Ringkasan Eksekutif Concept Note

Second Annual Universal Health Coverage Financing Forum
20 – 21 April 2017

wdc

Karakteristik dan Dampak dari Inefisiensi Pada Sektor Kesehatan

Konsep efisiensi di sektor kesehatan meliputi melakukan tindakan yang tepat, setting yang tepat dan dengan cara yang tepat. Sistem kesehatan yang efisien mampu menghasilkan luaran kesehatan dan proteksi finansial yang optimal.

Inefisiensi pada sistem kesehatan dapat ditemukan pada setiap aspek :

  1. Melakukan hal yang tidak tepat (Contoh : mendanai program/intervensi berbiaya tinggi berdampak rendah namun tidak mendanai program/intervensi berbiaya rendah dengan dampak tinggi, terutama pada layanan tingkat tersier)
  2. Melakukan hal yang tepat pada setting yang tidak tepat (Contoh : tidak memprioritaskan pelayanan kesehatan tingkat primer lebih dari rumah sakit)
  3. Manajemen kebijakan yang lemah (Contoh : membiarkan obat-obatan menjadi kadaluarsa atau disimpan pada tempat yang kurang baik).

Apabila semua bentuk inefisiensi dihitung, sebuah negara bisa menyia-nyiakan 20-40 persen dari sumber daya yang dimiliki sehingga kehilangan kesempatan untuk menggunakan sumber daya dengan lebih efisien agar hasil yang dicapai lebih optimal.

Sumber-sumber Inefisiensi

Inefisiensi bisa ditimbulkan dari sumber yang beragam dan sudah terdokumentasikan dengan baik. Beberapa berhubungan dengan faktor utama pendorong biaya dalam sistem kesehatan : obat-obatan, tenaga kesehatan, infrastruktur dan fasilitas kesehatan, terutama rumah sakit.

Namun karakteristik dan sifat inefisiensi dapat berbeda tergantung setting. Beberapa negara dapat lebih efisien di bagian atau sektor tertentu tapi tidak begitu efisien di area lainnya. Adalah penting bagi sebuah negara untuk menilai dan mengkaji sebab-sebab terjadinya inefisiensi (menggunakan check list terlampir di dokumen ini) untuk mengetahui dimana saja sumber inefisiensi itu muncul, lalu memutuskan mana yang paling mungkin dilakukan, dengan mempertimbangkan aspek teknis maupun situasi politik.

Setiap negara kemudian perlu mengembangkan pilihan strategi, termasuk mengembangkan agenda perubahan yang terjadwal, dan juga mengembangkan strategi monitoring perkembangan tersebut.

Implikasi pentingnya adalah setiap negara perlu memutuskan indikator mana yang akan digunakan untuk menilai perkembangan capaian kebijakan terkait dengan sumber utama penyebab inefisiensi.

Meningkatkan Efisiensi

Banyak alternatif pilihan strategi untuk meningkatkan efisiensi, dan setiap negara dapat bertindak untuk mencapai luaran kesehatan dan proteksi finansial yang lebih baik dengan sumber daya yang dimiliki.

Beberapa opsi strategi terdapat di sistem pembiayaan kesehatan. Opsi ini termasuk:

  • meningkatkan pendapatan negara secara lebih efektif,
  • menggunakan instrumen pajak untuk mengurangi konsumsi produk yang berdampak buruk bagi kesehatan,
  • mengurangi fragmentasi pada proses pooling dana,
  • memastikan dana yang terkumpul tersebut digunakan untuk membiayai intervensi dengan value for money terbaik, dan
  • memodifikasi mekanisme pembiayaan penyedia layanan kesehatan untuk mendorong kualitas dan juga efisiensi.

Solusi lain membutuhkan tindakan pada sistem kesehatan lebih luas. Sebagai contoh, dengan meningkatkan efisiensi pada pengadaan obat-obatan dapat meningkatkan kemampuan untuk membeli di harga terendah, memodifikasi regulasi atau legislasi untuk mendorong penggunaan obat generik termasuk strategi untuk mengelola keraguan penyedia layanan kesehatan dan pasien terhadap kualitas obat generik, dan mendorong penggunaan obat-obatan secara rasional.

Dalam prakteknya, dinamika dan situasi politik dapat menjadi sangat kompleks ketika akan implementasi kebijakan, terutama ketika mendapatkan oposisi kuat dari pihak-pihak yang berkepentingan.

Alternatif solusi lain dapat memberikan dampak positif bagi sektor kesehatan, seperti :

  • Instrumen pajak untuk mengurangi konsumsi produk berdampak buruk bagi kesehatan
  • Meningkatkan fleksibilitas pembiayaan
  • Kebijakan obat generik, termasuk memastikan transparansi dan tender kompetitif untuk pengadaan obat-obatan
  • Memberikan kesempatan bagi tenaga kesehatan di tingkat lokal untuk mengambil tanggungjawab lebih besar ketika dimungkinkan (task shifting)

Kebijakan lain bisa saja membutuhkan investasi jangka pendek namun mengharuskan komitmen jangka panjang sebelum hasilnya terlihat. Salah satu contoh adalah mengalihkan pembelian (purchasing) ke model aktif (active purchasing : pembelian berdasarkan kajian kebutuhan, harga, dan nilai kemanfaatan) membutuhkan keterampilan staf dan sistem informasi berbasis teknologi yang membutuhkan waktu untuk berkembang.

Untuk mendampingi kebijakan-kebijakan ini, kolaborasi internasional dibutuhkan dalam rangka proses pencarian suatu teknologi yang dapat menjadi unggulan. Kolaborasi ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan kesehatan dan menjamin kondisi finansial dengan biaya rendah. Aktivitas ini dapat termasuk mengadakan teknologi yang sudah ada ke setting berbiaya rendah, seperti vaksin untuk Hepatitis C dan HIV/AIDS.

