Tantangan Hubungan Kelembagaan dan Akuntabilitas dalam JKN

  1. Menkeu dan Menkes sulit memberikan pengaruh ke BPJS, termasuk tindakan pengawasan. BPJS saat ini berada di bawah Presiden. Ada masalah governance di dalam hal ini. Bagaimana cara untuk melakukan pengawasan dengan baik untuk mengurangi keborosan dalam situasi seperti ini.
  2. Akuntabilitas BPJS? Bagaimana data BPJS, termasuk data keuangan (bukan data perorangan) dapat terbuka untuk publik? Saat ini sistem penggunaan data yang ada di BPJS masih mengundang pertanyaan mengenai keterbukaannya.
  3. Kementerian kesehatan mempunyai fungsi regulator dan pengawasan. Bagaimana fungsi ini dibawa ke daerah dalam kerangka desentralisasi?
  4. ....
  5. ... (silahkan diskusikan pada form komentar dibawah)

<<kembali

{jcomments on}

Tantangan Model Pembayaran dalam Sistem di BPJS yang Belum Efisien

  1. Adanya Inefisiensi di pelayanan primer karena indikator performance yang tidak jelas. Sampai saat ini pelaksanaan Pay for Performance masih belum meluas dan masih ada tantangan dari berbagai pihak. Kapitasi belum memberikan dampak.
  2. Sistem klaim INA-CBG yang Open Ended dengan benefit package yang besar. Dengan sistem klaim yang open ended terjadi sesuatu yang menjauhi allocative efficiency. Indonesia tidak bisa melakukan perencanaan secara efisien dan equitable. Sistem Klaim yang Open Ended dengan benefit package luas, bertentangan dengan allocative efficiency dan equity.
  3. BPJS belum dapat mengendalikan pembayaran ke tenaga kesehatan, karena ditentukan oleh manajemen RS atau puskesmas.
  4. BPJS masih belum menjadi pihak yang mampu sebagai purchaser yang baik. Banyak hal yang belum dilakukan dalam konsep strategic purchasing.
  5. ......
  6. ...... (silahkan diskusikan pada form komentar dibawah)

<<kembali

{jcomments on}

Tantangan situasi di sistem kesehatan

  1. Perencanaan di pusat dan di daerah yang belum baik, menyebabkan duplikasi atau blank spot antara kegiatan yang didanai oleh pusat dan daerah, atau adanya rencana yang buruk.
  2. Inefisiensi di penganggaran dimana ada dana yang tidak terserap. Hal ini terlihat dari berbagai laporan mengenai dana sisa tahunan.
  3. Korupsi di sektor kesehatan. Do Indonesia masih terjadi korupsi dengan berbagai bentuk, termasuk mark-up, suap, dan berbagai bentuk korupsi lainnya.
  4. UU yang masih belum maksimal mengurangi keborosan di sistem kesehatan, misal cukai rokok yang terlalu rendah.
  5. Sistem kerangka mutu dan biaya yang belum terbangun dengan baik.
  6. ...
  7. ... (silahkan tambahkan pada form komentar dibawah)

<<kembali

{jcomments on}

Rekomendasi dari Penulis Laporan

Berasal dari refleksi ini, ada berbagai rekomendasi yang berasal dari Concept-Note dan pasca mengikuti pertemuan di Washington DC, antara lain

  Kementerian Kesehatan

Diharapkan membantuk task force atau tim yang independen untuk identifikasi sumber inefisiensi, melakukan penilaian atas penyebab utama inefisiensi dan opsi apa yang dapat ditempuh dalam jangka waktu pendek, menengah, dan panjang. Dari hasil kerja ini diharapkan Kementerian Kesehatan dapat:

  • menyusun rencana untuk mengembangkan dan implementasikan strategi untuk meningkatkan efisiensi dalam jangka waktu pendek hingga menengah.
  • mengembangkan indikator-indikator efisiensi spesifik sesuai dengan persoalan penyebab inefisiensi
  • mengembangkan agenda untuk meningkatkan capaian kesehatan dengan sumber daya yang tersedia.
  • melakukan pengembangan metode untuk mengumpulkan data-data indikator dan evaluasi perkembangan capaian secara teratur.

  Tim Di Bawah Presiden (Lintas Kementerian dan Badan):

  • melakukan studi mengenai perlu tidaknya investasi jangka panjang dalam bentuk penyusunan revisi legislasi, konsultasi, sistem informasi, dan keterampilan staf untuk mempersiapkan opsi strategi jangka panjang dalam peningkatan efisiensi.
  • Melakukan analisis situasi politik dan kapasitas teknis untuk menilai reformasi untuk meningkatkan efisiensi dalam sector kesehatan.
  • Melakukan identifikasi area yang berpotensi untuk dilakukannya aksi secara inter dan multisektor yang dapat memaksimalkan dampak kesehatan, serta feasibilitas situasi politik untuk mempengaruhi sektor lain dalam implementasinya.

  Pemerintah Provinsi/Kabupaten Kota

Diharapkan ada yang berani menyusun model system kesehatan yang efisien, yang melibatkan banyak pihak termasuk BPJS. Indonesia membutuhkan uji coba mengenai sistem pelayanan kesehatan yang efisien, transparan, akuntabel. Tanpa ada praktek langsung di masyarakat, berbagai hal yang ada hanya menjadi konsep yang baik di atas kertas atau kebijakan yang tidak terlaksana. Perlu ada pioneer dalam hal ini.

