sydney-icon

Laporan sesi: Government Financing for Health Care

Richard De Abreu Lourenco (CHERE)

 


Ada beberapa paper yang disajikan dalam sesi ini, silahkan simak abstrak dan hasil reportasenya di bawah ini:

Plenty amidst scarcity: The case of Samoa, Tonga and Vanuatu
Presenter: Ian Anderson (World Bank. East Asia Human Development)


 Abstract:

This presentation will show the significant health financing challenges-especially issues of affordability and allocative efficiency of public expenditure-in Samoa, Tonga and Vanuatu as representative case studies from the Pacific. The Pacific Islands face several health challenges. Communicable diseases are still important: malaria is still a concern and rates of sexually transmitted infections are high and rising. Access to family planning is often poor. Undernutrition, including stunting, is a problem. Yet at the same time Non-Communicable Diseases (NCDs)–especially heart disease and diabetes-are increasingly prevalent accounting for 70 percent or more of all adult deaths. At least one quarter of NCD deaths are premature

Presentasi ini menunjukkan tantangan yang signifikan dalam hal pembiayaan kesehatan-terutama masalah keterjangkauan dan efisiensi alokasi belanja publik-di Samoa, Tonga dan Vanuatu sebagai studi kasus kawasan Pasifik. Kepulauan Pasifik menghadapi beberapa tantangan kesehatan. Penyakit menular masih menjadi penyakit penting: malaria masih menjadi penyakit utama dan tingkat infeksi menular seksual yang tinggi dan selalu meningkat. Akses pelayanan keluarga berencana sangat rendah.

Gizi juga tidak menjadi perhatian utama pemerintah. Namun pada saat yang sama Penyakit Tidak Menular (NCD)-terutama penyakit jantung dan diabetes-yang semakin tinggi prevalensinya, yaitu lebih dari 70 persen penyebab kematian orang dewasa. Penyakit jantung juga merupakan penyebab 25 persen dari kematian usia dibawah 60, di Tonga, Samoa dan Vanuatu. Usia Harapan Hidup sebenarnya turun di Tonga akibat NCD. Dalam empat negara Pasifik tersebut setidaknya setengah populasi orang dewasa mengalami obesitas. Gaya hidup tidak sehat dan penggunaan tembakau juga menjadi faktor pendorong munculnya NCD. Hanya 5 persen orang dewasa di Vanuatu tidak memiliki faktor risiko untuk terkena NCD. Kombinasi dari agenda yang belum selesai antara penyakit menular, gizi ibu dan tantangan dengan munculnya NCD telah memberikan tekanan nyata pada pembiayaan kesehatan.

Meningkatnya anggaran kesehatan juga memiliki implikasi fiskal dan ekonomi makro yang lebih luas. Selama ini Pemerintah Vanuatu, Samoa, dan Tonga, didukung oleh mitra pembangunan mereka, sebesar hampir 90 persen, 87 persen dan 81 persen dari total belanja pada kesehatan masing-masing pada tahun 2010. Selain itu ada keterbatasan ruang lingkup fiskal untuk meningkatkan pengeluaran pembiayaan kesehatan kesehatan. Pertumbuhan ekonomi lamban, atau rentan terhadap guncangan eksternal. Sektor formal yang relatif kecil di pulau membatasi ruang lingkup untuk asuransi kesehatan sosial dan pajak penghasilan. Sektor kesehatan, didukung oleh donor.

Negara-negara memiliki akses yang baik ke mitra pembangunan pembiayaan konsesional bilateral dan multilateral, tetapi ada batas keuangan dan kebijakan untuk mengandalkan itu. Oleh karena itu kunci untuk pembiayaan kesehatan yang terjangkau dan berkelanjutan adalah peningkatan efisiensi teknis dan alokatif: membuat lebih baik menggunakan sumber daya yang ada kesehatan. Investasi lebih dalam pencegahan primer dan sekunder, termasuk di daerah pedesaan dan terpencil, adalah investasi yang sangat sehat.

 

Determinants of Health Care Spending Growth in a Government-Funded Medical Assistance Program: Evidence from South Korea
Presenter: Hyun-Woung Shin (Korea Institute for Health and Social Affairs. Health Security Research Division)


 Abstract:

korean-childMedical Aid program of South Korea has played a pivotal role in providing medical assistance to the nation's extremely vulnerable populations for more than three decades. Recently, however, Medical Aid expenditures doubled between 2002 and 2006. In 2010, Medical Aid budget crunches led to unreimbursed claims. The unpaid charges are expected to accrue further in future years. Study Aims: To empirically examine recent trends in potential cost drivers and their impacts on the growth of Medical Aid expenditures. Methods: Our data contain observations for 32 quarters from 2003 to 2010 for all 16 geographical regions in South Korea (N=512). We examine region-specific quarterly per-capita Medical Aid spending, separately for inpatient services, outpatient services, and prescription drugs. Potential determinants of health expenditures are grouped into two categories. Demand-side cost drivers include changes in profiles of age, sex and disease types as well as effective population size. Supply-side factors consist of per-capita stocks of hospitals, clinics and pharmacies as well as doctors and pharmacists. We include per-capita income to capture income effects on health services use driven by either consumers or providers. We estimate a time-series cross-section data model to determine whether, and to what extent, each of the potential cost drivers has a statistically and economically significant effect on the program's health expenditures. We estimate two-way fixed-effect models, in which region and year-quarter fixed-effects are included to control for region heterogeneity and unspecified temporal effects, respectively. Seasonal effects are modeled by quarter dummies. All models are adjusted for panel heteroskedasticity, contemporaneous correlation, and first-order autoregressive process, all of which are present in our data. Results: Findings on inpatient spending show that 13.6 percent increase in the proportion of disabled enrollees from the first quarter of 2003 to the last quarter of 2010 explains 19.3percent increases in Medical Aid spending increases over the same period. The 7.6 percent increase in the proportion of mentally-ill enrollees led to 26.6 percent spending increase, the largest contribution to spending growth. Increases in the per-capita supply of general hospitals and clinics increased inpatient spending by 2.6 percent and 6.6 percent, respectively. Regarding outpatient expenditures, increased ratios of the disabled and the elderly led to spending increases by 10.5 percent and 2.7 percent, respectively. In terms of drug spending, increases in elderly and disabled enrollees led to the growth of drug spending by 5.2percent and 15.8 percent, respectively. A greater supply of pharmacies is responsible for 1.4 percent spending increase. Conclusions: Increases in the proportion of persons with disabilities, mental illness and seniors significantly increased health spending in South Korea's medical assistance program for financially needy families and individuals. The positive relationship between the stock of providers and health spending implies the potential role of provider-induced demand in South Korea. This result requires further investigation.

Program bantuan medis di Korea Selatan telah memainkan peran penting dalam memberikan bantuan medis untuk populasi sangat rentan selama lebih dari tiga dekade. Baru-baru ini pengeluaran bantuan medis bertambah menjadi dua kali lipat antara 2002 dan 2006. Pada tahun 2010, anggaran bantuan medis dikecilkan sehingga menyebabkan banyak klaim tidak terbayar. Tujuan studi: Untuk menguji secara empiris tren terbaru dalam potensi pemicu biaya dan dampaknya terhadap pertumbuhan pengeluaran bantuan medis. Metode: Data berisi pengamatan untuk tahun 2003-2010 untuk semua 16 wilayah geografis di Korea Selatan (N=512). Studi ini meneliti suatu wilayah tertentu pengeluaran triwulanan Medis-Aid per kapita, secara terpisah untuk layanan rawat inap, pelayanan rawat jalan, dan obat resep.

Hal yang menentukan pengeluaran kesehatan dikelompokkan menjadi dua kategori. Biaya dari sisi permintaan termasuk perubahan dalam profil usia, jenis kelamin dan jenis penyakit serta ukuran populasi yang efektif. Faktor-faktor dari supply-side terdiri dari saham per-kapita rumah sakit, klinik dan apotek serta dokter dan apoteker. Kami menyertakan pendapatan per kapita untuk menangkap efek pendapatan pada layanan kesehatan menggunakan didorong oleh salah satu konsumen atau penyedia. Kami memperkirakan waktu-series penampang model data untuk menentukan apakah, dan sejauh mana, masing-masing driver biaya potensial memiliki efek statistik dan ekonomis yang signifikan pada pengeluaran kesehatan program.