Kontroversi dan Informasi yang Belum Lengkap

Meskipun sifat dan karakteristik inefisiensi dan kemungkinan solusinya telah berhasil diidentifikasi, namun tidak sedikit jumlahnya hal-hal yang masih belum diketahui dan yang berpotensi menimbulkan ketidaksepakatan.

Saat ini belum banyak diketahui mana kebijakan yang mampu memberikan dampak secara sistemik. Pertanyaan yang banyak:

  • Bagaimana efisiensi rumah sakit dapat ditingkatkan?
  • Apa peran yang tepat bagi sektor privat dalam mendorong efisiensi?
  • Bagaimana mekanisme pemberian insentif yang dapat mendorong motivasi para staf dan mendorong kualitas pelayanan, dan saat yang bersamaan berbiaya rendah?

Riset empiris hingga saat ini belum mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini secara definitif.

Bagian dari persoalan tersebut disebabkan oleh banyaknya studi yang melihat intervensi spesifik seperti pembiayaan berbasis hasil/performa memilih fokus pada utilisasi dan kualitas layanan kesehatan, tanpa atau sedikit mengkaji dan mempertimbangkan aspek biaya. Tren riset seperti ini menyulitkan para pengambil kebijakan untuk menilai apakah intervensi/program perlu diadopsi untuk memberikan value for money tertinggi, dan jika demikian apakah intervensi tersebut dapat dibiayai jangka panjang.

Dalam kasus yang lain, metode untuk melakukan analisa tidak selalu dapat berguna. Sebagai contoh, health technology assessment yang mendasarkan pada cost effectiveness analysis seringkali digunakan untuk membantu dalam mengambil kebijakan, memberikan pertimbangan kombinasi intervensi mana yang mampu memberikan manfaat yang paling besar dengan biaya yang rendah relative terhadap opsi lainnya.

Metode ini tepat digunakan pada negara-negara berpendapatan tinggi dimana persoalan utama ada pada perubahan pengeluaran secara marginal, diatas dari paket layanan yang sudah tersedia. Sementara itu, di banyak negara-negara berpendapatan rendah perubahan kebijakan tidak jarang membutuhkan perubahan besar, membuat kerangka analitik cost effectiveness analysis tidak selalu dapat diterapkan. Kemampuan teknik untuk menilai kombinasi intervensi yang tepat perlu tersedia di level primer, mengharuskan level primer memiliki kapasitas untuk mempertimbangkan dan menghitung biaya serta dampak yang dapat bervariasi sesuai dengan skala dan cakupan intervensi. Belum lagi staf yang dapat melakukan cost effective tersedia di level tersebut. Metode HTA juga cukup terbatas dalam menilai kombinasi intervensi yang tepat antara layanan kesehatan level individu dengan populasi. Ini adalah area dimana metode HTA perlu dikembangkan untuk menjawab persoalan tersebut.

Terakhir, keterbatasan utama setiap negara yang ingin menjadikan agenda meningkatkan efisiensi adalah persoalan sangat terbatasnya ketersediaan data untuk mengkaji secara formal penyebab-penyebabnya dan menilai perkembangan capaian dari waktu ke waktu. Hal ini salah satunya disebabkan oleh beberapa negara saat ini melakukan penilaian efisiensi mereka secara reguler, sehingga indikator yang tersedia biasanya dikumpulkan untuk tujuan lain.

Rekomendasi

Negara

  • Melakukan penilaian atas penyebab utama inefisiensi dan opsi apa yang dapat ditempuh dalam jangka waktu pendek, menengah, dan panjang.
  • Mengembangkan dan implementasikan strategi untuk meningkatkan efisiensi dalam jangka waktu pendek hingga menengah. Sebaiknya strategi ini adalah bagian dari strategi pembiayaan kesehatan, meskipun beberapa tindakan perlu melihat diluar pembiayaan kesehatan.
  • Memulai investasi jangka panjang dalam bentuk legislasi, konsultasi, sistem informasi, dan keterampilan staf untuk mempersiapkan opsi strategi jangka panjang.
  • Melakukan analisis situasi politik dan kapasitas teknis untuk menilai reformasi apa yang memiliki kemungkinan berhasil paling tinggi, lalu membangun dukungan dan menegasikan oposisi.
  • Mengembangkan indikator-indikator efisiensi spesifik sesuai dengan persoalan penyebab inefisiensi di negara tersebut, dan mengembangkan agenda untuk meningkatkan capaian kesehatan dengan sumber daya yang tersedia.
  • Melakukan investasi dalam pengembangan metode untuk mengumpulkan data-data indikator dan evaluasi perkembangan capaian secara teratur.
  • Melakukan identifikasi area yang berpotensi dilakukannya aksi secara inter dan multi-sektor yang dapat memaksimalkan dampak kesehatan, serta feasibilitas situasi politik untuk mempengaruhi sektor lain dalam implementasinya. Hal ini dapat membantu kementerian kesehatan untuk mengidentifikasi kementerian-kementerian kunci secara cepat.

Laporan oleh: Laksono Trisnantoro

Silahkan klik untuk membaca reportase terkait:

  

 

 

 

{jcomments on}

Seminar Eksekutif
Lanskap Sektor Swasta dalam Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kebijakan
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

Pengantar

Penyedia layanan kesehatan non-pemerintah merupakan salah satu komponen utama dalam sistem kesehatan di Indonesia yang telah beroperasi selama lebih dari 100 tahun. Dalam 10 tahun terakhir, sektor ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Dengan perubahan demografi dan epidemiologi yang progresif disertai dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, permintaan akan teknologi pelayanan kesehatan yang lebih canggih dan pelayanan sekunder terus meningkat. Kebijakan deregulasi saat ini diterapkan oleh pemerintah Indonesia yang memungkinkan pembentukan fasilitas kesehatan non-pemerintah baru, mulai dari klinik ke rumah sakit internasional skala besar, telah meningkatkan peran sektor non-negara dalam sistem kesehatan di Indonesia. Sistem JKN saat ini juga mendorong adanya pertumbuhan sektor swasta. Seminar ini mencoba untuk membahas peran sektor swasta selama implementasi JKN berjalan.