  BPJS:

  • Meningkatkan akuntabilitas kerja, termasuk untuk melakukan publikasi data yang dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah pusat/daerah.
  • Menginisiasi perbaikan hubungan kelembagaan dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah agar terjadi hubungan kerja yang lebih baik.
  • Meningkatkan kemampuan purchasing termasuk bagaimana memberikan desentralisasi lebih besar ke Divisi Regional dan Kantor Cabang untuk mengambil keputusan-keputusan penting.

  Pemberi Pelayanan Kesehatan

  • Meningkatkan efisiensi perencanaan termasuk menyusun rencana strategis yang menekankan mengenai efisiensi
  • Menghindari dan mencegah fraud
  • Melakukan pencermatan terhadap kinerja staf
  • Melakukan usaha-usaha efisiensi di RS.

  Bagi Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian

Melakukan kajian-kajian yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi waste di level:

  • Makro (Sistem kesehatan)
  • Tengah: di kementerian kesehatan dan dinas kesehatan.
  • Mikro: di lembaga-lembaga pelayanan kesehatan, RS dan FKTP.

Sebaiknya bekerja bersama dengan pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi dapat melakukan uji coba kerangka mutu dan efisiensi di sebuah provinsi.

Mengembangkan isi pendidikan mengenai mutu dan efisiensi. Bahan pendidikan ini penting untuk:

  • Mahasiswa program studi kedokteran
  • Residen dan fellow
  • Mahasiswa pasca sarjana Manajemen pelayanan kesehatan
  • Mahasiswa pascasarjana Kebijakan Kesehatan
  • Mahasiswa pascasarjana ilmu kesehatan masyarakat.

 

*****
Laksono Trisnantoro
Washington DC - Jogjakarta, 20 - 25 April 2017

Silahkan klik untuk membaca reportase berikut:

  

 

 

 

{jcomments on}

Refleksi untuk Indonesia dari Penulis Laporan

Bagian ini merupakan sebuah refleksi setelah mengikuti kegiatan ini. Secara terjemahan bebas, refleksi merupakan sebuah pemikiran, atau opini yang terbentuk sebagai hasil dari mengikuti sebuah kegiatan ilmiah. Setelah mengikuti kegiatan ini, saya sebagai peserta seminar secara subyektif melihat tema efisiensi sangat tepat untuk kita. Ada berbagai hal yang mirip atau terjadi di Indonesia dalam konteks Jaminan Kesehatan. Oleh karena itu, ada berbagai hal yang perlu dipikirkan untuk Indonesia. Hal-hal ini menimbulkan berbagai tantangan yang perlu dipikirkan. Mengapa? Saat ini Indonesia menghadapi situasi keuangan yang cukup berat. Sistem JKN yang ada saat ini mempunyai gejala kekurangan dana dimana BPJS terus mengalami defisit (mismatch). Di samping itu, ada berbagai hal antara lan:

  • Belum ada informasi mengenai mutu pelayanan yang dihasilkan oleh pelayanan kesehatan primer dan lanjutan yang didanai melalui sistem BPJS. Akuntabilitas dana ratusan triliun dalam waktu 3 tahun ini belum mempunyai sistem pengukuran mutu.
  • Kemungkinan terdesaknya pelayanan kesehatan peventif dan promotif karena banyak dana dialokasikan ke kuratif melalui mekanisme klaim tanpa batas, yang bersifat Open Ended. Hal ini juga menyangkut motivasi bekerja sumber daya manusia kesehatan untuk pelayanan prefeventif dan promotif.
  • Terjadinya inequity karena dana BPJS terserap semakin banyak di pelayanan yang ada di Jawa. Sementara itu, benefit package masih sangat luas, dan tidak ada Basic Benefit Package.

Secara subyektif, ada berbagai tantangan di bawah ini yang bisa saya tuliskan sebagai hasil refleksi. Karena bersifat subyektif, mungkin ada yang tidak setuju atau ada yang setuju, atau ada yang ingin ditambahkan.

Silakan klik dan tambahkan komentar dibawahnya

Tantangan 1

Tantangan situasi di sistem kesehatan  

klik

Tantangan 2

Tantangan Model Pembayaran dalam Sistem di BPJS yang Belum Efisien

klik

Tantangan 3

Tantangan Hubungan Kelembagaan dan Akuntabilitas dalam JKN

klik

Tantangan 4

Tantangan di sektor Obat dan Farmasi

klik

Tantangan 5

Tantangan di Sistem Rujukan (Pelayanan Primer dan Pelayanan Lanjutan)

klik

Jika tantangan-tantangan ini dibiarkan tanpa dikelola, maka JKN dapat memberikan janji palsu atau terjadi kesulitan keuangan, ketidakjelasan mutu pelayanan, hingga situasi equity yang memburuk. Hasil akhirnya mungkin adalah sistem kesehatan yang tidak efisien dengan dana besar namun hasil yang tidak memuaskan.

Silahkan klik untuk membaca reportase berikut:

  

 

 

 

{jcomments on}

Closing Remarks

Pesan-pesan utama dan Langkah ke depan

27aprAllyala K. Nandakumar, Chief Economist, USAID
Sistem Kesehatan bersifat sangat dinamik antara lain ditandai dengan perubahan pola penyakit dan perubahan kebutuhan pelayanan kesehatan, dan kemajuan teknologi, demikian pula kebutuhan untuk melakukan prioritisasi. Perubahan-perubahan ini merupakan tantangan.

