Webinar Terkait Bab VII. Sumber Daya Manusia Kesehatan
Diskusi ke-13 UU Kesehatan
|
Diskusi ke-11 UU Kesehatan
|
Diskusi ke-1 UU Kesehatan
|
Diskusi ke-13 UU Kesehatan
|
Diskusi ke-11 UU Kesehatan
|
Diskusi ke-1 UU Kesehatan
|
Upaya Kesehatan Masyarakat dan Public health essential services membahas program-program kesmas essential yang selama ini menjadi tanggung jawab dinas kesehatan daerah dan UPT puskesmas. Masyarakat praktisi ini ingin mempelajari pasal-pasal UU Kesehatan 2023 yang berkaitan dengan masalah di dinas dan di puskesmas, dan bagaimana pasal-pasal itu diterjemahkan ke dalam kebijakan daerah dan di implementasi di tingkat dinkes, puskesmas, dan komunitas tingkat desa. Akan dibahas kesesuaian antara program-program kesmas selama ini dengan kebutuhan masalah kesmas dalam rangka memperkuat fungsi Upaya Kesehatan Masyarakat (Essential Public Health Services).
Penanggung jawab : Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA
Bagi yang berminat silahkan mendaftar menjadi anggota masyarakat praktisi Upaya Kesehatan Masyarakat.
Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Pasal 409 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, pendanaan kesehatan dialokasikan sesuai program kesehatan nasional dan kebutuhan kesehatan daerah dengan memperhatikan penganggaran berbasis kinerja yang perlu dituangkan dalam rencana induk bidang kesehatan. Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran bidang Kesehatan yang bersifat adaptif terhadap transformasi kebijakan yang disusun berdasarkan kebutuhan pembangunan Kesehatan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Rencana Induk Bidang Kesehatan ini mempunyai tujuan untuk menjadi alat dalam upaya melakukan harmonisasi target Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta pemangku kepentingan lainnya dan harmonisasi perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja bidang Kesehatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta pemangku kepentingan lainnya. Rencana Induk Kesehatan berperan strategis untuk menggantikan kebijakan mandatory spending.
Bagi yang berminat silahkan mendaftar menjadi anggota masyarakat praktisi pada link berikut
Tinggal di wilayah Indonesia, semua unsur dari masyarakat, swasta, hingga pemerintah diharuskan siap dan tanggap menghadapi situasi bencana. Baik bencana alam maupun bencana non alam seperti wabah penyakit menular dapat mengancam sistem kesehatan, fasilitas kesehatan dan masyarakat kita kapan saja. Oleh karena itu, urusan kebencanaan telah diatur dalam peraturan tertinggi yakni undang-undang hingga peraturan turunannya, sampai ke peraturan di tingkat sub nasional.
Sektor kesehatan, tidak luput dalam upaya kesiapsiagaan dan tanggap bencana ini. Sektor kesehatan telah mengatur manajemen bencana dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 hingga digantikan oleh Undang-Undang Kesehatan No.17 Tahun 2023 baru-baru ini. Terdapat lebih dari 40 kata bencana disebutkan dalam keseluruhan bab dan pasal di UU Kesehatan No.17 tahun 2023. Istilah bencana kesehatan menjadi sebutan dalam undang-undang kesehatan terbaru ini.
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM bekerjasama dengan Pokja Bencana FK-KMK UGM sejak pasca bencana Tsunami Aceh tahun 2004 berfokus pada upaya pengkajian manajemen bencana kesehatan di Indonesia, termasuk melakukan berbagai kegiatan pelatihan dan advokasi manajemen bencana kesehatan. Tim ini juga turut terlibat dalam upaya penanganan baik ditanggap darurat maupun pada masa transisi hingga pemulihan bagi daerah terdampak di Indonesia. Tim ini juga turut mengikuti dan berpartisipasi pada proses perumusan Undang-Undang Kesehatan, khususnya pada hal-hal terkait bencana dan krisis kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut, tim ini mengajak rekan sekalian baik dari pemerhati manajemen bencana kesehatan maupun pemerhati kebijakan dan pemerhati kegiatan kemanusiaan untuk berdiskusi. Diskusi ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk peraturan turunan dari undang-undang kesehatan bagi kepentingan masyarakat yang terdampak akibat bencana khususnya di sektor kesehatan kedepannya.