Tujuan

  1. Menggambarkan dinamika sektor privat di Indonesia selama implemetasi JKN berjalan.
  2. Mendiskusikan hambatan yang dialami pemerintahan sistem kesehatan dalam memanfaatkan pertumbuhan sektor swasta.
  3. Menguatkan peran Dinas Kesehatan sebagai lembaga pelayanan dan penyelenggara sistem kesehatan.


Peserta

Peserta kegiatan ini adalah:

  1. Peserta Pelatihan Kemitraan Sektor Swasta untuk cakupan Kesehatan Semesta
  2. Penyelenggaran Rumah Sakit & Klinik Swasta
  3. Dinas Kesehatan Provinsi DIY
  4. Peneliti, Praktisi, dan Akademisi


Agenda

Diskusiakan diselenggarakan pada Jumat, 28 April 2017; pukul 13:30 – 15:30 WIB; bertempat di Laboratorium Leadership dan Kepemimpinan, Gedung IKM Lama Lantai 3 Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada. Bapak/ Ibu/ Sdr yang tidak dapat hadir secara tatap muka dapat tetap mengikusi diskusi webinar melalui link registrasi berikut:

https://attendee.gotowebinar.com/register/4750028052158418178
Webinar ID 885-244-659 

Pembiayaan Kesehatan dan JKN dapat diakses selengkapnya melalui http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/.
Pemateri

  • Prof.dr.Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D
  • Elisabeth Listyani, S.E

Moderator

  • Shita Dewi

Pembahas

  • Yayasan YAKKUM


Susunan Acara

Waktu Materi Pemateri/ Pembahas
13:30-13:40 Pembukaan Moderator
13:40-14:10 Pemateri Sesi 1 Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D
14:10-14:40 Pemateri Sesi 2 Elisabeth Listyani, S.E
14:40-15:00 Pembahas Yayasan YAKKUM
15:00-15:30 Diskusi/tanya-jawab Pemateri/ Pembahas
15:30 Kesimpulan /Penutup Moderator

Pembiayaan kontribusi peserta

  • Peserta webinar dikenakan biaya Rp 50.000,00 /orang;
  • Peserta Executive Seminar dikenakan biaya Rp 100.000,00/orang

*Peserta yang mengikuti selama 5 kali executive seminar akan mendapatkan Sertifikat SKP IDI, IAKMI


Informasi dan pendaftaran

Maria Lelyana (Lely)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Telp/Fax. (0274) 549425 (hunting), 081329760006 (HP/WA)
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 
Website: http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/  

 

 

Reportase World Congress on Public Health - Hari 5

Part 1

Merayakan Hari Kesehatan Dunia

Margareth ChanMargaret Chan, Director General WHO, melalui video konferens menyampaikan ucapan selamat untuk WFPHA atas pencapaiannya selama lebih dari 50 tahun di World Health Day 2017. Apa saja pencapaian kita? Saat ini angka kematian akibat Malaria di Afrika telah menurun sampai 60%. Lebih dari 80 juta ODHA yang hidup dalam kemiskinan saat ini telah menerima ARV. Insidensi tuberculosis sudah jauh menurun dalam 3 dekade terakhir. Tapi tidak hanya itu, kita perlu juga merayakan pencapaian kita akan kolaborasi yang telah dilakukan oleh para ahli dan pemerhati kesehatan masyarakat.

Isu determinan sosial, politik, ataupun komersial kesehatan merupakan sesuatu yang tidak mungkin didiskusikan 15 tahun yang lalu, namun saat ini kita sudah berani mendiskusikannya. Ini adalah salah satu wujud kolaborasi yang telah terbentuk dengan baik. Saat ini kita sudah mempunyai banyak bukti ilmiah mengenai isu-isu tersebut, misalnya: bagaimana faktor sosial ekonomi berperan penting pada penurunan insidensi tuberculosis, menurunkan angka kematian ibu dan eradikasi polio. Visi ke depannya sangat penting bagi kita untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuatan kita dengan melibatkan sektor-sektor lain di bidang kesehatan.

Rudiger KrechRudiger Krech, Direktur Sistem dan Inovasi Kesehatan WHO melanjutkan dengan pentingnya menjaga keseimbangan antara aspek ‘teknis’ dan ‘politis’. “Kita perlu tetap memahami isu politik yang terjadi, sementara kita harus tetap kuat di aspek teknis yang sudah menjadi keahlian praktisi kesehatan masyarakat”, ujar Krech. Krech menutup dengan ekspektasi bahwa WFPHA tetap menjadi satu asosiasi yang mempengaruhi isu public health di ranah internasional dan tetap berkomitmen untuk membuat perbedaan dan perubahan.

 

 

oleh Likke Prawidyaputri 

  REPORTASE TERKAIT :

 

Reportase World Congress on Public Health - Hari 4

Part 1

Tantangan Mencapai Equity di Wilayah Asia Pasifik

shin yong sooShin Young-Soo, Direktur Western Pacific Regional dari World Health Organization mendeskripsikan situasi equity di wilayah Asia Pasifik. Pencapaian MDGs sebagian besar telah memenuhi target, tetapi inequity tetap terjadi. Terjadi perbedaan U5MR tergantung pada tingkat pendidikan, lokasi tempat tinggal. Populasi yang tidak pernah bersekolah selalu memiliki angka kematian tertinggi.

Western Pacific itu terdiri atas berbagai macam negara, mulai dari negara dengan advanced economies seperti Australia dan New Zealand, ada yang dalam situasi transition economies seperti China dan Mongolia, negara-negara middle-income countries di wilayah kepualuan Pasifik seperti Samoa, Fiji dan negara-negara yang memberlakukan sistem desentralisasi seperti Filipina.

