Mengapa ada Laporan ini?

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM sudah mempunyai tradisi bahwa setiap anggota yang pergi mengikuti kongres ilmiah harus memberikan laporan tertulis mengenai apa yang terjadi.

Tradisi ini diperluas dengan menuliskan dalam bentuk web yang dapat dinikmati oleh pembaca yang berminat. Dengan demikian akan ada kesempatan bagi pembaca yang tidak hadir di Kongres dan berniat memahami apa yang terjadi, untuk mengikuti dari jauh. Dalam kesempatan kongresi ini PKMK FK UGM bekerjasama dengan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia.

Laporan ini tersusun atas Pre-Congres, saat Congress, dan Pasca Congress. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM aktif di ketiga kegiatan. Dalam event Pre-Congres dengan judul Role of the Private Sector in Health System Simposium, Andreas Meliala, Krishna Hort, dan Laksono Trisnantoro memberikan presentasi oral dengan judul The Geographic Distribution of Specialis Doctors in a Mixed Public-Private system: Regulatory Challenges for Indonesia.

 

Pembicara dari Indonesia

Di dalam kongres, beberapa anggota PKMK FK UGM menyajikan paper oral antara lain: Tiara Marthias, Bahauddin dan Laksono Trisnantoro, serta Deni Harbianto. Selain Pembicara dari PKMK FK-UGM ada beberpa pembicara dari Indonesia lainnya seperti tercantum dibawah ini, berikut judul presentasi mereka :

  1. Which policy protects Indonesians from catastrophic health expenditure: demand-side or supply-side subsidies? A multilevel logistic analysis
    Citra Jaya, PT Akses
    Session: Government Financing for Health Care; Monday; 11.45 – 1.00 pm
     
  2. Capacity Planning for Haemodialysis Treatment for Social Health Insurance Beneficiaries in Indonesia
    Dedi Revelino Siregar, PT Askes
    Session: Utilizations of Health Care; Monday; 11.45 -1.00 pm
     
  3. Commercial Health Insurance Product Development in Private Sector to support National Social Security System
    Benny Hadiwibowo, PT Asuransi Jiwa InHealth Indonesia
    Session: Managing Insurance Programmes; Monday; 11.45 – 1.00 pm
     
  4. Revitalizations of Provider Management for Achieving a Sustainability of Social Health Insurance in Indonesia
    Maya Febriyanti Purwandari, PT Akses
    Session: Provider Practice; Monday 11.45 – 1.00 pm
     
  5. Maternal Health Care Utilization in Indonesia: Regional Economic Status and the Inequities
    Tiara Marthias, PKMK FK-UGM
    Session: Role of Universal Coverage in Maternal Care; Monday; 3.15 – 3.45 pm

     
  6. Increasing utilization and enhancing financial protection: empirical evidence from a national health insurance program for the poor in Indonesia
    Budi Hidayat, Universitas Indonesia
    Session: Impact of Insurance; Monday; 3.45 – 5.00 pm
     
  7. Success Factors of Community-Based Nutrition Programs in Reducing Gaps in the MDG Achievements
    Rooswanti Soeharno, ADB-Indonesia
    Session: What Affect Health III; Tuesday; 11:45 – 1.00 pm
     
  8. Determinants of Mental Emotional Disorder from Social Health Insurance Beneficiaries in Indonesia
    Wan Aisyiah Baros, PT Askes
    Session: What Affect Health III; Tuesday; 11:45 – 1.00 pm
     
  9. Behaviour in Employee Health Insuranc Provision by Small, Medium and Large Companies: Is there any difference? A Case Study from Indonesia
    Kurnia Sari, Universitas Indonesia
    Session: Effect of Insurance; Tuesday; 11.45 -1.00 pm
     
  10. The Impact of Askeskin on Adult Health Status
    Edy Purwanto, SurveyMETER, Indonesia
    Session: Effect of Insurance; Tuesday; 11.45 -1.00 pm
     
  11. Cost and intervention to improve maternal care at hospital level in Indonesia: Evidence from an Innovative intervention in NTT Province
    Mardiati Nadjib Rifai, Universitas Indonesia
    Session: Program Evaluation; Tuesday; 11.45 – 1.00 pm
     
  12. Can Indonesia improve socio-economic and geographical equity together? A historical analysis
    Laksono Trisnantoro, Gadjah Mada University
    Session: Socio-Economics and Health; Tuesday 11.45 – 1.00 pm
     
  13. Assessing Social Determinants as Predictors to Conversion to Hypertension: Evidence from the Indonesian Family Life Survey
    Kawandiyono, SurveyMETER
    Session: Socio-Economics and Health; Tuesday 11.45 – 1.00 pm
     
