WORKSHOP

Strategi Penyusunan Agenda Kebijakan ke berbagai pihak: Eksekutif dan Yudikatif (1):
Apakah akan Judicial Review ataukah Legislative Review

  Pengantar

Seperti yang diketahui bersama, menurut Sabatier & Jenkins Smith (1993) dan Buse (2004) bahwa kebijakan dibuat dan dilaksanakan melalui tahap agenda setting, formulasi kebijakan dan adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Proses ini terlihat linear, tetapi dalam kenyataannya tidak linear bahkan 'muddling through' (Lindblom, 1959). Lembaga peradilan yang melakukan judicial review hanya bertindak sebagai negative legislator. Artinya, lembaga peradilan hanya bisa menyatakan isi norma atau keseluruhan norma dalam peraturan perundang-undangan itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Mereka tidak boleh menambah norma baru ke dalam peraturan perundangan yang di-judicial review. Dalam workhop kali ini akan bersama-sama mendiskusikan strategi penyusunan agenda kebijakan ke berbagai pihak.


  Tujuan

  1. Membahas strategi penyusunan agenda kebijakan JKN
  2. Membahas perbedaan judicial review dan legislative review
  3. Membahas peran judicial review dan legislative review dalam menyusun agenda kebijakan, kaitannya dengan Prolegnas

  Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi


  Agenda

Diskusi ini akan diselenggarakan pada hari Jumat, 31 Maret 2017; pukul 13.30 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Bapak/ Ibu/ Sdr yang tidak dapat hadir secara tatap muka dapat tetap mengikusi diskusi webinar melalui link registrasi berikut:

https://attendee.gotowebinar.com/register/9182556347419898881  
Webinar ID: 278-489-371

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

Pemateri

  1. Shita Dewi, Ph.D
  2. Dosen Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada

Pembahas

  1. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D
  2. Bagian hukum - BPJS Kesehatan Pusat


  Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
13.00-13.10  Pembukaan Moderator
13.10-13.30 

Sesi 1:

Strategi Penyusunan Agenda Kebijakan JKN

Shita Dewi, PhD

materi

13.30-13.50 

Sesi 2:

Peran judicial review dan legislative review dalam menyusun agenda kebijakan JKN

Rimawati, SH., M.Hum

Dosen Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada

materi

13.50-14.20 

Sesi 3:

Pembahasan

Pembahas

Rizzky Anugerah

BPJS Pusat: Kadep M. Regulasi BPJS Kesehatan

materi

14.20-14.50  Diskusi/ Tanya-Jawab Pambahas & Pemateri
14.50-15.00  Penutup Moderator


  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website:
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ , http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

 

 

 

 

WORKSHOP

Protokol Penelitian Monev JKN – Tahap 2

  Pengantar

Sesi ini merupakan kelanjutan dari workshop sebelumnya yang memfokuskan pada protokol penelitian monev JKN. Minggu ini dirancang untuk para peserta agar bisa menuliskan Bab I Pendahuluan dengan beberapa evidence data atau bukti-bukti atas pelaksanaan JKN dalam 3 tahun terakhir. Hal tersebut dapat memperkuat latar belakang mengapa evaluasi kebijakan JKN penting dilakukan. Contoh keberhasilan negara lain dalam suatu kebijakan juga dapat memperkuat pelaksanaan evaluasi kebijakan, termasuk beberapa hasil kajian literatur.


  Tujuan

  1. Mendiskusikan latar belakang evaluasi kebijakan JKN
  2. Mendiskusikan rumusan masalah dan tujuan dalam konteks evaluasi kebijakan JKN


  Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi


  Agenda

Diskusi ini diselenggarakan pada hari Selasa, 28 Maret 2017; pukul 13:00 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. 