Negara dengan advanced economies tentunya memiliki infrastruktur sosial yang baik dan mekanisme pembiayaan yang solid. Namun demikian, tetap ada kelompok populasi tertentu yang termarjinalisasi, misalnya saja di Australia yang selalu memiliki masalah inequity antara indigenous dan non-indegenous. Di negara dengan transition economies, misalnya China, telah terjadi perubahan penitikberatan penyelenggara kesehatan dari district level model of pelayanan primer menjadi komersialisasi dan privatisasi rumah sakit. Inequity antara miskin dan kaya semakin melebar.

Sementara itu negara-negara Pasifik kepulauan, misalnya Samoa, mengalami krisis SDM kesehatan karena tingginya brain drain dan ketersediaan SDM yang terkonsentrasi di rumah sakit. Ketergantungan pada donor tinggi dan ownership pemerintah nasional terhadap program-program kesehatan rendah. Tantangan terbesar saat ini yaitu meningkatnya insidensi penyakit tak menular serta melawan perubahan iklim dan dampaknya. Sedangkan untuk negara yang terdesentralisasi seperti Filipina, mengalami masalah sosial politik yang kompleks, terutama dengan adanya 1500 pemerintahan kabupaten/kota yang masing-masing memiliki kewenangan tersendiri. Pemerintah pusat menemui kendala besar dalam menerapkan kebijakan nasional ke seluruh kabupaten/kota di bawahnya.

WHO telah melakukan beberapa upaya untuk mempersempit jurang equity: salah satunya dengan mengkampanyekan universal health coverage (UHC). “Equity is a cornerstone of UHC. Dengan adanya UHC, akses kesehatan pada kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda akan lebih merata”, ujar Shin. Regional action agenda lainnya yaitu “Leaving no-one behind”, dengan equity sebagai konsep intinya dan SDGs sebagai indikator-indikator prioritasnya.

WHO telah memberikan dukungan untuk membantu negara-negara dalam menyusun peta jalan untuk mencapai UHC, meningkatkan kapasitas leadership dari pemerintah untuk berkomitmen pada pembiayaan untuk UHC, serta memberikan pedoman-pedoman untuk mengevaluasi pencapaian UHC dan SDGs. Adanya SDGs merupakan tantangan tersendiri bagaimana kita bisa merangkul lebih banyak pihak untuk mempercepat pencapaian SDGs itu sendiri.

Sebagai praktisi kesehatan masyarakat, apa tugas kita selanjutnya?

Ada 3 hal: informing, influencing, dan institutionalising. Informing: praktisi kesehatan masyarakat harus memahami kaitan antara social determinant of health dan health equity, memahami bagaimana sektor-sektor lain dapat turut berkontribusi serta prioritas-prioritas yang dimiliki sektor lain tersebut, serta memahami kebutuhan dari perspektif masyarakat. Influencing: praktisi kesehatan masyarakat harus memperkuat kemampuan untuk mengadvokasi dan menggandeng sektor lainnya, memobilisasi dukungan politik dan finansial, dan memanfaatkan adanya kebijakan dengan efektif. Institutionalising: praktisi kesehatan masyarakat secara aktif mengangkat isu-isu prioritas tertentu dan mendiseminasikan bagaimana upaya yang dapat ditempuh untuk mencapai target yang diinginkan.

Bagaimana pendidikan kesehatan masyarakat ke depannya?

Dengan tantangan yang ada saat ini, perlu membentuk para praktisi kesehatan masyarakat yang ahli dalam berkolaborasi, advokasi dan memperkuat proses pembuatan kebijakan. Tidak hanya ketrampilan untuk promosi kesehatan saja yang dipersiapkan bagi para calon praktisi kesehatan masyarakat, tetapi juga kemampuan untuk aware terhadap isu politik dan ekonomi yang berkembang, reseptif pada perkembangan terbaru serta responsif pada kebutuhan masyarakat.

Kesimpulannya, public health saat ini mau tidak mau dipengaruhi isu sosial dan politik, sehingga penting untuk memahami determinan-determinan dari equity dari aspek sosial, politik serta faktor lain yang jarang tersentuh sebelumnya, seperti aspek komersial. Inequity terjadi di mana-mana, tapi dalam bentuk yang berbeda-beda. Kita perlu cermat menganalisis apa bentuk equity yang terjadi di wilayah atau negara kita, dengan mempertimbangkan konteks dan situasi yang ada.

 

 

Reporter: Likke Prawidya Putri

  REPORTASE TERKAIT :

 

 

Reportase World Congress on Public Health - Hari 3

Part 1

Commercial Determinant for Health: Industri Alkohol dan Politik di Australia

Apa masalah kesehatan utama saat ini yang terkait dengan beban penyakit tidak menular? Ya, jawabannya adalah faktor risiko berupa gaya hidup tidak sehat. Selama ini kita berusaha menerapkan berbagai kebijakan tentang kawasan tanpa rokok, promosi pola makan dan olahraga yang sehat. Kita tidak sadar bahwa di balik semua itu terdapat raksasa industri yang secara ‘kasat mata’ menjadi tantangan terbesar kita. Sesi Plennary di hari ketiga ini menguak fakta-fakta bagaimana faktor komersial menjadi salah satu penentu penting status kesehatan masyarakat.

