Modul 3b. Ketrampilan komunikasi interpersonal untuk menyampaikan hasil

Modul 3B. Ketrampilan komunikasi interpersonal untuk menyampaikan hasil

  Deskripsi

Ketika kita sebagai akademisi dan peneliti merasa bahwa rekomendasi dan saran kita tidak diikuti, mungkin kita harus bertanya: Apakah penelitian kita menjawab pertanyaan-pertanyaan para pembuat kebijakan? Apakah kita mendengarkan mereka? Apakah kita mendengarkan apa yang mereka butuhkan? Ketika para pembuat kebijakan tidak menggunakan rekomendasi kebijakan kita, sudahkah kita melihat ke dalam agenda kebijakan mereka?

Di departemen pemerintah, terkumpul begitu banyak literatur dan rangkuman yang ditujukan untuk menangani beragam masalah, terakumulasi selama bertahun-tahun, namun ternyata mereka masih menghadapi pertanyaan yang sama. Sebagian besar masalah tersebut mungkin sudah diselesaikan di atas kertas, namun operasionalisasi dari solusi yang diusulkan mungkin belum ada.

Namun, kita tidak bisa merekomendasikan petunjuk pelaksanaan dan operasional jika penelitian kita tidak sejalan dengan pemikiran para pembuat kebijakan. Kita harus sedekat mungkin dengan arah para pembuat kebijakan; kebijakan harus "dijual" sedemikian rupa (dengan tetap menjaga standar penelitian), memberikan arah yang jelas, termasuk menunjukan trade-off yang jelas.

Jika kita telah memastikan bahwa kita sudah melakukan semua hal di atas, maka pertanyaan berikutnya adalah apakah kita memiliki keterampilan untuk mengkomunikasikan hasil penelitian yang telah kita lakukan.

Komunikasi, pertukaran ide dan informasi, adalah inti dari bagaimana orang berinteraksi satu sama lain dalam hal berbagi ide dan bekerja secara efektif bersama-sama. Namun kenyataannya sebagian besar konflik terjadi akibat komunikasi yang salah antara pengirim dan penerima.

Selain itu, bagaimana Anda berkomunikasi akan berdampak pada bagaimana orang lain berkomunikasi dalam tim Anda. Bagaimana anggota tim berkomunikasi berdampak pada produktivitas dan efisiensi tim Anda. Pemahaman yang lebih baik tentang proses komunikasi, bagaimana kita berkomunikasi, perangkap tersembunyi dalam komunikasi, dan peningkatkan keterampilan komunikasi dapat membantu tim meningkatkan kinerja mereka dan membantu anggota tim meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal mereka.

Jadi, modul ini tidak hanya menyinggung tentang ketrampilan mengkomunikasikan hasil penelitian kepada para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan, tetapi juga ketrampilan komunikasi interpersonal di dalam tim.

  Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini, peserta akan lebih memahami berbagai keterampilan interpersonal yang diperlukan dalam menyampaikan hasil penelitian kepada para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan.

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mempelajari modul ini dan membaca bahan-bahan bacaan yang direkomendasikan, peserta akan:

  1. Memahami langkah-langkah kegiatan advokasi
  2. Memahami keuntungan dari jejaring (networking) dalam kegiatan penyampaian hasil penelitian kepada para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan.
  3. Memahami ketrampilan interpersonal yang perlu dikembangkan

 

  Modul 3.B.1 Melakukan advokasi

Advokasi adalah hal yang pertama dan merupakan proses yang terpenting yang terjadi antara peneliti dan para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan. Advokasi berjalan selama waktu yang tidak ditentukan, kadang-kadang singkat namun sering kali panjang. Advokasi juga harus strategis dan merupakan kegiatan tertarget yang dirancang dengan baik untuk pemangku kepentingan maupun pengambil keputusan. Dan terakhir, advokasi selalu diarahkan untuk mempengaruhi kebijakan, hukum, peraturan, program, atau keputusan pendanaan yang dibuat di sektor publik atau swasta. Kegiatan advokasi dapat dilakukan pada tingkat nasional, regional, atau lokal. Advokasi harus dibedakan dari konsep yang informasi, pendidikan, dan komunikasi (KIE). Advokasi adalah serangkaian tindakan yang diarahkan untuk para pembuat kebijakan untuk mendukung isu-isu kebijakan tertentu.

Tahapan dalam Proses Advokasi:

Definisikan isu. Advokasi dimulai dengan sebuah isu atau masalah yang kita dukung untuk mempromosikan perubahan kebijakan.