  14. Is Public Healthcare Subsidy Equitable? The Impact of Government Healthcare Subsidy on Health Equity by Regions
    Deni Harbianto, PKMK FK-UGM
    Session: Health Expenditure; Tuesday; 3.45 – 5.00 pm
     
  15. Emotional Well Being in the Aftermath of Bali Bombing
    Ni Wayan Suriastini, SurveyMETER
    Session: Health Status and Methodology; Wednesday; 11.45 – 1.00 pm
     
  16. Social and Economic Factor Related to Elderly Health Care Utilizations in Indonesia
    Siti Masfiah, Jendral Soedirman University
    Session: Utilizations; Wednesday; 11.45 – 1.00 pm

     
  17. Predictors of utilization on reproductive and sexual health care among adolescents in Indonesia: A data analysis of SKKRRI 2007
    Ni Komang Yuni Rahyani, Gadjah Mada University
    Session: Utilizations; Wednesday; 11.45 – 1.00 pm

     
  18. Expanding health insurance coverage for Indonesian informal workers
    Pujiyanto, Universitas Indonesia
    Session: Health Insurance for the poor; Wednesday; 11.45 – 1.00 pm
     
  19. Disparities Among Different Type of Health Insurance Schemes and Uninsured in Indonesia; Challenges to Equity and Access to Health Care
    Diah Puspandari, Gadjah Mada University
    Session: What Affect Access to Care; Wednesday; 11.45 – 1.00 pm
     
  20. Mothers Participation in Community Groups, Prenatal Care Utilization, and Infant Health
    Heni Wahyuni, Gadjah Mada University
    Session: Health Care Utilization; Wednesday; 3.45 – 5.00 pm
     

Sebagai catatan, sebagian pembicara dari Indonesia berasal dari pelatihan penulisan paper yang dilaksanakan oleh PKMK FK UGM pada tahun 2012 bersama dengan IDRC. Sementara itu dalam Post-Congress, PKMK FK UGM aktif di dalam kegiatan GNHE (Global Network in Health Equity). 

Laporan Kongres Dunia di Sydney ini akan dilakukan secara harian dengan mengacu pada Paper Utama di dalam Plenary serta dari sesi-sesi yang dinilai mempunyai relevansi besar untuk Indonesia.

Laporan dari Kongres Dunia ke-9

International Health Economics Association (iHEA)di Sydney,

Tanggal 7 sampai dengan tanggal 10 Juli, 2013


Laporan Pre Kongres:

Pada Pre-Kongres ada dua pertemuan ilmiah menarik yaitu mengenai Peran serta sektor Swasta dalam sistem kesehatan dan yang kedua mengenai Asuransi Kesehatan dari pemerintah di 5 negara Asia.

Untuk Pre-Kongres dengan judul Role of the Private Sector in Health System Simposium, Andreas Meliala dan Laksono Trisnantoro memberikan presentasi oral dengan judul The Geographic Distribution of Specialis Doctors in a Mixed Public-Private system: Regulatory Challenges for Indonesia. Silahkan  abstraknya.

Sesi Pre-conference ini diselenggarakan oleh kelompok yang membahas mengenai peran Sektor Swasta dalam bidang Kesehatan. Kelompok ini aktif membahas mengenai situasi sektor swasta dari kinerja sektor swasta, regulasi sektor swasta, peran dalam pemerataan pelayanan dan berbagai hal lainnya. Bagi pembaca yang ingin memahami lebih lanjut silahkan klik di www.pshealth.org 

Bagi pembaca yang ingin membaca lebih lanjut mengenai peran serta swasta dapat  laporan yang ditulis oleh Andreas Meliala.

Program kedua adalah mengenai Governance Asuransi Kesehatan di 5 negara Asia. Sebagaimana diketahui Asuransi kesehatan merupakan salah satu alternatif penting sistem pembiayaan kesehatan untuk mencapai universal coverage. Namun disadari bahwa banyak masalah yang ada dalam melaksanakan asuransi kesehatan. Bagi anda yang berminat silahkan 

 

9th World Congress on Health Economics:
Celebrating Health Economics


Pleno Hari Pertama: Merayakan Ekonomi Kesehatan


pembukaanPertunjukan tari aborigin dalam pembukaan 9th World Congress on Health Economics; Celebrating Health Economics di Sidney, Australia (7/7/2013)

Pembukaan diselenggarakan pada Hari Minggu tanggal 7 Juli 2013, pukul 17.00 WIB. Pembukaan diawali dengan tarian selamat datang dari suku Aborigin dan pemutaran video testimoni dan wawancara dengan Prof. Kenneth Arrow dari USA. Pidato plenary sesi pertama disampaikan oleh Prof. Rosalie Viney, Director of the Center for Health Economics Research and Evaluation and Professor of Health Economics at University of Technology Sydney, dan Prof. Dr. Anne Mills, Vice Director and Professor of Health Economics and Policy, London School of Hygiene and Tropical Medicine.