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

Pemateri

  1. dr. Likke Prawidya Putri, MPH
  2. Muhammad Faozi Kurniawan, SE. Akt., MPH


  Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
13.00-13.10  Pembukaan Moderator
13.10-13.30 

Sesi 1:

Latar Belakang Evaluasi Kebijakan Program JKN

dr. Likke Prawidya Putri, MPH 
13.30-13.50 

Sesi 2:

Rumusan Masalah dan Tujuan Protokol Monev JKN

Muhammad Faozi Kurniawan, SE. Akt., MPH

materi

13.50-14.20

Sesi 3:

Pembahasan

Pembahas
  • P2JK Kemenkes
  • BPJS Kesehatan
14.20-14.50  Diskusi/ Tanya-Jawab Pambahas & Pemateri
14.50-15.00  Penutup Moderator


  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website:
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ , http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

 

 

 

 

SEMINAR

Aspek Pendapatan Dokter dalam Jaminan Kesehatan Nasional

  Pengantar

Masih beredar pemberitaan bahwa sejumlah dokter dan tenaga kesehatan lain tidak puas terhadap sistem dan besaran pembayaran yang diterapkan dalam program JKN. Menurut Ajeng dalam detikHealth (2014), pasien tambah banyak saat JKN, pendapatan dokter seharusnya bisa meningkat. Di lain sisi, kemampuan dan kesehatan para tenaga medis juga tetap harus diperhatikan. Beberapa diskusi Community of Practice masih menengarai bahwa pembayaran tenaga kesehatan yang berjalan saat ini masih berdampak kecil terhadap peningkatan kinerja fasilitas dan individu. Insentif hanya sekedar meningkatkan kedisiplinan staf dari segi kehadiran dan jam kerja, namun belum ditemukan bukti yang kuat mengenai peningkatan motivasi dan kualitas kerja.

  Tujuan

  1. Membahas sistem pembiayaan dokter dalam JKN
  2. Membahas aspek pendapatan dokter dalam JKN

  3. Membahas peran strategic purchasing dalam JKN


  Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi


  Agenda

Diskusi ini akan diselenggarakan pada hari Senin, 17 April 2017; pukul 13:00 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Bapak/ Ibu/ Sdr yang tidak dapat hadir secara tatap muka dapat tetap mengikusi diskusi webinar melalui link registrasi berikut: https://attendee.gotowebinar.com/register/8367047474122522627
Webinar ID: 402-167-475

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

Pemateri

  1. dr. Likke Prawidya Putri, MPH
  2. Dr. drg. Yulita Hendrartini, M.Kes, AAK

Pembahas

  1. P2JK Kemenkes
  2. BPJS Kesehatan pusat 


  Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
13.00-13.10  Pembukaan Moderator
13.10-13.30 

Sesi 1:

Aspek pendapatan dokter dalam Program JKN

dr. Likke Prawidya Putri, MPH 
13.30-13.50 

Sesi 2:

Sistem pembiayaan dan peran strategic purchasing dalam program JKN

Dr. drg. Yulita Hendrartini, M.Kes, AAK
13.50-14.20

Sesi 3:

Pembahasan

Pembahas
  • P2JK Kemenkes
  • BPJS Kesehatan pusat
14.20-14.50  Diskusi/ Tanya-Jawab Pambahas & Pemateri
14.50-15.00  Penutup Moderator


  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website:
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ , http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

 

 

 

 

SEMINAR

Kerjasama Pusat dan Daerah dalam Jaminan Kesehatan
dalam Perspektif Keadilan Sosial

  Pengantar

Kondisi missmatch anggaran JKN mengundang konsekuensi bahwa peran dalam pengelolaan dana JKN tidak hanya dari pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah. Bahkan ada wacana agar penyelenggaraan JKN diberikan seluruhnya ke pemerintah daerah, sehingga pemerintah pusat hanya berwenang dalam hal manajemen pengawasan. Banyak faktor yang patut dipertimbangkan dalam menemukan formulasi yang tepat mengenai pembagian tugas antara pemerintah daerah dengan pusat. Sistem desentralisasi sekarang membuat daerah diharapkan turut mengawal pembiayaan kesehatan di daerahnya bersama-sama dengan BPJS Kesehatan. Tentunya diharapkan ada keselarasan peran dengan hasil yang optimal bagi upaya penyelenggaraan kesehatan masyarakat, termasuk dalam perspektif keadilan sosial.