Narasumber Madelina Ariani, MPH (Peneliti dari PKMK FK-KMK UGM)
Ditetapkannya Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2023 Kesehatan turut mereformasi proses pendidikan profesi dokter spesialis (PPDS) diIndonesia. UU tersebut memberikan ruang bagi keberadaan dua model pendidikan dokter spesialis, yaitu pendidikan dokter spesialis oleh Perguruan Tinggi (university-administered) dan pendidikan dokter spesialis oleh Rumah Sakit Penyelenggara Pendidikan (college-administered). Perkembangan pendidikan dokter spesialis dari satu menjadi dua model tersebut perlu untuk dilihat dalam dua cara pandang:
Masyarakat Praktisi Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis ini dibentuk sebagai sarana yang secara komprehensif memahami, mendiskusikan, dan mengusulkan berbagai kebijakan terkait pendidikan dokter spesialis dari beragam perspektif stakeholders. Masyarakat Praktisi ini dilaksanakan dengan mengedepankan analisis IPO (input-process-output) dalam mengkaji suatu fenomena yang terjadi pada pendidikan dokter spesialis. Sehingga, rekomendasi yang dihasilkan oleh Masyarakat Praktisi ini harapannya dapat akurat (sesuai dengan konteks terkini), operasional, solutif, dan dapat diterima oleh seluruh stakeholders terkait.
Kegiatan yang diselenggarakan Masyarakat Praktisi Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis dikategorikan berbasis pada subjek. Terdapat tiga subjek utama dalam Masyarakat Praktisi ini, yaitu: (1) Residen, (2) Tenaga pengajar, dan (3) Wahana Pendidikan. Kajian dan diskusi pada masing-masing subyek akan dirinci secara runtut dan mendalam, serta dibahas secara multi-perspektif (akademisi, praktisi, payer, dan regulator).
Beberapa isu yang diusulkan sebagai topik pembahasan Masyarakat Praktisi ini tertuang pada tabel di bawah ini:
Subyek | Input | Process | Output |
Residen |
|
|
|
Tenaga Pengajar (Dosen/instruktur di RS/Wahana Pendidikan) |
|
|
|
RS/Wahana Pendidikan |
|
|
|
Bentuk kegiatan yang diselenggarakan dalam Masyarakat Praktisi ini diantaranya:
Bagi yang berminat silahkan mendaftar menjadi anggota masyarakat praktisi Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis
Tahap 1: tanggal 8 Agustus 2023 – 26 Agustus 2023
tahap 2: tanggal 28 Agustus 2023 – 8 Oktober 2023
Undang-Undang Kesehatan yang dibentuk berdasarkan metode Omnibus Law baru saja disahkan pada tanggal 11 Juli 2023 lalu, dan saat ini telah mendapatkan penomoran sehingga penyebutannya adalah Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dengan menggunakan pendekatan OBL. Ada berbagai UU yang kini dicabut dengan adanya Undang-Undang No, 17 Tahun 2023, seperti:
Karakteristik peraturan yang dibentuk berdasarkan metode ini adalah memiliki banyak muatan, sesuai dengan namanya Omnibus yang berarti satu bus yang memiliki banyak muatan (Calage dalam Christiawan, 2021). Berdasarkan isinya yang bermacam-macam maka umum disebut sebagai aturan payung untuk merujuk pada perubahan-perubahan yang terjadi pada peraturan yang kekuatan hukumnya di bawah Undang-Undang, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Kementerian dan peraturan lain sesuai dengan hirarki yang terdapat di Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Metode ini lazim dilaksanakan pada negara yang memiliki sistem hukum common law, yang mana sempat menimbulkan reaksi publik yang cukup kuat terutama pada proses pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja pada tahun 2019. Kemudian terdapat cacat formil di dalamnya karena unsur partisipasi masyarakat yang minim. Oleh karena itu pada saat Undang-Undang Kesehatan disusun dengan metode OBL, kesempatan partisipasi publik dibuka lebih banyak dibanding Undang-Undang Cipta Kerja. Jejak partisipasi masyarakat dapat ditelusuri dari rekaman-rekaman rapat dengar pendapat dan sosialisasi yang diumumkan melalui bantuan teknologi sehingga bisa diakses kapan saja.
Isu penting dalam UU Kesehatan ini adalah mengenai fungsi sebagai landasan hukum untuk reformasi Kesehatan. Reformasi kesehatan secara luas didefinisikan sebagai sebuah perubahan berkelanjutan dan terarah untuk meningkatkan efisiensi, pemerataan, dan efektivitas sektor kesehatan. Ditinjau dari metafora klasik mengenai Health System Control Knobs, reformasi kesehatan yang sejati terjadi jika lebih dari satu knobs dikelola secara bersamaan melalui siklus reformasi (Roberts et al. 2004). Gambar di bawah ini menunjukkan metafora reformasi.
Metafora ini menyatakan bahwa system Kesehatan dapat direformasi dengan mengubah berbagai tombol secara bersaman Tidak hanya 1 tombol tapi diharapkan semua tombol. Dengan merubah semua tombol tersebut diharapkan ada peningkatan status Kesehatan masyrakat, peningkatan kepuasan, dan melindung risiko terhadap penyakit katastropik.