Rosalie Viney,Direktur Center for Health Economics Research and Evaluation &Profesor Health Economics, University of Technology Sydney memaparkan presentasi ilmiah dengan judul “Theory, Data, Analysis and a Snag on the Barbie: How Health Economics has Contributed to Health Policy in Australia”

Tahun 2013merupakan tahun ke-60 setelah National Health Act Australia disahkan, serta tahun ke-40 setelah pertama kalinya sistem asuransi nasional dikembangkan di Australia, dan juga 20 tahun setelah riset cost-effectiveness mulai digunakan untuk menginformasikan pengambilan kebijakan seputran sistem pembayaran sistem kesehatan. Presentasi ini mensintesiskan proses bagaimana riset di bidang health economics di Australia mampu mengubah kebijakan kesehatan di negara tersebut. Sejumlah case study diangkat untuk mendemonstrasikan bagaimana proses penelitian di bidang ekonomi kesehatan mempengaruhi beberapa kebijakan utama di bidang kesehatan di Indonesia.

Pertama, lahirnya Medibank atau sistem asuransi kesehatan nasional Australia merupakan hasil dari proposal penelitian ahli ekonomi kesehatan, Deeble dan Scotton. Kedua peneliti ini berhasil membuat pemerintah “menciptakan” sistem asuransi di tahun 1960-an di Australia, melalui proses penelitian yang kuat dan advokasi yang persisten terhadap pemerintah pusat. Kedua, sejalan dengan sistem asuransi dan reimbursement penyedia layanan kesehatan, adaptasi sistem pembayaran kesehatan berdasarkan sistem DRG di Australia juga merupakan hasil dari analisa oleh para ahli ekonomi kesehatan di awal tahun 1990-an. Ketiga, dimulainya riset mengenai cost effectiveness di bidang pengobatan yang berhasil mempengaruhi pemerintah Australia dalam menentukan sistem reimbursement dan insentif untuk tenaga kesehatan.

photo6Pembukaan Kongres Internasional IHEA ke-9 di Sydney, Minggu (7/7/2013)Saat ini. Australia menjadi salah satu negara maju yang telah mencapai universal health coverage dan merupakan negara dengan angka harapan hidup tertinggi di dunia. Dari presentasi ini, dapat dilihat bahwa sistem kesehatan yang baik di Australia merupakan: (1) usaha panjang yang dimulai tidak hanya 5-10 tahun belakangan ini, tetapi merupakan sistem yang terus berkembang sejak puluhan tahun yang lalu, dan yang menarik adalah bahwa (2) para peneliti kesehatan-dalam hal ini ekonomi kesehatan-memegang peran yang sangat penting dalam mempengaruhi kebijakan nasional. Walaupun langkah advokasi dan penelitian tidak selalu berjalan mulus, seperti yang dikemukakan oleh Prof. Rosalie Viney, para peneliti selalu memegang peranan penting dalam menentukan arah perkembangan sistem kebijakan kesehatan di suatu negara.

Beberapa pesan kunci keberhasilan para ahli dan peneliti ekonomi kesehatan dalam mempengaruhi kebijakan yang dapat dicontoh dari presentasi menarik ini. Pertama, penggunaan data yang jelas dan analisa empirik yang kuat, akan menjadi dasar utama dalam mengadvokasi kebijakan kesehatan di suatu negara. Kedua, persistensi dalam mempengaruhi pembuat kebijakan; proses advokasi tidak berjalan satu-dua hari, atau bahkan satu-dua tahun, tapi merupakan proses panjang yang membutuhkan kesungguhan dan sumber daya. Ketiga, faktor “keberuntungan” dapat membantu proses mempengaruhi kebijakan ini. Keempat, peneliti perlu didukung oleh sumber dana penelitian yang berkelanjutan dan bersifat jangka panjang; karena penelitian tidak hanya berhenti di analisa awal, tapi harus berlangsung secara terus-menerus hingga dapat menunjukkan bukti yang kuat dan dilanjutkan dengan proses advokasi ke pembuat kebijakan. Kelima, advokasi di saat yang tepat merupakan kunci terimplementasikannya sebuah kebijakan.

Pertanyaan untuk para peneliti kesehatan dan pembuat kebijakan di Indonesia:Kapan dan bagaimana seluruh kebijakan kesehatan di Indonesia disusun hanya dengan dasar empirik yang kuat dan menggunakan bukti nyata yang dihasilkan melalui penelitian yang baik?