Kami memperkirakan dua arah model fixed-effect, di mana wilayah dan tahun-kuartal fixed-efek yang termasuk untuk mengendalikan wilayah heterogenitas dan efek temporal yang ditentukan, masing-masing. Efek musiman dimodelkan oleh dummies kuartal. Semua model yang disesuaikan dengan heteroskedastisitas panel, korelasi kontemporer, dan proses autoregressive orde pertama. Hasil: Temuan pada rawat inap pengeluaran menunjukkan bahwa kenaikan 13,6 persen dalam proporsi pendaftar cacat dari kuartal pertama 2003 sampai kuartal terakhir tahun 2010 menjelaskan 19,3 persen peningkatan Medis kenaikan pengeluaran Aid selama periode yang sama.

Kenaikan 7,6 persen pada proporsi pendaftar sakit jiwa menyebabkan 26,6 persen meningkatkan pengeluaran, kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan belanja. Peningkatan pasokan per kapita rumah sakit umum dan klinik rawat inap meningkatkan pengeluaran sebesar 2,6 persen dan 6,6 persen, masing-masing. Mengenai pengeluaran rawat jalan, meningkatkan rasio penyandang cacat dan lanjut usia menyebabkan pengeluaran meningkat sebesar 10,5 persen dan 2,7 persen, masing-masing. Dalam hal pengeluaran obat, peningkatan pendaftar tua dan cacat menyebabkan pertumbuhan belanja obat sebesar 5,2 persen dan 15,8 persen, masing-masing.

Sebuah pasokan yang lebih besar dari apotek bertanggung jawab atas 1,4 persen kenaikan pengeluaran. Kesimpulan: Peningkatan proporsi penyandang cacat, penyakit mental dan senior secara signifikan meningkatkan pengeluaran kesehatan dalam program bantuan medis Korea Selatan bagi keluarga miskin secara finansial dan individu. Hubungan positif antara saham penyedia dan pengeluaran kesehatan menyiratkan peran potensial provider-induced demand di Korea Selatan. Hasil ini memerlukan investigasi lebih lanjut.

 

Primary Health Care Reform in New Zealand: What Next?
Presenter: Jacqueline Cumming (Victoria University of Wellington. School of Government)


 Abstract:

new-zealandIn the 2000s, New Zealand introduced major reforms to the funding and organisation of primary health care services, with a view to reducing the charges patients pay when they use services, expanding the delivery of primary health care services, and reducing hospitalisations. The reforms resulted in a reduction in patient charges, increases in the use of primary health care services, the development of new Primary Health Organisations as networks to oversee primary health care service delivery, and some changes in health services delivery. By 2008, there were concerns that insufficient change in service delivery had, however, resulted from the reforms and a newly elected government identified further change in service delivery as a major policy priority - including more services delivered closer to home and more integrated care. In this paper, I critically examine how far New Zealand has come in delivering a stronger primary health care service and in providing more integrated care. I draw on existing published material (including from my own empirical research) and more recent research examining progress with primary health care reforms. The paper also explores whether there is a need to revisit the funding of primary health care services as patient fees continue to rise unabated, potentially reducing access to services to those who most need them.

Pada tahun 2000-an, Selandia Baru memperkenalkan reformasi utama untuk pendanaan dan organisasi pelayanan kesehatan primer, dengan maksud untuk mengurangi biaya pasien membayar ketika mereka menggunakan layanan, memperluas pemberian pelayanan perawatan kesehatan primer, dan mengurangi rawat inap. Reformasi menghasilkan pengurangan dalam biaya pasien, peningkatan penggunaan layanan perawatan kesehatan primer, pengembangan Organisasi Kesehatan Primer baru sebagai jaringan untuk mengawasi pelayanan perawatan kesehatan primer, dan beberapa perubahan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Pada tahun 2008, ada kekhawatiran bahwa perubahan tidak cukup dalam pemberian layanan telah, bagaimanapun, hasil dari reformasi dan pemerintah yang baru terpilih diidentifikasi perubahan lebih lanjut dalam penyediaan layanan sebagai prioritas kebijakan utama - termasuk jasa lainnya disampaikan lebih dekat ke rumah dan perawatan yang lebih terintegrasi. Dalam tulisan ini, saya memeriksa seberapa jauh Selandia Baru telah datang dalam memberikan pelayanan kesehatan primer kuat dan dalam memberikan perawatan yang lebih terintegrasi.

Saya menarik materi yang dipublikasikan yang ada (termasuk dari penelitian empiris saya sendiri) dan penelitian yang lebih baru yang menganalisis kemajuan reformasi pelayanan kesehatan primer dengan reformasi perawatan kesehatan primer. Makalah ini juga menjajaki apakah ada kebutuhan untuk meninjau kembali dana pelayanan kesehatan primer sebagai biaya pasien terus meningkat dan berlanjut yang berpotensi mengurangi akses ke layanan kepada mereka yang paling membutuhkannya.

 

Long-run economic growth and health systems: alternative scenarios for the future of economic growth and their likely consequences for health and health care
Presenter: Martin Hensher (Department of Health & Human Services, Tasmania. Director of Strategic Planning)


 Abstract:

A large body of work has, over several decades, established strong international evidence of a positive income elasticity of demand for health care expenditure. More recently, increasing attention has focused on the contribution of health itself to economic growth and development. There is less consensus on the policy implications of these relationships, but – implicitly or explicitly-most thinking about the health sector in both developed and developing countries has been predicated on the assumption of continuing, long-term economic growth. The financial and economic crisis of recent years has clearly reduced economic growth significantly in many countries, and considerable discussion of the possible effects of economic crisis on health and health care has taken place. However, a number of quite different schools of thought may cast doubt on whether a return to more "normal" economic growth rates can be taken as a given. Such viewpoints include models which suggest prolonged recession over many years in developed economies due to debt-deflation and/or austerity policies; models which posit a long-term downwards adjustment to productivity growth (and hence economic growth) in developed economies; the return of "limits to growth" models which suggest that the negative effects of natural resource depletion, pollution and environmental degradation may already be starting to constrain growth; and "steady state" economic models which actively advocate constraining growth in order to avert more catastrophic ecological, economic and human costs arising from environmental degradation. With such evidence potentially calling into question the assumption of continuing long-term economic growth, what might this mean for health care systems and markets worldwide? This presentation draws upon the existing literature on the relationships between health and health care with economic growth and economic crises to examine possible implications for the health sector. The presentation will examine possible solutions to mitigate or manage such effects, including an assessment of the extent to which traditional responses to economic downturn and cost containment concerns would be applicable in scenarios in which a return to historic economic growth trends may not be a given. The potential for a broader set of responses will also be examined, in particular drawing upon the experience of developing countries in delivering effective health care and health outcomes under significant resource constraints. The key focus of the presentation will be to consider how best health systems might prepare themselves to respond to negative long-term changes in economic growth rates. This discussion will recognise potential paradoxes and barriers, especially the potential costs of reconfiguring health systems and priorities; the risks of over-reaction (an excessive policy response) versus failure to respond; and the likelihood that public, political and industry stakeholders alike will display a deep reluctance to contemplate such changes before point of crisis is reached. This presentation is intended to open a discussion on how health economics might assist health policy makers and planners to understand better how to prepare health systems for a potentially prolonged period of economic uncertainty, during which a return to historic rates of economic growth cannot be guaranteed.