peter miller

Peter Miler dari University of Deakin mengangkat isu industri alkohol sebagai salah satu pihak yang ‘berkepentingan khusus’ yang memiliki vested interest. Saat ini marak asosiasi yang mempromosikan mengenai konsumsi alkohol dalam batas yang sehat dan aman, misalnya DrinkWise ataupun DrinkAware. Dengan adanya asosiasi tersebut, perilaku minum alkohol, yang termasuk gaya hidup yang berisiko, dianggap sesuatu yang aman untuk masyarakat. Namun demikian, kita tidak sadar bahwa industri alkohol sebenarnya memanfaatkan adanya asosiasi tersebut untuk membawa image positif pada produknya. Lebih parah lagi, terdapat beberapa penelitian yang didanai atau didukung oleh perusahaan-perusahaan tertentu, sehingga hasil penelitian yang ditampilkan kurang independent dan hanya melaporkan hal-hal yang mendukung industri. Hasil penelitian semacam ini juga sering tidak mencantumkan sponsor penelitian dalam acknowledgement-nya dan menuliskan bahwa tidak ada conflict of interest. Salah satu contoh penelitian tersebut yaitu adanya efek cardioprotective dari konsumsi alkohol dalam jumlah tertentu. Strategi lainnya terkait penelitian yaitu perusahaan-perusahaan ini mendanai penelitian tentang dampak konsumsi alkohol dalam jumlah sedang (moderate-level) saja tanpa melibatkan konsumsi alkohol dalam jumlah tinggi. Dalam salah satu penelitian, disebutkan intervensinya yaitu meminta responden untuk mengkonsumsi alkohol dalam jumlah tertentu.

Strategi kedua dari perusahaan ini yaitu dukungan kepada partai politik secara langsung maupun tidak langsung. Data di Australia menunjukkan bahwa partai-partai politik di Australia menerima dana cukup besar dari industri tembakau, alkohol dan gambling. Contoh lobi ‘halus’ lainnya yaitu begitu seringnya parlemen menyelenggarakan pesta atau pertemuan yang menyediakan minuman beralkohol yang disponsori oleh industri. Tak ketinggalan event olahraga yang disponsori oleh industri alkohol.

Strategi berikutnya adalah kemitraan dengan perusahaan lainnya, misalnya kerjasama antara DrinkWise dan Uber yang memfasilitasi layanan antar untuk minuman beralkohol. Di samping itu, adanya diversion tactic atau pengalihan yaitu dengan memberikan jargon yang terkesan aman misalnya bir rendah karbohidrat atau bir rendah kalori. Hal ini dilakukan juga industri rokok yang telah banyak mempromosikan adanya rokok rendah tar atau rokok untuk wanita.
Strategi lain yang cukup membahayakan yaitu dukungan industri pada media. Di Australia, Herald Sun, surat kabar yang terkemuka di Australia, mendapat pemasukan sangat besar per tahunnya dari iklan produk beralkohol. Dengan demikian media pun dapat ‘dibeli’ untuk menampilkan atau menyembunyikan informasi tertentu mengenai dampak alkohol bagi kesehatan. Strategi terakhir tapi tidak kalah berbahaya yaitu fenomena revolving door tokoh-tokoh politik yang setelah pensiun memasuki organisasi lobbying untuk alkohol ataupun industri ataupun sebaliknya. Misalnya mantan direktur pengawasan lisensi yang menjadi pimpinan di DrinkWise. Hal ini tentunya dapat sangat berpengaruh pada pengambilan kebijakan terkait alkohol di Australia.

Bagaimana dengan peran kita sebagai pemberi masukan? Penelitian, diseminasi dan menggandeng para tokoh politik harus dilakukan secara konsisten dan tidak mengenal putus asa. Peter Miller mencontohkan upaya yang dilakukannya untuk mengadvokasi tetapi ditolak mentah-mentah di depan publik. Meskipun media bukan menjadi ranah langsung dari kesehatan masyarakat, sangat penting untuk memastikan integritas dan transparansi dari media dalam menyampaikan berita tertentu. Di samping itu, kita perlu mendampingi pemerintah dalam memilah hasil-hasil studi yang ada untuk mendukung kebijakan ke depan.

 

Reporter: Like Prawidya Putri

  REPORTASE TERKAIT :

 

 

Reportase World Congress on Public Health - Hari 2

Part 1

Plennary hari kedua mengusung tema Sustainable Development Goals dan tantangannya di berbagai belahan dunia. Sesi ini diisi oleh ahli dari Afrika, Pasifik serta representatif dari World Health Organization.

Permasalahan Kesehatan di Dunia

Colin Tukuitonga day 2Dimulai oleh Profesor Alex Ezeh, Direktur Eksekutif dari African Population and Health Research Center (APHRC) yang menunjukkan bahwa angka prevalensi dan insidensi penyakit di Afrika mengalami penurunan bermakna, meskipun tetap lebih tinggi dibandingkan dengan rerata penduduk dunia. Afrika mengalami tidak hanya double, triple, tetapi quadruple burden of disease yaitu: tingginya angka kematian ibu dan anak yang gagal mencapai target Millenium Development Goals (MDGs), beban penyakit menular yang masih tinggi terutama Malaria dan HIV/AIDS, kecelakaan lalu lintas dan beban penyakit tak menular termasuk kesehatan jiwa.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi ini yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, bencana alam yang cukup sering terjadi, krisis pangan yang terus menerus terjadi akibat kemarau panjang, buruknya pengelolaan limbah, serta lemahnya sistem kesehatan. Tetapi yang cukup ironis adalah di saat media internasional menaruh perhatian pada bencana tanah longsor di Addis Ababa, ribuan penduduk Afrika meninggal setiap harinya karena pengelolaan limbah yang buruk. Ini adalah bukti di mana faktor lingkungan sebagai determinan kesehatan masih kurang diperhatikan.

Seperti hal-nya di Afrika, status kesehatan masyarakat di Pasifik pun mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir secara rerata, akan tetapi selalu berada jauh di belakang rerata negara-negara di dunia. Usia harapan hidup di Nauru, justru mengalami penurunan. Bertolak belakang dengan situasi Afrika yang sebagian besar masalah kesehatannya disebabkan oleh situasi dalam benua itu sendiri, permasalahan kesehatan di negara-negara Pasifik timbul karena situasi atau perilaku dari bagian dunia lainnya. “Wilayah Pasifik yang meliputi 1/3 bagian dari keseluruhan permukaan bumi dan didominasi wilayah perairan, saat ini mengalami ancaman besar dari climate change, tingginya polusi di wilayah perairan, dan overfishing, yang justru terjadi di wilayah lainnya tetapi dampaknya diderita oleh wilayah Pasifik”, ungkap Colin Tukuitange, Dirjen dari Secretary of Pacific Community.