Pleno sesi kedua

hari-1-Prof-MillsDalam presentasi kedua, Prof. Mills menekankan mengenai pengembangan Ekonomi Kesehatan di negara pendapatan rendah dan menengah.

Pengembangan ini dianalisis melalui pandangan pribadi. Mills berpendapat penggunaan ekonomi kesehatan mempunyai beberapa hal yang menarik. Penelitian-penelitian mulai dilakukan pada tahun 1970-an. Sebelumnya di tahun 1960-an sudah ada beberapa penelitian mengenai Cost and Benefit pengendalian penyakit tropis dan dampak ekonomi penyakit malaria yang menghancurkan. Selanjutnya disampaikan juga tentang pengembangan ekonomi kesehatan di tahun 1970-an, 80-an, dan 90-an berhubungan erat dengan kebijakan pengembangan sistem kesehatan dari para pemberi dana dunia.

Di tahun 1970-an tema-tema yang sering diteliti adalah ‘Kesehatan dan Perkembangan Ekonomi’ dengan peneliti misalnya Barlow, Conly, Weisbrod, dan Prescott. Di era ini sering dilakukan Cost Benefit Analysis dan Health Expenditure Surveys. Hal yang menarik yaitu hanya sedikit penelitian yang digunakan oleh pengambil keputusan.

Di tahun 1980-an terjadi pergeseran tema menjadi evaluasi ekonomi dalam bentuk cost-effectiveness analysis, demand untuk pelayanan kesehatan dan elastisitas harga oleh Akin Heller dan Dor. Di dekade ini mulai dilakukan penelitian mengenai user fees, insurance, dan pembiayaan oleh masyarakat. SIsi supply pelayanan kesehatan mulai diteliti melalui topik produksi serta biaya rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat.

Di tahun 1990-an mulai banyak diteliti berbagai hal seperti equity (pemerataan dan akses terhadap pelayanan kesehatan), perilaku sektor swasta, efisiensi dan ketidakefisiensian sektor pemerintah, regulasi pelayanan kesehatan, beban penyakit dalam konteks cost effectiveness analysis, paket-paket esensial yang dikembangkan oleh Bank Dunia melalui World Development Report di tahun 1993. Tantangan adalah ketersediaan data di sisi supply pelayanan kesehatan.

Di abad baru ini (2000-an), pengembangan ekonomi kesehatan mulai memisahkan diri dari kekuatan eksternal dan mengembangkan hubungan erat dengan pengambil kebijakan domestik dan masyarakat akademik lokal. Namun, tantangan masih besar untuk negara dengan pendapatan rendah dan menengah, antara lain: keterbatasan literatur, keterbatasan jumlah penulis penelitian dan jurnal, serta kapan dapat mengumpulkan pengetahuan dari seluruh dunia.

petaPengembangan kapasitas ekonomi kesehatan di negara sedang berkembang memang berjalan lambat. Peta disamping menunjukkan konsentrasi jumlah artikel penelitian ekonomi kesehatan yang lebih didominasi oleh negara maju. Peta di atas adalah untuk tahun 1968- 1989. Sementara itu peta dibawahnya untuk tahun 1990-2009. Memang ada perkembangan, namun belum banyak.

Professor. Anne Mills menegaskan bahwa jumlah ekonom kesehatan di negara berpenghasilan rendah dan menengah masih belum seimbang dengan besarnya tantangan sistem kesehatan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana transfer pengalaman dari negara maju ke negara berkembang. Sebagai penutup Professor. Anne Mills menyatakan bahwa di masa mendatang dibutuhkan berbagai hal sebagai berikut. Pertama, lebih banyak dibutuhkan penelitian yang dipengaruhi kebutuhan lokal, bukan oleh donor. Kebutuhan lokal ini untuk menjadi dasar pengambilan keputusan di daerah. Kedua, untuk mengimbangi orientasi kebijakan yang besar perlu ada kontribusi lebih besar dari aspek teoritis, konsep, dan metodologis. Ketiga, dibutuhkan lebih banyak sumber-sumber daya lokal untuk kelompok peneliti kebijakan dan akademisi. Atas dasar inilah, perlu dilakukan upaya memperkuat universitas.

relevansi  Relevansi untuk Indonesia

Analisis relevansi untuk Indonesia disampaikan oleh Prof. Laksono Trisnantoro. Pandangan Prof. Anne Mills dapat diaplikasikan di Indonesia. Ekonomi kesehatan mulai berjalan pada tahun 1980-an yang berasal dari proyek USAID (Health Financing). Pada saat itu didirikan Perhimpunan Peminat Ekonomi Kesehatan Indonesia. Kontribusi donor dalam hal ini USAID memang sangat kuat, walaupun kemudian melemah seiring dengan menurunnya bantuan dalam bidang pembiayaan ekonomi kesehatan.

Salah satu hal menarik adalah perkembangan ekonomi kesehatan di Indonesia banyak berkembang di fakultas kedokteran dan fakultas kesehatan masyarakat. Ekonomi kesehatan tidak begitu berkembang di fakultas ekonomi. Hal ini berbeda dengan di negara-negara maju dimana ekonomi kesehatan berkembang di fakultas-fakultas ekonomi. Sebagai gambaran di University of York Inggris, salah satu dari pusat pendidikan ekonomi kesehatan terbaik di dunia, pengembangan berada di Faculty of Economics. Kabar baiknya adalah saat ini beberapa dosen fakultas ekonomi, khususnya yang berasal dari ekonomi pembangunan sudah ada yang berfokus pada ekonomi kesehatan. Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM sudah mempunyai doktor muda dalam Ekonomi Pembangunan yang terkait dengan kesehatan, yaitu Dr. Elan Satriawan. Satu lagi dosen muda dari FEB UGM, Heni Wahyuni sedang mengambil PhD dalam ekonomi kesehatan di University of Technology Sydney. Diharapkan ada regenerasi ahli ekonomi kesehatan Indonesia dengan penguatan pada teori, konsep, dan metodologi ekonomi.

Di beberapa tahun terakhir memang terjadi pengembangan aplikasi ekonomi kesehatan di pengambil kebijakan, misalnya di Bappenas, Kemenkes, dan di daerah-daerah. Disamping itu, Health Accounts sudah mulai dipergunakan. Demikian pula analisis pengeluaran kesehatan. Isu pemerataan sudah menjadi hal penting di kebijakan kesehatan Indonesia. Akan tetapi seperti apa yang dinyatakan oleh Prof. Anne Mills, jumlah ekonom kesehatan masih sedikit dibandingkan dengan tantangan sistem kesehatan di Indonesia.

Pengembangan lain adalah ekonomi kesehatan dipergunakan sebagai salah satu ilmu yang dipakai dalam penelitian kebijakan kesehatan. Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia sering membahas isu kebijakan yang bersumber dari aplikasi ekonomi kesehatan. Terakhir adalah isu penguatan universitas dalam pengembangan ekonomi kesehatan perlu digaris bawahi di Indonesia.

oleh:  Prof. dr Laksono Trisnantoro, MSc, PhD


Materi dan abstract hari pertama bisa dilihat di halaman ini 

Governance of National Health Insurance in Five Asian Countries:

 China,  Mongolia,  Philippines,

 Thailand, and  VietNam


Introduction from the organizer

           While there is no fundamental difference in performing health-financing functions between a tax-based and insurance-based mechanism, there are differences in the institutional design for governing the system. In Asia Pacific, countries like China, Mongolia, the Philippines, Thailand, and Viet Nam have chosen health insurance as the main financing scheme for their health systems. The development of a national health insurance system is a complex task. It involves multiple stakeholders. Who is doing what and how are the common questions that need to be asked for the institutional design of national health insurance systems. There is no doubt that the political context, the existing government structure and the history of insurance development have impact on the institutional design of the national insurance system, but is there a particular organizational arrangement function that is better than others?

In this session, we invited policy makers and international experts as panel members to debate on the key institutional design of national health insurance on enrolment and contribution rates, funds management, benefit package, and payment methods to providers: which agency is in the best position to make decisions? Which agency to implement the regulations? Are those making decisions accountable for the consequences? Are those implementing given the authorities they need to be responsible?


 Sesi ini merupakan kerjasama antara WHO Western Pacific Regional Office (WPRO) dan Nossal Institute for Global Health, University of Melbourne. Pembicara dalam sesi ini Qingyue Meng (Peking University) ; Tsolmongerel Tsilaajav (Ministry of Health Mongolia), Ramon Pedro Paterno (University of the Philippines), Walaiporn Patcharanarumol (International Health Policy Program), dan Tran Van Tien (Ministry of Health dari Vietnam). Panelis yang terlibat yaitu Soonman Kwon (Seoul National University), John Langenbrunner (AusAID), Viroj Tangcharoensathien (International Health Policy Program, Thailan), Robert Yates (WHO), dan Peter Annear (Nossal Institute).

function-of-nation-health-insuranceSesi ini dimoderatori oleh KeXu, dari WHO WPRO Manila  yang menguraikan metode untuk membahas Governance Asuransi Kesehatan Nasional di 5 negara

Model ini menyatakan bahwa tata pamong dan manajemen bertujuan untuk mencapai equity, efisiensi dan kelanggengan Asuransi Kesehatan Nasional. Ada tiga hal kunci yang perlu diperhatikan dalam pengaturan ini yaitu “Collection”, “Pooling” dan “Purchasing”. Pengamatan dalam bentuk aturan hukum, struktur organisasi, dan peran stakeholder dilakukan di berbagai negara.