Sebuah tubuh besar pekerjaan telah, selama beberapa dekade, didirikan bukti internasional yang kuat dari elastisitas pendapatan yang positif dari permintaan pengeluaran perawatan kesehatan. Baru-baru ini, meningkatkan perhatian telah difokuskan pada kontribusi kesehatan itu sendiri terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Ada sedikit konsensus tentang implikasi kebijakan dari hubungan ini, namun-secara implisit maupun eksplisit-kebanyakan berpikir tentang sektor kesehatan di kedua negara maju dan berkembang telah didasarkan pada asumsi melanjutkan, pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Krisis keuangan dan ekonomi beberapa tahun terakhir telah jelas berkurang pertumbuhan ekonomi secara signifikan di banyak negara, dan diskusi tentang kemungkinan efek krisis ekonomi terhadap kesehatan dan perawatan kesehatan telah terjadi. Namun, sejumlah sekolah sangat berbeda pemikiran mungkin meragukan apakah kembali ke tingkat pertumbuhan yang lebih "normal" ekonomi dapat diambil sebagai yang diberikan. Sudut pandang tersebut termasuk model yang menunjukkan resesi berkepanjangan selama bertahun-tahun di negara maju karena deflasi utang dan atau kebijakan penghematan, model yang menempatkan sebuah bawah jangka panjang penyesuaian pertumbuhan produktivitas (dan karenanya pertumbuhan ekonomi) di negara maju, kembalinya "membatasi pertumbuhan" model yang menunjukkan bahwa efek negatif dari penipisan sumber daya alam, polusi dan degradasi lingkungan sudah dapat mulai menghambat pertumbuhan, dan "steady state" model ekonomi yang secara aktif menganjurkan menghambat pertumbuhan dalam rangka untuk mencegah bencana lebih ekologi, ekonomi dan biaya manusia yang timbul dari kerusakan lingkungan.

Dengan bukti-bukti tersebut berpotensi mempertanyakan asumsi melanjutkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang, apa artinya hal ini untuk sistem perawatan kesehatan dan pasar di seluruh dunia? Presentasi ini mengacu pada literatur yang ada pada hubungan antara kesehatan dan perawatan kesehatan dengan pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi untuk memeriksa implikasi yang mungkin untuk sektor kesehatan. Presentasi akan memeriksa kemungkinan solusi untuk mengurangi atau mengelola dampak tersebut, termasuk penilaian sejauh mana respon tradisional untuk krisis ekonomi dan biaya keprihatinan penahanan akan berlaku dalam skenario di mana kembali ke tren pertumbuhan ekonomi bersejarah tidak mungkin diberikan. Potensi untuk satu set yang lebih luas tanggapan juga akan diperiksa, khususnya dalam menggambar pada pengalaman negara-negara berkembang dalam memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan hasil kesehatan di bawah kendala sumber daya yang signifikan.

Fokus utama dari presentasi akan mempertimbangkan bagaimana sistem kesehatan terbaik mungkin mempersiapkan diri untuk merespon perubahan jangka panjang negatif pada tingkat pertumbuhan ekonomi. Diskusi ini akan mengenali paradoks potensi dan hambatan, terutama potensi biaya konfigurasi ulang sistem kesehatan dan prioritas; risiko over-reaksi (respon kebijakan yang berlebihan) terhadap kegagalan untuk merespon, dan kemungkinan bahwa pemangku kepentingan publik, politik dan industri sama akan menampilkan keengganan yang mendalam untuk merenungkan perubahan tersebut sebelum titik krisis tercapai. Presentasi ini dimaksudkan untuk membuka diskusi tentang bagaimana ekonomi kesehatan mungkin membantu para pembuat kebijakan kesehatan dan perencana untuk memahami lebih baik bagaimana mempersiapkan sistem kesehatan untuk jangka waktu yang berpotensi berkepanjangan ketidakpastian ekonomi, di mana kembali ke tingkat bersejarah pertumbuhan ekonomi tidak dapat dijamin.

 

Evolving health care financing issues in East Asia and the Pacific
Presenter: Jackie Mundy (AusAID Health Resource Facility)


 Abstract:

This is a time of rapid and significant change in health in East Asia and the Pacific. Changes in the region's burden of disease, the 'graduation' of countries from low to middle income status, and the shifting geography of poverty and health needs of the poor all have implications for country health systems and health care financing. This paper explores these trends and will discuss the key emerging health systems and health care financing issues for governments and donors in the region. Specifically, the paper will examine the impact of the changing burden of disease in the region on health financing; current and medium term trends in domestic and international financing for health; the changing configuration of aid providers in the region including the future role of BRICS and other new development partners; any lessons learned from countries responding to changes in donor financing for health. In undertaking this analysis, the paper will discuss changes to the quantity of resources available to countries (the total resource envelope available to countries in the region, relative to expected requirements), and the quality of resources (the current and changing nature of donor engagement including from the Global Fund, GAVI and the World Bank). The findings of the paper will be based on a desk based literature review and key informant interviews. The paper will cover countries representative of the following groups: small Pacific island nations, low and middle income countries, post conflict/fragile states.

Ini adalah masa perubahan yang cepat dan signifikan dalam kesehatan di Asia Timur dan Pasifik. Perubahan beban daerah penyakit, yang 'lulus' dari negara-negara dari rendah status berpenghasilan menengah, dan geografi pergeseran kemiskinan dan kebutuhan kesehatan masyarakat miskin semua memiliki implikasi bagi sistem kesehatan negara dan pembiayaan perawatan kesehatan. Makalah ini mengeksplorasi tren ini dan akan membahas sistem kesehatan utama yang muncul dan masalah pembiayaan layanan kesehatan bagi pemerintah dan donor di wilayah tersebut. Secara khusus, makalah ini akan mengkaji dampak perubahan beban penyakit di wilayah ini pada pembiayaan kesehatan, tren saat ini dan jangka menengah dalam pembiayaan domestik dan internasional untuk kesehatan, konfigurasi perubahan pemberi bantuan di wilayah tersebut termasuk peran masa depan dan BRICS mitra pembangunan lainnya yang baru, setiap pelajaran dari negara-negara menanggapi perubahan dalam pembiayaan donor untuk kesehatan.

Dalam melakukan analisis ini, kertas akan membahas perubahan kuantitas sumber daya yang tersedia untuk negara-negara (amplop sumber daya total yang tersedia untuk negara-negara di kawasan itu, relatif terhadap persyaratan yang diharapkan), dan kualitas sumber daya (alam saat ini dan berubah keterlibatan donor termasuk dari global Fund, GAVI dan Bank Dunia). Temuan kertas akan didasarkan pada meja berbasis literatur dan wawancara informan kunci. Makalah ini akan mencakup perwakilan negara dari kelompok berikut: negara-negara pulau kecil Pasifik, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, pasca konflik / negara rapuh.

 

Which policy protects Indonesians from catastrophic health expenditure: demand-side or supply-side subsidies? A multilevel logistic analysis
Presenter: Citra Jaya (PT Askes (Persero). Research and Development)


 Abstract:

This study analyses the impact of demand-side and supply-side subsidies on the risk of catastrophic household health expenditure in Indonesia. Demand-side subsidies are in the form of social health insurance for civil servants (Askes) and for the poor (Askeskin). Supply-side subsidy is district governments' health spending, underlying the increased role of district government in decentralised Indonesia. Household health expenditure is considered catastrophic when it exceeds 40percent of household's non-food spending. Multilevel logistic regression is applied to examine the association between catastrophic health expenditure with household and district characteristics. Household data are from 2008 National Socioeconomic Survey (SUSENAS), while district government data are from 2008 Village Census, and the Ministry of Finance's district finance system. The sample includes 189,163 households living in 456 districts. The finding shows that compared to those without health insurance, Askes beneficiaries are protected from the risk of catastrophic health expenditure. Conversely, Askeskin beneficiaries are exposed to catastrophic health expenditure. Furthermore, district health spending also increases the risk of catastrophic health expenditure. Counter-intuitive findings from Askeskin and district health spending may be caused by the features of Askeskin and the problems surrounding decentralisation. These results are consistent after being controlled with various household and district characteristics, and after performing sensitivity analyses.

Studi ini menganalisis dampak dari sisi permintaan dan subsidi sisi penawaran terhadap risiko katastropik pengeluaran kesehatan rumah tangga di Indonesia. Subsidi sisi permintaan dalam bentuk asuransi kesehatan sosial bagi pegawai negeri sipil (Askes) dan untuk masyarakat miskin (Askeskin). Subsidi sisi penawaran adalah pengeluaran kesehatan pemerintah daerah, yang mendasari peningkatan peran pemerintah daerah dalam era desentralisasi Indonesia.

