Reportase World Congress on Public Health - Hari 1

epi visible

We have voices, we have vision, it’s now time for action

Sesi pembukaan di hari pertama diisi oleh sederet akademia dan pemangku kebijakan di bidang kesehatan di Australia.
Profesor Helen Keleher, ketua dari kongres ini membuka dengan memberikan deskripsi dari kegiatan dalam 5 hari ke depan. Kemudian, diikuti oleh Michael Moore selaku Presiden dari WFPHA yang menjelaskan makna dari ‘voices, vision, action’ pada logo kongres ke 15 ini. Begitu banyak bukti-bukti penelitian yang ada dalam ranah kesehatan masyarakat, dari bukti-bukti yang ada kita mendapatkan satu idea atau nilai baru untuk diterapkan. Namun demikian, kendala utamanya adalah bagaimana menindaklanjuti atau melakukan ‘action’ dari hasil penelitian dan ide pemecahan masalah yang kita miliki.

Inti dari kesehatan masyarakat adalah solidaritas, ungkap Bettina Borusch. Bagus atau tidaknya program kesehatan masyarakat tampak dari bagaimana wanita dan grup minoritas menerima manfaat dari program tersebut. Solidaritas akan terwujud bila kita dapat mengajak pihak lain untuk bersama-sama mewujudkan suatu tujuan. Namun perlu diingat bahwa solidaritas bukan semata-mata mengajak pihak lain, sebagaimana pemerhati kesehatan mengajak lintas sektor untuk bersama-sama memperhatikan program kesehatan, tetapi juga memastikan bahwa lintas sektor atau pihak lain mendapatkan manfaat dari ajakan kita tersebut.

Pentingnya solidaritas dan mempertimbangkan semua pihak, khususnya masyarakat sebagai yang menikmati program dan kebijakan kesehatan. DeMichelle DeShong, CEO Australian Indigenous Governance Institute menceritakan pengalaman dalam membangun kesehatan masyarakat Aborigin dengan memperkenalkan konsep kemandirian. “Bukan self-government, tetapi self-governance”, ungkap DeShong. “Selama ini pemerintah memberikan dana untuk program tertentu untuk dikelola oleh masyarakat Aborigin, sebenarnya yang dibutuhkan bukan hanya dana tetapi kewenangan untuk memasukkan ide dan nilai budaya pada program yang ada”, lanjut DeShong lagi dalam sesi keynote speech.

Aksi Nyata Apa yang Benar-Benar ‘Nyata’?

Berbicara tentang aksi atau tindak lanjut nyata kebijakan kesehatan, sangat tergantung pada peran praktisi kesehatan masyarakat dalam meyakinkan pembuat kebijakan untuk menetapkan program tertentu. Melalui video conference, Tabaré Vasquez, Presiden Uruguay di periode ini, bertutur tentang keberanian Uruguay dalam mengambil aksi nyata mengurangi dampak buruk kesehatan akibat konsumsi tembakau. “Kanker merupakan penyakit yang dapat dicegah melalui edukasi dan komunikasi; merupakan tugas kita (praktisi kesehatan masyarakat) untuk memberi edukasi tersebut”, Tabaré menegaskan di awal sesinya.

Perusahaan Phillip Morris menghasilkan pendapatan lebih tinggi dari 2 kali GDP Uruguay dalam setahun, sementara tembakau menjadi salah satu penyebab tingginya belanja kesehatan di Uruguay. Pemerintah Uruguay telah menetapkan berbagai larangan, antara lain: larangan merokok di dalam ruangan di fasilitas umum, larangan promosi tembakau dalam bentuk apapun di semua media televisi, radio dan internet - termasuk untuk jenis rokok elektrik, larangan sponsorship dari perusahaan rokok, menghilangkan jargon rokok tipe tertentu yang mengusung konsep ‘light’, ‘menthol’ atau sejenisnya, merancang kemasan rokok dengan peringatan yang signifikan, serta pemungutan pajak rokok. Saat ini prevalensi perokok usia 13 – 17 tahun telah turun menjadi kurang dari 10%, insidensi infark miokard akut berkurang 22%, serta Uruguay mendapat keuntungan lebih dari USD100 juta berkat kebijakan tersebut. Inilah contoh keberanian Uruguay dalam ‘mengalahkan’ kekuasaan rokok.