Efisiensi tidak hanya dihadapi oleh pemerintah negara berpendapatan rendah. Meskipun beban negara ini ganda karena kemampuan fiskal rendah menyebabkan efisiensi sulit dicapai. Sementara itu juga, keinginan untuk meningkatkan kemampuan sistem kesehatan yang mampu memperbaiki pencapaian efisiensi sulit dicapai.

Satu hal yang sudah pasti kita sepakati yaitu pengetahuan kita tentang efisiensi masih jauh dari memadai, sehingga kita memerlukan lebih banyak informasi dan data untuk mendukung pengembangan kebijakan dan perbaikan menuju efisiensi.

Hal lain yang kita sepakati adalah peranan swasta sangat penting dalam menjawab tantangan inefisiensi, namun demikian di sisi lain kita perlu mengetahui lebih banyak tentang inefisiensi di sektor swasta.

Forum ini berhasil menjadi ajang bertukar informasi dan pengalaman. Masing-masing pemangku kepentingan memiliki persepsi dan kepentingan yang berbeda-beda. Hal ini harus diketahui dalam upaya mengatasi inefisiensi sistem kesehatan.

david evanMasing-masing negara menghadapi masalah kebijakan yang bersifat spesifik untuk kondisi negara tersebut dan meskipun tersedia alat bantu yang bisa digunakan untuk menjawab masalah-masalah tersebut. Banyak negara mencoba mendapatkan padanan intervensi kesehatan yang paling ideal antara alokasi pelayanan primer dan rujukan. Hal ini dipersulit dengan konteks suatu negara yang terus berubah.

Mutu pelayanan kesehatan sudah diketahui mempengaruhi iuaran (outcomes). Namun demikian yang tidak diketahui adalah besaran biaya untuk memastikan pelayanan yang bermutu, termasuk didalamnya biaya yang diperlukan untuk memastikan ketersediaan sumber daya input yang dibutuhkan untuk dapat memberikan pelayanan tersebut.

Besarnya biaya inefisiensi berbeda di setiap negara, sehingga kita di tingkat global tidak dapat menetapkan begitu saja indikator yang dapat secara seragam menunjukkan mutu; semisal penggunaan indikator rasio dokter perawat. Hal yang diperlukan adalah dukungan dan arahan di tingkat global untuk membantu setiap negara mampu memantau kinerja sistem kesehatannya.

Penutupan

Timothy G. Evans, Senior Director Health , Nutrition, and Population Global Practice, World Bank Group

timothyTerdapat kesamaan pergerakan baik di negara berpendapatan rendah maupun negara-negara kaya untuk mengawasi tingkat inefisiensi di sektor kesehatan. Akan tetapi sektor ini bersifat sangat dinamis, demikian pula dinamika sumber-sumber inefisiensi. International Monetary Fund (IMF) baru saja menerbitkan laporan dengan tema efisiensi, ‘Achieving More with Less (April 2017) , beberapa hal yang ditampilkan misalnya menghilangkan subsidi BBM, dan pemberian insentif kinerja yang tepat supaya dapat menghasilkan hasil yang diharapkan. Kelompok Bank Dunia memiliki komitmen untuk mengadvokasi kebijakan fiskal yang lebih baik di sektor pembangunan dan tidak hanya sektor kesehatan saja.

Di sektor kesehatan, desentralisi pembiayaaan memiliki banyak manfaat akan tetapi yang seringkali diabaikan adalah tingkat kesiapan dan kemampuan unit pemerintah penerima, sehingga tujuan yang baik ini tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Kita juga perlu memahami beberapa hal akan lebih efisien apabila dilakukan secara bersama-sama atau ‘pooled’, misalnya pengadaan obat program atau vaksin. Tiga “R” (Doing the Right thing, the Right way, and at the Right time/place), merupakan pedoman sederhana namun penting, dan perlu diukur secara sistematis.

Baik ‘error of omission and commission’ perlu diperhatikan supaya kita dapat berfungsi lebih efisien, misalnya kegiatan apa yang seharusnya dilakukan tapi tidak dilakukan, kerugian apa saja sebagai konsekuensi dari tidak melakukan kegiatan tersebut yang harus ditanggung. Sebaliknya, apabila kita melakukan kegiatan tidak sesuai dengan standar, maka kemampuan untuk mengkaji, menanggulangi, mengganti/menghentikan dan mengevalusi (assess, redress, remove, and evaluate) menjadi sangat penting. Di samping itu, juga diperlukan keberanian untuk melakukan.

Ekonomi politik perlu ditangani dengan pendekatan strategis, misalnya dengan menjawab isu-isu yang tampak nyata dan dapat ditangani (low hanging fruit) dengan harapan keberhasilan menangani masalah-masalah ini selanjutnya dapat membuka pintu untuk memobilisasi sumber daya lebih banyak lagi dan menumbuhkan kepercayaan dari stakeholder lainnya.

Meskipun tema pertemuan Annual UHC Financing Forum tahun 2018 masih belum ditentukan dan akan ditentukan dari daftar pendek yang sudah tersusun, pertemuan tahun depan diharapkan dapat mendorong agenda pencapaian UHC. Terima kasih dan sampai berjumpa tahun 2018.

Silahkan klik untuk membaca reportase berikut:

  

 

 

 

 

Beberapa Highlights

Ada berbagai hal yang menarik dari rangkaian sesi di seminar untuk para pembaca di Indonesia. Catatan saat meengikuti berbagai sesi tersebut dapat dilihat di sini.

