Notulensi: Expanding UHC in The Presence of Informality in Indonesia: Challenges And Policy Implications

Seminar Ekonomi Kesehatan melalui webinar yang pertama dilaksanakan pada Kamis (8/12/2016). Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Departemen Health Policy and Management (HPM) FK UGM, PKMK FK UGM dan sejumlah pakar di bidang ekonomi dan kesehatan yang terkait.

Diskusi pertama diisi oleh Teguh Dartanto, PhD (LPEM FE UI). Teguh memberikan sejumlah pandangan berbasis riset seputar perjalanan JKN 3 tahun ini. Fokus utama yang disorot salah satu penelitian LPEM FE UI ialah informal sector yang menggunakan banyak dana kapitasi (untuk pengobatan) namun banyak yang enggan rutin membayar premi. Sejak awal berlakunya JKN, ahli kesehatan masyarakat di Indonesia yakin roadmap universal health coverage akan tercapai pada 2019. Namun, para ahli kesmas ini belum memperhatikan bahwa terdapat faktor perilaku masyarakat (belum tentu mau bergabung menjadi peserta), tambah Teguh.

Perjalanan asuransi kesehatan Indonesia menarik, ide awal muncul di tahun 1957 dengan adanya proteksi pekerja sosial, kemudian tahun 1968 muncul asuransi kesehatan. Perkembangan kemudian, yaitu tahun 1992 terbentuk PT Askes. Tahun 1998 pemerintah mencanangkan jaring pengaman sosial (JPS). Lalu pada tahun 2008 lahirlah jaminan kesehatan masyarakat/jamkesmas. Terakhir, pada 2014 seluruh warga harus bergabung ke BPJS Kesehatan atau sistem JKN.

Sayangnya, kebijakan yang terakhir ini mewajibkan seluruh warga tergabung dalam JKN, bukan memiliki proteksi kesehatan Dalam meng-cover kesehatan warga, terdapat dua sistem, yaitu non contributory misalnya Thailand yang menanggung biaya kesehatan warganya melalui pajak namun ini terbatas dan sustainability-nya kurang baik. Kedua, contributory yang seperti diterapkan Filipina, dimana sistem ini lebih sustainable, dan meminta kontribusi dari seluruh warganya (membayar premi). Roadmap JKN terlihat baik, namun saya tidak yakin akan berjalan baik.

Proses JKN yang berjalan di Indonesia, masih terjadi deficit keuangan, menurut data tercatat bahwa 3,1 Trilyun (2014), 5,8 Trilyun (2015), 6,8 Trilyun (proyeksi 2016), dan 8,6 Trilyun (proyeksi 2017). Meskipun kepesertaan meningkat drastis yaitu 168 juta peserta per September 2016.

Tugas besar bersama ialah bagaimana meningkatkan kepesertaan JKN dan bagaimana mendorong peserta agar rutin membayar premi?

LPEM UI melakukan riset pada April 2014, 3 bulan pasca pelaksanaan JKN, sejumalh 400 responden di Deli Serdang, Pandeglang, Kupang diberi pemahaman terkait sistem yang baru yaitu JKN. Para responden ialah mereka dari sector informal yang kemungkinan bergabung menjadi peserta JKN. Ada dua poin yang menarik yaitu orang mau bergabung jika fasilitas kesehatan yang ada baik. Kemudian, masyarakat juga membutuhkan pengetahuan tentang asuransi kesehatan, masih ada pertanyaan jika tidak sakit apakah uang bisa kembali?. Faktanya, banyak sektor informal yang tidak menjadi peserta karena pendapatannya yang tidak rutin. Selain itu, banyak peserta yang mendaftar karena sakit (atau membutuhkan perawatan segera).

Kesimpulannya, Teguh menyarankan agar ada integrasi jamkesda ke JKN, untuk seluruh daerah, karena masih banyak daerah yang tidak bergabung karena merupakan janji politik di awal kepemimpinan. Kemudian, perlu dibangun kesadaran bersama tujuan akhir JKN ialah dapat meng-cover kesehatan seluruh warga. Maka, perlu dilakukan analisis bersama antara ahli kesmas, ekonom dan ahli keuangan agar hasilnya dapat diterima semua pihak. Perlu dipertimbangkan pula apakah Sin Tax (cukai rokok) akan digunakan dalam JKN atau tidak, faktanya idealnya cukai rokok akan semakin rendah karena program Tobbaco Control yang berhasil dilakukan (W).

 

Medical School Universitas Gadjah Mada Department
of Health Policy and Management Economics Seminar Series

English

In the past several decades, health economics has emerged as an established sub-field within the field of microeconomics. Its development both in theoretical and vast amount of empirical research has shaped the design of health policy across the world. Launched in December 2016, this seminar series intend to discuss recent findings on various topics in health economics which are relevant to current Indonesian policy in the health sector. Invited speakers are established or young and emerging researchers in the field of health economics who are preparing to publish their work in reputable peer-reviewed journals. The series will provide technically rigorous discussions as well as a platform for fostering future research collaborations between researchers in the field. The seminar will be held bi-monthly. Topics in the seminar will include:

  1. Health and health services production
  2. Health services demand and utilization
  3. Health services and/or health systems financing
  4. Health measurement
  5. Policy interventions on health-related behaviours
  6. Efficiency aspects of health policy
  7. Organization of health care market

Series Organizer: Giovanni van Empel (MSc Health Economics alumni, University of York; MD student, Universitas Gadjah Mada)

Supervisor : Professor Laksono Trisnantoro (Chair, Department of Health Policy and Management – Universitas Gadjah Mada)

We are open for suggestions on potential speakers for upcoming seminars. For suggestions and more information on these seminars please contact: Giovanni van Empel (This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.)

  Scheduled Speakers:

No.

Speaker

Paper Title

Date

1

Teguh Dartanto, P.hD
(LPEM FEUI)

notulensi

video 1   video 2

Expanding Universal Health Coverage in The Presence of Informality in Indonesia: Challenges And Policy Implications

8 December 2016

paper

2

Darius Erlangga (P.hD candidate, University of York)

Notulensi

video 1   video 2

The Impact of public health insurance on healthcare utilisation in indonesia

24 February 2017

materi

3

Asri Maharani

(PhD student, University of Manchester) 

video

The double-edge sword of corporatisation in hospital sector: Evidence from Indonesia

21 April 2017

materi

3

Hafidz Firdaus

(PhD student, University of Leeds)

Assesing Hospital Performance in Indonesia: An Application of Frontier Analysis Technique

Januari 2018

materi

3

dr. Fikru Rizal, MSc

video

Explaining the Fall in Socioeconomic Inequality of Childhood Stunting in Indonesia

November 2018

materi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pendidikan dan Penelitian untuk Penelitian
dan Isu Kebijakan dan Sistem Kesehatan

Oleh: Laksono Trisnantoro

Di dalam simposium ini, sekelompok dosen perguruan tinggi yang mendidik pogram pasca Kebijakan dan Manajemen Kesehatan berkumpul untuk membahas Pendidikan dan Pelatihan untuk penelitian kebijakan dan sistem kesehatan. Kelompok ini dimotori oleh London School of Hygiene dan Tropical Medicine bersama dengan CHEPSAA, sebuah jaringan dari Afrika.