Dr. Ilona Kickbusch, Direktur the Global Health Centre Geneva mengungkapkan aksi nyata di Finlandia dalam mengatasi determinan sosial kesehatan, yakni dengan menetapkan Universal Basic Income (UBI). Dalam skema UBI ini, pengangguran di Finlandia akan menerima uang tunjangan sebesar 560 euro per bulan, tanpa meminta pengangguran tersebut untuk melakukan apapun (unconditional). Skema ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pekerjaan masyarakat karena masyarakat akan lebih memilih pekerjaan dengan jaminan yang baik, menurunkan angka kemiskinan, yang pada akhirnya akan meningkatkan status kesehatan. Skema ini kabarnya akan diperkenalkan di beberapa negara di Eropa, antara lain Belanda, serta India.

Tantangan dari Dunia Politik

Dalam pidatonya yang tajam, Martin McKee, Presiden World Federation of Public Health Association (WFPHA) menyebutkan betapa sejarah telah banyak menceritakan bagaimana dampak politik pada kesehatan. Kita harus menerima dan menyadari bahwa isu kesehatan masyarakat sangat sering berbau politik. Dalam pidatonya yang bertajuk “Enemies of the People: Public Health in an Era of Populist Politics” memaparkan bahwa seorang praktisi kesehatan masyarakat harus lihai memanfaatkan skills dan knowledge-nya untuk mencegah para politisi melakukan hal yang buruk untuk kesehatan masyarakat. Kebijakan dan regulasi yang ditetapkan oleh para politikus, akan secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi kesehatan masyarakat, keluarga dan individu.

Sebagai contoh Brexit dan dampaknya pada kesehatan. Data menunjukkan bahwa 10% dokter, 16% bidan dan 5% perawat di UK berasal dari Uni Eropa. 20% dokter bedah di UK memperoleh pendidikan di Uni Eropa serta lebih dari 300 juta euro dana penelitian kesehatan dari Uni Eropa research fund telah dialirkan untuk institusi-institusi di UK sejak 2014. Terjadinya Brexit dapat berarti memperkecil atau menutup berbagai peluang yang ada untuk mencapai kesehatan masyarakat yang baik di UK. Sebagai praktisi kesehatan masyarakat, kita memegang kunci dalam: memberi wawasan mengenai suatu isu kebijakan kesehatan kepada pemangku kebijakan, menunjukkan dan menggarisbawahi konsekuensi dari kebijakan tertentu, serta senantiasa memeriksa fakta-fakta yang ada dengan memanfaatkan kemampuan analisis epidemiologi serta skills lainnya. “Epidemiologi dapat menjadi alat yang kuat untuk mengatasi determinan politik untuk kesehatan. Epidemiologi membuat yang tak terlihat menjadi terlihat”, tutup McKee.

What’s next?