Bagaimana masalah di negara masing-masing dan apa usulan kebijakannya? Stakeholder Asuransi Kesehatan Nasional mencakup banyak kementerian, tidak hanya Kementerian Kesehatan saja (terjadi di kelima negara). Hubungan antar stakeholder sangat kompleks dengan berbagai variasi sistem Collection, Pooling, dan Purchasing. Disamping itu, di berbagai negara seperti China dan Thailand ada lebih dari satu skema asuransi kesehatan.

Tantangan di China adalah: rancangan sistem yang terpecah yang berakibat pelaksanaan dan manajemen skema asuransi yang terpecah pula. Disamping itu ada pooling dana yang rendah. Dari sisi benefit tindakan masih terjadi keputusan pemilihan yang tidak berbasis bukti. Situasi diperburuk dengan rendahnya kemampuan pengelolaan serta buruknya reformasi sistem pembayaran. Untuk itu di China diusulkan beberapa kebijakan antara lain: pertama, menyatukan skema tiga sistem asuransi kesehatan; kedua, menciptakan sistem yang lebih transparan dan akuntabel, serta ketiga, memperkuat reformasi sistem pembayaran.

Di Mongolia, fragmentasi skema sistem asuransi kesehatan juga terjadi. Keputusan dalam sistem asuransi kesehatan nasional di Mongolia sering tidak jelas. Telah terjadi suatu kesulitan pengambilan keputusan karena ada dua Kementerian yang terlibat yaitu Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pengembangan Penduduk dan Kesejahteraan Sosial. Kementerian Kesehatan akhirnya hanya bertanggungjawab pada rancangan manfaat, pembayaran tarif dan seleksi penyedia pelayanan. Akibat masalah-masalah ini cukup berat. Masyarakat kehilangan kepercayaan karena manfaat tidak jelas dan mutu pelayanan kesehatan tidak memuaskan. Pengeluaran dari kantong pasien meningkat menjadi 41 persen dari total pengeluaran kesehatan pemerintah. Cakupan turun menjadi 85 persen di tahun 2010. Kemudian, diusulkan agar di Mongolia ada reformasi dengan satu sistem pembelian (single purchaser), meningkatkan kemampuan organisasi asuransi kesehatan, memilah dan membagi penyedia dana dengan pemberi pelayanan, meningkatkan otonomi insitusi asuransi kesehatan nasional, memperjelas struktur pemerintahan dalam asuransi kesehatan, serta memperjelas peran dan tanggung-jawab stakeholder.

Filipina yang telah lama mengembangkan Asuransi Kesehatan Nasional dalam bentuk single payer mempunyai banyak isu Governance. Isu pertama yaitu kenyataan bahwa Asuransi kesehatan nasional menjadi modal politik. Setiap tahun Presiden Phil Health berganti. Pertanyaan pentingnya adalah kemana Phil Health bertanggung-jawab? Apakah kepada Presiden dan Kongres ataukah ke masyarakat Filipina. Phil Health masih mengalami masalah dalam transparansi dan kelangsungan secara pembiayaan. Di sisi informasi, masih terjadi problem untuk merumuskan kebijakan dan manfaat. Berdasarkan rancangan, terdapat masalah ketidakmampuan fiskal untuk membiayainya. Akibatnya, premi yang dibayarkan sangat rendah. Lalu, diusulkan agar di masa mendatang ada kerjasama lebih baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membiayai mereka yang miskin oleh pusat dan pekerja informal oleh pemerintah daerah. Cakupan manfaat diharapkan ditingkatkan dan biaya yang discover diharapkan ditingkatkan pula, dan diharapkan tidak ada lagi co-payment.

Di Thailand, isu utama adalah adanya tiga skema Asuransi Kesehatan Nasional yang sangat berbeda benefit-nya. Sistem jaminan untuk pegawai negeri pengeluarannya adalah 366 US$ pertahun, sementara Social Health Insurance sebesar 71 US$ setahun dan Universal Coverage sebesar 97 US$ setahun per orang. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana meningkatkan efisien dan equity dengan adanya tiga skema ini. Dalam usaha mengatasi masalah ini ada berbagai isu kebijakan yang dapat dipilih: (1) pengaturan struktur dan governing body dari tiga skema asuransi kesehatan; (2) peningkatan dan pemantapan kemampuan institusi di ketiga skema; (3) kerjasama yang lebih baik antara tiga pembeli pelayanan; dan (4) keeratan hubungan antar stakeholder ketiga skema.