Hal yang cukup ironis adalah dengan wilayah didominasi perairan, cakupan akses pada air bersih di wilayah Pasifik 40% lebih rendah dari seluruh penduduk di dunia. Masih terkait dengan faktor lingkungan, peningkatan permukaan serta tingkat keasaman air laut sebagai dampak dari climate change dapat mengancam keamanan pangan. Cuaca ekstrim yang juga dampak dari climate change, telah menyebabkan kerugian di negara-negara Pasifik yang dipengaruhi. Dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, terjadi 8 bencana alam berskala nasional yang menyebabkan beban biaya 2.6% sampai 64% dari total GDP per tahun negara yang terkena.

Ilustrasi di kedua wilayah di atas, Afrika dan Pasifik, menunjukkan betapa tingginya pengaruh lingkungan pada pencapaian kesehatan masyarakat.

Maria Neira day 2Maria Neira, Direktur Department of Public Health and Environment World Health Organization, menegaskan bahwa polusi udara merupakan kegawatdaruratan kesehatan masyarakat saat ini. Data menunjukkan bahwa Polusi udara menyebabkan 3.5 juta kematian di tahun 2012 dan polusi udara dari kegiatan rumah tangga menyebabkan kematian lebih dari 4 juta kasus di tahun yang sama. 41% penduduk dunia masih menggunakan kayu bakar atau batubara atau materi padat lain untuk kegiatan memasak, yang berkontribusi pada tingginya polusi udara indoor. Tingginya polusi udara berkorelasi dengan tingginya prevalensi penyakit pernapasan.

Di samping masalah polusi udara, permasalahan lingkungan lain pun semakin tinggi. 23% beban penyakit di seluruh dunia dipengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung oleh masalah lingkungan. Perubahan iklim menyebabkan turunnya produksi pangan, serta tidak adanya akses air bersih dan sanitasi menyebabkan tingginya prevalensi penyakit yang ditularkan melalui air dan/atau makanan. 1 dari 3 penduduk perkotaan tinggal di wilayah kumuh.

5 SDGs saat ini sangat terkait dengan lingkungan: SDG 2 tentang malnutrisi, SDG 3 tentang kesehatan, pelayanan kesehatan dan dampak determinan pada status kesehatan, SDG 6 tentang akses pada air bersih dan sanitasi, SDG 7 tentang akses pada sumber energi modern, dan SDG 11 tentang polusi udara di perkotaan.

Solusi ke Depan

Maria memaparkan: “Mengurangi polusi udara, serta mengatasi permasalahan lingkungan yang berdampak pada kesehatan, memerlukan kolaborasi antara penggunaan clean energy, perbaikan perumahan, tatakota yang ramah lingkungan dan efisien, sarana transportasi yang rendah emisi, serta sektor industri dengan pengelolaan limbah yang baik”. Beberapa aspek yang akan menjadi fokus utama intervensi di Afrika telah sesuai dengan konsep yang yakni: menekan perkembangan wilayah kumuh, memperbaiki pengelolaan limbah, serta mengatasi permasalahan lingkungan.

Sementara itu di Pasifik, “Selama ini perhatian tersebar pada berbagai permasalahan kesehatan, tetapi kita justru melupakan hal dasar, yaitu akses pada air bersih”, tutur Colin. Ke depannya, perlu lebih selektif dan fokus pada satu intervensi supaya lebih besar daya yang dikeluarkan. “Usaha apapun untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Pasifik tidak akan bermakna tanpa intervensi untuk meminimalkan dampak climate change. Kita harus mendukung Paris agreement”, tutup Colin.

Demikian juga yang ditegaskan oleh Maria Neira, bahwa game changer dalam dunia kesehatan masyarakat saat ini adalah “Energy”. Saat ini sudah ada Paris agreement, convention Minamata, dan berbagai dokumen kesepakatan lainnya, tetapi belum terlaksana dengan optimal. Di samping itu, 97% budget untuk kesehatan dialokasikan pada healthcare atau upaya kuratif, hanya 3% yang dialokasikan untuk mendukung upaya promotif preventif.

Inilah saatnya kita mulai mempromosikan pentingnya lingkungan yang sehat untuk mencapai status kesehatan yang lebih baik. Kita perlu menggandeng sektor swasta untuk lebih banyak berinvestasi pada isu-isu preventif dari lingkungan seperti: sanitasi, industri yang ramah lingkungan, tatakota yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesehatan serta energi yang terbarukan.

 

 

Reporter: Likke Prawidya Putri

  Reportase Terkait:

 

 

Reportase World Congress on Public Health - Hari 1

epi visible

We have voices, we have vision, it’s now time for action

Sesi pembukaan di hari pertama diisi oleh sederet akademia dan pemangku kebijakan di bidang kesehatan di Australia.
Profesor Helen Keleher, ketua dari kongres ini membuka dengan memberikan deskripsi dari kegiatan dalam 5 hari ke depan. Kemudian, diikuti oleh Michael Moore selaku Presiden dari WFPHA yang menjelaskan makna dari ‘voices, vision, action’ pada logo kongres ke 15 ini. Begitu banyak bukti-bukti penelitian yang ada dalam ranah kesehatan masyarakat, dari bukti-bukti yang ada kita mendapatkan satu idea atau nilai baru untuk diterapkan. Namun demikian, kendala utamanya adalah bagaimana menindaklanjuti atau melakukan ‘action’ dari hasil penelitian dan ide pemecahan masalah yang kita miliki.