  Tujuan

  1. Membahas peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam program JKN
  2. Membahas kerja sama pusat dan daerah dalam perspektif keadilan sosial di era JKN
  3. Membahas tantangan dan peluang formulasi pembagian peran pusat dan daerah

  Peserta

  1. Anggota Community of Practice JKN dan Kesehatan
  2. Peneliti, praktisi, dan akademisi

  Agenda

Diskusi ini akan diselenggarakan pada hari Rabu, 22 Maret 2017; pukul 13.00 – 15.00 WIB; bertempat di Ruang Leadership, Gedung IKM Lama lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. 

Arsip diskusi bersama Community of Practice Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  dan website http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 


Pemateri

  1. M. Faozi Kurniawan, SE, Akt., MPH
  2. dr. Stefanus Bria Seran (Bupati Malaka)


Pembahas

  1. Asih Eka Putri (DJSN)
  2. Agus Priyanto (Bapel Jamkesos DIY)

  Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/Pembahas
 13.00-13.10 Pembukaan Moderator
13.10-13.30

Sesi 1:

Peran pusat dan daerah dalam program JKN : tantangan dan peluang formulasi pembagian peran

M. Faozi Kurniawan, SE, Akt., MPH 

materi

13.30-13.50

Sesi 2:

Peran Pemda Kab. Malaka dalam mewujudkan keadilan soaial untuk masyarakat Kab. Malaka melalui program JKN

dr. Stefanus Bria Seran 
13.50-14.20

Sesi 3:

Pembahasan

Pembahas
  • BPJS Kesehatan
  • DJSN
  • Jamkesos DIY
14.20-14.50 Diskusi/ Tanya-Jawab Pambahas & Pemateri
14.50-15.00 Penutup Moderator

  Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 
Website:
http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ , http://manajemen-pembiayaankesehatan.net/ 

 

Reportase Seminar Annual Scientific Meeting 2017: Pencegahan dan Pengendalian Resistensi Antimikroba

Resistensi sendiri berarti kemampuan mikroba untuk bertahan hidup dari antimikroba, sehingga tidak efektif dalam penggunaan klinis. dr. Slamet, MHP menyampaikan pidato Menteri Kesehatan yang antara lain berisi: resistensi terjadi karena peresepan yang tidak sesuai dosis,serta tidak patuhnya pasien dalam konsumsi antibiotik. Slamet menyatakan pada Rakerkesnas 28 Februari 2017, presiden Joko Widodo menyatakanbahwa diperlukan kerja sama lintas sektor untuk menghadapi resistensi antimikroba ini.

dr. Tri Hesty Widyastuti, MPH, Dirjen Yankes Kemenkes menyatakan salah satu penelitian yang sedang dilakukan mengungkapkan banyak dokter spesialis yang melakukan pemborosan penggunaan antibiotik. Hesty menekankan mengubah perilaku masyarakat agar tidak dengan mudah mengkonsumsiantibiotikmerupakan tantangan tersendiri. Bagaimana kabar riset di industri farmasi untuk menghasilkan antibiotik yang lebih kuat? Prof. dr, Iwan Dwiprahasto, M. Med, Sc, PhD menyatakan industri farmasi melihat riset dan produksi antibiotik kurang menjanjikan, karena untung yang minim dan lamanya balik modal.dr. Budiono Santoso, SpFK, PhD (spesialis farmakologi/perwakilan Kagama Kedokteran) menyatakan tingkat konsumsi dan resistensi antibiotik, makin tinggi konsumsi antibiotik, makin tinggi resistensinya. Budiono menambahkan mereka siap melakukan think tank dengan Kemenkes untuk menghindari kegagalan program.