Dalam sesinya ‘A time for hope: pursuing a vision of a fair, sustainable and healthy world’, Sharon Friel dari School of Regulation and Global Governance ANU melihat bahwa situasi saat ini penuh dengan keputusasaan, tetapi masih ada celah peluang yang dapat menjadi pengharapan. Dunia ini penuh dengan permasalahan pelik: manusia membunuh buminya sendiri dan banyak permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi yang seharusnya menjadi wahana mencapai tujuan malah menjadi tujuan itu sendiri. Namun demikian, kita perlu optimis bahwa ada peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan bersama, yang utama adalah pentingya ‘network of hope’. Network of hope, atau dapat juga disebut sebagai jejaring harapan, akan terbentuk saat sekelompok orang memiliki visi yang sama untuk memperbaiki keadaan. Pergerakan dan inisiatif yang diusung masing-masing kelompok tersebut akan semakin memperkuat dan memperlebar jejaring harapan. Satu aspek yang tidak boleh diabaikan yaitu kekuatan organisasi masyarakat sipil, yang dicontohkan dengan suksesnya program nutrisi global yang didominasi oleh organisasi masyarakat sipil dan donor. Menariknya, sangat sedikit peran dari sektor swasta dan industri. Di sinilah kekuatan praktisi kesehatan masyarakat untuk mampu menggerakkan masyarakat sendiri dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. “Kita adalah ‘penjual ide’ dan inovator yang kadang membuat kekisruhan. Evidence is power. Dengan analisis yang baik dari fakta yang ada, yang mengupayakan perubahan regulasi, merangkul berbagai aktor dengan jejaring yang terorganisir, maka kita akan mampu membuka pintu bersama-sama pada perubahan status quo di dunia kesehatan”, pesan Friel.

Reporter: Likke prawidya Putri

  REPORTASE TERKAIT :

 

 

Term of Reference

Bedah Buku
“The Republic of Indonesia Health System Review”

  Pengantar

Buku The Republic of Indonesia Health System Review telah dipublikasikan oleh Asia Pacific Observatory pada Maret 2017. Publikasi ini merupakan bagian dari seri Health System in Transition (HiT). Seri HiT memberikan informasi yang relevan untuk mendukung para pembuat kebijakan dan menjadi bahan analisis dalam pengembangan kesehatan. Publikasi ini diharapkan dapat digunakan untuk mempelajari secara detil berbagai pendekatan dalam isu manajemen institusi kesehatan, pembiayaan kesehatan, sistem kesehatan, implementasi berbagai program kesehatan, juga sebagai alat diseminasi informasi dan berbagi pengalaman diantara pembuat kebijakan dan peneliti di berbagai negara.

Buku The Republic of Indonesia Health System Review terdiri dari 7 bab utama yaitu Pendahuluan, Organisasi & Tata Kelola Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan, Sumber Daya Manusia & Infrastruktur, Pelayanan Kesehatan, Reformasi Kesehatan, serta Penilaian Sistem Kesehatan. Berbagai materi dalam buku ini antara lain: gambaran komprehensif tentang perkembangan sistem kesehatan Indonesia selama 25 tahun terakhir, termasuk berbagai pencapaian di bidang kesehatan populasi dan berbagai tantangan dalam mengatasi meningkatnya penyakit tidak menular, hingga perkembangan program JKN serta disparitas yang masih tinggi.

Guna membahas berbagai materi dalam buku ini, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM menyelenggarakan Bedah Buku “The Republic of Indonesia Health System Review”.

  Tujuan

  1. Membahas buku “The Republic of Indonesia Health System Review”
  2. Menyoroti berbagai tantangan pada sistem kesehatan di Indonesia yang memerlukan analisis lebih mendalam


  Tempat

Kegiatan ini dilaksanakan pada :
Hari, Tanggal      : Selasa, 4 April 2017
Waktu               : 14.00 - 15.30 WIB
Tempat              : Ruang Teater, Lt.2 Gedung Perpustakaan FK UGM

Target Peserta

  1. Dosen-dosen FK UGM
  2. Mahasiswa/i S2 HPM FK UGM
  3. Konsultan dan Peneliti
  4. Dosen dan Mahasiswa/i dari luar FK UGM


  Agenda

Waktu Materi Pembicara
14.00-14.10 Pembukaan Moderator
14.10-14.25 Overview HiT

dr. Yodi Mahendradhata

14.25-14.40

Highlight Chapter 4

materi

dr. Tiara Marthias
14.40-14.50 Pembahasan

Prof. Laksono Trisnantoro

14.50-15.20 Sesi Diskusi
15.20-15.30 Penutupan Moderator

 