Tetapkan Tujuan dan Sasaran. Tujuan adalah pernyataan umum tentang apa yang diharapkan untuk dicapai dalam jangka panjang (tiga sampai lima tahun). Tujuan advokasi menggambarkan prestasi jangka pendek yang spesifik dan terukur yang berkontribusi terhadap tujuan advokasi.

Mengidentifikasi Audien/Target. Yang termasuk kelompok sasaran utama adalah mereka para pengambil keputusan yang mempunyai wewenang untuk membawa isu tentang perubahan kebijakan yang diinginkan. Yang termasuk kelompok sasaran sekunder adalah orang yang memiliki akses dan mampu mempengaruhi audien-lain, pembuat kebijakan utama, teman atau kerabat, media, tokoh agama, dll. Kita harus mengidentifikasi individu dalam audien/target, posisi mereka, dan basis kekuatan relatif dan kemudian menentukan tingkat dukungan mereka: apakah mendukung, menentang atau netral terhadap isu advokasi.

Membangun Dukungan. Membangun konstituen untuk mendukung isu advokasi adalah penting untuk keberhasilan. Semakin besar basis dukungan, semakin besar peluang keberhasilan. Kita harus membuat aliansi dengan kelompok peneliti lain, LSM, jaringan, donor, koalisi, kelompok-kelompok sipil, asosiasi profesi, tokoh masyarakat, aktivis, dan individu yang mendukung masalah ini dan akan bekerjasama dengan kita untuk mencapai tujuan advokasi kita. Bagaimana kita mengidentifikasi kolaborator potensial? Kita dapat menghadiri konferensi dan seminar, meminta dukungan dari media, mengadakan pertemuan publik, publikasi, dan menggunakan jaringan berbasis internet.

Mengembangkan Pesan. Pesan advokasi dikembangkan dan disesuaikan dengan sasaran tertentu untuk membingkai masalah dan membujuk penerima untuk mendukung posisi kita. Ada tiga pertanyaan penting untuk menjawab ketika mempersiapkan pesan advokasi: Siapakah yang kita coba capai dengan pesan ini? Apa yang kita ingin capai dengan pesan ini? Apa yang kita inginkan dari penerima dari pesan untuk dilakukan sebagai hasil dari pesan (tindakan yang kita ingin diambil)?

Pilih Saluran Komunikasi. Pemilihan media yang paling sesuai untuk pesan advokasi tergantung pada target audiens. Pemilihan media akan berbeda untuk (a) mencapai masyarakat umum, atau (b) mempengaruhi pembuat keputusan, atau (c) mendidik media, atu (d) menghasilkan dukungan untuk isu di antara yang berpikiran organisasi / jejaring dll. Beberapa saluran yang lebih umum dari komunikasi untuk inisiatif advokasi termasuk press kit dan siaran pers, konferensi pers, lembar fakta/fact sheet, debat publik, konferensi bagi para pembuat kebijakan, dll.

Kumpulkan Dana. Sumber daya diperlukan untuk pengembangan dan penyebaran materi, perjalanan anggota tim peneliti untuk bertemu dengan pembuat keputusan dan menghasilkan dukungan, menanggung biaya pertemuan atau seminar, menyerap biaya komunikasi, dll.

Mengembangkan Rencana Implementasi. Kita harus mengembangkan rencana implementasi untuk memandu kegiatan kampanye dan advokasi. Rencana harus mengidentifikasi kegiatan dan tugas, orang/komite yang bertanggung jawab, kerangka waktu yang diinginkan, dan sumber daya yang dibutuhkan.

Selain dari kegiatan sebagaimana ditetapkan dalam rencana advokasi, kita harus menyadari dua kegiatan yang berkelanjutan dan terus-menerus penting yang perlu dilakukan, yakni mengumpulkan data serta pemantauan dan evaluasi.

Mengumpulkan Data. Pengumpulan data mendukung banyak dari tahapan proses advokasi. Tim peneliti harus mengumpulkan dan menganalisis data untuk mengidentifikasi dan memilih masalah mereka, serta mengembangkan tujuan advokasi, membuat pesan, memperluas basis dukungan mereka, dan mempengaruhi pembuat kebijakan.

Memantau dan Mengevaluasi. Seperti pengumpulan data, pemantauan dan evaluasi terjadi selama proses advokasi. Sebelum melakukan advokasi, kita harus menentukan bagaimana akan memantau rencana pelaksanaannya. Kita harus memutuskan bagaimana akan mengevaluasi atau mengukur kemajuan dan hasil. Dapatkah kita secara realistis mengharapkan untuk membawa perubahan dalam kebijakan, program, atau dana sebagai hasil dari upaya? Secara spesifik, apa yang akan berbeda setelah selesainya kampanye advokasi? Bagaimana kita tahu bahwa situasi telah berubah?