Vietnam memaparkan isu governance secara rinci. Dalam Collection ada kepatuhan rendah di sektor informal (hanya 50 persen cakupannya). Vietnam Social Security tidak mempunyai wewenang untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat. Diharapkan ada kebijakan baru untuk meningkatkan kewenangan ini. Dalam memasukkan anggota terjadi fragmentasi dimana terlalu banyak kategori keanggotaan. Masyarakat dapat menjadi anggota secara perorangan. Akibatnya terjadi cakupan yang rendah dan overlapping. Fragmentasi dalam proses menjadi anggota. Usulan kebijakan di sini adalah keanggotaan tidak berbasis individu. Isu lain dalam pengumpulan dana adalah besaran kontribusi. Besaran kontribusi ditetapkan terlalu rendah akibatnya pemasukan tidak cukup sehingga pasien harus membayar dari kantong untuk mendapat pelayanan yang dibutuhkan. Kebijakan untuk meningkatkan premi tidak mungkin dalam waktu dekat sehingga pengeluaran harus dikurangi dengan cara meningkatkan efisiensi dan berbagai tindakan penghematan. Dalam proses pengumpulan ini sebaiknya masyarakat yang nyaris miskin diberi subsidi penuh.

Masih di Vietnam, dalam pooling sebenarnya hanya satu dana asuransi kesehatan. Akan tetapi dalam praktek ternyata banyak sumber dana untuk pelayanan kesehatan. Dalam pembelian, paket manfaat obat dibayar berdasarkan daftar yang berbasis opini saja. Rumah sakit tersier dan propinsi mengembangkan sendiri daftar obat masing-masing. Diharapkan muncul Health Technology Assessment untuk mengurangi masalah ini. Dalam purchasing setiap pemerintah propinsi menetapkan sendiri tarifnya berbasis konsultasi/negosiasi dengan VSS dalam jangkauan tarif maksimal. Penetapan tarif pelayanan tidak berbasis pada biaya riil. Diharapkan ada kebijakan yang memperkuat kemampuan menghitung biaya dan penggunaannya untuk penetapan tarif. Masalah lain yang muncul yaitu kurangnya mekanisme untuk mengendalikan harga obat. Di sisi pembayaran untuk tenaga, masih didominasi oleh Fee-For-Service. Ada kekurangan transparansi pada pembayaran dokter.

Dalam hal audit, secara hukum dana asuransi kesehatan harus diaudit oleh Badan Auditor Pemerintah setiap dua tahun sekali. Akan tetapi seluruh laporan audit bersifat rahasia. Tidak ada standar jelas untuk laporan kecuali laporan tahunan VSS. Diharapkan kebijakan mendapat untuk membuat audit lebih transparan ke masyarakat dengan laporan yang lebih baku.

Setelah paparan dilakukan diskusi oleh panelis. Pada intinya ada berbagai hal yang dibahas pertama, isu utama adalah fragmentasi skema di berbagai negara dan kekurangan dana di berbagai negara. Kedua, akibat fragmentasi adalah equity seperti yang terjadi di China dan Thailand. Manfaat untuk pegawai negeri sangat berbeda. Dampak di negara lain adalah pertikaian antar Kementerian. Ketiga, masalah kemauan politik dan kemampuan fiskal dalam asuransi kesehatan nasional menjadi isu penting. Dengan kemampuan fiskal lemah dan kemauan politik rendah terjadi pelayanan yang bermutu rendah. Keempat, kemampuan mengelola sistem asuransi kesehatan masih rendah. Kelima, diyakini bahwa single payer lebih baik, namun agak sulit di berbagai negara untuk dilakukan. Keenam, perlunya independensi organisasi asuransi kesehatan nasional. Hal ini perlu didukung dengan dukungan politik yang kuat.

Penulis : Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD.

Pre-congress Symposia

Pra kongres dengan judul Private/Non-State Actor dalam Sistem Kesehatan: Laporan dari pengalaman global telah diadakan di Sydney Convention Centre pada 6 Juli 2013. Pra kongres ini diselenggarakan karena dilatarbelakangi oleh beberapa faktor berikut ini. Sistem kesehatan tidak hanya dijalankan oleh pelaku yang berasal dari kelompok pemerintah, tetapi juga muncul pelaku dari sektor privat (swasta), terutama untuk penyedia layanan kesehatan (provision) dan pembiayaan kesehatan (financing). Keterbatasan kemampuan pemerintah untuk menjalankan sistem kesehatan merupakan salah satu penyebab munculnya pelaksana dari sektor swasta. Keberadaan sektor swasta dengan berbagai macam motif dan bentuk organisasinya telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam pencapaian kinerja sistem kesehatan. Namun demikian, berbagai pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk pengembangan peran sektor swasta dan masih terbukanya kesempatan untuk menyamakan misi (mission alignment) antara pelaku dari pemerintah dan pelaku dari swasta.