Dr. Ir. Penny Kusumastuti Lukito, perwakilan Kepala BPOM menyampaikan materi Kebijakan Pengawasan Peredaran Antimikroba di Indonesia. Produsen bertanggung jawab dan masyarakat dapat melindungi diri. BPOM memiliki sistem monitoring efek samping obat (MESO). Alur kerja BPOM antara lain meliputipengawasan mulai dari pre market, lalu obat diedarkan, sembari melakukan pengawasan produksi, uji mutu, dan penilaian promosi. Ketika obat telah beredar, BPOM mengawasiproduksi dan distribusinya. Fokus utamakerja BPOM ialah sampling dan pengujian.

Notulis: Wiwid

{jcomments on}

The Impact of public health insurance on healthcare utilisation in indonesia

Evaluasi kebijakan Universal Health Coverage yang dikelola BPJS Kesehatan efektif sejak tahun 2014 yang dilakukan Darius Erlangga (PhD candidate dari Departemen of Health Science, University of York) adalah yang pertama dalam literatur kebijakan kesehatan Indonesia. Paper-nya mencoba mengeksploitasi keunggulan data panel dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) yang diambil secara representatif di 13 provinsi di seluruh Indonesia.

Dataset ini memiliki variabel kesehatan yang komprehensif, dan terlebih diambil secara longitudinal, sehingga perubahan individual antar waktu dapat ditangkap. Dengan menggunakan IFLS 4 yang diambil di tahun 2007 sebagai baseline, paper ini melihat efek BPJS Kesehatan pada IFLS 5 yang diambil di akhir tahun 2014 -Maret 2015. Kelompok treatment dibagi menjadi 2 : 1) Grup volunteer yakni yang pada tahun 2007 belum memiliki asuransi, pada tahun 2014 sudah ter-cover; 2. Grup subsidi didefinisikan sebagai kelompok yang tidak memiliki asuransi di tahun 2007 namun masuk dalam skema Jamkesmas di tahun 2014. Sementara kelompok control didefinisikan sebagai kelompok yang tidak ter-cover asuransi apapun di tahun 2007 dan tahun 2014.

Strategi identifikasi pada paper ini meliputi teknik estimasi non parametric dengan Propensity Score Matching (PSM) yang dipilih karena dua hal : Pertama, distribusi variabel yang tidak normal dan Kedua PSM mengurangi bias dari variasi faktor-faktor yang observable. Teknik ini kemudian digabungkan dengan Difference-in-Difference (DiD) yang mengeliminasi bias yang mungkin muncul dari hal-hal yang tidak observable semisal variasi dari efek waktu dan juga variasi individual.

Hasil dari estimasi mendapatkan beberapa indikator yang melihat utilisasi layanan kesehatan signifikan secara statistik. Efek dari adanya BPJS Kesehatan meningkatkan peluang untuk penambahan frekuensi kunjungan rawat jalan dan juga rawat inap (p<0.01) pada kelompok yang tergabung dalam skema volunteer (PBPU). Sementara efek pada kelompok yang disubsidi tidak signifikan (secara statistik). Paper ini juga melihat dampak pada kelompok sosioekonomi tertentu yang dibagi menjadi secara quintiles.

Temuannya sesuai dengan prediksi teori mikroekonomi, quintile ke-5 (yang relatif paling kaya) paling mungkin (secara probabilitas) meningkatkan jumlah kunjungannya untuk mendapat layanan kesehatan. Secara implisit ada kemungkinan terjadinya moral hazard, hanya saja beberapa catatan perlu digarisbawahi. Pertama, peningkatan kunjungan belum berarti welfare loss, namun bisa juga liquidity effect (Chetty et al 2013), dan perlu dilihat apakah ada “Good Moral Hazard” (Argumen Nyaman). Kedua, bisa juga grup yang disubsidi secara umum lebih sehat dibandingkan grup yang mendaftarkan diri secara sukarela. Secara umum, riset untuk melihat dampak adanya BPJS Kesehatan masih perlu terus dieksplorasi, dan akan sangat baik jika menggunakan data level pasien dari BPJS Kesehatan.