Kegiatan advokasi yang sering kali dilakukan di lingkungan yang bergejolak. Seringkali, kita tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti setiap langkah dalam proses advokasi sesuai dengan model yang disajikan di sini. Namun demikian, pemahaman yang sistematis dari proses advokasi akan membantu advokat merencanakan dengan bijaksana, menggunakan sumber daya secara efisien, dan tetap fokus pada tujuan advokasi.

 

  Modul 3.B.2 Membentuk Jejaring

Adanya jejaring tim peneliti dapat berharga dalam advokasi kebijakan karena jejaring menciptakan struktur untuk organisasi dan individu untuk berbagi kepemilikan tujuan bersama. Untuk sukses, jejaring harus terorganisir dengan baik dan beroperasi secara efisien. Anggota pendiri harus menyatukan sumber daya, waktu, tenaga, dan bakat dari orang dan organisasi yang berbeda dan terampil dalam memanfaatkan peluang untuk mempengaruhi proses kebijakan berdasarkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Poin kunci jejaring adalah sebagai berikut:

  1. Jejaring dapat terdiri dari personal atau kelompok professional; bersifat formal atau informal; temporer atau permanen.
  2. Anggota dari sebuah jejaring paling tidak memiliki satu kesamaan dengan anggota organisasi lain dari jejaring tersebut.
  3. Jejaring advokasi adalah alat yang berguna dan kuat untuk mencapai tujuan bersama.
  4. Jejaring advokasi efektif karena menyediakan sebuah struktur yang memungkinkan organisasi dan individu untuk bekerja sama, berkolaborasi, dan membagi keahlian dan sumber daya untuk mempengaruhi kebijakan.
  5. Untuk menjadi advokat yang efektif, jejaring harus mengembangkan kemampuan yang memungkinkan mereka untuk terlibat dialog dengan pembuat keputusan pada berbagai tingkatan.
  6. Jejaring yang efektif terorganisasi dengan baik, membangun identitas tim, fungsi mengacu pada norma dan prosedur yang disetujui, membentuk system dan struktur pembuatan keputusan dan komunikasi, dan menggunakan masing-masing kemampuan anggota dan sumberdaya untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal.

Pembentuk jejaring harus menentukan pengelolaan logistik. Misalnya, apakah pertemuan mereka diselenggarakan secara ad hoc atau dijadwalkan secara teratur setiap bulan atau dua mingguan? Pertemuan dapat memakan waktu dan membuat frustasi, namun hal ini menjadi perlu jika jejaring ingin memenuhi tujuan advokasinya. Tantangannya adalah membuat pertemuan menjadi produktif dan sesingkat mungkin dengan mengikuti aturan dasar seperti menggunakan agenda, melibatkan fasilitator, menggunakan tambahan waktu (jika ada) dengan efektif, menyusun agenda pertemuan berikutnya, dan mengevaluasi pertemuan dan membuat kesimpulan.

Berdasarkan keterampilan dan keahlian profesional anggota, tentukan apa yang akan menjadi peran individu dalam jejaring. Apakah tanggung jawab dibagi melalui gugus tugas atau komite? Haruskah ada steering committee yang dipilih untuk mengawasi kegiatan?Apakah mekanisme rotating coordination sesuai? Bagaimana identitas dibentuk untuk jejaring? Akan dinamai apa jejaringnya? Apakah sumber daya keuangan tersedia untuk hal-hal seperti kop surat dan ongkos kirim? Jika tidak, bagaimana anggota tetap berhubungan? Rincian seperti ini harus diputuskan dalam tahap perencanaan jejaring, dan dapat direvisi kemudian jika diperlukan.

Memastikan anggota mendapatkan informasi dan tetap terlibat merupakan pertimbangan penting. Komunikasi dapat mempertahankan momentum, kepercayaan dan kepentingan yang ada. Hal ini juga meminimalkan kesalahpahaman dan dapat mengidentifikasi potensi masalah sebelum menjadi masalah serius. Anggota harus menerima notulensi dari pertemuan, update, siaran pers, dan informasi tentang aktifitas atau rencana kegiatan. Apakah ada dana dan mekanisme untuk komunikasi ini?