Belanja kesehatan rumah tangga dianggap katastropik ketika melebihi 40 persen dari pengeluaran non pangan rumah tangga. Multi level regression diterapkan untuk meneliti hubungan antara pengeluaran katastropik kesehatan dengan karakteristik rumah tangga dan kabupaten. Data rumah tangga dari tahun 2008, Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), sementara data pemerintah kabupaten dari 2008 Sensu Potensi Desa dan Departemen Keuangan. Sampel meliputi 189.163 rumah tangga yang tinggal di 456 kabupaten. Temuan ini menunjukkan bahwa dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki asuransi kesehatan, pemilik Askes dan Askeskin lebih dilindungi dari resiko pengeluaran kesehatan bencana.

Selain itu, pengeluaran kesehatan kabupaten juga meningkatkan risiko pengeluaran katastropik kesehatan. Temuan kontra-intuitif dari pengeluaran kesehatan Askeskin dan kabupaten dapat disebabkan oleh fitur Askeskin dan masalah seputar desentralisasi. Hasil ini konsisten setelah dikontrol dengan berbagai karakteristik rumah tangga dan kabupaten, dan setelah melakukan analisis sensitivitas.


Relevansi Untuk Indonesia

Kajian yang sangat menarik, bahwa penyakit tidak menular (NCD), bencana alam, dan gizi merupakan ancaman baru dalam hal pelayanan kesehatan. Disadari atau tidak oleh pengambil kebijakan, bahwa prioritas kepada resiko-resiko gangguan tersebut akan menyebabkan guncangan dalam sistem kesehatan terutama pembiayaan kesehatan. Pemerintah perlu bertindak strategies untuk melihat potensi bahaya ekonomi (katastropik) yang muncul dari adanya gangguan-gangguan baru kesehatan tersebut. Perlu ada model perlindungan terhadap bahaya ekonomi di sektor kesehatan tersebut.


Penulis: Deni Harbianto

sydney-icon

Session Title: Physician Payment

Chair: Richard Lindrooth, University of Colorado, Denver

 


 Ada beberapa paper yang dipresentasikan dalam sesi ini, diantaranya

SESI 1: Insurer and Patient Payment for Out of Network Physician Service
(Sean Nicholson, Cornell University, USA)



Banyak dokter di Amerika Serikat menolak untuk bergabung dalam jaringan asuransi. Dokter-dokter tersebut memilih menjadi dokter Out of Network (OON) dengan alasan pembayaran yang lebih besar dari pasien dibandingkan dengan pembayaran dari asuransi. Pembayaran jasa medis ditanggung oleh pasien (30%-40%) dan oleh asuransi (60%-70%).

Presentasi ini bertujuan untuk menggali seberapa banyak pelayanan dokter OON antara 2002-2011 di USA, mengidentifikasi pelayanan yang diberikan oleh dokter OON, dan menilai pembayaran oleh pasien dan asuransi untuk berbagai kasus yang ditangani oleh dokter OON.

Data diambil dari 45 dokter OON dan melibatkan 20 asuransi yang secara konsisten menghitung biaya yang dikeluarkan untuk membayar dokter OON.

  1. Hasil:
      1. Pelayanan OON merupakan pelayanan yang biasa dijumpai di Amerika Serikat
      2. Kebanyakan pelayanan OON relatif tidak mahal dan tidak meningkatkan resiko pelayanan kepada pasien
      3. Namun, pasien beresiko untuk membayar biaya yang mahal untuk pelayanan tertentu, terutama yang harga pasar pelayanan tersebut masuk dalam kategori mahal.
      4. Reimbursement untuk pelayanan OON sangat menarik bagi dokter, terutama jika pasien bersedia membayar.
         
    1. Implikasi
      1. Dokter dengan kualitas pelayanan yang tinggi cenderung tidak bergabung dengan asuransi. Kepercayaan diri atas kemampuannya merupakan modal utama seorang dokter untuk bekerja di luar jaringan asuransi.
      2. Pendapatan dokter yang tidak bergabung dalam jaringan asuransi lebih besar oleh karena pasien dan asuransi (yang melindungi pasien) akan membayar harga pelayanan dokter.
         

The Effect of Mandated Health Insurance on Physician Reimbursement: Evidence for The Massachusetts Health Reform
(Andrew Friedson, University of Colorado-Denver, USA)


Massachusetts berupaya memasukkan 600.000 warganya yang belum masuk dalam perlindungan asuransi. Upaya ini menimbulkan peningkatan demand terhadap pelayanan kesehatan. Pada saat yang bersamaan, jumlah dokter diupayakan untuk bertambah untuk mengimbangi kenaikan demand.

Riset ini mengevaluasi apakah terjadi perubahan harga pelayanan seiring dengan meningkatnya demand pelayanan setelah health-reform diberlakukan. Pelayanan yang dievaluasi adalah pelayanan apendiktomi (inelastic absolut), pelayanan well-care dewasa (elastic), dan pelayanan well-care anak-anak (elastic).

    1. Hasil:
      1. Harga pelayanan apendiktomi dan pelayanan well-care dewasa tidak mengalami perubahan yang berarti.
      2. Sedangkan harga pelayanan well-care anak-anak mengalami lonjakan pada awal implementasi. Namun, harga kembali normal setelah jumlah dokter yang melayani pasien bertambah secara signifikan.
    1. Implikasi:
      1. Peningkatan demand pelayanan akan menimbulkan lonjakan harga oleh karena ketidakseimbangan demand-supply. Oleh sebab itu, perlu dipikirkan penambahan jumlah dokter sebelum atau bersamaan dengan penambahan jumlah pasien (yang diasuransi)
      2. Peningkatan harga pelayanan dapat terjadi pada pelayanan dengan harga elastic (elektif), tidak saja pada pelayanan dengan harga yang inelastic (emergency). Faktor ketersediaan penyedia layanan berperan dalam peningkatan tersebut.
         

Modelling Physician Labour Supply: Cpmparing Discrete Chisce Structural Approach to a Reduced Form Approach
(Guyonne Kalb, University of Melbourne, Australia)


Supply dokter untuk daerah rural sudah menjadi masalah sejak lama di Australia. Di sisi lain, jam kerja dokter berkurang dari 48,2 jam per minggu (1998) menjadi 42,7 jam per minggu (2008). Dokter wanita bekerja 37,7 jam per minggu dibandingkan dengan dokter laki-laki (45,4 jam per minggu). Namun, dokter laki-laki yang baru saja bekerja telah mengurangi jam kerjanya, sedangkan dokter senior juga telah mengurangi jam kerja karena faktor usia. Situasi ini semakin mengarah pada berkurangnya supply dokter.

Riset ini bertujuan untuk menilai elastisitas upah dokter (dengan berbagai variasinya: GP laki-laki, GP wanita, Spesialis laki-laki, dan spesialis wanita)

    1. Hasil: Faktor yang berhubungan dengan elastisitas upah dokter adalah jumlah anak dan umurnya, status kesehatan diri, jenis kelamin, pekerjaan pasangan, dan wilayah tempat kerja. Misalnya: Dokter GP wanita dengan anak yang berumur kurang dari 4 tahun, memiliki pasangan yang bekerja, memiliki elastisitas yang tinggi.
    1. Implikasi: Intervensi dalam bentuk upah, tidak akan berpengaruh pada jenis dokter dengan karakteristik tertentu. Oleh sebab itu, peningkatan upah sebaiknya melihat pada karakteristik dokter yang ditargetkan.