Menerjemahkan Prioritas ke Praktis, untuk Meningkatkan Efisiensi dan Mutu

Disadari bahwa 20% hingga 40% sumber daya kesehatan dapat hilang karena berbagai sumber inefisiensi. UHC dapat menjadi janji kosong jika tidak diikuti dengan program efisiensi yang baik. Tantangannya adalah bagaimana secara praktis melakukan efisiensi.

Jeanette Vega: Durecit, National Chilean Public Health Insurance Agency (FONASA) menyatakan perlunya meningkatkan mutu perencanaan. Sejak awal perlu melalukan efisiensi dan pemerataan (equity) secara alokatif. Memang dalam perencanaan tidak ada yang pasti, selalu ada keputusan subyektif dari pengambil keputusan. Kedua adalah meningkatkan efisiensi produktivitas dan yang ketiga meningkatkan pemberdayaan masyararakat dan akuntabilitas. Di Chile, dilakukan secara ketat: empowerment citizen dan akutanbilitas sampai melakukan monitoring melalui website di FONASA.

Dsane Sleby Lydia, Direktur Claim, Atoritas Asurasi Kesehatan Nasional Ghana menyatakan di Ghana ada UU asuransi kesehatan yang sudah dua kali diubah. Ghana sangat berhati-hati dalam menggunakan mekanisme pembayaran. Dokter masih dibayar fee for service, sementara itu RS dibayar dengan G-DRG dan kapitasi untuk pelayanan primer. Ghana meletakkan peningkatan efisiensi pada pelayanan kesehatan primer dengan berbagai cara termasuk adanya Community Based Health Planning and Services. Pencapaian sangat menarik yaitu adanya standar pelayanan primer, insentif untuk melakukan pelayanan pencegahan, memberikan pelayanan dasar ke seluruh daerah sulit, sampai ke perbaikan status kesehatan ibu dan bayi.

Chan Sothy: Menteri Muda, Kementerian Keuangan, Kamboja menguraikan bahwa di Kamboja ada program Health Equity Funds (HEFs). Prioritasnya banyak berada pada proses membelanjakan anggaran. HEFs melakukan reformasi di SDM dengan prinsip-prinsip efisiensi, mengurangi waste dan lain-lain. Dengan menggunakan efisiensi, uang yang diperoleh dapat dipakai untuk meningkatkan pelayanan kesehatan termasuk pembelian obat. Hasilnya adalah adanya perbaikan dalam efisiensi alokatif dan efisiensi operasional. Di supply side sangat penting untuk mengurangi out-of pocket spending. Meningkatkan gaji dan lumpsum serta menaikkan insentif di rumah sakit. Dilakukan juga usaha untuk memperbaiki pendidikan dan pelatihan SDM. Dana efisiensi yang diperoleh HEFs kemudian dipakai untuk menambah akses ke daerah rural.

Dalam penutup sesi Joseph Kutzin dari WHO menegaskan bahwa apa yang dilakukan untuk efisiensi harus tidak hanya dalam perencanaan tapi juga ada dalam praktek sehari-hari. Kita 18 tahun yang lalu (dari World Report 1993) telah membahas apa yang disebut sebagai paket yang cost effective. Kita harus belajar dari apa yang sudah baik dan apa yang belum. CEA merupakan hal penting tapi tidak bisa menghubungkan dengan MDGs. Oleh karena itu, perlu tool yang terkait dengan efisiensi.

Apakah Ada Trade Off antara Efisiensi dengan Mutu?

Pertanyaan utama di sesi ini merupakan hal klasik yang selalu timbul dalam usaha efisiensi. Apakah usaha efisiensi ini akan mengurangi mutu ataukah dapat bergendengan tangan? Seorang klinisi, Vikas menyatakan kita harus mendefinisikan quality, situasi dimana sebuah pelayanan kesehatan dapat meningkatkan status kesehatan sesuai dengan current knowledge of medicine. Ini artinya apa yang diharapkan oleh pasien dan klinisi. Tentunya tidak ada konflik antara mutu dan efisiensi. Namun diakui, jika kita lihat jangka panjang semakin bermutu akan semakin banyak dana. Masalahnya kita tidak mempunyai data untuk mengukur mutu.

Winnie Yip (moderator) menyatakan pertanyaan mendasarnya siapa yang akan menyatakan sesuatu itu bermutu? Bagaimana pasien dapat melakukan pengukuran mutu?. Kaosar Afsana menceritakan pengalaman Bangladesh. Mutu merupakan sebuah hal tentang privacy, dignity, jadi tidak hanya medical quality. Pengukuran memang merupakan masalah. Di Bangladesh masalah mutu masih sangat berat, contoh konkrit penggunaan antibiotika secara berlebihan.

Othoo menyatakan yang sangat penting adalah kemauan dari purchaser, apa yang kita maui. Oleh karena itu, kita mulai dengan semangat dan dari nol, mulai juga dari legal aspect. Efek dari inefisiensi yang sangat besar harus diatasi. Berbagai program dapat dikembangkan misal menggunakan clinical audit untuk memperbaiki sistem secara keseluruhan.

