How and why are communities of practice established in the healthcare sector? A systematic review of the literature?

Jurnal ini disusun oleh Geetha Ranmuthugala, Jennifer J Plumb, Frances C Cunningham, Andrew Georgion, Johanna I Westbrook dan Jeffrey Braithwaite. Tema yang diangkat ialah Communities of Practice (CoPs), CoPs dipromosikan di sektor kesehatan sebagai sarana untuk menghasilkan dan berbagi pengetahuan antar peneliti atau ilmuwan. Tujuan lain ialah CoPs mampu mendorong peningkatan kinerja organisasi. Meskipun CoPs ini memiliki beragam bentuk, namun mereka terstruktur dan beroperasi di sektor tertentu. Jika CoPs bisa berkembang, maka ini menjadi keuntungan bagi organisasi pemberi pelayanan kesehatan. Kemudian, systematic review literature pada CoPs dipandang perlu dilakukan untuk menguji bagaimana dan mengapa CoPs terbentuk dan meningkatkan sektor pelayanan kesehatan.

Penelitian ini dilakukan dengan mengakses (pencarian) data base elektronik. Informasi terkait tujuan pendirian CoPs, komposisi mereka, metode dimana anggota CoPs berkomunikasi dan bertukar informasi atau pengetahuan, dan metode riset tertentu dipilih untuk menguji keefektifan yang diekstrak dan di-review. Lalu perlu dibuktikan, apakah CoPs menyebabkan perubahan dalam praktek kesehatan atau tidak.

Fokus awal CoPs ialah pembelajaran dan pertukaran informasi atau pengetahuan, dimana banyak publikasi baru terbit. CoPs lebih banyak digunakan sebagai alat untuk meningkatkan paraktek klinis dan untuk memfasilitasi implementasi berdasarkan pengalaman evidence based. Para peneliti sedang meningkatkan upaya mereka untuk menilai efektivitas polisi dalam perawatan kesehatan, namun intervensi telah kompleks dan beragam, sehingga sulit untuk CoPs memiliki atribut perubahan.

Kesimpulan

Sesuai dengan deskripsi dari Wenger dan kolega, CoPs di sektor kesehatan bervariasi dalam bentuk dan tujuan. Sementara para peneliti meningkatkan upaya mereka untuk menguji dampak dari CoPs dalam perawatan kesehatan, pengembangan CoPs mutlak diperlukan untuk meningkatkan kinerja kesehatan memerlukan pemahaman yang lebih besar tentang bagaimana membangun dan dukungan CoPs untuk memaksimalkan potensi mereka untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

Informasi lebih jauh, silakan simak melalui: http://www.biomedcentral.com/1472-6963/11/273 

 

13desbanner

Diselenggarakan oleh: 

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM

Bekerja sama dengan

Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama)
Komisariat Fakultas Kedokteran FK UGM

Yogyakarta, Sabtu 13 Desember 2014 | Pukul 08.00 – 15.30 Wib

  Reportase Kegiatan

 

  LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan daerah tertinggal merupakan tantangan nyata bagi pemerintah dan mitra terkait di Indonesia, terutama jika dikaitkan dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Tantangan pembangunan kesehatan daerah tertinggal berkaitan dengan berbagai faktor, yang antara lain meliputi kondisi geografis dimana fasilitas pelayanan kesehatan tidak bisa diakses dengan mudah oleh penduduk di saat mereka memerlukannya, kondisi kemiskinan dan kekurangan sumber daya untuk membiayai pelayanan kesehatan, kondisi kelangkaan sumber daya manusia yang menjalankan pelayanan kesehatan, dan kondisi sosio kultural masyarakat yang menghambat mereka memanfaatkan pelayan kesehatan yang tersedia.

Dalam program Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, daerah tertinggal dimasukkan dalam satu kelompok, yakni Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Beberapa program khusus yang telah dikembangkan di lingkungan Kementerian Kesehatan dalam mendukung pelayanan kesehatan di DTPK meliputi:

  1. Pendayagunan Tenaga Kesehatan di DTPK berupa peningkatan ketersediaan, pemerataan dan kualitas sumberdaya manusia (SDM),
  2. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di DTPK misal : Rumah Sakit Bergerak, pelayanan dokter terbang, pelayanan perairan,
  3. Dukungan Pembiayaan Kesehatan seperti BPJS, BOK, dana alokasi khusus ( DAK ), TP dan Bantuan Sosial
  4. Dukungan Peningkatan Akses Pelayanan berupa pengadaan perbekalan, obat dan alat kesehatan
  5. Pemberdayaan masyarakat di DTPK melalui kegiatan Posyandu, Desa Siaga, Tanaman Obat Keluarga serta kegiatan PHBS.
  6. Kerjasama antar Kementerian Kesehatan dengan Kementerian Lainnya
  7. dan berbagai program lainnya.

Menurut Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, saat ini masih terdapat 183 kabupaten yang masuk kategori Daerah Tertinggal. RPJMN 2010-2014 mengamanatkan, minimal 50 kabupaten tertinggal terentaskan pada akhir 2014 . Ke depan, sebagian dari kabupaten yang akan terentaskan tersebut akan menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru. Pusat pertumbuhan ekonomi baru ini dihela oleh aktivitas ekonomi komoditas unggulan kabupaten melalui program utama yaitu Program (PRUKAB) PRUKAB Produk Unggulan Kabupaten dan Bedah Desa. Program Prukab dijalankan melalui pola kemitraan antara masyarakat, swasta, dan pemerintah (Public, Private, People Partnership /P4).

Selama dua tahun terakhir ini, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal telah mengupayakan percepatan lima (5) pilar kesehatan perdesaan, yakni ,

  1. ketersediaan dan berfungsinya dokter Puskesmas,
  2. ketersediaan dan berfungsinya bidan desa,
  3. ketersediaan air bersih bagi setiap rumah tangga,
  4. sanitasi bagi setiap rumah tangga,
  5. ketersediaan gizi seimbang bagi ibu hamil, menyusui dan balita.

Tenaga-tenaga relawan telah dilatih untuk melakukan promosi kesehatan di pedesaan.
Pada kabinet JokowI, Kementerian yang mengurusi daerah tertinggal disebut sebagai Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Adanya Kementerian ini perlu dicermati dan diharapkan berbagai program, termasuk kesehatan dapat dipaparkan.

Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia dimulai sejak 1 Januari tahun 2014. JKN mempunyai tujuan yang terkait keadilan kesehatan. UU SJSN No. 40 Tahun (2014) Pasal 2 menyatakan bahwa kebijakan ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Dengan sistem pembayaran klaim untuk pelayanan kesehatan rujukan dalam JKN, maka ada berbagai isu penting yang akan mengakibatkan terjadinya kegagalan penyeimbangan fasilitas dan SDM kesehatan. Dikhawatirkan tujuan JKN untuk pemberian pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia akan gagal tercapai.

Pada tahun 2014, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM melakukan penelitian untuk monitoring awal pelaksanaan JKN. Penelitian ini merupakan awal dari penelitian monitoring yang akan berjalan dari tahun 2014 sampai dengan 2019. Ada beberapa pertanyaan kritis yang terkait dengan kebijakan JKN adalah:

  1. apakah masyarakat di daerah dengan ketersediaan fasilitas kesehatan dan SDM dokter dan dokter spesialis yang belum memadai akan mendapatkan manfaat JKN seperti daerah lain yang lebih baik?;
  2. dalam kondisi Indonesia yang sangat bervariasi apakah JKN yang mempunyai ciri sentralistis dengan peraturan yang relatif seragam dapat mencapai tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?;
  3. apakah dana pemerintah yang dianggarkan untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dapat mencapai sasarannya.

Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan di level propinsi pada bulan April 2014, propinsi-propinsi ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian: (1) kelompok yang sudah maju dan (2) kelompok yang belum maju. Pembagian ini terutama pada masalah ketersediaan tenaga dokter dan dokter spesialis sebagai tulang punggung. Terjadi perbedaan yang ekstrim antara kedua kelompok tersebut. Secara ringkas, skenario optimis untuk pencapaian Universal Coverage di tahun 2019 dinyatakan oleh para peneliti di DKI, DIY,Sumatera Selatan, Sumatera Barat, sebagian Kabupaten/Kota di Jawa Barat, sebagian kabupaten/kota di Jawa Tengah dan sebagian di Sulawesi Selatan. Sementara itu, skenario pesimis ringan dan berat untuk tercapainya UHC melalui JKN pada tahun 2019 dinyatakan oleh peneliti di NTT, Kalimatan Timur, sebagian Kab/Kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara.

Hasil dari skenario yang ditulis pada awal berjalannya BPJS di atas menunjukkan bahwa kebijakan sistem pembiayaan (adanya UU SJSN dan UU BPJS, JKN) ini mempunyai kemungkinan tidak berhasil mencapai tujuan dalam kriteria keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahkan ada kemungkinan terjadi peningkatan kesenjangan. Masyarakat di daerah tertinggal/buruk tidak mempunyai manfaat yang sama, walaupun menjadi anggota BPJS. Portabilitas dapat memperburuk pemerataan, karena masyarakat daerah buruk yang dapat memperoleh manfaat di daerah lain cenderung adalah orang mampu.

 

  TUJUAN SEMINAR

Seminar ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai inisiatif dalam mengurangi kesenjangan antara daerah yang tertinggal dengan yang baik, khususnya dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Secara umum seminar bertujuan untuk meningkatkan upaya pembangunan kesehatan DTPK di era JKN. Secara khusus tujuannya mencakup:

  1. Memahami Situasi pembangunan kesehatan dan kebijakan di daerah tertinggal
    1. Membahas situasi pelayanan kesehatan di daerah sulit dalam kabinet Presiden Jokowi;
    2. Membahas situasi pelaksanaan kebijakan JKN dalam perspektif pemerataan pelayanan kesehatan dan pemerataan dokter di daerah tertinggal;
    3. Membahas skenario pelaksanaan JKN di daerah tertinggal;
  2. Mencari kebijakan yang tepat
    1. Kebijakan jangka menengah dan panjang: Mencari solusi untuk mempercepat pembangunan sektor kesehatan di daerah tertinggal dalam era JKN
    2. Kebijakan jangka pendek: Membahas penggunaan dana Kompensasi BPJS dalam JKN untuk mengatasi masalah kesenjangan secara sementara.
    3. Membahas prospek gerakan sosial untuk memeratakan SDM Kesehatan

LUARAN

  1. Rekomendasi jangka pendek untuk pemerintahan baru;
  2. Rekomendasi jangka panjang untuk pemerintah pusat dan daerah.

Mitra yang diundang

  • Kemenkes
  • Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
  • BPJS
  • Dewan SJSN
  • Kemendagri
  • Fakultas Kedokteran/Ikatan Alumni FK
  • Propinsi/Kabupaten DKTP.
  • Lembaga lembaga donor seperti Ausaid, Bank Dunia, USAID, WHO, dll
  • CSO (civil society organization dan faith based organizations 

Biaya Seminar

  1. Tatap muka/ hadir langsung: Rp 300.000,00
  2. Webinar: Gratis (Terbatas)
  3. Video Streaming: Gratis


  AGENDA

Yogyakarta, Sabtu 13 Desember 2014
Gedung KPTU FK UGM, Lt 2, Ruang Senat
Pukul 08.00 – 15.30

Pukul

Sesi

Pembicara

 08.30 – 08.45 Wib

Sambutan Penanggung jawab kegiatan

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD

 08.45 – 09.00 Wib

Sambutan ketua KAGAMA

Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA

 

 09.00 – 09.15 Wib

Sambutan Dekan FK

Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, SpB(K) Onk 

 

08.45 – 10.30 Wib

Sesi 1:

Situasi terkini pelayanan kesehatan di daerah tertinggal

Deskripsi:

Para pembicara diharapkan memberikan gambaran mengenai kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah baru (kabinet Presiden Jokowi) dalam pembangunan kesehatan di daerah tertinggal. Diharapkan ada gambaran mengenai program kerja terbaru dan hubungan antara dua Kementerian.

Dalam hal ini, pelaksanaan misi pemerintahan Presiden Jokowi diharapkan dapat disajikan oleh kedua pembicara. Bagaimana hubungan kerja dua  Kementerian ini akan menjadi pokok bahasan dan bagaimana kebijakan jangka panjang dan pendek diharapkan dapat disajikan.

Pembicara:

Dr. R. Bambang Sardjono, MPH (staf ahli bidang peningkatan kelembagaan & desentralisasi)

materi presentasi

Pembahas:

dr. Budiono Santoso. PhD, SpF(K) Kagama Kedokteran: Kebijakan jangka pendek dan jangka panjang.

materi presentasi

 

11.00 – 12.15 Wib

Sesi 2:

Pengalaman Empirik: Berasal dari Riset dan Kegiatan Konsultasi PKMK FK UGM
Pembicara: Tim Peneliti PKMK FK UGM

Pelaksanaan JKN dan Potensi Melebarnya kesenjangan Geografis.

Deskripsi:

Sesi ini membahas hasil penelitian empirik mengenai enam bulan Pelaksanaan JKN dan Skenario Pelaksanaan di Daerah Tertinggal. Dalam agenda kegiatan ini, akan dibahas Situasi Distribusi SDM Spesialis dan Program Sister Hospital untuk mendistribusikan sumber daya manusia serta Pengembangan Rumah sakit di Indonesia dalam waktu tiga tahun terakhir dan prospeknya. Sesi ini akan membahas skenario masa depan Program JKN di daerah tertinggal dan bagaimana harapan ke depannya.

Pembicara:

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD

materi presentasi

Pembahas:

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
dr. Hanibal Hamidi, M.Kes

materi presentasi

Kagama Kedokteran
dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK

materi presentasi

 

12.15-13.00 Wib

ISHOMA

 

13.00 – 14.00 Wib

Pengembangan ke depan:

Kebijakan untuk mendukung penyebaran SDM kesehatan

 

 

Diah Saminarsih (staf ahli kemenkes dan Co-Founder Pencerah Nusantara)

materi presentasi

dr. Robertus Arian (RS Pantirapih)

materi presentasi

Pembicara: Direktur Operasional BPJS. Dana Kompensasi BPJS untuk mendanai pengiriman tenaga ke daerah tertinggal

dr. Ari Dwi Aryani

materi presentasi

 

14.00 – 15.00 Wib.

Diskusi Panel:

Gagasan ke depan:  Pengembangan pengiriman tenaga medik ke daerah sulit.

  • Lesson-learnt dari Program Sister Hospital NTT.
  • Pencerah nusantara sebagai sebagai sebuah Social movement

Diskusi:

  • Kebijakan Jangka Pendek: Apakah dapat mengandalkan Gerakan Sosial dalam memeratakan sumber daya manusia?
  • Kebijakan Jangka Panjang: Apakah akan menggunakan kekuatan memaksa oleh pemerintah untuk memeratakan sumber daya manusia kesehatan?

Pembicara: 

dr. Rukmono Siswishanto, M.Kes, SpOG(K). (RSUP Sardjito)

materi presentasi

dr. Andreasta meiliala, DPH, M.Kes, MAS

Materi presentasi

Pembicara:

Direktur RS Soe NTT dan teleconference direktur RS Soe dan Ende NTT

 

15.00 Wib

Penutupan

 

 

   INFORMASI DAN PENDAFTARAN

Wisnu Firmansyah
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM
Telp/Fax: 0274-549425 (hunting)
Hp : 081215182789
Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

 

Sesi International Guest-Speaker : Health Literacy

Health Literacy : A Prescription to End Confusion
Dr. Ahmad Sharul Nizam Isha (University Technology PETRONAS Bandar Seri Iskandar, Tronoh, Perak Darul Ridzuan, Malaysia)

iakmi29okt6Dr. Ahmad Sharul Nizam IshaPemaparan oleh Dr. Ahmad Sharul Nizam Isha disampaikan dalam bahasa inggris. Beliau menyampaikan beberapa kasus yang menguatkan kebutuhan akan health literacy. Health literacy dijelaskan oleh beliau secara garis besar sebagai bentuk komunikasi bidang kesehatan (oleh tenaga kesehatan terutama) yang menggunakan bahasa sederhana hingga seseorang memahami informasi kesehatan dengan benar. Bagi para tenaga kesehatan masyarakat yang terjun ke masyarakat, maka penanganan communicable diseases menjadi lebih dominan.

