terbit dan mengatur seputar koordinasi antar penyelenggara jaminan sampai dengan penggunaan data BPJS Kesehatan, pengembangan sistem pelayanan kesehatan, kompensasi, peran Pemda, tunggakan iuran beserta denda, serta monev JKN. Dalam kesempatan ini, PKMK UGM juga menyelenggarakan Forum Nasional JKKI VIII yang mempaparkan hasil sementara capaian 8 sasaran peta jalan JKN dari studi kasus 7 provinsi. Tiga topik utama yang dibahas yaitu topik tata kelola, equity/ pemerataan pelayanan, dan mutu layanan kesehatan.

Tim peneliti PKMK UGM menjelaskan bahwa data JKN masih tidak mudah untuk diakses atau belum transparan serta peran Pemda masih belum ada dalam menurunkan defisit BPJS Kesehatan. Terkait dengan equity; pemerataan dan manfaat pelayanan kesehatan berjalan dengan baik di provinsi seperti DIY, Jateng, Jatim, sedangkan belum optimal di daerah lainnya seperti Sumatera Selatan, Bengkulu, Sumsel dan NTT. Mutu pelayanan kesehatan pun cenderung belum dapat mencapai % target yang ingin dicapai, karena sering berubahnya kebijakan dan keorganisasian yang belum tuntas tentang tugas dan kewenangan yang diberikan pada Tim TKMKB dan Anti-fraud.

Link terkait kegiatan bulan November 

 

DESEMBER

Menteri Keuangan meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit BPJS. Hasil audit awal BPKP terhadap BPJS Kesehatan ditemukan indikasi data kepesertaan ganda sebanyak 5,4 juta jiwa NIK yang sama. Walaupun demikian, Kemenkeu tetap siap mencairan dana suntikan ke BPJS Kesehatan dan ada indikasi bahwa usulan kenaikan iuran JKN telah diterima Kemenkeu sebagai solusi menekan defisit BPJS Kesehatan. Pada periode yang sama, tim PKMK juga memotret adanya Perpres mengenai WKDS yang dihentikan oleh MA karena telah dianggap melanggar HAM.

Dalam momen ini, PKMK UGM juga menyelenggarakan konsolidasi Nasional Penguatan Sistem Pencegahan Kecurangan (Fraud) pada JKN. Acara Konsolidasi ini bertujuan untuk memperkuat sistem pencegahan kecurangan (fraud) pada program JKN melalui urun rembuk nasional dengan mengumpulkan masukan, pendapat dan usulan ide untuk memperkuat sistem pencegahan fraud. Serta untuk mensinkronisasi kebijakan, regulasi dan program serta upaya konkrit yang harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan dari level pusat sampai ke daerah sehingga lahir kesatuan pikir dan kesatuan gerak untuk mencegah fraud yang terjadi dalam program JKN.

Link terkait kegiatan bulan Desember 

 

 

 

 

  • angka jitu
  • toto 4d
  • toto
  • toto macau
  • rtp live slot
  • bandar togel 4d
  • slot dana
  • toto sdy
  • toto slot
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • bandar togel
  • toto macau
  • bandar slot
  • toto togel
  • togel4d
  • togel online
  • togel 4d
  • rajabandot
  • toto macau
  • data toto macau
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • judi online
  • nexus slot
  • agen slot
  • toto 4d
  • slot777
  • slot777
  • slot thailand
  • slot88
  • slot777
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot demo
  • slot777
  • toto 4d
  • toto slot
  • agen slot
  • scatter hitam
  • slot 4d
  • bandar slot/
  • bandar slot/
  • toto slot
  • mahjong slot
  • slot jepang
  • slot777
  • slot dana
  • slot dana
  • toto slot
  • bandar slot
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot 2025
  • toto slot
  • bandar slot
  • agen slot
  • slot dana
  • slot777
  • bandar slot
  • slot thailand
  • toto slot
  • slot resmi
  • togel4d
  • slot resmi
  • KW
  • slot online
  • slot gacor
  • slot88
  • slot
  • situs slot
  • slot777
  • slot gacor
  • pgsoft
  • mahjong
  • slot demo
  • slot 4d
  • slot scater hitam
  • judi online
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • slot vip
  • demo slot
  • slot bet kecil
  • slot bet 400
  • slot gacor