Jose Pacheco, Wakil Menteri Keuangan. dari Costa Rica menyatakan bahwa kita harus memperhatikan pembiayaan kesehatan dan governance-nya, dalam 7 dekade kita selalu berpikiran tidak asal potong. Jangan-jangan kita memotong dan hasilnya buruk. Pada tahun 1940: yang penting coverage. Sekarang kita mulai berpikir juga ke indikator lainnya. Pada tahun 1980, kita mulai berbicara ke yang specific group. Kita mulai dengan dengan fokus pada group yang spesifik. Quality of Care sekarang menjadi isu, jadi tidak hanya coverage. Perspektif sejarah sangat penting untuk dilihat, dalam hal ini kembali ke governance. Sistem Askes di Costa Rica adalah full autonomy. Keputusan Menkes dan Menkes sering tidak mempunyai impact ke lembaga asuransi kesehatan. Bagaimana cara untuk melakukan pengawasan ini. Pertanyaannya apa akuntabilitas lembaga asuransi kesehatan?

Cheryl Taylor dari Research and Development: dalam konteks mutu pemberian insentive berarti banyak. Memang tidak langsung begitu saja, insentif mempengaruhi mutu. Banyak hal non teknis yang mempengaruhi. Hal yang jelas antara insentif dan mutu harus berjalan dalam arah yang sama. Di Amerika Serikat, saat ini di Maryland dilakukan pembayaran dengan memasukkan indikator sebagai penentu besar kecilnya pembayaran.

Secara ringkas, ditekankan dalam diskusi sesi ini bahwa memang selama ini cakupan adalah yang pertama kemudian harus disusul dengan mutu pelayanan. Hal ini bukan merupakan sebuah filosofi. Masalah utamanya adalah ketersedian data dan bagaimana standar mutu ditetapkan. Bagaimana kita menentukan mutu? Hal ini terkait dengan governance. Pihak mana yang menentukan indikator dan mengukur derajat mutu sebagai pihak yang menyuarakan suara masyarakat. Perlu dilihat kembali mengenai governance system asuransi kesehatan. Bagaimana caranya agar masyarakat dapat menjadi inti dari pelayanan. Isu mutu juga terkait dengan equity. Seluruh hal ini membutuhkan perubahan budaya. Bagaimana dengan sektor swasta? Berhubungan dengan motif mencari untung tidaklah mudah. Trade off mungkin terjadi di sini.

Beberapa pemikiran yang perlu dibahas terus:

  1. Harus yakin bahwa tidak ada dikotomi antara mutu dengan efisiensi. Bagaimana caranya agar indikator mutu embedded dalam program efisiensi.
  2. Efisiensi tidak sama dengan penghematan, tapi lebih mengurangi cost dengan mutu yang lebih baik, atau sama.
  3. Jika mengurangi biaya perlu dilihat apa yang akan terjadi. Apakah bisa mendapat perolehan efisiensi?
  4. Pembayaran pemberi pelayanan: bagaimana mekanismenya agar bisa mempengaruhi mutu.
  5. Definisi mutu, sebaiknya jangan abstrak tapi mempunyai pandangan dari pasien dan dari pelaku pelayanan kesehatan.

Waste di Pelayanan Kesehatan

Sesi interaktif mengenai waste di pelayanan kesehatan dilakukan secara interaktif. Ada Kelompok A dan Kelompok B yang berdebat mengenai perlunya waste dikelola secara serius dalam pelayanan kesehatan. Mark Pearson sebagai penulis buku mengenai waste dengan data dari OECD memaparkan mengenai perlunya waste. Dalam konteks efisiensi, waste tidak dapat disamakan dengan inefisiensi. Di sisi kelompok A yang bertugas untuk mengkritisi penggunaan waste salah satunya adalah saya, Laksono Trisnantoro yang berargumen bahwa pemikiran mengenai waste sebaiknya kontekstual. Untuk daerah-daerah terpencil dan sulit, dengan menggunakan indikator waste yang ada, akan banyak ditemukan. Misal penggunaan IGD yang rendah, karena memang tidak banyak penduduk di sebuah pulau. Akan tetapi IGD-nya harus ada. Hasil akhirnya, tetap waste menjadi hal yang perlu dikembangkan. Dalam konteks yang menganjurkan diskusi dan action untuk mengurangi waste, pada akhir sesion ditekankan bahwa pembiaran masalah ini dapat meyebabkan peningkatan pembelanjaan kesehatan ke titik yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dalam konteks UHC, jika waste dibiarkan akan menekan fungsi gerakan UHC, dan dapat menjadi janji kosong dan hanya dipermainkan oleh politisi

Efisiensi di RS. Mengapa Perlu?

Takao Toda dari Jepang menyatakan bahwa rumah sakit merupakan komponen penting dalam sektor kesehatan. Sebagian besar pengeluaran, sekitar 70 persen untuk rumah sakit dan sering menjadi sumber inefisiensi atau “waste”. Secara ringkas dapat disebutkan banyak dana yang dapat diefisiensikan di sektor rumah sakit. Jepang menggunakan strategi Kaizen dalam efisiensi RS. Saat ini lebih dari 29 negara dengan 800 RS menggunakan Kaizen.

Anura Jayawickrama, Sekretaris Kementerian Kesehatan Srilanka menyatakan hal serupa bahwa akses ke RS merupakan hal yang sangat penting. Untuk meningkatkan efisien, harus ada latihan manajemen mutu direksi RS, termasuk pendidikan post graduate. Pemahaman mengenai efisiensi RS merupakan sebuah keharusan. Masalah utama saat ini adalah manajemen data yang masih sulit. Sistem informasi manajemen belum berjalan baik. Tantangan lain adalah bagaimana pendukung untuk peralatan biomedik? Hal ini sangat penting untuk meningkatkan patient safety. Tantangan lain adalah penjanminan equity secara geografis. Di Bangladesh, problem populasi yang 160 juta. Sulit sekali, sangat sulit mengenalkan prinsip efisiensi ini. Mutu dan efisiensi belum berjalan dengan baik di Bangladesh.