Giovanni van Empel
Untuk korespondensi dengan Darius Erlangga silahkan kirim email ke This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

 

Workshop: Protokol Penelitian Monev JKN 2017

Workshop kali ini mengambil topik tentang protokol penelitian monev JKN 2017. Pada workshop ini dibagi pada dua sesi, yaitu sesi pengantar yang akan dibahas oleh Prof Laksono dan sesi protokol monev JKN akan dibahas oleh Pak Faozi dan Ibu Likke. Untuk sesi pengantar membahas tentang struktur tim dan metode protokol penelitian serta brainstroming draft proposal evaluasi JKN. Pada seminar sebelumnya telah dibahas bahwa memang pada tahun 2017 diperlukan adanya evlauasi terhadap implementasi kebijakan JKN mengingat bahwa kebijakan ini telah memasuki tahun ketiga.

Prof Laksono mengawali diskusi dengan menjelaskan evaluasi dari siklus kebiijakan. Evaluasi kebijakan menjadi salah satu dari siklus tersebut. Hal inilah menjadi acuan dari monev JKN 2017 ini, serta berbagai penelitian-penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai sumber evidence based. Pada penelitian ini juga tidak dilakukan sendiri, namun dengan mengajak berbagai universitas dan instansi terkait yang ingin terlibat. Sehingga pada akhirnya nanti, monitoring dan evaluasi ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi bagi policy maker dalam pengambilan keputusannya. Monev JKN ini juga tidak menutup kemungkinan akan mengaitkan dengan kebijakan mutu pelayanan, karena bagaimanapun JKN ini tidak dapat terlepas dari quality health care, misal Prof Laksono membahas lanjut bahwa dapat ditinjau mutu dari setiap daerah ataukah tentang fraud dll ataukah penetapan premi.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembuat kebijakan dalam pengambilan keputusan. Untuk menguatkan hal tersebut dibutuhkan sistem lobby dan advokasi yang telah dibahas pada webinar sebelumnya. Dimana dengan mengajak para terkait yang terlibat sejak dari awal seperti universitas dan institusi. Namun, untuk keputusan akhir tetap dikembalikan kepada policy maker. Masyarakat pesisir atau 3T juga menjadi poin penting dalam penelitian ini, tentu saja dibutuhkan kerjasama dengan institusi-institusi setempat.

Beliau juga membahas lebih lanjut bahwa evaluasi terdiri sumatif dan formatif, dimana sumatif dilakukan di akhir kebijakan sedangkan formatif dilaksanakan pada saat implementasi kebijakan. Sehingga pada monev ini lebih melihatnya secara keseluruhan atau komprehensif, karena bagaimanapun setiap daerah memiliki karakter masing-masing. Daerah yang satu tentunya berbeda dengan daerah yang lainnya.

Prof Laksono juga menekankan bahawa pada hari ini masih membahas brainstorming protokol penelitian, minggu selanjutnya akan membahas tentang protokol penelitian, jadi sangat terbuka bagi universitas-universitas dan institusi terkait serta mahasiswa yang ingin bekerjasama dan ikut terlibat.