Di Indonesia, belum pernah ada Reformasi Kesehatan secara menyeluruh sebelum pandemi Covid-19. Berbagai UU terkait kesehatan (sekitar 10) disusun dalam kerangka waktu lebih dari 15 tahun. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi tumpang-tindih dan ketidak sinkronan kebijakan di sector Kesehatan. Sebagai catatan 2 UU terkait Kesehatan tidak masuk dalam OBL ini yaitu UU mengenai SJSN di tahun 2004, dan UU mengenai BPJS di tahun 2011.
Pada tahun 2019 sebelum terjadi Covid19 pernah ada wacana untuk melakukan Reformasi Kesehatan, namun tidak sampai dalam tahap merubah seluruh berbagai UU dengan metode OBL. Ketika terjadi Covid19, dirasakan bahwa memang diperlukan perubahan menyeluruh. Dengan pengalaman Covid-19, Transformasi Sistem Kesehatan dicanangkan sebagai langkah awal percepatan Reformasi Sistem Kesehatan di Indonesia. Gambar di bawah ini menunjukkan komitmen Kementerian Kesehatan dalam Transformasi Kesehatan.
Metafora yang digunakan dalam Transformasi Kesehatan berbeda dengan yang ada di reformasi Kesehatan. Akan tetapi prinsipnya sama dimana harus ada outcome yang terukur untuk sebuah transformasi. Dalam metafora rumah ini , di atas ada tujuan yang mewujudkan visi Presin Jokowo agar terjadi masyarakat yang sehat, produktif, mandiri, dan berkeadilan. Untuk mewudjudkannya terdapat 6 pilar tranformasi. Undang-Undang Kesehatan dirancang sebagai dasar hukum dari Transformasi Sistem Kesehatan yang terdiri dari 20 Bab dimana setiap bab dan pasalnya saling terkait sesuai dengan prinsip reformasi. Sebagai contoh, dengan masuk ke UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, kesehatan jiwa diharapkan dapat dikelola dengan lebih baik termasuk dalam hal pendanaan, SDM Kesehatan, teknologi, obat-obatan, dan berbagai pendukung lainnya yang tercantum dalam UU Omnibus Law (OBL) Kesehatan. Dengan demikian ada harapan dapat dikembangkan Kesehatan jiwa yang bertransformasi. Harapan ini bergantung pada kualitas penulisan regulasi turunan UU Kesehatan yang diharapkan dapat lebih aplikatif dan dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya kesehatan jiwa.
Setelah diundangkan dan kini memiliki kekuatan hukum, partisipasi masyarakat untuk mengawal Undang-Undang Kesehatan tidak berhenti begitu saja karena masih terdapat peraturan-peraturan turunan yang harus diselesaikan oleh Pemerintah. Tanpa ada aturan pelaksanaan yang baik, pelaksanaan UU OBL ini dapat gagal.
Oleh karena itu, peneliti di PKMK UGM perlu menguasai cara untuk memahami perubahan-perubahan yang terjadi dengan analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan. Analisis peraturan perundang-undangan dibutuhkan untuk melihat lebih dalam konten-konten yang terdapat di perundang-undangan. Masalah yang umumnya timbul dalam peraturan perundang-undangan antara lain adalah, tidak mampunya perundang-undangan berfungsi secara efektif sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap keandalan perundang-undangan menurun, tatanan hukum yang tidak berjalan dengan baik, daya guna peraturan perundang-undangan rendah dan kurang memberi kepastian hukum.
A. Materi Dasar
1. Pedoman Analisis dan Evaluasi (ANEV)
Materi yang perlu diketahui oleh pelaku analisis dan evaluasi perundang-undangan akan diambilkan dari Pedoman Analisis dan Evaluasi (ANEV) yang telah dibuat oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) (Kemenkumham BPHN, 2019). Pada materi ANEV tersebut memuat setidaknya langkah-langkah yang perlu dilaksanakan untuk mendapatkan hasil ANEV yang baik:
1. Inventarisasi bahan
Bahan yang dimaksud antara lain adalah peraturan perundang-undangan yang akan dilakukan analisisi dan evaluasi, terutama yang berkaitan dengan isu yang akan diangkat. Ketentuan peraturan yang akan diinventaris tidak terikat pada Undang-Undang saja, tetapi juga bisa peraturan-peraturan turunannya. Kemudian, juga terdapat data pendukung seperti:
2. Analisis
Proses analisis jika merujuk pada metode yang digunakan BPHN terdapat 6 Dimensi. Dimensi ini digunakan sebagai variabel penilaian, yang terdiri dari:
2. Pasal-Pasal dalam Undang-Undang no 17 2023 tentang Kesehatan. klik pada link berikut
3. OBL dan Reformasi Kesehatan
{jcomments on}
{jcomments on}