Prioritas-prioritas Utama

Sesi ini dibuka oleh Ariel Pabloz Mendez yang menyatakan prinsip Money for Health, and Health for Money. Ada berbagai hal prioritas yang perlu dilakukan:

  1. Banyak kasus yang ada di RS sebenarnya dapat dikerjakan di puskesmas dan tidak membutuhkan spesialis. Sementara itu di beberapa puskesmas/FKTP harus menyediakan yang benar benar untuk emergency.
  2. Argentina merupakan negara yang sistem kesehatannya multitiers. Social security mencakup 60%. Ada berbagai kebijakan untuk efisiensi. Salah satunya dI Argentina disusun UU mengenai HTA untuk berbagai intervensi medik yang berbasis scientific area, dengan cara ini dapat mengurangi beban pelayanan di RS.
  3. Kenya mengmbangkan efisiensi dalam Medical Supply and Community. Telah dilakukan perbaikan dalam Supply Chain di Kenya, menggunakan Market Index. Mengapa famasi penting? Hal ini dikarenakan 37% dari total budget kesehatan berada di komponen obat (farmasi). Ada perbaikan yang sangat menonjol di berbagai daerah. Perbaikan sistem manajemen obat dapat menghemat dan meningkatkan mutu pelayanan obat.
  4. Di Jepang, solidaritas merupakan hal terpenting yang membawa ke UHC. Skemanya adalah asuransi kesehatan, semua harus membayar (pekerja, pemda dan lain-lain harus membayar). Out of Pocket masih 20%, Jepang menggunakan open ended DRG. Masalah utamanya adalah kelangsungan keuangan. Masyarakat semakin tua, teknologi semakin baik, dana semakin meningkat. Jepang harus melakukan promosi kesehatan. Perlu ada pengembangan sistem secara kontinyu dan pengembangan pelayanan primer.
  5. Chile mengembangkan digital health service dan Information technology. Bagamana mengembangkan kemampuan digital dalam pelayanan, termasuk mengembangkan telemedicine, digital insurance agency, bagaimana servis bisa diakses masyarakat, serta surveillance dan preparedness. Seluruh hal tersebut perlu dihubungkan. Bagaimana semua sistem ini dapat interoperate? Hal ini yang menjadi tantangan.

Mengukur Efisiensi, Transparansi, dan AKuntabilitas

ThwinAye Ayte sebagai moderator memaparkan mengenai penggunaan sumber daya kesehatan yang efektif dan efisien di sector kesehatan membutuhkan proses yang dapat diverifikasi, transparan dan akuntabel agar dapat diketahui para pembayar pajak dan lembaga yang mengawasi manajemen fiskal. Hal ini terkait dengan hubungan antara kementerian keuangan dengan kementerian kesehatan.

Ben Akabueze Dirjen untuk Anggaran Federal Nigeria. Kesehatan merupakan sektor yang sangat penting. Nigeria masih ketinggalan dalam hal kesehatan. Namun yang penting sekali dilihat adalah kemampuan penyerapan. Hal ini yang sulit dan butuh hal yang baik. Informasi apa yang dibutuhkan? Kami mempunyai masalah dalam kekurangan indikator untuk peningkatan performance, juga masalah fleksibilitas.

Christian Herera dari Chile menyatakan terdapat konsep hardpower dan softpower dalam arena internasional. Idenya adalah mengenai data, hardpower. Bagaimana cara menetapkan skor/nilai untuk melihat gap dalam inefisiensi. Bagamana ada kesepakatan berbagai hal di pelayanan primer. The soft power bersifat kurang nyata/kelihatan. Isu yang dibahas lebih kualitatif yang terkait dengan trust. Hal ini terkait antara Ministry of Finance (MoF) dengan Ministry of Health (MoH). Bagaimana softpower ini dipergunakan untuk kepercayaan dan transparansi antara Menkes dan Menkeu.

Didik Kusnaini, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Setuju dengan Ben dan Harera. Kementerian Keuangan membutuhkan informasi banyak dari Menteri Kesehatan untuk meningkatkan pengeluaran kesehatan. Contoh informasi: apa tujuan strategis dengan indikatornya, pelaksanaan program, dan sebagainya. Juga membutuhkan perencanaan kesehatan untuk mencapai tujuan perencanaan nasional. Berbagai hal tersebut penting karena Indonesia mempunyai berbagai macam kepulauan yang mempunyai banyak variasi biaya, ada yang sangat mahal. Tujuan kementerian kesehatan seolah tidak terbatas sementara itu untuk kementerian keuangan, ada batasnya. Untuk itu, memang kementerian keuangan dan kementerian kesehatan harus duduk bersama untuk mengembangkan pengukuran kinerja. Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Indonesia menggunakan IT system. Dengan demikian, kementerian keuangan dapat memonitor kegiatan kementerian kesehatan. Akuntabilitas berarti bagaimana ada pelaporan secara regular ke masyarakat. Di samping itu seharusnya ada mitigasi dan hukuman untuk poor performace. Pemerintah harus mempunyai system monitoring. Sistem ini termasuk mekanisme untuk komplain. Pada kata akhirnya, DIdik menyatakan: dalam keterbatasan fiskal kementerian kesehatan dan keuangan harus melakukan pertukaran informasi, mana yang harus diprioritaskan.

Diskusi Floor:

Pada intinya para pembahas dari fllow membahas mengenai hubungan antara kementerian kesehatan dengan kementerian keuangan. Perbedaan parameter sering terjadi dan adanya mistrust. Di samping itu, mengenai masalah data masih terus menjadi tantangan berat. Saat ini kita mempunyai data NHA untuk pengeluaran, namun NHA belum mempunyai pengukuran kinerja. Biasanya jika terdapat masalah keuangan: pengeluaran kesehatan dipotong, atau menggunakan cost-sharing, dan mengurangi efisiensi di sektor kesehatan. Ini untuk cutting, namun kurang informasi detil informasi untuk budgeting masih kurang baik.

Pertanyaan menariknya adalah bagaimana problem sistem informasi dalam penganggaran. OECD mulai mengggunakan Strategic Purchasing. Untuk ke depan tidak perlu menggunakan formula yang canggih namun perlu untuk mengumpulkan informasi dulu. Ini penting untuk ke depannya. Kegiatan tidak perlu terlalu kompleks. Sistem Kesehatan tidak harus seperti Toyota Company dengan statistik canggih dan kompleks. Namun kita bisa mengambil keputusan yang mudah untuk kasus yang low hanging, mudah diambil.

Silahkan klik untuk membaca reportase terkait:

  

 

 

 

{jcomments on}

Call For Abstract

Forum Nasional Kebijakan Kesehatan Indonesia ke VII

“Monitoring Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional
Menuju Pencapaian UHC 2019”
dan
“Pengalaman Empirik Dalam Penyusunan Kebijakan Kesehatan di Level Pemerintah Pusat atau Daerah”

PENGANTAR

Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berlangsung sejak 2014 dengan tujuan utama untuk memberikan perlindungan cakupan kesehatan semesta (universal health coverage/UHC) yang ditargetkan bisa mencakup seluruh rakyat Indonesia pada tahun 2019. Sebagaimana ditunjukkan oleh skema proses kebijakan, yang telah berada pada tahap pelaksanaan. Pelaksanaan kebijakan JKN telah berlangsung selama 3 tahun, sehingga perlu sebuah pemantauan untuk melihat sejauh mana kebijakan ini berkembang. Apakah JKN mampu bertahan sehingga menjadi kebijakan yang berkelanjutan ? Apakah di tahun 2019 benar bisa tercapai jaminan kesehatan semesta untuk seluruh rakyat Indonesia ?

Oleh karena itu, Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) sedang melakukan kegiatan monitoring JKN di tahun 2014-2016 yang dilaksanakan melalui website http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/ pada bulan Januari hingga Oktober 2017. Kegiatan puncaknya adalah pada Forum Nasional pada tanggal 23-27 Oktober 2017 yang membahas hasil dari kerangka evaluasi untuk memberikan prediksi pencapaian UHC di tahun 2019.

Dalam rangka Forum Nasional ini, kami mengundang para peneliti, dosen, praktisi kesehatan untuk berkontribusi mengirimkan hasil penelitian dengan topik “Monitoring Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional”. Abstrak harus merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan, baik secara mandiri mau pun sebagai kelompok.

Penelitian mengenai JKN dapat berfokus pada salah satu bidang ini :

  1. Pelaksanaan JKN dan dampaknya dengan program kesehatan tertentu (misalnya KIA, HIV/AIDS, TB, PTM, gizi, dll);
  2. Aspek pembiayaan dan kebijakan pembiayaan JKN;
  3. Aspek kepersertaan JKN;
  4. Aspek regulasi dan implementasi regulasi JKN ;
  5. Aspek mutu pelayanan dalam pelaksanaan kebijakan JKN;
  6. Aspek institusi dan pemangku kepentingan kebijakan JKN ;
  7. Dan lain-lain

Disamping penelitian mengenai Monitoring dan Evaluasi JKN, Forum JKKI di tahun 2017 ini mengharapkan Call for Abstract yang berisikan penelitian atau pengalaman yang terkait dengan Proses Penyusunan Kebijakan Kesehatan. Call for Abstract ini merupakan hal baru yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan para peneliti untuk mempengaruhi kebijakan di level pemerintah pusat ataupun daerah. Hal ini sangat penting mengingat bahwa di masa mendatang diharapkan kebijakan kesehatan ditetapkan berdasarkan bukti yang tepat. Diharapkan para peneliti atau analis kebijakan dapat memberikan abstrak yang mencakup:

  • Pengusulan isu dalam Agenda Setting kebijakan kesehatan di pemerintahan pusat, propinsi, atau kabupaten;
  • Pengalaman melakukan penelitian implementasi dan monitoring kebijakan kesehatan yang berjalan;
  • Metode Evaluasi Kebijakan;
  • Analisis Kebijakan Kesehatan;
  • Proses Advokasi untuk pengembangan kebijakan kesehatan,
  • Dan berbagai hal terkait dengan proses penyusunan kebijakan di pemerintah pusat dan daerah.