Selanjutnya pada sesi kedua membahas tentang protokol penelitian monev JKN 2017 yang dibahas oleh Bapak Faozi dan Ibu Likke. Diawali Bapak Faozi menjelaskan bahwa telah banyak penelitian-penelitian terdahulu tentang JKN, tentu hal ini membantu sekaligus menjadi referensi dalam penelitian ini. Kemudian Ibu Likke melanjutkan bahwa hari ini hanya brainstorming seperti yang dikatakan oleh Prof Laksono tadi. Monitoring dan evaluasi merupakan dua hal yang berbeda yang perlu kita pahami sebelumnya. Monitoring lebih kepada melihat atau memotret pada saat implementasi kebijakan, sedangkan evaluasi lebih kepada apakah kebijakan tersebut telah mencapai tujuan/sasaran. Banyak teori yang membahas tentang evaluasi kebijakan, salah satunya yaitu teori William Dunn. William dunn menjelaskan bahwa terdapat 6 (enam) indikator evaluasi kebijakan yaitu, effectiveness, efficiency, adequacy, equity, responsiveness, dan appropriateness.

Adapun Sasaran Jaminan Kesehatan Nasional yang terdapat di roadmap JKN yang diterbitkan oleh DJSN, dimana terdapat 8 sasaran yang akan dicapai pada tahun 2019, yaitu

  1. BPJS Kesehatan beroperasi dengan baik.
  2. Seluruh penduduk Indonesia mendapat jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatan.
  3. Paket manfaat medis dan non medis sudah sama, tidak ada perbedaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
  4. Jumlah dan sebaran fasilitas pelayanan kesehatan sudah memdai untuk menjamin seluruh penduduk memenuhi kebutuhan media mereka.
  5. Semua peraturan pelaksanaan telah disesuaikan secara berkala untuk menjamin kualitas pelayanan yang memadai dengan harga keekonomian yang layak.
  6. Paling sedikit 85% peserta menyatakan puas, baik dalam layanan di BPJS maupun dalam layanan di fasilitas kesehatan yang dikontrak BPJS.
  7. Paling sedikit 80% tenaga dan fasilitas kesehatan menyatakan puas atau mendapat pembayaran yang layak dari BPJS.
  8. BPJS dikelola secara terbuka, efisien, dan akuntabel.

Ibu like dan Bapak Faozi juga menegaskan bahwa penelitian ini tidak hanya terfokus pada teori Willian Dunn dan 8 sasaran JKN tersebut, hal ini hanya memberikan gambaran awal dalam menyusun draft proposal dan untuk selanjutnya tetap diserahkan kepada para peneliti yang tertarik untuk ikut dalam mengembangkan penelitian ini. Penyusunan draft proposal akan dibahas pada pertemuan-pertemuan selanjutnya seperti desain penelitian, teori, konsep, instrumen dll.

Notulis : Sri Fadhillah, SKM.

{jcomments on}

Reportase hari kedua Konferensi Australasian Aid 2017

Oleh: Shita Listyadewi

Hari kedua diisi dengan beberapa sesi paralel dan dua sesi panel. Berikut adalah catatan dari sesi panel.

Pleno 1

Private Sector Innovation

Rukmani Gounder, Massey University
Ross Hutton, Shared Sky Pty Ltd
Juliet Willetts, University of Technology Sydney
Stephanie Copus-Campbell, Oil Search Foundation

juliett

Sesi ini membahas beberapa inovasi public private partnership dan peran donor.
Program Public-Private Partnership (PPP) dikembangkan dalam program Malaria, dengan tujuan utama untuk eliminasi Malaria pada 2030. Di Papua Nugini, program ini dikembangkan dengan berbagai skema:

Skema 1: dalam assessment awal, pihak yang bekerjasama adalah:

  • World Vision
  • Shared Sky
  • Transfield Services
  • Provincial health Authority

Skema 2: dalam penyediaan jasa, pihak yang bekerjasama adalah:

  • Shared Sky
  • Bougainville Health Communities
  • Departement of Health
  • DFAT

Selain itu, dibentuk pula aliansi dengan antara Provincial Health Authority dengan para pendonor, misalnya perusahaan pertambangan, perkebunan sawit, dan juga Australian Doctor International.