  

 

 

 

WORKSHOP

Strategi Penyusunan Agenda Kebijakan ke berbagai pihak: Eksekutif dan Yudikatif (1):
Apakah akan Judicial Review ataukah Legislative Review

  Pengantar

Seperti yang diketahui bersama, menurut Sabatier & Jenkins Smith (1993) dan Buse (2004) bahwa kebijakan dibuat dan dilaksanakan melalui tahap agenda setting, formulasi kebijakan dan adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Proses ini terlihat linear, tetapi dalam kenyataannya tidak linear bahkan 'muddling through' (Lindblom, 1959). Lembaga peradilan yang melakukan judicial review hanya bertindak sebagai negative legislator. Artinya, lembaga peradilan hanya bisa menyatakan isi norma atau keseluruhan norma dalam peraturan perundang-undangan itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Mereka tidak boleh menambah norma baru ke dalam peraturan perundangan yang di-judicial review. Dalam workhop kali ini akan bersama-sama mendiskusikan strategi penyusunan agenda kebijakan ke berbagai pihak.


  Tujuan

  1. Membahas strategi penyusunan agenda kebijakan JKN
  2. Membahas perbedaan judicial review dan legislative review
  3. Membahas peran judicial review dan legislative review dalam menyusun agenda kebijakan, kaitannya dengan Prolegnas

  Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi


  Agenda

Diskusi ini akan diselenggarakan pada hari Jumat, 31 Maret 2017; pukul 13.30 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Bapak/ Ibu/ Sdr yang tidak dapat hadir secara tatap muka dapat tetap mengikusi diskusi webinar melalui link registrasi berikut:

https://attendee.gotowebinar.com/register/9182556347419898881  
Webinar ID: 278-489-371

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

Pemateri

  1. Shita Dewi, Ph.D
  2. Dosen Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada

Pembahas

  1. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D
  2. Bagian hukum - BPJS Kesehatan Pusat


  Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
13.00-13.10  Pembukaan Moderator
13.10-13.30 

Sesi 1:

Strategi Penyusunan Agenda Kebijakan JKN

Shita Dewi, PhD

materi

13.30-13.50 

Sesi 2:

Peran judicial review dan legislative review dalam menyusun agenda kebijakan JKN

Rimawati, SH., M.Hum

Dosen Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada

materi

13.50-14.20 

Sesi 3:

Pembahasan

Pembahas

Rizzky Anugerah

BPJS Pusat: Kadep M. Regulasi BPJS Kesehatan

materi

14.20-14.50  Diskusi/ Tanya-Jawab Pambahas & Pemateri
14.50-15.00  Penutup Moderator


  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website:
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ , http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

 

 

 

 

WORKSHOP

Protokol Penelitian Monev JKN – Tahap 2

  Pengantar

Sesi ini merupakan kelanjutan dari workshop sebelumnya yang memfokuskan pada protokol penelitian monev JKN. Minggu ini dirancang untuk para peserta agar bisa menuliskan Bab I Pendahuluan dengan beberapa evidence data atau bukti-bukti atas pelaksanaan JKN dalam 3 tahun terakhir. Hal tersebut dapat memperkuat latar belakang mengapa evaluasi kebijakan JKN penting dilakukan. Contoh keberhasilan negara lain dalam suatu kebijakan juga dapat memperkuat pelaksanaan evaluasi kebijakan, termasuk beberapa hasil kajian literatur.


  Tujuan

  1. Mendiskusikan latar belakang evaluasi kebijakan JKN
  2. Mendiskusikan rumusan masalah dan tujuan dalam konteks evaluasi kebijakan JKN


  Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi


  Agenda

Diskusi ini diselenggarakan pada hari Selasa, 28 Maret 2017; pukul 13:00 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. 