Inti dari kesehatan masyarakat adalah solidaritas, ungkap Bettina Borusch. Bagus atau tidaknya program kesehatan masyarakat tampak dari bagaimana wanita dan grup minoritas menerima manfaat dari program tersebut. Solidaritas akan terwujud bila kita dapat mengajak pihak lain untuk bersama-sama mewujudkan suatu tujuan. Namun perlu diingat bahwa solidaritas bukan semata-mata mengajak pihak lain, sebagaimana pemerhati kesehatan mengajak lintas sektor untuk bersama-sama memperhatikan program kesehatan, tetapi juga memastikan bahwa lintas sektor atau pihak lain mendapatkan manfaat dari ajakan kita tersebut.

Pentingnya solidaritas dan mempertimbangkan semua pihak, khususnya masyarakat sebagai yang menikmati program dan kebijakan kesehatan. DeMichelle DeShong, CEO Australian Indigenous Governance Institute menceritakan pengalaman dalam membangun kesehatan masyarakat Aborigin dengan memperkenalkan konsep kemandirian. “Bukan self-government, tetapi self-governance”, ungkap DeShong. “Selama ini pemerintah memberikan dana untuk program tertentu untuk dikelola oleh masyarakat Aborigin, sebenarnya yang dibutuhkan bukan hanya dana tetapi kewenangan untuk memasukkan ide dan nilai budaya pada program yang ada”, lanjut DeShong lagi dalam sesi keynote speech.

Aksi Nyata Apa yang Benar-Benar ‘Nyata’?

Berbicara tentang aksi atau tindak lanjut nyata kebijakan kesehatan, sangat tergantung pada peran praktisi kesehatan masyarakat dalam meyakinkan pembuat kebijakan untuk menetapkan program tertentu. Melalui video conference, Tabaré Vasquez, Presiden Uruguay di periode ini, bertutur tentang keberanian Uruguay dalam mengambil aksi nyata mengurangi dampak buruk kesehatan akibat konsumsi tembakau. “Kanker merupakan penyakit yang dapat dicegah melalui edukasi dan komunikasi; merupakan tugas kita (praktisi kesehatan masyarakat) untuk memberi edukasi tersebut”, Tabaré menegaskan di awal sesinya.

Perusahaan Phillip Morris menghasilkan pendapatan lebih tinggi dari 2 kali GDP Uruguay dalam setahun, sementara tembakau menjadi salah satu penyebab tingginya belanja kesehatan di Uruguay. Pemerintah Uruguay telah menetapkan berbagai larangan, antara lain: larangan merokok di dalam ruangan di fasilitas umum, larangan promosi tembakau dalam bentuk apapun di semua media televisi, radio dan internet - termasuk untuk jenis rokok elektrik, larangan sponsorship dari perusahaan rokok, menghilangkan jargon rokok tipe tertentu yang mengusung konsep ‘light’, ‘menthol’ atau sejenisnya, merancang kemasan rokok dengan peringatan yang signifikan, serta pemungutan pajak rokok. Saat ini prevalensi perokok usia 13 – 17 tahun telah turun menjadi kurang dari 10%, insidensi infark miokard akut berkurang 22%, serta Uruguay mendapat keuntungan lebih dari USD100 juta berkat kebijakan tersebut. Inilah contoh keberanian Uruguay dalam ‘mengalahkan’ kekuasaan rokok.

Dr. Ilona Kickbusch, Direktur the Global Health Centre Geneva mengungkapkan aksi nyata di Finlandia dalam mengatasi determinan sosial kesehatan, yakni dengan menetapkan Universal Basic Income (UBI). Dalam skema UBI ini, pengangguran di Finlandia akan menerima uang tunjangan sebesar 560 euro per bulan, tanpa meminta pengangguran tersebut untuk melakukan apapun (unconditional). Skema ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pekerjaan masyarakat karena masyarakat akan lebih memilih pekerjaan dengan jaminan yang baik, menurunkan angka kemiskinan, yang pada akhirnya akan meningkatkan status kesehatan. Skema ini kabarnya akan diperkenalkan di beberapa negara di Eropa, antara lain Belanda, serta India.

Tantangan dari Dunia Politik

Dalam pidatonya yang tajam, Martin McKee, Presiden World Federation of Public Health Association (WFPHA) menyebutkan betapa sejarah telah banyak menceritakan bagaimana dampak politik pada kesehatan. Kita harus menerima dan menyadari bahwa isu kesehatan masyarakat sangat sering berbau politik. Dalam pidatonya yang bertajuk “Enemies of the People: Public Health in an Era of Populist Politics” memaparkan bahwa seorang praktisi kesehatan masyarakat harus lihai memanfaatkan skills dan knowledge-nya untuk mencegah para politisi melakukan hal yang buruk untuk kesehatan masyarakat. Kebijakan dan regulasi yang ditetapkan oleh para politikus, akan secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi kesehatan masyarakat, keluarga dan individu.

Sebagai contoh Brexit dan dampaknya pada kesehatan. Data menunjukkan bahwa 10% dokter, 16% bidan dan 5% perawat di UK berasal dari Uni Eropa. 20% dokter bedah di UK memperoleh pendidikan di Uni Eropa serta lebih dari 300 juta euro dana penelitian kesehatan dari Uni Eropa research fund telah dialirkan untuk institusi-institusi di UK sejak 2014. Terjadinya Brexit dapat berarti memperkecil atau menutup berbagai peluang yang ada untuk mencapai kesehatan masyarakat yang baik di UK. Sebagai praktisi kesehatan masyarakat, kita memegang kunci dalam: memberi wawasan mengenai suatu isu kebijakan kesehatan kepada pemangku kebijakan, menunjukkan dan menggarisbawahi konsekuensi dari kebijakan tertentu, serta senantiasa memeriksa fakta-fakta yang ada dengan memanfaatkan kemampuan analisis epidemiologi serta skills lainnya. “Epidemiologi dapat menjadi alat yang kuat untuk mengatasi determinan politik untuk kesehatan. Epidemiologi membuat yang tak terlihat menjadi terlihat”, tutup McKee.

What’s next?