 

  Relevansi dalam konteks di Indonesia

Suplai dokter menjadi isu penting untuk meningkatkan equity pelayanan, terutama di daerah terpencil/remote. Faktanya jumlah pasokan menurun, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Intervensi pemerintah untuk distribusi dokter harus diperbaiki sesuai dengan karakter tertentu. Intervensi berupa upah dan jas medis tinggi belum tentu menjamin pemerataan dan distribusi dokter

Penulis: Andreasta Meliala

sydney-icon

Alternative Mechanisms for Improving Access to Health Care Services:
Experiences from Developing Countries of the World

Chair: Mahmud Khan (University of South Carolina)


 

Dalam sesi ini di presentasikan oleh empat paper meliputi:

SESI 1: Build them but will they come? The association of access and demand-side factors with health service utilisation in Nepal
(Eliana Jimenez-Soto, University of Queensland)


Rata-rata cakupan banyak isu seperti pelayanan kesehatan reproduksi, kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan kesehatan anak di region ekologi pegunungan di Nepal terhitung lebih rendah dari seluruh daerah di negara itu. Ini masih belum diketahui jika perbedaan region dipengaruhi oleh keterbatasan akses untuk pelayanan ini ataukah oleh faktor lain. Menggunakan representative data untuk wanita umur 15 – 49 tahun dari Nepal Demographic and health Survey 2011, metode Blinder Oaxaca non linier decomposition untuk kuantifikasi efek perbedaan ukuran karakterisitk antara region pegunungan dan daerah lainnya di negara itu dalam perbedaaan kepemilikan fasilitas melahirkan dan pemanfaatan penolong persalinan terampil. Dari semua variabel yang diuji, baik itu faktor supply side (seperti jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan) dan demand side (seperti pendidikan ibu) ditemukan berkontribusi terhadap ukuran ketidaksetaraan region dalam cakupan pelayanan kesehatan. Hasil ini berimplikasi bahwa exclusive focus pada hambatan untuk akses mungkin tidak mencapai tujuan mengeliminasi perbedaan pada pemanfaatan pelayanan kesehatan.

 

SESI 2: Community based health insurance scheme in the Lao PDR: Some policy directions for increasing health services coverage for the near poor
( Shakil Ahmed, University of Melbourne. Nossal Institute for Global Health)


Program Asuransi kesehatan berbasis komunitas (Community Based Health Insurance/CBHI) dimulai pada tahun 2002 di Laos. Saat ini Departemen Kesehatan mengoperasikan skema CBHI di 31 kabupaten dari 10 provinsi dengan bantuan teknis dari mitra pembangunan. Populasi sasaran adalah populasi sektor wiraswasta dan informal, yang terdiri atas 80% dari total populasi. Partisipasi yang rendah dari keanggotaan setelah sepuluh tahun pelaksanaan tetap menjadi salah satu masalah dan tantangan untuk skema CBHI di Laos.

Penelitian ini mengumpulkan informasi tentang kunci pengaturan pelaksanaan terutama pada cakupan skema untuk perbaikan lebih lanjut dan scaling up di Laos. Studi ini mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan dan cakupan serta memberikan rekomendasi bagi para pembuat kebijakan yang bertanggung jawab untuk merancang dan melaksanakan kebijakan skema CBHI.

Data dikumpulkan dari sumber sekunder dan primer. Review literatur sekunder termasuk dokumen kebijakan, laporan pelaksanaan dan artikel peer-review pada CBHI di Laos. Data primer dikumpulkan melalui 15 wawancara kualitatif yang dilakukan pada bulan September 2012 di dua provinsi Laos PDR dengan informan dari Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan kabupaten dan pemerintahan desa pelaksana atau mengelola skema CBHI.

Skema CBHI mencakup 11,4% (138.935) dari populasi target dan jumlah anggota telah meningkat 12 kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Tingkat pertumbuhan keanggotaan CBHI saat ini hanya 2,5% ketika target ditetapkan sebesar 15%. Cakupan untuk skema rendah. Skema CBHI meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan mengurangi pembayaran langsung (out of pocket) untuk anggota. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kesulitan utama untuk meningkatkan akses ke rumah tangga hampir miskin saat ini dihadapi oleh skema CBHI adalah adanya pemberian subsidi bagi anggota yang mendekati miskin, sumber daya yang lemah untuk kapasitas manajerial dan tidak cukup penyebaran informasi tentang skema dan manfaat kepada populasi sasaran.

 

SESI 3: Improving access to maternal health services for rural poor: a study of Self Help Groups in India
(Somen Saha, University of Melbourne, Nossal Institute for Global Health)


Tantangan utama dalam pencapaian cakupan kesehatan universal adalah memastikan cakupan yang efektif bagi masyarakat miskin dan rentan, dan mengurangi kesenjangan kesehatan antara individu dari strata sosial ekonomi yang berbeda. Grup Self Help (SHG), merupakan sebuah kelompok afinitas homogen berbasis ekonomi rendah pada masyarakat miskin pedesaan yang secara sukarela bersama-sama untuk menyimpan jumlah kecil dan memberikan pinjaman bebas agunan, yang banyak dianggap sebagai landasan aktivitas keuangan mikro. SHG dianggap mempengaruhi status kesehatan, khususnya pengetahuan tentang kesehatan ibu dan anak dan pemanfaatan pelayanan. Namun, bukti-bukti tentang dampak SHG pada kesehatan terbatas pada intervensi level pilot. Dengan menggunakan data dari Survei Rumah Tangga Nasional Tingkat Kabupaten (DLHS-3), paper ini menganalisis pengaruh adanya SHG pelayanan kesehatan Ibu di pedesaan India.

Informasi yang dikumpulkan dari DLHS 3 adalah mengenai 643.944 wanita yang pernah menikah dari 22.825 desa di India. Variabel yang menjadi prediktor utama adalah kehadiran SHG di desa. Variabel hasil adalah: persalinan di fasilitas kesehatan, pemberian kolostrum bayi baru lahir, pengetahuan tentang sterilisasi wanita, IUD, pil oral, kontrasepsi darurat, dan kondom perempuan, dan pil oral yang pernah digunakan, IUD, dan sterilisasi perempuan. Regresi logistik biner diaplikasikan untuk memperkirakan pengaruh yang mengendalikan pendidikan responden , pekerjaan, mendengar atau melihat pesan-pesan kesehatan, ketersediaan fasilitas pendidikan, dan keberadaan komite kesehatan dan sanitasi.

Responden dari desa-desa dengan SHG lebih mungkin untuk melahirkan di pelayanan kesehatan, pemberian kolostrum bayi baru lahir, mengetahui dan memanfaatkan produk dan pelayanan keluarga berencana.

Penelitian ini menyimpulkan adanya SHG berpengaruh pada peningkatan permintaan keluarga berencana dan pelayanan kesehatan ibu di pedesaan India. Hal ini memiliki implikasi bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di mana hambatan akses ke layanan kesehatan, kurangnya informasi dan hambatan budaya menghambat kelompok miskin dan rentan dari manfaat dari belanja publik. Namun, ada kebutuhan untuk lebih memahami pengaruh kolaborasi sistematis antara komunitas kesehatan masyarakat dan organisasi-organisasi di bawah untuk memenuhi tujuan meningkatkan kesehatan masyarakat.

 

SESI 4: Performance based payment increases the utilization of safe motherhood services by the poor in 'Chakaria', a remote rural area of Bangladesh
(Mohammad Iqbal, International Center for Diarrhoeal Disease Research-Bangladesh (ICDDR,B))


Pemanfaatan layanan Kesehatan tidak adil (inequitable) di Bangladesh. Ujicoba dilakukan dengan sebuah model yang berbasis perekrutan perempuan lokal yang telah dilatih pada kebidanan komunitas (persalinan oleh tenaga trampil) untuk meningkatkan pemanfaatan pelayanan persalinan aman selama 2000-2005. Pemanfaatan layanan yang diberikan oleh bidan ICDDR ,B tersebut mengalami sedikit peningkatan selama lima tahun intervensi beroperasi. Namun, pemanfaatan layanan oleh masyarakat miskin tidak meningkat secara signifikan.

Voucher dari berbagai denominasi yang disampaikan oleh staf proyek untuk wanita hamil yang termasuk dalam aset kuintil rumah tangga terendah kedua. Para wanita itu disarankan untuk mencari layanan dari bidan dalam pertukaran voucher tanpa membuat pembayaran tunai. Para bidan membawa voucher yang mereka terima sebagai pembayaran untuk layanan mereka ke kantor ICDDR ,B lokal untuk pencairan. Keaslian klaim diverifikasi secara fisik dengan mengunjungi perempuan oleh staf proyek Chakaria dan klaim palsu tidak diproses untuk pembayaran. Ada sekitar 22.000 rumah tangga yang ada di daerah intervensi.