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

Pemateri

  1. dr. Likke Prawidya Putri, MPH
  2. Muhammad Faozi Kurniawan, SE. Akt., MPH


  Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
13.00-13.10  Pembukaan Moderator
13.10-13.30 

Sesi 1:

Latar Belakang Evaluasi Kebijakan Program JKN

dr. Likke Prawidya Putri, MPH 
13.30-13.50 

Sesi 2:

Rumusan Masalah dan Tujuan Protokol Monev JKN

Muhammad Faozi Kurniawan, SE. Akt., MPH

materi

13.50-14.20

Sesi 3:

Pembahasan

Pembahas
  • P2JK Kemenkes
  • BPJS Kesehatan
14.20-14.50  Diskusi/ Tanya-Jawab Pambahas & Pemateri
14.50-15.00  Penutup Moderator


  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website:
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ , http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

 

 

 

 

SEMINAR

Aspek Pendapatan Dokter dalam Jaminan Kesehatan Nasional

  Pengantar

Masih beredar pemberitaan bahwa sejumlah dokter dan tenaga kesehatan lain tidak puas terhadap sistem dan besaran pembayaran yang diterapkan dalam program JKN. Menurut Ajeng dalam detikHealth (2014), pasien tambah banyak saat JKN, pendapatan dokter seharusnya bisa meningkat. Di lain sisi, kemampuan dan kesehatan para tenaga medis juga tetap harus diperhatikan. Beberapa diskusi Community of Practice masih menengarai bahwa pembayaran tenaga kesehatan yang berjalan saat ini masih berdampak kecil terhadap peningkatan kinerja fasilitas dan individu. Insentif hanya sekedar meningkatkan kedisiplinan staf dari segi kehadiran dan jam kerja, namun belum ditemukan bukti yang kuat mengenai peningkatan motivasi dan kualitas kerja.

  Tujuan

  1. Membahas sistem pembiayaan dokter dalam JKN
  2. Membahas aspek pendapatan dokter dalam JKN

  3. Membahas peran strategic purchasing dalam JKN


  Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi


  Agenda

Diskusi ini akan diselenggarakan pada hari Senin, 17 April 2017; pukul 13:00 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Bapak/ Ibu/ Sdr yang tidak dapat hadir secara tatap muka dapat tetap mengikusi diskusi webinar melalui link registrasi berikut: https://attendee.gotowebinar.com/register/8367047474122522627
Webinar ID: 402-167-475

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

Pemateri

  1. dr. Likke Prawidya Putri, MPH
  2. Dr. drg. Yulita Hendrartini, M.Kes, AAK

Pembahas

  1. P2JK Kemenkes
  2. BPJS Kesehatan pusat 


  Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
13.00-13.10  Pembukaan Moderator
13.10-13.30 

Sesi 1:

Aspek pendapatan dokter dalam Program JKN

dr. Likke Prawidya Putri, MPH 
13.30-13.50 

Sesi 2:

Sistem pembiayaan dan peran strategic purchasing dalam program JKN

Dr. drg. Yulita Hendrartini, M.Kes, AAK
13.50-14.20

Sesi 3:

Pembahasan

Pembahas
  • P2JK Kemenkes
  • BPJS Kesehatan pusat
14.20-14.50  Diskusi/ Tanya-Jawab Pambahas & Pemateri
14.50-15.00  Penutup Moderator


  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website:
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ , http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

 

 

 

 

SEMINAR

Kerjasama Pusat dan Daerah dalam Jaminan Kesehatan
dalam Perspektif Keadilan Sosial

  Pengantar

Kondisi missmatch anggaran JKN mengundang konsekuensi bahwa peran dalam pengelolaan dana JKN tidak hanya dari pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah. Bahkan ada wacana agar penyelenggaraan JKN diberikan seluruhnya ke pemerintah daerah, sehingga pemerintah pusat hanya berwenang dalam hal manajemen pengawasan. Banyak faktor yang patut dipertimbangkan dalam menemukan formulasi yang tepat mengenai pembagian tugas antara pemerintah daerah dengan pusat. Sistem desentralisasi sekarang membuat daerah diharapkan turut mengawal pembiayaan kesehatan di daerahnya bersama-sama dengan BPJS Kesehatan. Tentunya diharapkan ada keselarasan peran dengan hasil yang optimal bagi upaya penyelenggaraan kesehatan masyarakat, termasuk dalam perspektif keadilan sosial.