  Tujuan

Pra kongres ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai peran sektor swasta dalam mendukung kinerja sistem kesehatan di berbagai negara. Peran yang diidentifikasi bervariasi mulai dari penyedia layanan kesehatan, dukungan untuk layanan public health (MCH, Family Planning, dan lain-lain), promosi kesehatan, sampai dengan pembiayaan pelayanan kesehatan. Secara khusus, tujuan diskusi dalam pra kongres ini adalah menetapkan definisi sektor swasta, mengidentifikasi peran utamanya dalam sistem kesehatan agar tidak terjadi duplikasi dengan peran pemerintah, dan menggambarkan konsep pengembangan konsep public-private partnership.

Beberapa Hasil Paparan dari Berbagai Pengalaman Global diantaranya :

Pertama, literature review mengenai siapakah sektor swasta dan bagaimana kontribusinya dalam sistem kesehatan. Sektor swasta memiliki identitas yang sangat beragam, dimensi pekerjaanya sangat luas, dan memiliki pengaruh dalam pencapaian kinerja sistem kesehatan.Masih sedikit riset tentang sektor swasta yang dilakukan dalam skala global. Selama ini, studi mengenai sektor swasta bersifat sektoral dan merupakan studi kasus pada suatu negara.

Kedua, kontribusi sektor swasta dalam gerakan patient safety di rumah sakit (pengalaman dari negara-negara Afrika).Gerakan patient safety di rumah sakit swasta semakin berkembang.Kinerja rumah sakit swasta dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah, diukur melalui indikator patient safety, tidak berbeda, walaupun dengan sumber daya yang terbatas.

Ketiga, motivasi pekerja sektor swasta dalam meningkatkan kinerja sistem kesehatan (pengalaman dari Malawi).Keberadaan tenaga kesehatan swasta sangat dibutuhkan oleh pemerintah dan masyarakat Malawi.Kinerja tenaga kesehatan swasta diidentifikasi lebih baik dibanding tenaga kesehatan pemerintah. Motivasi tenaga kesehatan swasta berasal dari keinginan untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk klien, adanya kesempatan untuk mengembangkan diri, dan adanya bimbingan dari supervisor. Kompensasi tidak diidentifikasi sebagai pendorong motivasi kerja dan kinerja tenaga kesehatan swasta

Keempat,peran sektor swasta dalam pembiayaan pelayanan kesehatan (pengalaman dari India).Asuransi sosial yang dilaksanakan oleh sektor swasta dapat menjangkau grup (target) yang belum dijangkau oleh pemerintah.Efektivitasnya dalam meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan diakui oleh pengguna dan regulator.Namun demikian, paket pelayanan dan mutu pelayanan yang diperoleh oleh peserta masih sangat rendah.

Diskusi Rencana Tindak Lanjut.

Saat ini, diperlukan kerjasama global untuk mendefinisikan apakah yang dimaksud dengan private sector dan bagaimana memetakan peran serta fungsinya dalam sistem kesehatan. Kegiatan untuk menggambarkan dan mendokumentasi peran sektor swasta perlu terus dijalankan.Riset yang ada belum memadai untuk mendefinisikan sektor swasta dengan jelas. Namun demikian, ketertarikan untuk mendalami dan mempelajari sektor swasta sudah semakin besar. Sekarang adalah saat yang tepat untuk memulai riset dengan skala global.

Secara operasional, isu mengenai mutu yang dihasilkan oleh sektor swasta penting untuk dielaborasi. Motif sektor swasta yang beragam tidak perlu dijadikan perdebatan, jika mutu yang dihasilkan sudah sesuai dengan harapan regulator dan pengguna. Peran pemerintah yaitu untuk mendukung kinerja sektor swasta dan menjadikannya partner dalam upaya meningkatkan kinerja sistem kesehatan. Peneliti perlu mendukung pemerintah dengan menyediakan bukti ilmiah agar pemerintah dapat membuat kebijakan yang tepat untuk mengembangkan konsep public-private partnership yang mampu diterapkan di lapangan.


Dalam kesempatan ini pula, perwakilan dari lima negara di Asia menyampaikan tentang Tata Kelola Asuransi Kesehatan di negara masing-masing. Kemudian Prof. Laksono Trisnantoro menyampaikan analisis tata kelola asuransi kesehatan di Indonesia. Silahkan