Tanggal-tanggal Penting:

  • Registrasi dengan harga khusus : 03 Juni – 10 September 2017
  • Registrasi dengan harga normal : 11 September – 21 Oktober 2017
  • Batas akhir pengumpulan abstrak : 1 Agustus 2017
  • Pengumuman abstrak yang diterima : 15 Agustus 2017
  • Pre-Forum Nasional : 23, 24 Oktober 2017
  • Forum Nasional : 25 – 27 Oktober 2017

Ketentuan Penulisan

Format Abstrak:

  1. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia;
  2. Judul dan teks abstrak tidak lebih dari 300 kata;
  3. Tidak menggunakan akronim dan simbol untuk tujuan menyingkat;
  4. Diketik dengan program Microsoft Word diketik 1 spasi, dengan program Windows Microsoft Word tahun 1997 ke atas, tipe huruf Times New Roman, font size 12, dan margin kiri, kanan, atas, dan bawah semuanya sebesar masing-masing 2,54 cm pada kertas ukuran A4.;
  5. Abstrak berisi minimal:
    1. Abstrak Penelitian:
      • Pendahuluan (latar belakang, tujuan, dan rumusan masalah atau hipotesis);
      • Metode (desain penelitian, subjek, pengumpulan data, dan analisis data);
      • Hasil dan bahasan;
      • Kesimpulan dan saran/implikasi untuk kebijakan kesehatan.
    2. Abstrak Pengalaman Empirik dalam proses kebijakan
      • Pendahuluan (latar belakang dalam konteks proses kebijakan kesehatan)
      • Tujuan Penulisan Paper pengalaman:
      • Uraian;
      • Kesimpulan dan saran/implikasi untuk proses kebijakan.
    3. File abstrak disertai identitas peneliti/pengirim, meliputi:
      • nama penulis; apabila penulis lebih dari satu, maka tandai penulis yang akan presentasi dengan menggarisbawahi nama.
      • nama institusi peneliti;
      • nomor telepon /kontak peneliti; dan
      • alamat e-mail peneliti

Abstrak haruslah hasil penelitian terkait kebijakan dan monitoring kebijakan yang telah selesai dilakukan. Abstrak tidak boleh merupakan abstrak yang telah dikirimkan dan dipresentasikan di konferensi/seminar lain.

Pengiriman abstrak dikirim ke :
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. atau This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

atau melalui web:
http://kebijakankesehatanindonesia.net/jkki

Pembayaran & Rewards

  • Biaya registrasi sebesar Rp 1.000.000,00 (sampai tanggal 10 September 2017)
  • Registrasi setelah tanggal 10 September 2017 akan dikenai harga normal Rp. 1.500.000,-
  • Bagi abstrak yang terpilih akan mendapatkan free biaya registrasi dan seminar Forum KKI VI
  • Penulis dapat mengirimkan makalah lengkap untuk diterbitkan sebagai proceeding (dengan nomor ISBN) dalam Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia.
  • Peserta yang mengikuti seluruh rangkaian Forum Nasional selama 3 hari akan mendapat sertifikat dengan SKP (IDI, IAKMI, PPNI, IBI)

Pre-Forum Nasional

Forum Nasional juga akan menghadirkan beberapa pelatihan sebagai bagian dari Pre-Forum Nasional. Kegiatan adalah sebagai berikut:

Tanggal Judul Pelatihan Biaya Registrasi terakhir
23 Oktober 2017 Pengembangan Teknik Advokasi dan Diseminasi dengan Media Sosial Rp. 500.000,-/orang 10 September 2017 ATAU setelah peserta mencapai jumlah maksimal 30 orang
23 Oktober 2017 Perencanaan dan penganggaran berbasis bukti dan kebijakan Rp. 500.000,-/orang 10 September 2017 ATAU setelah peserta mencapai jumlah maksimal 30 orang
24 Oktober 2017 Penulisan Policy Brief Rp. 500.000,-/orang 10 September 2017 ATAU setelah peserta mencapai jumlah maksimal 30 orang
24 Oktober 2017 Sinkronisasi RPJMN dan RPJMD Rp. 500.000,-/orang 10 September 2017 ATAU setelah peserta mencapai jumlah maksimal 30 orang


KONTAK

Pendaftaran dapat dilakukan melalui website www.kebijakankesehatanindonesia.net, dan Abstrak dapat dikirimkan melalui email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. atau This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. Informasi lebih lanjut terkait Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia VII dapat di akses pada alamat website http://kebijakankesehatanindonesia.net/ 

CP: Putri Sulistyo Aji
Hp 0811 1019 077
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

 

 

  • angka jitu
  • toto 4d
  • toto
  • toto macau
  • rtp live slot
  • bandar togel 4d
  • slot dana
  • toto sdy
  • toto slot
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • bandar togel
  • toto macau
  • bandar slot
  • toto togel
  • togel4d
  • togel online
  • togel 4d
  • rajabandot
  • toto macau
  • data toto macau
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • judi online
  • nexus slot
  • agen slot
  • toto 4d
  • slot777
  • slot777
  • slot thailand
  • slot88
  • slot777
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot demo
  • slot777
  • toto 4d
  • toto slot
  • agen slot
  • scatter hitam
  • slot 4d
  • bandar slot/
  • bandar slot/
  • toto slot
  • mahjong slot
  • slot jepang
  • slot777
  • slot dana
  • slot dana
  • toto slot
  • bandar slot
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot 2025
  • toto slot
  • bandar slot
  • agen slot
  • slot dana
  • slot777
  • bandar slot
  • slot thailand
  • toto slot
  • slot resmi
  • togel4d
  • slot resmi
  • KW
  • slot online
  • slot gacor
  • slot88
  • slot
  • situs slot
  • slot777
  • slot gacor
  • pgsoft
  • mahjong
  • slot demo
  • slot 4d
  • slot scater hitam
  • judi online
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • slot vip
  • demo slot
  • slot bet kecil
  • slot bet 400
  • slot gacor