  Tujuan

  1. Membahas peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam program JKN
  2. Membahas kerja sama pusat dan daerah dalam perspektif keadilan sosial di era JKN
  3. Membahas tantangan dan peluang formulasi pembagian peran pusat dan daerah

  Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi

  Agenda

Diskusi ini akan diselenggarakan pada hari Rabu, 22 Maret 2017; pukul 13.00 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. 

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 


Pemateri

  1. M. Faozi Kurniawan, SE, Akt., MPH
  2. dr. Stefanus Bria Seran (Bupati Malaka)


Pembahas

  1. Asih Eka Putri (DJSN)
  2. Agus Priyanto (Bapel Jamkesos DIY)

  Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
 13.00-13.10 Pembukaan Moderator
13.10-13.30

Sesi 1:

Peran pusat dan daerah dalam program JKN : tantangan dan peluang formulasi pembagian peran

M. Faozi Kurniawan, SE, Akt., MPH 

materi

13.30-13.50

Sesi 2:

Peran Pemda Kab. Malaka dalam mewujudkan keadilan soaial untuk masyarakat Kab. Malaka melalui program JKN

dr. Stefanus Bria Seran 
13.50-14.20

Sesi 3:

Pembahasan

Pembahas
  • BPJS Kesehatan
  • DJSN
  • Jamkesos DIY
14.20-14.50 Diskusi/ Tanya-Jawab Pambahas & Pemateri
14.50-15.00 Penutup Moderator

  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 
Website:
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ , http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

 

Reportase Seminar Annual Scientific Meeting 2017: Pencegahan dan Pengendalian Resistensi Antimikroba

Resistensi sendiri berarti kemampuan mikroba untuk bertahan hidup dari antimikroba, sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis. dr. Slamet, MHP menyampaikan pidato Menteri Kesehatan yang antara lain berisi: resistensi terjadi karena peresepan yang tidak sesuai dosis,serta tidak patuhnya pasien dalam konsumsi antibiotik. Slamet menyatakan pada Rakerkesnas 28 Februari 2017, presiden Joko Widodo menyatakanbahwa diperlukan kerja sama lintas sektor untuk menghadapi resistensi antimikroba ini.

dr. Tri Hesty Widyastuti, MPH, Dirjen Yankes Kemenkes menyatakan salah satu penelitian yang sedang dilakukan mengungkapkan banyak dokter spesialis yang melakukan pemborosan penggunaan antibiotik. Hesty menekankan mengubah perilaku masyarakat agar tidak dengan mudah mengkonsumsiantibiotikmerupakan tantangan tersendiri. Bagaimana kabar riset di industri farmasi untuk menghasilkan antibiotik yang lebih kuat? Prof. dr, Iwan Dwiprahasto, M. Med, Sc, PhD menyatakan industri farmasi melihat riset dan produksi antibiotik kurang menjanjikan, karena untung yang minim dan lamanya balik modal.dr. Budiono Santoso, SpFK, PhD (spesialis farmakologi/perwakilan Kagama Kedokteran) menyatakan tingkat konsumsi dan resistensi antibiotik, makin tinggi konsumsi antibiotik, makin tinggi resistensinya. Budiono menambahkan mereka siap melakukan think tank dengan Kemenkes untuk menghindari kegagalan program.