Ada pembicara dari CHEPSAA yang membahas mengenai pelaksanaan workshop untuk Kepemimpinan dan Manajemen. Mengingat isinya, serial workshop ini mengundang coaches dari luar, tidak hanya dari perguruan tinggi. Materi tentang kepemimpinan sangat banyak diberikan, termasuk mengenai The art of effective listening, Management vs Leadership, dan menangani orang per orang yang berbeda perangai dan sifat. Satu hal yang ditekankan adalah pengajaran diharapkan mampu melakukan refleksi apa yang ada di lapangan. Kegiatan refleksi ini dilakukan pada workshop dan diikuti kemudian pembelajaran di tempat kerja.

Pembicara Quan Li dari Shinchuan University, West China serta Prof. Kara Hanson memaparkan Joint Initiative antara China dengan London School of Hygiene and Tropical Medicine. Kerjasama ini untuk melakukan pelatihan-pelatihan mengenai Health Policy and System Research di West China dalam bentuk short courses. Pembelajaran dilakukan melalui adaptasi modul CHEPSAA dengan modifikasi terutama di bagian evaluasi. Pelaksanaan dilakukan dengan membentuk working group dan melakukan pelatihan setiap minggu.

Akses terhadap materi CHEPSAA dapat dilihat pada link berikut:

klik disini

 

Pembicara berikutnya adalah dari proyek ARCADE European Union yang membahas penggunaan kursus-kursus online dan blended learning. Pengalaman dengan model online dan blended learning adalah: isinya tepat untuk pembelajaran di berbagai negara, terdapat interaksi aktif antar peserta; meningkatkan independensi dalam proses belajar. Meskipun masih terdapat problem dalam bahasa yaitu masalah aksen, serta berbagai kesulitan teknis.

Ada berbagai tantangan untuk dosen yang melakukan hal ini, antara lain: model pembelajaran ini masih sangat baru. Motivasi dosen masih banyak yang rendah; ada fleksibilitas dan memberi peluang untuk diskusi real-time. Namun disadari juga bahwa system blended dan online ini mempunyai keterbatasan waktu.

Kunci untuk pembelajaran di masa mendatang adalah: peningkatan kemampuan perguruan tinggi untuk melakukan Blended Learning; adanya kolaborasi antar perguruan tinggi; adanya target yang jelas untuk siapa yang akan dilatih; adanya dukungan staf yang ahli e-learning secara baik; bagaimana system Quality Assurance dapat dilakukan; integrasi dalam kurikulum Master dan Akreditasi, serta dukungan infrastruktur.

arcadeBagi Anda yang ingin mempelajari lebih lanjut proyek ini silahkan klik website:

http://www.arcade-project.org 

Untuk berbagai bahan dan modul pembelajaran, silahkan klik link berikut:

http://healthsystemsglobal.org/twg-group/4/Teaching-and-Learning-Health-Policy-and-Systems-Research/

 

  Refleksi untuk Indonesia

Sistem kesehatan di Indonesia yang saat ini sedang mengalami perubahan besar, perlu dukungan sistem pembelajaran. Siapa yang membutuhkan sistem pembelajaran. Banyak sekali, antara lain:

  • Pejabat di Kementerian Kesehatan
  • Para Pimpinan dan Staf Dinas Kesehatan Propinsi (34 propinsi) dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Lebih dari 500 kab/kota)
  • Anggota DPR dan DPRD Komisi Kesehatan
  • Pimpinan dan staf BPJS
  • Pimpinan dan Staf Bappenas dan Bappeda
  • Manajer di lebih dari 2000 RS se-Indonesia
  • Pimpinan Perhimpunan Profesi dan Asosiasi Pelayanan Kesehatan
  • Pimpinan lebih dari 7000 puskesmas
  • Dosen di lebih dari 70 FK dan lebih dari 150 FKM/Stikes
  • Peneliti-peneliti
  • Sampai ke mahasiswa

Untuk menjangkau ribuan sasaran ini, cara terbaik memang seperti yang dijalankan oleh proyek ARCADE dan dari kelompok Health System Group ini yaitu mengandalkan pada program online dan Blended Learning berbasis website. Untuk Indonesia yang mempunyai profil geografis kepulauan, sistem berbasis jarak jauh ini merupakan keharusan. Tidak mungkin akan terjadi proses pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan hanya dengan tatap muka untuk puluhan ribu pengguna yang tersebar di berbagai pulau.

PKMK FK UGM telah merintis kegiatan ini selama 5 tahun. Masih banyak problem yang dihadapi, yang mirip dengan apa yang dibahas di sesi ini. Akan tetapi secara perlahan berbagai problem mulai dapat diatasi dan saat ini berbagai pihak seperti PERSI, KARS, berbagai RS Rujukan Nasional sudah mulai melihat potensi pembelajaran seperti ini. Memang masalah teknis berupa dukungan internet yang bandwith besar masih menjadi kendala. Namun dengan adanya dukungan pemerintah untuk memperluas cakupan internet yang broad band, masalah teknis ini diyakini akan berkurang.

Masalah yang diproyeksikan masih terus menghambat adalah justru motivasi para dosen atau pelatih untuk menggunakan. Hal ini dirasakan di berbagai proyek perintisan yang ada di ARCADE atau di CHEPSAA. Hal ini akan menjadi masalah utama di masa depan apabila Indonesia kekurangan dosen atau instruktur yang mempunyai motivasi tinggi untuk memberikan pelajaran atau penyebaran ilmu secara jarak-jauh. Untuk itu program pengembangan ini perlu didukung bersama antar berbagai pihak.

Reportase Terkait: 

{jcomments on}

Penutup Laporan

Oleh: Laksono Trisnantoro

vcc-2

Simposium Global Health System Research ke-4 telah diselenggarakan pada 14-18 November 2016 di Vancouver Kanada, mengangkat tema Resilient and Responsive health systems for a changing world.

Bahan-bahan simposium ini menarik untuk dipelajari dalam kerangka memicu kemajuan sistem kesehatan di Indonesia. Selama 5 hari pertemuan, tim PKMK FK UGM yang terdiri dari Laksono Trisnantoro, Ni Luh Putu Andayani, Shita Listya Dewi, dan Yodi Mahendradhata telah melaporkan berbagai topik yang dinilai sangat relevan untuk Indonesia.

Diharapkan para pembaca laporan ini adalah para peneliti kebijakan, pengambil kebijakan, serta para mahasiswa yang tertarik mempelajari kebijakan dan sistem kesehatan. Harapan lebih lanjut tentu ada follow-up dari laporan ini. Apa yang akan dilakukan setelah kegiatan di Vancouver?

Dalam hal ini, PKMK FK UGM bersama dengan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia berusaha untuk melakukan berbagai kegiatan, antara lain:

  1. Melakukan diskusi atau pertemuan ilmiah mengenai apa yang didapatkan di Vancouver. Sebagai contoh, untuk akhir tahun ini akan membahas mengenai buku Evidence Based Policy dalam konteks UHC di dunia dan di Indonesia.
  2. Ada berbagai topik yang perlu ditindak lanjuti dengan pelatihan-pelatihan, misalnya mengenai Riset Implementasi, ataupun melakukan penyebaran hasil penelitian kebijakan.
  3. Melakukan diskusi dengan pakar-pakar internasional yang mempunyai perhatian ke Indonesia. Diskusi ini akan dilakukan dengan menggunakan webinar.
  4. Melakukan penelitian-penelitian secara lebih tajam dan menyusun proposal-proposal baru.

Untuk rencana tindak lanjut topik Implementation Research adalah sebagai berikut

  1. Pengembangan Proposal NIH bersama John Hopkins University Bloomberg School of Public Health untuk pengembangan teori (misal: scaling up) dan metode (misal pengukuran sustainability) IR
  2. Pelaksanaan pelatihan IR bagi komite etik bersama WHO/TDR: ini diperlukan karena sebagian besar komite etik belum familiar dengan konsep IR sehingga kurang siap dalam review proposal IR
  3. Fasilitasi pelaksanaan IR Massive Open Online Course di Asia Tenggara bersama WHO/TDR
  4. Peluncuran strategi nasional IR bersama Balitbangkes
  5. Pelaksanaan workshop penyusunan proposal bagi topik-topik prioritas dalam strategi nasional
  6. Pengembangan modul pelatihan IR khusus bagi pelaksana program bersama Alliance of Health Policy and Systems Research.

Dengan demikian diharapkan isu-isu ataupun pendekatan global dapat dipergunakan di Indonesia untuk mencari solusi yang lebih baik demi peningkatan indikator sistem kesehatan. Di samping itu, berbagai website penting untuk pengembangan sistem kesehatan dapat diklik untuk dipelajari lebih mendalam.

Mohon dapat terus mengikuti kegiatan di website www.kebijakankesehatanindonesia.net 

Andaikata mempunyai saran dan usulan, mohon dapat ditulis pada kolom komentar dibawah

Reportase Terkait:

{jcomments on}

Topik Tentang Universal Health Coverage

Reporter: Laksono Trisnantoro

Di simposium ini ada berbagai sesi mengenai Universal Health Coverage (UHC). Disamping itu, terdapat banyak booth di stand pameran, yang menyajikan perkembangan UHC. Dalam laporan ini, berbagai sesi ditulis untuk diacu kedalam refleksi dalam konteks Indonesia

Sesi Quality in Universal Health Care

Masalah mutu dalam UHC merupakan hal yang penting dan dibahas secara mendalam di berbagai sesi. Memang disadari bahwa terjadi gap antara mutu yang diharapkan dengan kenyataan dalam UHC. Masalah ini diperburuk dengan kenyataan bahwa desain UHC sendiri di berbagai negara belum mempunyai kandungan besar untuk mutu pelayanan kesehatan.

Pertanyaan adalah apakah ada cara perubahan yang berarti untuk memasukkan isu mutu dalam UHC? Di dalam sesi ini, manajemen perubahan terhadap Mutu ini dibahas. Namun hampir semua isi diskusi menggambarkan terjadi perkembangan yang lambat tentang bagaimana dimensi mutu dapat dipergunakan di UHC. Perkembangan lambat ini muncul karena ada salahsatu faktor kunci yaitu ada pemisah yang besar antara peneliti dengan pengambil kebijakan.

Untuk itu diharapkan ada kerjasama yang lebih erat antara peneliti dengan pelaksana dan pengambil kebijakan. Kerjasama ini sebaiknya menggunakan prinsip riset implementasi dimana para pengambil kebijakan sudah mulai diaktifkan sejak penyusunan proposal.

Ada catatan: How to deal with tensions in quality. Antara pihak asuransi yang ingin reduce the cost as much as possible dengan para providers yang ingin mutu tinggi yang terkadang tidak memperhatikan biaya. Hal ini merupakan isu yang harus diperhatikan.

Untuk mengikuti perkembangan lebih lanjut mengenai aspek Mutu dalam UHC, WHO melakukan inisiasi dengan judul Global Learning Laboratory for Quality Universal Health Coverage. Kegiatan ini banyak dilakukan melalui website:

http://www.integratedcare4people.org 

 

 

Jika tertarik silahkan untuk mengikuti sebagai peserta aktif melalui klik di sini:

https://extranet.who.int/dataform/627224?lang=en 

 

 

How well is your UHC system learning? A Collaborative multi-country assessment.

Sebuah sesi menarik diselenggarakan oleh Masyarakat Praktisi yang mempunyai topik tentang:

Performance Based Financing dan Financial Access to Health Service

hsrlt-1Pembicaranya adalah Bruno Meessen, Zakilatou Adam, Joel-Arthure Kiendrobeogo dari Universitas Heidelburg

Mereka berasal dari Masyarakat Praktisi (CoP) yang mempunyai anggota dari berbagai negara, untuk mempelajari masalah-masalah Universal Health Coverage secara bersama-sama. Mereka membentuk Masyarakat Praktisi antar Negara. Di dalam hal ini semua Negara di Afrika yang berbahasa Prancis (11 negara) punya informasi yang terpisah-pisah, dan berbagai masalah yang perlu diperbaiki secara bersama.

 

Ada 3 fase dalam proyek ini yaitu:

  • Fase 1: Analisis fragmentasi
  • Fase 2: Learning System
  • Fase 3: Support for Action

Fase 1: Analisis fragmentasi.

Pembahasan masalah yang terjadi di berbagai negara dilakukan dengan pendekatan Masyarakat Praktisi yang berbasis data. Dalam analisis ini terlihat bahwa memang ada fragmentasi dalam pelayanan kesehatan di berbagai negara, dan di dalam sebuah negara. Apa yang disebut sebagai system UHC? Tidak hanya Kemenkes. Tapi jaringan dari berbagai kementerain dan lembaga. Jaringan ini yang sering terfragmentasi.

Tahap 2: Learning system

Dalam system yang terfragmentasi ini kemudian dicoba dilakukan pendekatan dan analisis bersama antar negara untuk melihat secara system berbagai hal yang ada. Dilakukan pembelajaran secara menyeluruh. Memang tidak banyak negara yang mampu aktif. Dari 11 hanya 5 yang melakukan kegiatan di tahap ini.

Tahap 3: Support for Action

Tahap ini banyak menggunakan cara pengembangan Learning Organization. Dalam system ini informasi-informasi baru yang telah dianalis akan diusahakan untuk mencari Aksi untuk memperbaiki situasi. Dengan demikian di dalam proses ini terjadi Individual Learning, Team learning, Organization Learning, dan System learning. Yang menarik pengalaman di setiap negara dianalisis, apakah ada suasana belajarnya? Untuk itu dilakukan benchmarking antar negara.

Kepemimpinan, Manajemen dan Governance.
Leadership, Management, and Governance (LMG) dalam Health System

Bagaimana menghubungkan riset dengan praktek kebijakan?
Dalam kenyataannya memang ada hubungan yang tidak pas antara penelitian dengan pengambilan kebijakan. Apa penyebabnya? Paling tidak ada 3 hal:

  1. Bahasa yang berbeda yang dipakai oleh pengambil kebijakan dan peneliti;
  2. Ketidak percayaan terhadap penelitian.
  3. Tidak adanya forum untuk diskusi antara peneliti dengan pengambil kebijakan.

Masalahnya dengan demikian jelas: Ada gap antara peneliti dengan pengambil kebijakan. Secara intuitif memang dibutuhkan hal yang sama, yang dibahas antara peneliti dengan pengambil kebijakan. Hal yang sama tersebut antara lain: Solid leadership, management dan governance . Ketiga hal ini dibutuhkan di lapangan dan perlu ditelilti.

Namun keadaan saat ini masih belum seperti yang diharapkan. Kepemimpinan, manajemen, dan governance merupakan hal yang sangat sedikit dipahami dan sangat sedikit penelitian dalam hal ini. Bagaimana keadaan saat ini? Terkait dengan 6 Blok Sistem Kesehatan, saat ini yang ditemui adalah:

  • Belum ada standar dalam definisi kepemimpinan, manajemen dan governance;
  • Konsensus yang sedikit mengenai konsep-konsep kunci;
  • Banyak sekali model dan framework;
  • Blok Leadership dan Governance merupakan hal yang sangat cair dan mempunyai Interaksi antar Blok. Berikut ini hubungan antara LMG dengan Blok-blok system kesehatan seperti yang dipaparkan oleh WHO.

Ada 1234 artikel dan 3680 grey literature yang diteliti dalam program ini. Dalam proses penyaringan tidak sampai sekitar 50 artikel yang berisikan bahan-bahan tentang Leadership, Management, dan Governance. Sementara ini peneliti masih meringkas grey literature. Berikut ini ada ringkasan untuk hubungan antara Blok Leadership, Management, dan Governance ke berbagai Blok WHO.

Leadership, Management, dan Governance (LMG) di Blok Health Financing (HF). LMG menyumbang ke perbaikan HF melalui pengembangan kebijakan, perencanaan yang baik, tanggung jawab yang kebih baik, dan perbaikan Return on Investment. Kekurangan aplikasi LMG di Pembiayaan kesehatan akan mengakibatkan ketidak efektifan penyelesaian masalah dan perluasan kegiatan.

LMG mendukung Blok Sistem Informasi Kesehatan melalui penggunaan semangat partisipasi dan konsensus, proses pengembangan yang berkesinambungan, kepemilikan dan Akuntabilitas, penggunaan data untuk knowledge translation dan decision making, serta mendukung Visionary Leadership.

LMG mendukung Blok Sistem Farmasi melalui peningkatan akuntabilitas dan transparansi, penggunaan semangat kolaborasi yang lebih baik, penetapan Policy and Regulation serta prinsip-prinsip Stewardship. Kekurangan dalam menggunakan LMG akan menjadikan stock-out dan mismanagement of supply chain.

LMG berkontribusi ke perbaikan Blok Human Resources for Health (HRH) melalui Supervisi dan mentoring yang membaik, team yang termotivasi lebih baik, advokasi for evidence based planning. Meningkatkan kepercayaan untuk pengambilan keputusan dan visi bersama mengenai kebijakan, penetapan isu-isu prioritas HRH, dan memperbaiki koordinasi dan akuntabilitas. Kekurangan dalam aplikasi LMG akan menyebabkan rendahnya dana pelatihan dan infrastruktur, organisasi yang buru dan monitoring yang tidak baik.

  Ringkasan:

Sampai sekarang, masih sedikit bukti yang bersifat eksperimental mengenai LMG mempengaruhi Health System. Masih banyak tulisan yang bersifat anekdot dan pragmatis. Hanya sedikit bukti yang menyatakan bahwa kekurangan dalam aplikasi LMG akan menyebabkan rendahnya pencapaian Sistem Kesehatan.

Di dalam Simposium ini berbagai sesi membahas mengenai penggunaan berbagai tool berbasis indikator untuk mengamati perkembangan berbagai aspek dalam UHC. Salah satunya adalah sesi yang membahas:

Proyek Pengembangan:

Using data Analytics to Monitor Health Provider Payment Systems

Tujuan kegiatan ini untuk mengembangkan berbagai practical tool dari pengalaman di berbagai negara. Salahsatu isu menarik dalam UHC adalah dampak berbagai cara membayar providers yang dapat berupa Capitation, DRG, sampai ke Global Budget. Apa dampaknya terhadap pemerataan dan efisiensi?

Untuk memilih berbagai indikator, ada berbagai kriteria yang dapat dipergunakan antara lain: Sensitivity, Temporarily, Sufficienty, Purity, Usability, dan Acceptability. Kegiatan ini masih dalam proses pengembangan. Untuk mengikuti lebih lanjut itu para peminat diharapkan masuk ke Joint Learning Network, pada link berikut

klik disini

 

  Refleksi untuk Indonesia

Berbagai sesi di Simposium mengenai UHC ini menunjukkan bahwa kebijakan Universal Health Coverage merupakan hal yang tidak mudah. Dibutuhkan proses pengembangan / perencanaan yang baik, manajemen yang detil serta monitoring dan evaluasi kebijakan yang tepat. Disamping itu dibutuhkan kepemimpinan yang baik, manajemen, dan governance yang baik. Secara keseluruhan kebijakan UHC perlu dukungan penelitian yang tepat, karena kebijakan UHC rentan untuk menjadi komoditi politik pengambil kebijakan.

Dalam konteks di Indonesia, penelitian-penelitian mengenai UHC perlu ditingkatkan. Penelitian penelitian yang ada sebaiknya diputuskan bersama antara pengambil kebijakan, BPJS, dan para peneliti. Diharapkan para peneliti dapat independen untuk melakukan tugas sebagai peneliti. Independensi ini diharapkan dapat menemukan berbagai faktor dalam Kepemimpinan, Sistem manajemen, dan Governance system BPJS saat ini.

Agar penelitian dan pembahasannya dapat dilakukan secara sistematis, pendekatan pembentukan Masyarakat Praktisi perlu dikembangkan lebih jauh. Dengan dukungan web, maka dinamika diskusi dan pencarian dapat segera dilakukan. Saat ini di berbagai web PKMK telah banyak diselenggarakan berbagai Community of Practice untuk pembelajaran bersama.

Mengapa perlu ada pengembangan ini?

Pengamatan saya menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Semesta melalui JKN dan adanya BPJS ada beberapa keadaan yang perlu diperhatikan:

  • Berdasarkan bukti empirik adanya kekurangan kebijakan dan regulasi, berbagai pihak (pengambil kebijakan, pelaksana, peneliti) masih ada yang menganggap kegiatan UHC ini sederhana, dan mudah. Kenyataan menunjukkan bahwa di dalam 3 tahun pertama kegiatan terlihat banyak masalah yang harus dipikirkan dan perlu dilakukan secara detil.
  • Hubungan antara peneliti dengan pengambil kebijakan (pemerintah) serta pelaksana (BPJS) masih belum baik. Terdapat kesulitan untuk mengakses data yang ada di BPJS. Pernyataan-pernyataan oleh pejabat dan pengelola BPJS serta peneliti banyak yang berbeda pendapat dan perspektif dalam menilai keberhasilan JKN.
  • Indikator-indikator kinerja JKN perlu lebih detil lagi. Diharapkan tidak terbatas pada jumlah cakupan, namun lebih detil lagi termasuk kinerja dalam konteks indikator mutu pelayanan kesehatan dan indikator status kesehatan masyarakat.

Untuk itu diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, BPJS, dan peneliti untuk masa depan UHC yang lebih baik di Indonesia dengan dukungan semangat pembelajaran yang tinggi.


Reportase Terkait: 

{jcomments on}

Ringkasan Diskusi Alokasi dan Sinergi Anggaran Kesehatan

 Kembali

Anggaran Kesehatan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, hal ini merupakan langkah besar bangsa Indonesia dalam hal investasi. Investasi yang dimaksud ibu Menkeu adalah berjalannya program pembangunan kesehatan sesuai yang dibutuhkan masyarakat Indonesia. Mekanisme anggaran melalui DAK Fisik, DAK Non Fisik dan mekanisme lain harus secara ketat diatur dalam regulasi dan pedoman untuk pelaksanaannya. Jadi penyerapan anggaran tidak hanya menunjukkan angka tetapi juga menunjukkan hasil dan dampak yang baik bagi pembangunan kesehatan.

Kasus-kasus yang sekarang banyak dihadapai menunjukkan bahwa perlunya perbaikan dimulai dengan Perencanaan Berbasis Bukti, berbasis data, pelaksanaan dari level pusat sampai level desa. Anggaran kesehatan yang naik di level Pemerintah Pusat hendaknya diikuti oleh kenaikan alokasi anggaran kesehatan di Pemerintah Daerah. Penggunaan anggaran yang "bijak" sesuai dengan kebutuhannya akan lebih menghasilkan dampak yang optimal. Sejalan dengan itu penguatan koordinasi dan integrasi program antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan dampak positif bagi investasi kesehatan di negara Indonesia.

Oleh: M Faozi Kurniawan

  Berikut arsip diskusi:

Likke Prawidya
Bagaimana pendapat Anda mengenai yang dipaparkan oleh bu Menkeu?
Isu lain apa yang menurut Anda penting?
Kontribusi apa yang dapat dilakukan oleh pelaku dan pemerhati kesehatan masyarakat di Indonesia?

Felix Mailoa
Dalam era desentralisasi bidang kesehatan, salah satu hal yang ditekankan oleh ibu menteri keuangan adalah komitmen untuk meningkatkan anggaran bidang kesehatan masyarakat karena merupakan suatu investasi namun menurut saya yang juga harus di perhatikan berkaitan dengan isu ini adalah menjamin anggaran kesehatan itu terserap dengan baik didaerah karena pengalaman selama ini, anggaran kesehatan didaerah sering tidak terserap dengan cukup baik. Sehingga, banyak program kesehatan didaerah yang dibuat hanya untuk menghabiskan anggaran dalam tahun berjalan. Jika hal ini tidak dimaksimalkan maka dikhawatirkan berapapun peningkatan angka/persentasi APBN terhadap sektor kesehatan tidak bisa sepenuhnya menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat khususnya didaerah.
Terima Kasih....

Ridwan
Betul Pak Felix, ijin menambahkan berkaitan dengan penyerapan anggaran di daerah, pengalaman selama ini banyak yang tidak terserap dengan baik karena berbagai alasan antara lain pemegang "kegiatan" didaerah tidak berani ambil resiko terkait pelaksanaan kegiatan yang kadangkala adanya pemahaman yang berbeda mengenai Juknis pelaksanaan kegiatan, seringkali anggaran yang berasal dari pusat (APBN) khususnya DAK Bidang Kesehatan berubah-ubah, maksudnya dalam tahun berjalan dimana DPA di Daerah sudah ditetapkan ternyata ada perubahan nominal penerimaan tiap daerah, adalagi penerapan JUKNIS yang dibuat oleh Pusat seringkali tidak tepat untuk dilaksanakan didaerah. Suatu waktu juga pernah disampaiakan oleh "Pusat" bahwa yang penting penyerapan anggaran di daerah harus sesuai target (terserap dengan baik) terkait dampak itu nomer sekian, sehingga memunculkan asumsi saya bahwa pelaksanaan pembangunan kesehatan hanya terfokus pada penyerapan anggaran saja mengenai hasil dan dampaknya akan mengikuti meskipun tidak optimal. Jadi, hemat saya Anggaran yang besar tetap berdampak pada pelayanan kesehatan didaerah, akan tetapi dalam proses perencanaannya akan lebih baik lagi kalau Daerah lebih dilibatkan dalam proses awal sehingga antara Pusat dan Daerah bisa Sinkron dalam pembangunan kesehatan (meskipun sudah ada sistem perencanaan yang baik melalui musrenbang dsb) dan terkait aspek-aspek hukum barangkali perlu lebih ditegaskan dalam Juknis yang ada dan perlu disampaikan juga kepada Kementerian/Lembaga terkait selaku pengawas/pemeriksa sehingga pelaksana didaerah lebih "nyaman" dalam pelaksanaannya dan pelaksanaan pembangunan kesehatan didaerah dapat terlaksana dengan baik serta tercapai dari segi output maupun outcome yang akhirnya berpengaruh pada penanganan masalah-masalah kesehatan di daerah bahkan secara nasional. Terima Kasih

Likke Putri
Betul pak Felix, ini senada dengan komentar bu Nanik di bawah, tidak hanya proporsi serapan yang belum optimal, tetapi juga bagaimana kualitas dari dana yang dipakai tersebut apakah sudah cukup bagus dan dapat mendongkrak kualitas pelayanan kesehatan?
Dana seringkali diserap hanya sekedar menyerap.
Apakah ada saran Pak bagaimana untuk ke depannya supaya serapannya itu tepat guna?
Terima kasih

Haryo Bismantoro
Penghitungan unit cost untuk tarif kapitasi yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik di kabupaten/kota penting untuk dilakukan untuk memastikan ketepatan alokasi dana untuk daerah.

Riesa
Salah satu hal yang menarik perhatian saya, namun juga sedikit menggelitik adalah pemberian IAKMI award kepada ibu menteri keuangan. Bahkan beliau sendiri mempertanyakan alasan pemberian tersebut, karena beliau merasa baru berkiprah 3 bulan dalam kancah kabinet saat ini. Juga sempat bertanya, apakah ini semacam down payment agar anggaran kesehatan selalu mendapatkan perhatian. sebenarnya ada setting apa di balik ini?
Terimakasih

Laksono Trisnantoro
Bu Riesa ...ini diplomasi tingkat tinggi dari IAKMI. Sangat menarik....gaya IAKMI membina hubungan dengan Menkeu.
Bu Menkeu sendiri merasa berhutang...Ini hasil yang sangat menarik ...Apakah tahun-tahun mendatang Bu Menkeu tetap pro-kesehatan masyarakat atau sebaliknya.
Salam

Riesa D
Kesehatan adalah salah kebutuhan mendasar masyarakat. Dan sektor keuangan menjadi salah satu kunci pokok keberlangsungan pembangunan kesehatan. Tidak bisa dipungkiri, tanpa ada ketersediaan sumber daya keuangan, pembangunan kesehatan bisa stagnan bahkan mandeg. Meski program kesehatan sebagus apapun tanpa dukungan pembiayaan yang memadai takkan dapat berjalan dengan optimal. Walaupun sumber pembiayaan kesehatan tidak hanya semata-mata berasal dari pemerintah, namun Menkeu merupakan salah satu aktor kunci dalam menjamin ketersediaan anggaran untuk terselenggaranya pembangunan kesehatan
Terimakasih

Nanik Sri Wahyuni
Saya menggaris bawahi pertanyaan Ibu Menkeu: "Setelah UHC ini dilakukan, apakah betul pelayanan kesehatan mencapai hasil yang baik?"
Pertanyaan tersebut sederhana namun maknanya mendalam.
Sebagai ahli kesehatan masyarakat, tentunya akan merasa tertantang untuk bisa berkontribusi lebih banyak dalam pembangunan kesehatan.
Terima kasih

Grace Sicilia
Poin penting yang disampaikan oleh Bu Mentri antara lain bahwa aspek kesehatan adalah aspek yang sangat strategis di semua Negara dengan permasalahan yang berbeda-beda. Keinginan untuk menciptakan UHC adalah baik menurut beliau namun persoalan yang muncul setelah tercapainya UHC adalah bagaimana menunjukkan hasil pelayanan yang baik bagi masyarakat. Karena dari hasil program evaluasi UHC yang beliau pimpin langsung di China digambarkan bahwa makin banyak jumlah anggaran yg dialokasikan pemerintah untuk kesehatan, masyarakatnya makin tidak puas. Dapat dimaknai bahwa permasalahan ternyata bukan hanya masalah "uang". Hal yang tidak kalah pentingnya selain komitmen besar dari sisi anggaran adalah komitmen yang sama besarnya harus dimunculkan dari sisi desain, perencanaan, pemikiran dan pelaksanaan serta organisasi sampai ke level desa. Sehingga dapat mewujudkan suatu sistem terintegrasi antara pelaksanaan preventif dan promotif menjadi satu kesatuan dengan kuratif dengan memenuhi aspek efisiensi, akuntabilitas dan efektifitas untuk mencapai masyarakat yang sehat dan produktif. Terima kasih.

Arda Dinata
Menyimak paparan ibu Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, dalam acara Kongres IAKMI di Makasar, ada beberapa hal yang menarik untuk diskusikan, seperti Pengalaman beliau selama bekerja di Word Bank (Bank Dunia), masalah kesehatan itu merupakan aspek strategis di semua negara. Keinginan untuk menciptakan Universal Health Coverage (UHC) itu baik, banyak negara menuju ke situ atau bahkan sudah mencapai UHC, seperti Negara Turki, Cina. Namun persoalan yang muncul setelah UHC, apakah pelayanannya menjadi baik dan mencapai hasil yang baik?

Hasil evaluasi UHC di Cina, justru menggambarkan kondisi pemerintah semakin banyak mengalokasikan anggaran kesehatan, ternyata masyarakatnya makin tidak puas. Jadi, persoalannya bukan masalah uang dan saya senang menggunakan kasus-kasus ini untuk menunjukkan, meskipun kita bisa memberikan komitmen besar dari sisi anggaran. Namun, tanpa adanya komitmen yang sama dari sisi desain, perencanaan, pemikiran, dan pelaksanaan, serta organisasi, sampai ke level desa.

Arti lainnya, kita tidak hanya membangun atau menambah jumlah sarana kesehatan (Puskesmas, RS), tetapi juga berapa jumlah sumber daya tenaga kesehatannya. Bagaimana kita bisa melakukan upaya secara preventif dan promotif itu dapat menjadi satu kesatuan dengan upaya kuratif dalam suatu sistem integrasi, sehingga ada aspek efesiensi, akuntabilitas, dan efektivitas dalam mencapai masyarakat yang sehat dan produktif.

Untuk itu IAKMI sebagai wadah para ahli masyarakat Indonesia dan institusi perguruan tinggi yang menghasilkan tenaga kesehatan masyarakat Indonesia ini, hendaknya dapat memproduksi dan memperbaiki kurikulum untuk bisa mengantisipasi persoalan pengelolaan kesehatan Indonesia. Di sini, kurikulum ahli kesehatan masyarakat itu betul-betul digali dari permasalahan yang urgen di masyarakat sebagai bahan proses belajar mengajarnya. Sehingga diharapkan nantinya para lulusan ahli kesehatan masyarakat ini benar-benar sudah terbiasa dalam menghatasi masalah kesehatan yang muncul di masyarakat. Selain itu, dengan pola pendidikan yang berkarakter sebagai ahli kesehatan masyarakat. Jangan sampai, perilaku dan praktek kesehariannya bertolak belakang dengan budaya hidup sehat.

Jadi, pada konteks ini, dimensi pembangunan yang paling relevan di sini adalah pembangunan manusia Indonesia yang berkarakter kesehatan masyarakat. Tenaga kesehatan adalah jadi salaah satunya. Artinya, sebelum kita mendidik kesehatan pada masyarakat, maka hendaknya para pelaku bidang kesehatan memberikan contoh dan teladan yang mendukung pola hidup sehat. Bukan justru malah sebaliknya. Di sinilah, keberadaan aspek pendidikan, kesehatan, perumahan, dan karakter serta mental manusia itu menjadi juga sama pentingnya.

Akhirnya, berdasarkan materi paparan dari ibu Menteri Keuangan RI tersebut, menurut saya ada kata kunci yang harus kita kawal dan dukung terkait visi dan komitmen pemerintah daerah, baik itu Gubernur, Bupati, Wali Kota dan Pemerintahan Desa terhadap anggaran pembangunan daerah untuk bidang kesehatan dari alokasi anggaran APBD di daerahnya masing-masing. Inilah diantara tugas para ahli kesehatan masyarakat yang tergabung dalam IAKMI untuk melakukan advokasi dan mengawal gerakan kesehatan masyarakat di tiap daerah di Indonesia. (www.ArdaDinata.com).

Faozi
Ijin komentar..
terkait Peran Pemda di Era JKN, beberapa penelitian memang belum menunjukkan hasil yg positif.
Untuk anggaran kesehatan program kesehatan di dinas kesehatan masih terbatas. UU 36/2009 yang mengamantkan10% untuk kesehatan diluar gaji masih belum tercapai.
Apakah perlu teguran keras dari Kemendagri terkait alokasi anggaran kesehatan 10%, apabila yaa..bagaimana dengan Pemda yang memang tidak memmpunya cukup anggaran untuk memenuhi anggaran 10% tersebut.

Laksono Trisnantoro
Setelah mendengar pidato bu Menkeu, apakah benar ada semacam penegasan dari beliau: Anggaran kesehatan dari APBN tidak akan bertambah banyak di masa mendatang. Para pengguna dana APBN diharapkan lebih efisien.
Disamping itu, perlu ada peningkatan anggaran dari luar APBN, termasuk APBD.
Apakah benar pengamatan saya?

Felix Mailoa
Saya sependapat dengan pendapat Prof tentang hal ini karena peningkatan anggaran belum tentu dapat mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat secara lebih baik. Evaluasi menyeluruh terhadap keberhasilan program dari pusat sampai didaerah sangat penting untuk memetakan program-program yang selama ini berjalan namun tidak mencapai target yang ditetapkan sehingga dapat mengurangi beban anggaran dan mengalihkannya pada program-program yang lebih membutuhkan anggaran besar. Selain melakukan efisiensi di tingkat birokrasi, pemerintah juga harus melakukan efisiensi belanja, upaya pengelolaan anggaran di daerah harus transparan, akuntabel, ekonomis, efisiensi dan efektif, rasional dan terukur. Selain itu menemukan formulasi yang tepat dalam penentuan anggaran khususnya agar terhindar dari politik anggaran baik di legislatif maupun eksekutif dan yang terakhir adalah mengurangi belanja pegawai yang tidak rasional dan mengalokasikan anggaran yang tepat sasaran.
Terima Kasih

 

 

Oral Presentation

Health Reform – Governance

Reporter: Putu Eka Andayani

 

  Pengantar

Governance pada sistem kesehatan penting sedangkan pengetahuan untuk memahami berbagai cara governance dalam mempengaruhi outcome dan performance, serta keterbatasan mekanisme governance masih terbatas. Sesi yang dipandu oleh AnujKapilashrami, staff associatedi University of Edinburgh, UK ini memaparkan hasil penenilitian terkait governance yang dilakukan dengan berbagai pendekatan.