Dengan menginvestasikan waktu di awal untuk menentukan bagaimana jejaring harus berfungsi, anggota dapat menghindari banyak masalah dan kesalahpahaman di kemudian hari. Setelah isu manajemen jejaring disepakati, barulah anggota jejaring bebas untuk berkonsentrasi pada pencapaian tujuan advokasi mereka.

Situs jejaring – Sebuah platform interaktif

Situs jejaring penelitian dapat menjadi platform komunikasi yang sangat kuat. Situs jejaring merupakan "rumah" untuk informasi, yang memungkinkan para partisipan penelitian untuk berbagi informasi antara satu dengan lainnya secara efisien. Selain itu juga memfasilitasi interaksi dengan komunitas luar yang membuat, menggunakan, dan mengevaluasi kebijakan.

Sekelompok peneliti seharusnya memiliki situs jejaring professional. Situs tersebut harus terstuktur dengan baik, menyajikan kontennya dalam cara yang mudah diakses dan digunakan. Situs harus mempublikasikan hasil penelitian yang dilakukan dalam jejaring dan secara jelas mengidentifikasi siapa anggota jejaringnya. Harus diingat bahwa penyajian situs konsorsium harus tetap online bahkan setelah penelitian selesai dan dapat diakses masyarakat luas.

Jika dikembangkan sebagaimana merstinya, situs jejaring memiliki sebuah kapasitas interaksi yang komunikatif. Selain dapat mendiseminasi temuan kebijakan yang relevan yang ditargetkan, sebuah situs jejaring penelitian juga memiliki potensi untuk mengakomodasi input dari komunitas pembuat kebijakan yang lebih luas.

Situs jejaring kebijakan bagaimanapun juga harus diperbaharui secara aktif. Tidaklah cukup hanya memiliki situs jejaring dengan halaman muka yang statis dengan deskripsi penelitian dan alamat email saja. Sebuah jejaring penelitian seharusnya memiliki sebuah seksi atau "pojok" dari situs jejaringnya yang didedikasikan untuk isu-isu kebijakan. Pada seksi ini harus terdapat basis data kebijakan yang dapat diunduh dari penelitian itu sendiri dan link ke dokumentasi para pihak ketiga yang terkait, misalnya perundang-undangan, instruksi, dan position paper. Jika dimungkinkan situs juga harus memiliki mekanisme interface (misal: forum, ruang obrolan atau blog) untuk menangkap masukan dari pihak luar. Jika dibuat dan dirawat dengan baik, sebuah situs jejaring dapat memfasilitasi dialog dengan semua stakeholder yang terkait dan meningkatkan tingkat respon dari penelitian kebijakan.

Untuk mengeksplorasi potensi komunikasi dari situs jejaring, sebuah tim penelitian harus mengalokasikan sumber daya (waktu, keahlian, dan dana) untuk itu. Kemampuan khusus dibutuhkan untuk membangun dan memelihara situs jejaring. Maka dari itu koordinator penelitian harus memasukkan tenaga profesional TI ke dalam anggaran tim diseminasi.

 

  Modul 3.B.3 Mengembangkan Ketrampilan Komunikasi Interpersonal

Kemampuan interpersonal sangat penting untuk produktivitas di lembaga penelitian yang semakin banyak menggunakan pendekatan tim untuk menyelesaikan tugas-tugas kompleks dalam organisasi. Para pemimpin harus memahami, memotivasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Tidak peduli kecemerlangan pemikiran atau pendekatannya, meyakinkan orang lain untuk bekerja untuk mencapai apa yang diinginkan memerlukan keterampilan interpersonal yang dikembangkan dengan baik.

Interpersonal skill mencakup empati, kebijaksanaan, menghormati, menolong, integritas, keterbukaan dan sopan untuk ide-ide dan budaya orang lain, mendengarkan secara aktif, komunikasi tertulis dan lisan yang efektif dan sensitif, fleksibilitas kognitif, kematangan emosional, memahami posisi orang lain, dll. Ketrampilan interpersonal menunjang atmosfer keyakinan dan kepercayaan yang menumbuhkan hubungan yang berharga dan menginspirasi kelompok atau tim untuk menyelesaikan tugas-tugas organisasi.

Keterampilan interpersonal ditunjukkan setidaknya melalui kesadaran diri dan pemahaman tentang dampak seseorang pada orang lain, dan empati terhadap kebutuhan orang lain. Individu dengan keterampilan interpersonal yang kuat bersedia dan mampu untuk melihat sesuatu dari perspektif lain, mencerminkan pemahaman tentang masalah lain, dan menunjukkan kemampuan mendengarkan yang memungkinkan orang lain untuk menjadi dan merasa didengarkan. Mereka memperlakukan orang lain dengan hormat, memahami dan menggunakan bahasa tubuh yang efektif, dan membangun kepercayaan. Semua anggota harus penuh perhatian terhadap isyarat emosional, berkolaborasi dengan orang lain, dan mencari umpan balik untuk memperjelas masalah dan memastikan saling pengertian antara tujuan dan sasaran kinerja.