Dr. Ir. Penny Kusumastuti Lukito, perwakilan Kepala BPOM menyampaikan materi Kebijakan Pengawasan Peredaran Antimikroba di Indonesia. Produsen bertanggung jawab dan masyarakat dapat melindungi diri. BPOM memiliki sistem monitoring efek samping obat (MESO). Alur kerja BPOM antara lain meliputipengawasan mulai dari pre market, lalu obat diedarkan, sembari melakukan pengawasan produksi, uji mutu, dan penilaian promosi. Ketika obat telah beredar, BPOM mengawasiproduksi dan distribusinya. Fokus utamakerja BPOM ialah sampling dan pengujian.

Notulis: Wiwid

{jcomments on}

The Impact of public health insurance on healthcare utilisation in indonesia

Evaluasi kebijakan Universal Health Coverage yang dikelola BPJS Kesehatan efektif sejak tahun 2014 yang dilakukan Darius Erlangga (PhD candidate dari Departemen of Health Science, University of York) adalah yang pertama dalam literatur kebijakan kesehatan Indonesia. Paper-nya mencoba mengeksploitasi keunggulan data panel dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) yang diambil secara representatif di 13 provinsi di seluruh Indonesia.

Dataset ini memiliki variabel kesehatan yang komprehensif, dan terlebih diambil secara longitudinal, sehingga perubahan individual antar waktu dapat ditangkap. Dengan menggunakan IFLS 4 yang diambil di tahun 2007 sebagai baseline, paper ini melihat efek BPJS Kesehatan pada IFLS 5 yang diambil di akhir tahun 2014 -Maret 2015. Kelompok treatment dibagi menjadi 2 : 1) Grup volunteer yakni yang pada tahun 2007 belum memiliki asuransi, pada tahun 2014 sudah ter-cover; 2. Grup subsidi didefinisikan sebagai kelompok yang tidak memiliki asuransi di tahun 2007 namun masuk dalam skema Jamkesmas di tahun 2014. Sementara kelompok control didefinisikan sebagai kelompok yang tidak ter-cover asuransi apapun di tahun 2007 dan tahun 2014.

Strategi identifikasi pada paper ini meliputi teknik estimasi non parametric dengan Propensity Score Matching (PSM) yang dipilih karena dua hal : Pertama, distribusi variabel yang tidak normal dan Kedua PSM mengurangi bias dari variasi faktor-faktor yang observable. Teknik ini kemudian digabungkan dengan Difference-in-Difference (DiD) yang mengeliminasi bias yang mungkin muncul dari hal-hal yang tidak observable semisal variasi dari efek waktu dan juga variasi individual.

Hasil dari estimasi mendapatkan beberapa indikator yang melihat utilisasi layanan kesehatan signifikan secara statistik. Efek dari adanya BPJS Kesehatan meningkatkan peluang untuk penambahan frekuensi kunjungan rawat jalan dan juga rawat inap (p<0.01) pada kelompok yang tergabung dalam skema volunteer (PBPU). Sementara efek pada kelompok yang disubsidi tidak signifikan (secara statistik). Paper ini juga melihat dampak pada kelompok sosioekonomi tertentu yang dibagi menjadi secara quintiles.

Temuannya sesuai dengan prediksi teori mikroekonomi, quintile ke-5 (yang relatif paling kaya) paling mungkin (secara probabilitas) meningkatkan jumlah kunjungannya untuk mendapat layanan kesehatan. Secara implisit ada kemungkinan terjadinya moral hazard, hanya saja beberapa catatan perlu digarisbawahi. Pertama, peningkatan kunjungan belum berarti welfare loss, namun bisa juga liquidity effect (Chetty et al 2013), dan perlu dilihat apakah ada “Good Moral Hazard” (Argumen Nyaman). Kedua, bisa juga grup yang disubsidi secara umum lebih sehat dibandingkan grup yang mendaftarkan diri secara sukarela. Secara umum, riset untuk melihat dampak adanya BPJS Kesehatan masih perlu terus dieksplorasi, dan akan sangat baik jika menggunakan data level pasien dari BPJS Kesehatan.

Giovanni van Empel
Untuk korespondensi dengan Darius Erlangga silahkan kirim email ke This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.