Sehingga health literacy pada bidang tersebut harus diperkuat. Pada salah satu bagian dari materi yang disampaikan, beberapa bentuk penelitian tentang tingkat health literacy di beberapa daerah di luar negeri menunjukan pengaruh health literacy terhadap output kesehatan masyarakat. Baliau merekomendasikan untuk peserta juga dapat melakukan kajian terkait tingkat health literacy di daerahnya masing-masing. Pada sesi diskusi, beliau menyampaikan model Training of Traineer (TOT) tentang Health Literacy yang terdiri dari berbagai profesi/tenaga kesehatan sebagai salah satu bentuk yang dapat diterapkan di Indonesia.

Materi lengkap dapat disimak pada link berikut ini.

 

Sesi Simposium 3 : Kebijakan Kesehatan

iakmi29okt5Dari kiri: Dr. Dumilah Ayuningtyas, Dr. Deni K Sunjaya, dan Prof. Laksono Trisnantoro

Peran Perguruan Tinggi dalam Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Kesehatan

Pembahasan peran perguruan tinggi dalam monitoring dan evaluasi kebijakan kesehatan dihadiri oleh tiga pemateri senior dalam bidang kebijakan kesehatan. "Teori Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Kesehatan" merupakan judul materi yang disampaikan oleh Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS. Pemateri kedua adalah Dr. Deni K Sunjaya, MD, DESS yang menyampaikan materi dengan judul Hubungan FK UNPAD dengan Propinsi Jawa Barat untuk Kebijakan Kesehatan. Pemateri terakhir yaitu Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD. "Apakah Program dan Kebijakan Kesehatan Perlu Mengalokasikan Dana untuk Monitoring dan Evaluasi Independen? Kasus JKN" merupakan materi yang disampaikan beliau pada kesempatan kali ini. Meskipun sesi ini sempat mengalami keterlambatan waktu mulainya acara tetapi tidak menurunkan semangat bagi peserta untuk mengikuti acara ini.

Saat sesi diskusi, banyak peserta yang ingin menyampaikan pertanyaan diskusinya. Pemateri tetap maksimal dalam memberikan respon atas pertanyaan dari peserta. Beberapa poin yang dapat digarisbawahi dari sesi ini yaitu bahwa rasa khawatir dari pihak perguruan tinggi untuk berperan dalam monitoring dan evaluasi (monev) program pemerintah harus dipupus. Dr. Deni K Sunjaya, MD, DESS menyampaikan untuk tidak terlebih dulu berasumsi akan respon negatif dari Pemerintah. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD juga menyampaikan bahwa pemerintah terutama pemerintah daerah di era desentralisasi ini justru sebenarnya sangat membutuhkan peran pihak independen dalam melakukan monev. Banyak program pemerintah Indonesia yang luar biasa bagus dan dengan skala besar.

Namun kita akan malu kepada dunia karena tidak ada program monev untuk sekian banyak program besar tersebut. Regulasi yang ada menyatakan bahwa kegiatan atau program monev ini dilaksanakan oleh pihak independen. Kurang tepat kalau pihak internal pemerintah sendiri yang melakukan monev, kecuali terdapat kombinasi dengan pihak independen di dalamnya. Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS sebelumnya menyampaikan tentang perlunya menjaga keberimbangan oleh perguruan tinggi dalam mempengaruhi pengambilan kebijakan. Independensi perlu dijaga dengan membangun hubungan yang tidak terlalu dekat namun juga tidak terlalu jauh. Sehingga kita mampu menjaga idealism sebagai civitas akademika.