Chakaria Community Health Project (CCHP) dari ICDDR, B adalah desain kuasi-eksperimental, tetapi memiliki enam serikat intervensi dan dua rujukan. Data dari Chakaria Kesehatan dan Surveillance Sistem demografi (Chakaria HDSS) dianalisis. Chakaria HDSS rutin mengumpulkan data kuartalan dari 3.727 dan 3.315 rumah tangga dipilih secara acak dalam intervensi dan daerah perbandingan masing-masing. Pengumpulan data rutin dalam Chakaria memungkinkan perbandingan pemanfaatan layanan perawatan medis sebelum dan sesudah serta sebelum dan sesudah intervensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan Ibu dari provider terampil meningkat secara besar pada rumah tangga miskin, sebelum intervensi dilakukan. Pemanfaatan pelayanan ANC oleh provider terampil meningkat dari 52% menjadi 74%, melahirkan 3% sampai 22% dan PNC (16 – 42%).

Sistem pembayaran berbasis "Performance" Kinerja menunjukkan potensi untuk memastikan peningkatan pemanfaatan pelayanan persalinan aman di antara perempuan dari dua kuintil terendah aset. Model ini dapat diperluas untuk mencakup layanan kesehatan lainnya.

  Relevansi dalam konteks Indonesia

Peningkatan akses pelayanan kesehatan merupakan salah satu isu yang juga berkembang di Indonesia, seperti contohnya adalah rendanya kunjungan ANC pada beberapa district di Indonesia. Berbagai mekanisme yang telah diungkapkan paper diatas memberikan gambaran dan masukan yang mungkin dapat diadopsi oleh Indonesia, dan mana yang mungkin sudah tidak sesuai untuk agenda peningkatan akses pelayanan kesehatan di Indonesia karena Indonesia dan beberapa negara dalam studi tersebut memiliki sosio kultural dan latar belakang demografi penduduk yang berbeda. Hal terkait dalam paper skema asuransi berbasis komunitas; Indonesia dalam rangka pencapaian universal coverage telah mencanangkan program SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), dimana dalam rencananya semua kelompok dan golongan masyarakat akan terjangkau. Asuransi berbasis komunitas. Program ini juga akan mengalami beberapa hambatan ketika mungkin di adopsi oleh Indonesia; dimungkinkan terjadinya overlap enrollment,karena sebagian masyarakat Indonesia mempunyai banyak komunitas, beberapa pekerjaan dalam satu waktu. Dan menarik untuk paper tentang Meningkatkan Akses untuk Pelayanan Kesehatan Ibu untuk Masyarakat Miskin di Desa dengan Grup "Self Help", banyak penelitian menumukan determinan untuk akses pelayanan kesehatan Ibu di Indonesia ada di demand side; dimana faktor dari Ibu sangat berpengaruh, bagaimana tingkat pendidikan mereka, pengetahuan, dan pendapatan rumah tangga. Grup Self Help memberikan kesempatan pada Ibu untuk dapat memiliki akses ekonomi, memungkinkan mereka untuk dapat membeli pelayanan kesehatan tanpa tergantung pada suami. Hal ini sangat berpengaruh pada decision making process dalam penggunaan pelayanan kesehatan. Berdasarkan gambaran sekilas, self-help memungkinkan untuk dapat di adopsi, tetapi pada komunitas tertentu.

Penulis: Siti Mafsiah


sydney-icon

Laporan Sesi: Bringing Evidence to Decision-Makers

Chair: Anni-Maria Pulkki-Brännström (University College London)


 

 

 Pengantar

The emergence and institutionalization of the notion that virtually all kinds of policies should be based on scientific evidence is relatively recent, and there is little empirical evidence about what works to engage policy makers. This session demonstrates ways in which researchers may engage with stakeholders to make evidence more accessible. Ample time will be assigned for discussion of the challenges of engagement and to enable attendees to come up with concrete suggestions for public engagement in their own research.

Morrison et al. asked policy makers and other stakeholders at national and local levels to comment on the kind of evidence that they need to implement interventions to address inequalities in health. This had the dual purpose of learning in what format to present the results of the study, and also engaging and creating interest in the research from the outset.

Moreno-Serra reviewed the empirical evidence on alternative policies for cost containment as part of a OECD-commissioned project. The initial presentation of results has been followed by further invitations to present and discuss the findings with decision-makers in different countries.

Skordis-Worrall et al developed an online tool that summarises findings from a literature review on healthcare financing in a format accessible to non-academics. The interactive tool uses colour-coding and graphically indicates the relevance of individual studies to the user's chosen context.


1. Can an e-tool help decision makers navigate the evidence around health financing?


penulisAuthors (8): Jolene Skodis-Worrall (University College London. Institute for Global Health) , Anni-Maria Pulkki-Brännström (University College London. Institute for Global Health) , Martin Utley (University College London. Clinical Operations Research Unit) , Gayatri Kembhavi (University College London) , Nouria Bricki (Save the Children UK) , Xavier Dutoit (Sydesy.com) , Mikey Rosato (University College London. Institute for Global Health) and Christina Pagel (University College London. Clinical Operations Research Unit)

Presenter: Jolene Skordis-Worrall (University College London. Institute for Global Health)

Dalam latar belakang, Jolene menyatakan bahwa ada kebutuhan besar untuk negara berpendapatan rendah dan menengah untuk memperkuat pembiayaan kesehatan. Namun situasinya sangat kompleks. Bagaimana meningkatkan investasi untuk kesehatan? Sangat sulit, terutama dalam masa krisis. Sejarah menunjukkan adanya Bamako Initiative di tahun 1987 yang menimbulkan masalah ketidakadilan karena menggunakan fee ketika masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan. Namun penghilangan fee juga menimbulkan masalah. Tantangannya adalah bagaimana menulis paper agar user fee perlu digantikan dengan tax-based financing?

Tujuan penelitian ini untuk menunjukkan bukti adanya pengaruh pada sistem pembiayaan dan mengembangkan alat berbasis website (e-tool) agar policy makers dapat mudah menavigasi bukti-bukti penelitian. Peneliti dibantu oleh web designer dan menuangkannya di web http src.rrtp.eu/study 

Metode: Setelah mendapatkan literature, Jolele menggunakan analisis tematik untuk meringkas dampak 7 mekanisme pembiayaan kesehatan pada 5 tujuan sistem kesehatan. Sebelas indikator negara dipergunakan untuk memberikan informasi mengenai relevansi setiap studi dalam konteks pengguna. E-tool di website dipergunakan untuk menavigasi review literature dengan penampilan yang menarik, hasil dari desainer grafis. Alat ini dievaluasi dengan menggunakan feedback dari pengguna-pengguna awal, survey online dan interview mendalam dengan informan-informan kunci.

Hasil: E-tool menunjukkan adanya ringkasan-ringkasan grafis yang memungkinkan pengguna dengan satu tampilan: jumlah studi yang relevan di literature, bermacam-macamnya bukti, dimana bukti masih kurang, dan bagaimana bukti yang mirip dengan situasi pengguna. Pengguna senang dengan penampilan visual dan mendapatkan pengalaman navigasi yang menyenangkan. Namun ada kekhawatiran bahwa kekurangan bukti dapat menentang opsi-opsi pembiayaan dan e-toolnya seperti terlalu menyederhanakan opsi kebijakan pembiayaan yang ada.

Sebagai kesimpulan dinyatakan bahwa bukti dapat dengan lebih mudah diakses dan dimengerti dengan menggunakan teknologi berbasis web dan penyajian grafis yang inovatif yang cocok dengan tujuan penggunaan dan knteksnya. Memang kemampuan tool e-mail tidak langsung terlihat nyata, tetapi dapat dipergunakan.

Biographical Details:

Jolene is an Economist with over 10 years' experience studying patient behaviour, health systems financing and medical poverty. Her applied research has focused primarily on the Economics of HIV/AIDS, Tuberculosis and maternal care, including treatment seeking behaviour, the financial burden of service use and the economic evaluation of complex interventions to improve health outcomes. She has worked directly with national governments, INGOs and local communities. Her current work is focussed on i) links between treatment seeking behaviour and poverty, ii) the impact of community participatory interventions on maternal capability, iii) the economic evaluation of a number of large scale interventions to reduce neonatal mortality and improve child development. She is also involved in the development of a number of new research initiatives.