Dalam kerjasama PPP ini, faktor yang paling penting adalah komitmen dari Menteri Kesehatan, Gubernur, Kepala Distrik dan juga Parlemen. Namun juga diperlukan kemampuan administratif yang baik karena kerja sama ini melibatkan banyak pihak sehingga harus jelas dari awal siapa yang mengorganisir apa. Selain itu harus ada pembagian yang jelas mengenai kontribusi (financial dan in-kind) dan bahwa setiap kontribusi harus diakui bersama.

Beberapa kegiatan yang dilakukan pada saat assessment awal, adalah melakukan semacam audit berikut:

  • National Health Standards Survey
  • Drug and Diagnostic Supply Chain review
  • Clinical Case Management Review
  • Vector Control Assessment
  • Health Village Health Wards Programs

Kerjasama dengan Shared Sky memungkinkan dipetakannya secara detil (by house) data vektor malaria, pasien, dan juga lokasi persis dari faskes terdekat.
Bahasan berikutnya adalah kerja sama pemerintah dengan dalam pelayanan air bersih dan sanitasi. Penelitian ini dilakukan di Indonesia, Vietnam dan Timor Leste.

Beberapa hambatan melakukan PPP adalah:

  • Fungsi regulatory yang sangat kompleks dan kadang memunculkan conflict of interest
  • Membutuhkan insentif bagi pemerintah lokal untuk bertindak
  • Menarik minat bagi beberapa kegiatan yang memiliki marjin rendah bagi sektor swasta.

Namun tantangan terbesar ternyata adalah:

  • Lack of constitutent demand untuk program sanitasi. Dana yang rendah untuk air bersih dan sanitasi, sebagian besar dialokasikan untuk perubahan perilaku tetapi tidak untuk mendorong kewirausahaan pihak swasta untuk dapat mendukung pemerintah. Akibatnya pihak swasta lebih banyak berinvestasi untuk sektor-sektor lain.
  • Persepsi negatif antara satu sama lain: di pihak pemerintah, maupun di pihak swasta.

Pengalaman Oil Search Foundation di Papua Nugini menunjukkan bahwa setelah pemerintah mau bekerjasasama dengan swasta di sebuah distrik, ternyata hal ini menghasilkan hal yang baik, yaitu:

  • Mempekerjakan dokter dan tenaga perawat melalui skema volunteering
  • Memperkerjakan staf eks-MSF sampai pemerintah dapat merekrut sendiri tenaga tetap
  • Merekrut 180 staf dalam waktu 3 bulan
  • Membangun sistem untuk Performance-based Contract
  • Merenovasi fasilitas dan mengisi layanan obat dan BMHP
  • Menyediakan air bersih untuk bangsal dan klinik
  • Membuka bangsal TB
  • Merenovasi bangsal, dan membangun bangsal khusus untuk anal
  • Menyediakan layanan Family Support

Apa yang dapat dipelajari dari sesi ini bagi sektor kesehatan adalah besarnya potensi kerja sama antara pemerintah dengan swasta untuk sektor kesehatan di Indonesia yang selama ini belum banyak dilirik. Hal ini kemungkinan karena “kesehatan” dianggap sebagai “public goods” sementara pihak swasta dianggap sebagai pihak yang komersial, sehingga pihak swasta dianggap sebagai “outsider” dalam dialog-dialog pembangunan kesehatan. Persepsi ini harus diubah, dan pemerintah harus mulai menyadari pentingnya peran dan potensi sektor swasta untuk bersama-sama mencapai tujuan sektor kesehatan. Pihak swasta juga perlu mendapat dorongan dan bantuan dari pemerintah untuk dapat berkembang lebih baik lagi. Jika pihak swasta dapat berkembang dengan baik, maka mereka dapat berkontribusi lebih banyak dalam hal penyediaan layanan kesehatan yang lebih luas dan lebih bermutu.

<< Baca juga reportase hari pertama

{jcomments on}

  • slot resmi
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot