Oral Presentation

Health Reform – Governance

Reporter: Putu Eka Andayani

 

  Pengantar

Governance pada sistem kesehatan penting sedangkan pengetahuan untuk memahami berbagai cara governance dalam mempengaruhi outcome dan performance, serta keterbatasan mekanisme governance masih terbatas. Sesi yang dipandu oleh AnujKapilashrami, staff associatedi University of Edinburgh, UK ini memaparkan hasil penenilitian terkait governance yang dilakukan dengan berbagai pendekatan.

19novAaron Mulaki, Joy Mauti, Veena Sriram, Augustina Koduah, Laksono Trisnantoro, Victor Ghoshe dan Anuj Kapilashrami (berdiri) 

Health in all policies (HiAP) approach in addressing the post-2015 sustainable development goals – prospects for Kenya

Ini merupakan hasil penelitian sementara yang disajikan oleh Joy Mauti, seorang mahasiswi program doktor di University of Heidelberg, Jerman. Menurutnya, HiAP adalah pendekatan komprehensif untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dan mencapai target SDGs di Kenya, pasca 2015. Tujuan penelitiannya adalah untuk meng-assess pengetahuan dan persepsi stakeholders yang dilakukan dengan menggabungkan antara metode kualitatif dan kuantitatif dan menggunakan Exploratory Sequential Design. Dari riset tersebut Joy menemukan bahwa sebagian stakeholders di Kenya telah menyadari adanya HiAP dan berpendapat bahwa ini merupakan hal yang baik. Beberapa stakeholders bahkan sudah ditetapkan sebagai HiAP units. Semua actor non-pemerintah perlu dilibatkan dalam HiAP dan adaptasi SDGs,

Policy, implementation or both? Implementation research to strengthen primary health care under Indonesia's National Insurance Reform

Hasil penelitian ini disampaikan oleh Laksono Trisnantoro, guru besar dari Gadjah Mada University yang bekerjasama dengan USAID dalam melakukan penelitian ini. Tujuan penelitiannya antara lain mengklarifikasi regulasi yang dihasilkan oleh pemeritah pusat dan daerah serta memberikan rekomendasi kebijakan untuk implementasi JKN yang lebih baik. Menurutnya, Indonesia memiliki latarbelakang seting sejarah dan geografis yang sangat kompleks, sehingga melahirkan program JKN yang kompleks dalam implementasinya. Dari penelitian ini dihasilkan peta mengenai gap, dimana ada dua jenis gap dalam implementasi JKN. Gap pertama yaitu antara praktek ideal dengan regulasi yang ada. Gap kedua yaitu antara regulasi dengan implementasi kebijakan di lapangan. Ada tiga titik gap pada implementasi JKN. Pertama, antara kapitasi dengan mekanisme pembayaran, gap terdapat antara kondisi ideal dengan regulasinya. Kedua pada peran pemerintah dan provider, ada gap antara kebijakan dan implementasinya. Ketiga, pada kebijakan sentralisasi-desentralisasi ada gap antara kebijakan dengan implementasi dimana BPJS sifatnya tersentralisasi sedangkan kementerian kesehatan mendesentralisasi urusan kesehatan pada dinas-dinas kesehatan. Akibatnya, dinas kesehatan kesulitan mengakses data pada BPJS regional/cabang, padhal dibutuhkan untuk perencanaan daerah.

Power and networks of influence in health sector governance: national level decision making for maternal health in Ghana

Paper ini merupakan hasil penelitian Augustina Koduah dari Kementerian Kesehatan Ghana. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami proses pengambilan keputusan dan lebih memahami tentang berbagai cara interaksi dalam governance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada dua kategori aktor dalam governance yaitu yang mengambil keputusan (presiden dan meteri) dan yang mempengaruhi serta bertanggungjawab dalam keputusan final (birokrat, development partners, pemberi pelayanan kesehatan, masyarakat). Struktur interaksi yang terjadi ada yang sifatnya publik dan ada yang privat, mereka saling mengontrol melalui situasi lingkungan dan instrumen negosiasi.

Political will for health system devolution in Kenya: insights from three counties

Penelitian ini disampaikan oleh 
Aaron Mulaki dari RTI International, Kenya. Menurutnya, Kenya harus meningkatkan investasi untuk menghasilkan lebih banyak hasil penelitian/bukti yang dapat digunakan untuk pembuatan keputusan (Evidence based policy making). Selain itu, Kenya juga perlu lebih banyak dialog, meningkatkan kapasitas actor local dan menguatkan peran CSO.

'Healthy Bihar, Prosperous Bihar': how a health campaign achieved both health and policy impacts

Penelitian ini disampaikan oleh Victor Ghoshe, seorang State RMNCH+A Unit, Bihar di India. Diawal presentasinya Victor menggambarkan Bihar sebagai sebuah desa kecil dengan infrastruktur serba terbatas dan kesadaran masyarakat untuk ke fasilitas kesehatan masih rendah. Pemerintah harus meningkatkan image fasilitas kesehatan dengan kesadaran branding. Yang dilakukan adalah mengidentifikasi brand untuk kampanye, dan memutuskan bahwa brand yang digunakan adalah: "Healthy Bihar, Prosperous Bihar". Kedua, biarkan pemerintah yang "merasa memiliki" ide tersebut dan akhirnya mengembangkan ekuitas pelayanan kesehatan. Kegiatan ini dirasa berhasil karena kemudian awareness masyarakat terhadap fasilitas kesehatan meningkat dan muncul ide untuk membuat branding bagi program-program kesehatan yang lain, misalnya branding untuk penghargaan leadership berbasis performance, branding untuk safe motherhood program, Kesehatan desa, nutrisi, sanitasi dan sebagainya. Bahkan saat kampanye pemilihan kepala daerah, daerah salahsatu kandidat menggunakan "Prosperous Bihar" sebagai moto kampanyenya. Branding yang inovatif dapat membantu petugas kesehatan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait program kesehatan dan menginspirasi tenaga kesehatan untuk membuat branding bagi program-program lainnya.

Power, policy and specialty development – the case of emergency medicine specialization in India

Penelitian ini dilakukan oleh Veena Sriram, peneliti dan mahasiswa program doktor dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, United States. India saat ini mengalami masalah dengan jumlah dan jenis dokter spesialis. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah harus focus pada kualitas atau kuantitas dokter? Veena khususnya menyoroti mengenai spesialis emergency yang sejarah pengemangannya telah dimulai sejak tahun Tahun 1994 telah menjadi departemen formal di pendidikan dokter di India. Sumber kekuasaan adalah: kemampuan teknis, kekuaasaan birokrasi (jabatan, misalnya pada Medical Council India, Elit pub dan sebagainya), keuangan dan kekuatan network (misalnya medical college). Dengan kebijakan yang saat ini berkembang, masyarakat miskin menjadi lebih sulit untuk masuk ke Fakultas Kedokteran. Rekomendasinya adalah kedepannya penggunaan kekuasaan untuk membuat kebijakan harus lebih sistematif, transparan dan komunikatif. 


Reportase Terkait

Add comment

Security code
Refresh