2. Engaging policy makers in research on health inequalities in maternal and newborn health


penulis

Authors (3): Joanna Morrison (University College London. Institute for Global Health) , Priyanka Josson and Tanja Houweling (University College London. Institute for Global Health)

 

Presenter: Joanna Morrison (University College London. Institute for Global Health)

Paper ini membahas mengenai bagaimana melibatkan pengambil kebijakan dalam riset . Dimulai dengan pernyataan bahwa kurangnya pengetahuan mengenai riset untuk penetapan kebijakan dalam ketidakadilan di kesehatan ibu dan anak. Pendekatan yang dilakukan adalah, melakukan riset dan pendekatan kepada policy makers. Stakeholders engagement dibutuhkan karena pengambil kebijakan perlu tacit knowledge. Joana memaparkan tujuan berupa menyajikan hasil penelitian menegnai ketidakdilan dalam kesehatan ibu dan anak di negara dalam 6 tempat penelitian. Membahas efektivitas pendekatan untuk melibatkan pengambil kebijakan dan praktisi di dalam dialog untuk mengurang ketidakadilan dan mengisi kekuranga bukti.

Metode yang dipergunakan oleh Joanna dan teman-teman yaitu menyelenggarakan diskusi round-table dengan stakeholder kebijakan di level nasional dan lokal di 6 tempat dan menggunakan diskusi yang sama formatnya. Diskusi dicatat, direkam dan data dianalisis, dikategorisasi dalam: 'barriers to reaching marginalized groups', 'what works to reach the marginalized', and 'evidence gaps'. Ada lima langkah dalam model engagement yang dipakai yaitu: Start-up consultation, Regional Workshop, Dissemination, Uptake of recommendation, dan Study announcement

Hasil dipaparkan sebagai berikut: Diskusi-diskusi dapat mengidentifikasi hambatan-hambatan berupa kemiskinan, biaya, dan kekurangan akses ke pelayanan kesehatan yang bermutu yang mengkibatkan tidak adanya perkembangan kesehatan di kalangan yang terpinggirkan. Pendekatan yang khusus disesuaikan lebih disukai dan penting untuk mengidentifikasi kelompok-kelompk yang rentan dan terpinggirkan. Dari pengalaman ini para stakeholder merasakan adanya perbaikan umum dalam pelayanan kesehatan dan perbaikan akses untuk kelompok-kelompok terpinggirkan. Peran dari petugas kesehatan di garis depan sangat penting untuk menghubungkan masyarakat terpinggirkan dengan pelayanan kesehatan. Stakeholder merasa perlu bukti lebih banyak. Evaluasi ketat terhadap intervensi yang sukses dapat menjadi proses pembelajaran .

Dalam hasil penelitian ini, Joanna memaparkan banyaknya ketidakadilan dalam halam pengambilan kebijkan yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak di 6 negara tempat penelitian ini dilakukan. Penelitian ini juga membahas tentang efektivitas pendekatan untuk melibatkan para pengambil kebijakan dan praktisi dalam suatu dialog untuk mengurangi ketidakadilan tersebut dan mengisi kekurangan bukti.

Biographical Details:

Joanna is a senior research associate at the UCL Institute for Global Health. She works with local partners in Nepal to build research capacity and increase understanding of the issues affecting women and children's health, and retention of rural health workers. She is also part of a research consortium working with partners in Malawi, Bangladesh and India to research Maternal and Child Survival. She is interested in using participatory approaches to research and development, conducting process evaluations to understand the results of outcome evaluations, and specializes in qualitative research methodology. Current research interests are in local management of health facilities, retention of rural health workers, quality of care, measuring and understanding women's empowerment, inequalities in participation in community based organisations, and participatory community based interventions..


3. Cost-containment policies and health expenditure: communicating the evidence to OECD policy-makers


penulis

Banyak pemerintah di negara maju (OECD ) telah menetapkan kebijakan penghematan biaya di beberapa tahun terakhir. Lebih banyak lagi yang mempertimbangkan melakukan reformasi untuk menurunkan pembiayaan kesehatan dan meningkatakan efisiensi di sistem kesehatan.

 

Presenter: Rodrigo Moreno-Serra (Imperial College London. Centre for Health Policy)

Rodrigo memaparkan penelitiannya untuk menilai bukti empiris dalam pembiayaan publik mempengaruhi berbagai kebijakan kesehatan untuk mengendalikan peningkatan biaya dalam sistem kesehatan. Dalam presentasinya Rodrigo berfokus pada tantangan-tangan yang diharapi oleh para penulis untuk menyusun metode dan presentasi hasil agar menghasilkan hasil yang baik ke audiens yang terdiri atas pengambil kebijakan. Di sisi lain bagaimana harus memberikan diseminasi ke peneliti lainnya agar terjadi keseimbangan. Tantangannya banyak dengan catatan waktu sedikit untuk penyajian data kuantitatif yang sering sulit dipahami oleh pengambil kebijakan. Pelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman ini adalah: pertemuan tatap muka face to face masih diperlukan. Jadi tidak cukup hanya policy brief. Jika riset memang menjadi inisiatif pengambilan kebijakan memang akan lebih baik. Timing untuk pelibatan policy makers sangat penting. Tantangan untuk mempertahankan reputasi dan independensi merupakan isu utama. Termasuk disini adalah bagaimana memberikan kebenaran yang tidak menyenangkan.

Biographical Details:

Rodrigo Moreno-Serra is a health economist and MRC Research Fellow at Imperial College London's Centre for Health Policy. He obtained a PhD in Economics from the University of York and previous degrees from the University of Sao Paulo (Brazil). His professional appointments include spells at the World Bank, University of Sao Paulo and Federal University of Sao Paulo, as well as consultancy work for institutions such as WHO, OECD and the Rockefeller Foundation.

Relevansi untuk Indonesia:

Sesi ini menarik bagi para peneliti kebijakan kesehatan di Indonesia yang berusaha membangun kerjasama yang positif dengan pengambil kebijakan. Teknik melibatkan pengambil kebijakan dan presentasi serta bantuan teknologi dibahas pada sesi ini.

Penulis: Laksono Trisnantoro

Silahkan mengikuti reportase beberapa sesi yang diikuti oleh Tim UGM dalam bentuk reportase.  Bagian yang ingin membaca seluruh abstrak dapat klik di bagian bawah Tabel Struktur dan akan link ke website International Health Economics Association.

Selamat mengikuti

STRUKTUR KONGRES

Sabtu 6 Juli

Minggu 7 Juli

Senin 8 Juli

 Selasa 9 Juli

Rabu 10 Juli

 

Registrasi

Registrasi

Pengantar Reportase

Pengantar Reportase

Pengantar Reportase

 

Pra-Kongres
Symposia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sesi Pra-Kongres 1

 

reportase

Reportase Sesi 1.1

Reportase Sesi 1.2

Reportase Sesi 6

 

 

 

Reportase Sesi 10

 

 

 

 

Rehat

Rehat

Rehat

 

Rehat

Reportase Sesi 2.1

Reportase Sesi 2.2

Reportase Sesi 7

 

 

 

Reportase Sesi 11

 

 

 

 

Diskusi Pra-Kongres 1

 

 

Waktu Pindah

Waktu Pindah

Waktu Pindah

 

Reportase Sesi 3

Reportase Sesi 8

Reportase Sesi 8.2

Organized Session  

 

Makan Siang

 

Sesi 
Pra-Kongres 2

 

Makan Siang

Makan Siang

Makan Siang

 

Reportase Sesi 4

Pleno Siang 1

Pleno Siang 2

Pleno Siang 3

Reportase Sesi 12  

 

Rehat

 

Diskusi Pra-Kongres  2

Rehat

Rehat

Rehat

 

Reportase Sesi 5

Reportase Sesi 9

Reportase Sesi 13

 

Rehat

Waktu Pindah

Waktu Pindah

Waktu Pindah

 

Pleno Pembukaan

Jamuan Pembukaan

Concurrent Session 

Pleno

Laporan Post Congress

 

 


List Abstrak Pembicara


List Abstrak Pembicara


List Abstrak Pembicara

 

 

Mengapa ada Laporan ini?