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD menyebut bentuk komunikasi advokasi ini sebagai sebuah seni, seni untuk memahami dan mempelajari kondisi terutama situasi politik. Sesi ditutup oleh beliau dengan sebuah pertanyaan kepada seluruh peserta wakil dari berbagai perguruan tinggi. "Apakah berani Dinkes dengan Perguruan Tinggi selama lima tahun ke depan bersama-sama menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)? Berani nggak? Mari kita sepakati bersama". Kesiapan masing-masing Perguruan Tinggi untuk hal ini dapat dibangun dengan mengikuti pelatihan jarak jauh terkait kebijakan kesehatan. PKMK FK UGM memfasilitasi dengan agenda Blended Learning Kebijakan Kesehatan yang akan dimulai pada Januari 2015. Bagi semua perguruan tinggi di Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan ini dengan baik.

Materi dari setiap pembicara dan informasi lebih lanjut terkait Pelatihan Jarak Jauh / Blended Learning Kebijakan Kesehatan dapat Anda simak pada link berikut.

MATERI PRESENTASI

    Monitoring & Evaluasi Kebijakan Kesehatan - Dumilah Ayuningtyas
Kerjasama antara Perguruan Tinggi dengan Pemerintah Daerah dalam Kebijakan Kesehatan: Studi Kasus Unpad dan Jabar - Deni K Sunjaya
Peran Perguruan Tinggi dalam Penyusunan,  Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Kesehatan di Indonesia - Laksono Trisnantoro

 

 

 

 

Sesi Panel II : Pendidikan Kesmas dan Sertifikasi Lulusan Kesehatan Masyarakat

iakmi29okt4Dari kiri: Drs. Sulistiono, SKM, Dr. Ridwan Thaha, Prof. Indrawati Lipoeto

Sesi ini menjadi penjelasan lebih spesifik terkait sertifikasi tenaga kesehatan masyarakat yang baru pada saat pagi di pembukaan Mukernas IAKMI disahkan. Penjelasan dari pemateri pertama Drs. Sulistiono, SKM, MSc berupa Prosedur dan Kesiapan Pemeberian STR kepada SKM menunjukan perlunya langkah koordinasi antara MTKPI dengan MTKI. Beliau merupakan Ketua Divisi Registrasi Majelis Tinggi Kesehatan Indonesia (MTKI).

Diikuti dengan penguatan oleh pemateri ke dua yaitu Dr. Ridwan Thaha, MSc yang mengkritisi kesiapan dari tenaga kesehatan masyarakat untuk pelaksanaan STR ini. Beliau mendorong agar stakeholder untuk STR kesehatan masyarakat lebih fokus dalam melaksanakan tugas terakait pencanangan registrasi ini. Melalui judul paparan beliau Progress Report Health Professional Education Quality (HPEQ) Bidang Kesehatan Masyarakat dan Rekomendasinya, dorongan untuk kecepatan dalam pelaksanaan proses terwujudnya STR ini tercapai sesuai timeline yang ada.

Pemateri selanjutnya adalah Prof. Indrawati Lipoeto, MSc, PhD, SpGK yang merupakan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas. Beliau menyampaikan materi dengan judul Tantangan dan Permaslaahan Uji Kompetensi bagi Lulusan FKM. Pemateri terakhir adalah Bapak Bambang Wispriyono, PhD. Beliau adalah Direktur Eksekutif AIPTKMI dan pada sesi ini materi disampaikan dengan judul Kesiapan Perguruan Tinggi Kesmas Menghadapi Akreditasi Global. Selaku moderator adalah dedi Supratman, SKM, MKM (Sekjen PP IAKMI). Materi setiap pembicara dapat anda simak melalui link yang tersedia.

MATERI PRESENTASI

Perkembangan Program HPEQ untuk bidang Kesehatan Masyarakat - dir. Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaaan
    Prosedur dan Kesiapan pemberian STR kepada SKM - Drs. Sulistiono, SKM
Tantangan dan Permasalahan Uji Kompetensi bagi lulusan FKM - Nur Indrawaty Lipoeto
Kesiapan Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat di Indonesia Dalam Menghadapi Akreditasi Global - Bambang Wispriyono

 

 

 

 

Keynote Speech III: Kepala BKKBN Pusat, Prof. Dr. Fasli Jalal, PhD

Kemitraan Strategis BKKBN dan IAKMI dalam Optimalisasi Tenaga SKM untuk Menghadapi Tantangan Kependudukan dan KB di Era JKN.