Dalam sesinya ‘A time for hope: pursuing a vision of a fair, sustainable and healthy world’, Sharon Friel dari School of Regulation and Global Governance ANU melihat bahwa situasi saat ini penuh dengan keputusasaan, tetapi masih ada celah peluang yang dapat menjadi pengharapan. Dunia ini penuh dengan permasalahan pelik: manusia membunuh buminya sendiri dan banyak permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi yang seharusnya menjadi wahana mencapai tujuan malah menjadi tujuan itu sendiri. Namun demikian, kita perlu optimis bahwa ada peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan bersama, yang utama adalah pentingya ‘network of hope’. Network of hope, atau dapat juga disebut sebagai jejaring harapan, akan terbentuk saat sekelompok orang memiliki visi yang sama untuk memperbaiki keadaan. Pergerakan dan inisiatif yang diusung masing-masing kelompok tersebut akan semakin memperkuat dan memperlebar jejaring harapan. Satu aspek yang tidak boleh diabaikan yaitu kekuatan organisasi masyarakat sipil, yang dicontohkan dengan suksesnya program nutrisi global yang didominasi oleh organisasi masyarakat sipil dan donor. Menariknya, sangat sedikit peran dari sektor swasta dan industri. Di sinilah kekuatan praktisi kesehatan masyarakat untuk mampu menggerakkan masyarakat sendiri dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. “Kita adalah ‘penjual ide’ dan inovator yang kadang membuat kekisruhan. Evidence is power. Dengan analisis yang baik dari fakta yang ada, yang mengupayakan perubahan regulasi, merangkul berbagai aktor dengan jejaring yang terorganisir, maka kita akan mampu membuka pintu bersama-sama pada perubahan status quo di dunia kesehatan”, pesan Friel.

Reporter: Likke prawidya Putri

  REPORTASE TERKAIT :

 

 

Term of Reference

Bedah Buku
“The Republic of Indonesia Health System Review”

  Pengantar

Buku The Republic of Indonesia Health System Review telah dipublikasikan oleh Asia Pacific Observatory pada Maret 2017. Publikasi ini merupakan bagian dari seri Health System in Transition (HiT). Seri HiT memberikan informasi yang relevan untuk mendukung para pembuat kebijakan dan menjadi bahan analisis dalam pengembangan kesehatan. Publikasi ini diharapkan dapat digunakan untuk mempelajari secara detil berbagai pendekatan dalam isu manajemen institusi kesehatan, pembiayaan kesehatan, sistem kesehatan, implementasi berbagai program kesehatan, juga sebagai alat diseminasi informasi dan berbagi pengalaman diantara pembuat kebijakan dan peneliti di berbagai negara.

Buku The Republic of Indonesia Health System Review terdiri dari 7 bab utama yaitu Pendahuluan, Organisasi & Tata Kelola Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan, Sumber Daya Manusia & Infrastruktur, Pelayanan Kesehatan, Reformasi Kesehatan, serta Penilaian Sistem Kesehatan. Berbagai materi dalam buku ini antara lain: gambaran komprehensif tentang perkembangan sistem kesehatan Indonesia selama 25 tahun terakhir, termasuk berbagai pencapaian di bidang kesehatan populasi dan berbagai tantangan dalam mengatasi meningkatnya penyakit tidak menular, hingga perkembangan program JKN serta disparitas yang masih tinggi.

Guna membahas berbagai materi dalam buku ini, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM menyelenggarakan Bedah Buku “The Republic of Indonesia Health System Review”.

  Tujuan

  1. Membahas buku “The Republic of Indonesia Health System Review”
  2. Menyoroti berbagai tantangan pada sistem kesehatan di Indonesia yang memerlukan analisis lebih mendalam


  Tempat

Kegiatan ini dilaksanakan pada :
Hari, Tanggal      : Selasa, 4 April 2017
Waktu               : 14.00 - 15.30 WIB
Tempat              : Ruang Teater, Lt.2 Gedung Perpustakaan FK UGM

Target Peserta

  1. Dosen-dosen FK UGM
  2. Mahasiswa/i S2 HPM FK UGM
  3. Konsultan dan Peneliti
  4. Dosen dan Mahasiswa/i dari luar FK UGM


  Agenda

Waktu Materi Pembicara
14.00-14.10 Pembukaan Moderator
14.10-14.25 Overview HiT

dr. Yodi Mahendradhata

14.25-14.40

Highlight Chapter 4

materi

dr. Tiara Marthias
14.40-14.50 Pembahasan

Prof. Laksono Trisnantoro

14.50-15.20 Sesi Diskusi
15.20-15.30 Penutupan Moderator

 

  

 

 

 

  • angka jitu
  • toto 4d
  • toto
  • toto macau
  • rtp live slot
  • bandar togel 4d
  • slot dana
  • toto sdy
  • toto slot
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • bandar togel
  • toto macau
  • bandar slot
  • toto togel
  • togel4d
  • togel online
  • togel 4d
  • rajabandot
  • toto macau
  • data toto macau
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • judi online
  • nexus slot
  • agen slot
  • toto 4d
  • slot777
  • slot777
  • slot thailand
  • slot88
  • slot777
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot demo
  • slot777
  • toto 4d
  • toto slot
  • agen slot
  • scatter hitam
  • slot 4d
  • bandar slot/
  • bandar slot/
  • toto slot
  • mahjong slot
  • slot jepang
  • slot777
  • slot dana
  • slot dana
  • toto slot
  • bandar slot
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot 2025
  • toto slot
  • bandar slot
  • agen slot
  • slot dana
  • slot777
  • bandar slot
  • slot thailand
  • toto slot
  • slot resmi
  • togel4d
  • slot resmi
  • KW
  • slot online
  • slot gacor
  • slot88
  • slot
  • situs slot
  • slot777
  • slot gacor
  • pgsoft
  • mahjong
  • slot demo
  • slot 4d
  • slot scater hitam
  • judi online
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • slot vip
  • demo slot
  • slot bet kecil
  • slot bet 400
  • slot gacor