19nov 

Health in all policies (HiAP) approach in addressing the post-2015 sustainable development goals – prospects for Kenya

Ini merupakan hasil penelitian sementara yang disajikan oleh Joy Mauti, seorang mahasiswi program doktor di University of Heidelberg, Jerman. Menurutnya, HiAP adalah pendekatan komprehensif untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dan mencapai target SDGs di Kenya, pasca 2015. Tujuan penelitiannya adalah untuk meng-assess pengetahuan dan persepsi stakeholders yang dilakukan dengan menggabungkan antara metode kualitatif dan kuantitatif dan menggunakan Exploratory Sequential Design. Dari riset tersebut Joy menemukan bahwa sebagian stakeholders di Kenya telah menyadari adanya HiAP dan berpendapat bahwa ini merupakan hal yang baik. Beberapa stakeholders bahkan sudah ditetapkan sebagai HiAP units. Semua actor non-pemerintah perlu dilibatkan dalam HiAP dan adaptasi SDGs,

Policy, implementation or both? Implementation research to strengthen primary health care under Indonesia's National Insurance Reform

Hasil penelitian ini disampaikan oleh Laksono Trisnantoro, guru besar dari Gadjah Mada University yang bekerjasama dengan USAID dalam melakukan penelitian ini. Tujuan penelitiannya antara lain mengklarifikasi regulasi yang dihasilkan oleh pemeritah pusat dan daerah serta memberikan rekomendasi kebijakan untuk implementasi JKN yang lebih baik. Menurutnya, Indonesia memiliki latarbelakang seting sejarah dan geografis yang sangat kompleks, sehingga melahirkan program JKN yang kompleks dalam implementasinya. Dari penelitian ini dihasilkan peta mengenai gap, dimana ada dua jenis gap dalam implementasi JKN. Gap pertama yaitu antara praktek ideal dengan regulasi yang ada. Gap kedua yaitu antara regulasi dengan implementasi kebijakan di lapangan. Ada tiga titik gap pada implementasi JKN. Pertama, antara kapitasi dengan mekanisme pembayaran, gap terdapat antara kondisi ideal dengan regulasinya. Kedua pada peran pemerintah dan provider, ada gap antara kebijakan dan implementasinya. Ketiga, pada kebijakan sentralisasi-desentralisasi ada gap antara kebijakan dengan implementasi dimana BPJS sifatnya tersentralisasi sedangkan kementerian kesehatan mendesentralisasi urusan kesehatan pada dinas-dinas kesehatan. Akibatnya, dinas kesehatan kesulitan mengakses data pada BPJS regional/cabang, padhal dibutuhkan untuk perencanaan daerah.

Power and networks of influence in health sector governance: national level decision making for maternal health in Ghana

Paper ini merupakan hasil penelitian Augustina Koduah dari Kementerian Kesehatan Ghana. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami proses pengambilan keputusan dan lebih memahami tentang berbagai cara interaksi dalam governance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada dua kategori aktor dalam governance yaitu yang mengambil keputusan (presiden dan meteri) dan yang mempengaruhi serta bertanggungjawab dalam keputusan final (birokrat, development partners, pemberi pelayanan kesehatan, masyarakat). Struktur interaksi yang terjadi ada yang sifatnya publik dan ada yang privat, mereka saling mengontrol melalui situasi lingkungan dan instrumen negosiasi.

Political will for health system devolution in Kenya: insights from three counties

Penelitian ini disampaikan oleh 
Aaron Mulaki dari RTI International, Kenya. Menurutnya, Kenya harus meningkatkan investasi untuk menghasilkan lebih banyak hasil penelitian/bukti yang dapat digunakan untuk pembuatan keputusan (Evidence based policy making). Selain itu, Kenya juga perlu lebih banyak dialog, meningkatkan kapasitas actor local dan menguatkan peran CSO.

'Healthy Bihar, Prosperous Bihar': how a health campaign achieved both health and policy impacts

Penelitian ini disampaikan oleh Victor Ghoshe, seorang State RMNCH+A Unit, Bihar di India. Diawal presentasinya Victor menggambarkan Bihar sebagai sebuah desa kecil dengan infrastruktur serba terbatas dan kesadaran masyarakat untuk ke fasilitas kesehatan masih rendah. Pemerintah harus meningkatkan image fasilitas kesehatan dengan kesadaran branding. Yang dilakukan adalah mengidentifikasi brand untuk kampanye, dan memutuskan bahwa brand yang digunakan adalah: "Healthy Bihar, Prosperous Bihar". Kedua, biarkan pemerintah yang "merasa memiliki" ide tersebut dan akhirnya mengembangkan ekuitas pelayanan kesehatan. Kegiatan ini dirasa berhasil karena kemudian awareness masyarakat terhadap fasilitas kesehatan meningkat dan muncul ide untuk membuat branding bagi program-program kesehatan yang lain, misalnya branding untuk penghargaan leadership berbasis performance, branding untuk safe motherhood program, Kesehatan desa, nutrisi, sanitasi dan sebagainya. Bahkan saat kampanye pemilihan kepala daerah, daerah salahsatu kandidat menggunakan "Prosperous Bihar" sebagai moto kampanyenya. Branding yang inovatif dapat membantu petugas kesehatan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait program kesehatan dan menginspirasi tenaga kesehatan untuk membuat branding bagi program-program lainnya.

Power, policy and specialty development – the case of emergency medicine specialization in India

Penelitian ini dilakukan oleh Veena Sriram, peneliti dan mahasiswa program doktor dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, United States. India saat ini mengalami masalah dengan jumlah dan jenis dokter spesialis. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah harus focus pada kualitas atau kuantitas dokter? Veena khususnya menyoroti mengenai spesialis emergency yang sejarah pengemangannya telah dimulai sejak tahun Tahun 1994 telah menjadi departemen formal di pendidikan dokter di India. Sumber kekuasaan adalah: kemampuan teknis, kekuaasaan birokrasi (jabatan, misalnya pada Medical Council India, Elit pub dan sebagainya), keuangan dan kekuatan network (misalnya medical college). Dengan kebijakan yang saat ini berkembang, masyarakat miskin menjadi lebih sulit untuk masuk ke Fakultas Kedokteran. Rekomendasinya adalah kedepannya penggunaan kekuasaan untuk membuat kebijakan harus lebih sistematif, transparan dan komunikatif. 


Reportase Terkait

{jcomments on}

Future Learning and Evaluation Approaches for
Health System Development

Reporter: Shita Dewi

hsr16

  Pengantar

Reportase kali ini akan mencoba melaporkan dua sesi terkait tema berbagai metode yang digunakan dalam melakukan penelitian sistem kesehatan. Dua sesi ini merupakan sesi presentasi oral para peneliti yang telah melakukan penelitiannya di berbagai negara, dan terkadang peneliti menggunakan bahasa mereka sendiri (Spanyol, atau Perancis) dalam melakukan presentasi.

Judul Sesi: Engaging with complexity in health policy and system research: experience from applying complex-sensitive approaches

(Sara van Belle, Isabel Goicoleo, Anna-Karin Hurtig, Migueal san Sebastian, Tanya Seshadri)

Premis dasar dari sesi ini adalah bahwa penelitian seringkali dilakukan dalam situasi yang kompleks, sehingga metodologi yang biasa (misalnya cross-sectional) tidak akan mampu menangkap kompleksitas tersebut. Mengapa? Karena dalam dunia nyata, causal pathway bersifat inter-connected, dan multiple. Causation bersifat kompleks dan seringkali tidak linear. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan case-based configurational analysis.

Metodologi pertama yang dipaparkan adalah Qualitative Comparative Analysis (QCA), sebuah metodologi yang cukup kompleks dimana sebuah program theory dikembangkan, kemudian dievaluasi dalam beberapa tahapan, dimana setiap tahapan merupakan konteks yang berbeda dan memiliki berbagai kombinasi kondisi/prasyarat yang berbeda. Dua aspek yang dilihat biasanya adalah aspek kondisi/prasyarat intervensi, dan aspek kondisi/prasyarat mekanisme. Komparasi dilakukan dengan memperhatikan kombinasi dari berbagai detailed-within-case analysis, sampai akhirnya ditemukan semacam 'modeling' dari kombinasi-kombinasi yang menghasilkan outcome yang sama (dan yang diharapkan) dan kemudian mengidentifikasi faktor yang selalu muncul dalam kombinasi yang berbeda-beda tersebut. Namun ditekankan bahwa lesson learned dari pendekatan ini dalam dunia nyata bukan faktor apa yang muncul, tetapi lebih pada bagaimana caranya hingga kita mencapai kondisi/prasyarat yang dijabarkan dalam faktor tersebut.

Bila pembaca tertarik ingin menggunakan metodologi ini, silakan membaca lebih lanjut pada link berikut

klik disini

Metodologi kedua yang dipaparkan adalah Participatory Action Research (PAR). Pembaca yang berminat dapat mempelajari secara ringkas tentang PAR pada link berikut

klik disini

Berangkat dari premis yang sama, bahwa sistem yang kompleks mengandung makna 'whole of parts', dan bahwa sistem ternyata bersikap conservative namun selalu menghasilkan unpredictable result. Akibatnya, untuk melakukan intervensi, good intentions saja tidak cukup, dan harus mengakui bahwa ada limitation dalam common sense sehingga akhirnya hal terbaik yang bisa dilakukan adalah trying to make (some) sense dari kompleksitas tersebut. Namun, ini mengandung implikasi bahwa analytical reflection harus selalu diikuti oleh synthesis.

Pengalaman dalam melakukan PAR menggarisbawahi fakta adalah bahwa sistem yang kompleks seharusnya selalu ada trickle-down effect dan kapitalisasi dari lesson learned. Namun, agar dapat bermanfaat, kedua hal ini harus memiliki cukup waktu, dana dan sarana. Kapitalisasi lesson learned khususnya penting karena lesson learned seharusnya menjelaskan bagaimana intervensi dilakukan, apa yang berhasil dan mengapa, serta apa yang tidak berhasil dan mengapa. Hanya dengan kapitalisasi lesson learned ini maka akan terjadi pengembangan kapasitas dan expertise local, yang bila ditindaklanjuti oleh policy dialogue dapat menghasilkan dampak dalam bentuk kebijakan.

Namun, dalam dunia yang mengagungkan "evidence-base", kita perlu menyadari seberapa banyak 'evidence' yang harus dikumpulkan untuk dapat disebut sebagai 'evidence'.

Judul Sesi: Application and challenges to the use of Mixed Methods in health system research

(Valery Ridde, Anne-Marie Trucotte-Tremblay, Nicolas Ortiz Ruis)

Dalam sesi ini, beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian mengunakan mixed methods menceritakan apa tantangan dalam melakukan mixed methods. Hal ini menarik karena banyak penelitian 'mengaku' (atau mengira) telah melakukan mixed method, tetapi mungkin sebenarnya belum tepat. Pembaca dapat membaca secara ringkas mengenai mixed method pada link:

http://www.statisticssolutions.com/mixed-methods-approach/

Dua mixed methods yang dibahas khususnya adalah convergent mixed methods dan sequential mixed methods.
Tantangan yang disoroti dalam melakukan mixed methods, antara lain adalah:

  1. Berupaya menjelaskan dan menjustifikasi penggunaan dua pendekatan yang berbeda dalam satu penelitian, karena dua metode ini memiliki world views yang sangat berbeda, dan memiliki rigour yang berbeda pula
  2. Ada ketidakpastian, dalam arti pendekatan kualitatif mungkin saja dapat mengarah pada hipotesis yang tidak bisa dijelaskan oleh model kuantitatif karena datanya tidak tersedia. Atau, sebaliknya, hipotesis harus dicocokan dengan data yang ada.
  3. Kemungkinan adanya conflicting result yang diperoleh dari pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif
  4. Memerlukan kelompok dengan dua keahlian yang berbeda namun harus menyepakati model konseptual yang sama
  5. Kualitas dari data sangat menentukan

Lesson learned dalam melakukan mixed methods adalah:

  1. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ahlinya, karena mixed method membutuhkan keahlian tersendiri
  2. Sebaiknya, peneliti memiliki pengalaman dalam melakukan penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif terlebih dahulu sebelum mencoba menggunakan mixed methods.


Reportase Terkait

{jcomments on}

  • angka jitu
  • toto 4d
  • toto
  • toto macau
  • rtp live slot
  • bandar togel 4d
  • slot dana
  • toto sdy
  • toto slot
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • bandar togel
  • toto macau
  • bandar slot
  • toto togel
  • togel4d
  • togel online
  • togel 4d
  • rajabandot
  • toto macau
  • data toto macau
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • judi online
  • nexus slot
  • agen slot
  • toto 4d
  • slot777
  • slot777
  • slot thailand
  • slot88
  • slot777
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot demo
  • slot777
  • toto 4d
  • toto slot
  • agen slot
  • scatter hitam
  • slot 4d
  • bandar slot/
  • bandar slot/
  • toto slot
  • mahjong slot
  • slot jepang
  • slot777
  • slot dana
  • slot dana
  • toto slot
  • bandar slot
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot 2025
  • toto slot
  • bandar slot
  • agen slot
  • slot dana
  • slot777
  • bandar slot
  • slot thailand
  • toto slot
  • slot resmi
  • togel4d
  • slot resmi
  • KW
  • slot online
  • slot gacor
  • slot88
  • slot
  • situs slot
  • slot777
  • slot gacor
  • pgsoft
  • mahjong
  • slot demo
  • slot 4d
  • slot scater hitam
  • judi online
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • slot vip
  • demo slot
  • slot bet kecil
  • slot bet 400
  • slot gacor