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM sudah mempunyai tradisi bahwa setiap anggota yang pergi mengikuti kongres ilmiah harus memberikan laporan tertulis mengenai apa yang terjadi.

Tradisi ini diperluas dengan menuliskan dalam bentuk web yang dapat dinikmati oleh pembaca yang berminat. Dengan demikian akan ada kesempatan bagi pembaca yang tidak hadir di Kongres dan berniat memahami apa yang terjadi, untuk mengikuti dari jauh. Dalam kesempatan kongresi ini PKMK FK UGM bekerjasama dengan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia.

Laporan ini tersusun atas Pre-Congres, saat Congress, dan Pasca Congress. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM aktif di ketiga kegiatan. Dalam event Pre-Congres dengan judul Role of the Private Sector in Health System Simposium, Andreas Meliala, Krishna Hort, dan Laksono Trisnantoro memberikan presentasi oral dengan judul The Geographic Distribution of Specialis Doctors in a Mixed Public-Private system: Regulatory Challenges for Indonesia.

 

Pembicara dari Indonesia

Di dalam kongres, beberapa anggota PKMK FK UGM menyajikan paper oral antara lain: Tiara Marthias, Bahauddin dan Laksono Trisnantoro, serta Deni Harbianto. Selain Pembicara dari PKMK FK-UGM ada beberpa pembicara dari Indonesia lainnya seperti tercantum dibawah ini, berikut judul presentasi mereka :

  1. Which policy protects Indonesians from catastrophic health expenditure: demand-side or supply-side subsidies? A multilevel logistic analysis
    Citra Jaya, PT Akses
    Session: Government Financing for Health Care; Monday; 11.45 – 1.00 pm
     
  2. Capacity Planning for Haemodialysis Treatment for Social Health Insurance Beneficiaries in Indonesia
    Dedi Revelino Siregar, PT Askes
    Session: Utilizations of Health Care; Monday; 11.45 -1.00 pm
     
  3. Commercial Health Insurance Product Development in Private Sector to support National Social Security System
    Benny Hadiwibowo, PT Asuransi Jiwa InHealth Indonesia
    Session: Managing Insurance Programmes; Monday; 11.45 – 1.00 pm
     
  4. Revitalizations of Provider Management for Achieving a Sustainability of Social Health Insurance in Indonesia
    Maya Febriyanti Purwandari, PT Akses
    Session: Provider Practice; Monday 11.45 – 1.00 pm
     
  5. Maternal Health Care Utilization in Indonesia: Regional Economic Status and the Inequities
    Tiara Marthias, PKMK FK-UGM
    Session: Role of Universal Coverage in Maternal Care; Monday; 3.15 – 3.45 pm

     
  6. Increasing utilization and enhancing financial protection: empirical evidence from a national health insurance program for the poor in Indonesia
    Budi Hidayat, Universitas Indonesia
    Session: Impact of Insurance; Monday; 3.45 – 5.00 pm
     
  7. Success Factors of Community-Based Nutrition Programs in Reducing Gaps in the MDG Achievements
    Rooswanti Soeharno, ADB-Indonesia
    Session: What Affect Health III; Tuesday; 11:45 – 1.00 pm
     
  8. Determinants of Mental Emotional Disorder from Social Health Insurance Beneficiaries in Indonesia
    Wan Aisyiah Baros, PT Askes
    Session: What Affect Health III; Tuesday; 11:45 – 1.00 pm
     
  9. Behaviour in Employee Health Insuranc Provision by Small, Medium and Large Companies: Is there any difference? A Case Study from Indonesia
    Kurnia Sari, Universitas Indonesia
    Session: Effect of Insurance; Tuesday; 11.45 -1.00 pm
     
  10. The Impact of Askeskin on Adult Health Status
    Edy Purwanto, SurveyMETER, Indonesia
    Session: Effect of Insurance; Tuesday; 11.45 -1.00 pm
     
  11. Cost and intervention to improve maternal care at hospital level in Indonesia: Evidence from an Innovative intervention in NTT Province
    Mardiati Nadjib Rifai, Universitas Indonesia
    Session: Program Evaluation; Tuesday; 11.45 – 1.00 pm
     
  12. Can Indonesia improve socio-economic and geographical equity together? A historical analysis
    Laksono Trisnantoro, Gadjah Mada University
    Session: Socio-Economics and Health; Tuesday 11.45 – 1.00 pm
     
  13. Assessing Social Determinants as Predictors to Conversion to Hypertension: Evidence from the Indonesian Family Life Survey
    Kawandiyono, SurveyMETER
    Session: Socio-Economics and Health; Tuesday 11.45 – 1.00 pm
     
  14. Is Public Healthcare Subsidy Equitable? The Impact of Government Healthcare Subsidy on Health Equity by Regions
    Deni Harbianto, PKMK FK-UGM
    Session: Health Expenditure; Tuesday; 3.45 – 5.00 pm
     
  15. Emotional Well Being in the Aftermath of Bali Bombing
    Ni Wayan Suriastini, SurveyMETER
    Session: Health Status and Methodology; Wednesday; 11.45 – 1.00 pm
     
  16. Social and Economic Factor Related to Elderly Health Care Utilizations in Indonesia
    Siti Masfiah, Jendral Soedirman University
    Session: Utilizations; Wednesday; 11.45 – 1.00 pm

     
  17. Predictors of utilization on reproductive and sexual health care among adolescents in Indonesia: A data analysis of SKKRRI 2007
    Ni Komang Yuni Rahyani, Gadjah Mada University
    Session: Utilizations; Wednesday; 11.45 – 1.00 pm

     
  18. Expanding health insurance coverage for Indonesian informal workers
    Pujiyanto, Universitas Indonesia
    Session: Health Insurance for the poor; Wednesday; 11.45 – 1.00 pm
     
  19. Disparities Among Different Type of Health Insurance Schemes and Uninsured in Indonesia; Challenges to Equity and Access to Health Care
    Diah Puspandari, Gadjah Mada University
    Session: What Affect Access to Care; Wednesday; 11.45 – 1.00 pm
     
  20. Mothers Participation in Community Groups, Prenatal Care Utilization, and Infant Health
    Heni Wahyuni, Gadjah Mada University
    Session: Health Care Utilization; Wednesday; 3.45 – 5.00 pm
     

Sebagai catatan, sebagian pembicara dari Indonesia berasal dari pelatihan penulisan paper yang dilaksanakan oleh PKMK FK UGM pada tahun 2012 bersama dengan IDRC. Sementara itu dalam Post-Congress, PKMK FK UGM aktif di dalam kegiatan GNHE (Global Network in Health Equity). 

Laporan Kongres Dunia di Sydney ini akan dilakukan secara harian dengan mengacu pada Paper Utama di dalam Plenary serta dari sesi-sesi yang dinilai mempunyai relevansi besar untuk Indonesia.

  • toto
  • bandar togel 4d
  • live draw sgp
  • togel4d
  • slot777
  • scatter hitam
  • togel online
  • toto 4d/
  • toto slot
  • slot dana
  • bandar slot
  • scatter hitam
  • slot dana
  • slot resmi
  • bandar slot resmi
  • bandar slot
  • slot resmi
  • agen toto
  • slot dana
  • deposit 5000
  • login togel4d
  • link gacor
  • toto slot
  • situs slot
  • slot online
  • togel online
  • slot gacor
  • totoslot
  • wengtoto
  • bandar togel
  • toto slot
  • rajabandot
  • resmi 777
  • situs bandar slot
  • agen slot
  • bandar slot
  • slot online
  • bandar slot terbaik
  • slot resmi
  • slot88
  • slot 1000
  • jp togel
  • slot resmi terpercaya
  • slot gacor
  • slot resmi
  • slot online
  • rajabandot
  • togel4d
  • togel4d
  • togel4d
  • slot kasih maxwin
  • sultan slot
  • slot gacor bagi thr
  • bandar slot
  • slot777
  • slot asia
  • tototogel
  • jptogel
  • slot 1000
  • bandar slot asia
  • bandar slot terbesar
  • bandar slot gacor
  • situs bandar slot
  • slot online