iakmi29okt3Ir. Ambar Rahayu, MNS - Sestama BKKBN Melalui Ir. Ambar Rahayu, MNS, Sestama BKKBN, Bapak Fasli Jalal menyampaikan keynote speechnya dengan mengangkat poin bonus demografi yang akan semakin meningkat. Tahun 2012 – 2035 Indonesia akan memiliki jumlah penduduk dengan usia produktif (15-40 tahun) jauh lebih besar daripada usia tidak produktifnya (usia 0-14 tahun dan > 65 tahun). Disampaikan bahwa bonus ini harus ditangkap dengan baik, agar dapat dimaksimalkan pemanfaatannya. Bebrapa poin upaya yang harus ditingkatkan antara lain melalui penurunan angka fertilitas, peningkatan angka ekonomi, dan peningkatan angka wanita yang bekerja.

Dampak dari pemanfaatan bonus demografi ini adalah terwujudnya peningkatan kesejahteraan. Sayangnya bonus demografi ini belum bisa dimanfaatkan oleh berbagai daerah. Disampaikan pula concern SDGs antara lain adalah meningkatkan pembangunan manusia melalui peningkatan pendidikan kesehatan dan peningkatan pembangunan sosial ekonomi. RPJMN BKKBN untuk 2015-2019 juga mencantumkan target angka kelahiran hidup. BKKBN berharap tenaga kesehatan khususnya ahli kesehatan masyarakat semakin meningkatkan perannya dalam pemanfaatan bonus demografi dan kesiapan akan SDGs.

 

 

Sesi Panel I : Peran SKM dalam JKN

iakmi29okt2

Sesi Panel I menghadirkan empat pembicara sekaligus. Pemateri pertama adalah Bapak Purnawarman Basundoro, Ak. MBA. Beliau adalah Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS yang juga dalam sesi pembukaan Mukernas IAKMI menandatangani nota kesepahaman terkait peran tenaga ahli kesehatan masyarakat dalam upaya preventif. Materi dengan judul Monitoring Keberhasilan dan Kendala BPJS Kesehatan disampaikan beliau dalam sesi ini.

Dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Dr. Achmad Subagio, MARS (Kepala Pusat Perencanaan & Pendayagunaan SDM Kesehatan Kemenkes RI). Implementasi KMK 75 tahun 2014 tentang Standar Puskesmas dan Peranan Profesi Kesehatan Masyarakat merupakan judul dari materi beliau. Direktur utama RSUP Dr. M. Jamil yaitu dr. Irayanti Rafki menjadi pemateri ke tiga pada sesi ini. Judul materi beliau adalah "Tantangan dan Permasalahan Yankes Era JKN : Pengalaman Sumbar". Pemaparan beliau mengungkapkan beberapa poin yang penting untuk disoroti, antara lain adalah masih tingginya kekhawatiran dan ketakutan pihak RS terhadap tindakan fraud. Terutama karena aspek pengetahuan dan pemahaman pihak RS yang dirasa masih kurang. Namun sejauh ini, bersama PKMK FK UGM dengan arahan Prof. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD segala sesuatunya masih berjalan baik dan ke depan diharapkan terhindar dari fraud. Pemateri terakhir adalah Dr. Adang Bachtiar, MPH, ScD yang menyampaikan materi Peran Promotif dan Preventif SKM dalam era JKN. Selaku moderator adalah Dr. Sumarjati Arjoso, SKM (Ketua Dewan Penasehat IAKMI). Materi lebih lengkap dapat anda simak dengan mengunduh melalui link yang tersedia.

MATERI PRESENTASI

Monitoring Keberhasilan dan Kendala BPJS Kesehatan - Purnawarman Basundoro

Implementasi KMK 75 TH 2014 Tentang Standar Puskesmas dan Peranan Profesi Kesehatan Masyarakat - Dr. Achmad Subagio, MARS
    Tantangan dan Harapan RS di Era JKN - Dr. Irayanti, SpM
    Health Promoting UKP - Adang Bachtiar