Mendengarkan adalah keterampilan yang diremehkan. Kebanyakan orang percaya bahwa mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan melalui berbicara. Banyak orang sukses, bagaimanapun juga, menghabiskan waktu lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.

Untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam advokasi, anggota jejaring memiliki tanggung jawab untuk berkomunikasi dengan satu sama lain seefektif mungkin. Mereka harus mengirimkan pesan mereka dengan cara yang memastikan bahwa pendengar mengerti maksud dari pesan tersebut. Demikian pula, mereka harus dapat menafsirkan pesan tepat sepertiyang dimaksudkan oleh pengirim pesan.

Mengembangkan kemampuan komunikasi yang baik merupakan hal yang menantang. Sebuah jejaring akan lebih efektif jika semua anggota berusaha untuk mengirimkan pesan mereka dengan jelas dan mendengarkan dengan cermat apa yang orang lain katakan. Dengan cara itu, pengetahuan, pengalaman, dan keahlian khusus dari anggota dapat dibagi dan digunakan atas nama tujuan jejaring.

Komunikasi yang efektif dimulai dengan memahami bagaimana proses komunikasi itu sendiri. Model Pengirim-pesan-saluran-penerima menggambarkan proses komunikasi. Model tersebut adalah sebagai berikut:

g3b

1. Pengirim Pesan

Pengirim pesan harus mengerti enam variabel pada saat berkomunikasi dengan orang lain.

•  Kemampuan berkomunikasi pengirim pesan
•  Sikap pengirim pesan
•  Tingkat pengetahuan pengirim pesan
•  Posisi social pengirim pesan
•  Budaya pengirim pesan
•  Umpan balik yang diterima pengirim pesan

Masing-masing variabel mempengaruhi bagaimana kita menyampaikan pesan dan bagaimana pesan akan diterima.

Kemampuan berkomunikasi pengirim meliputi mendengarkan, berbicara, menulis, membaca,m\ komunikasi non-verbal, berpikir dan logika pemikiran.

Sikap pengirim didefinisikan sebagai kecenderungan umum seseorang untuk merasa sesuatu atau tentang sesuatu. Sebuah proses internal bawah sadar yang khas yang seseorang mungkin menggunakan ketika berkomunikasi adalah (1) "Apakah orang tersebut sedang menghakimi saya?" (2)"Apakah orang menilai masalah saya, keyakinan, ide, tujuan, dll, yang saya coba komunikasikan" (3) "Apakah orang tersebut layak disimak dari perspektif hidup saya?" (4) "Saya memutuskan untuk mendengarkan orang ini dari perspektifnya".

Yang penting untuk dimengerti tentang sikap terhadap penerima adalah bahwa ada dialog internal yang terjadi di bawah sadar yang sering menghambat kemampuan untuk mengirim atau menerima. Jika dialog bawah sadar tidak dibawa ke tingkat kognitif, maka dapat menghambat komunikasi yang efektif.

Tingkat pengetahuan Pengirim Jika kita memiliki pengetahuan dan percaya diri dalam pengetahuan kita, maka kita menyampaikan pesan kita jauh berbeda dibandingkan jika kita tidak tahu isi atau tidak percaya diri dalam mengetahui isinya.

Posisi sosial Pengirim Bagaimana hirarki dalam tim? Apakah orang-orang menghargai apa yang saya harus komunikasikan? Jika tim memandang pengirim sebagai anggota tim yang berharga, maka tim akan lebih banyak mendengar dengan sungguh-sungguh.

Budaya Pengirim Budaya yang berbeda mendorong gaya komunikasi yang berbeda, misalnya, komunikator linier (berurutan dari awal sampai akhir), komunikator melingkar (konteks berada dalam dialog yang lebih luas/cerita), atau komunikator spiral (mulai dari perspektif yang luas dan dipersempit untuk titik). Tidak ada gaya komunikasi yang salah, tetapi anggota tim harus belajar bahwa budaya yang berbeda berkomunikasi secara berbeda. Tanpa kesadaran ini, anggota tim mungkin keliru menganggap anggota bukan komunikator yang efektif ketika anggota tim hanya berkomunikasi secara berbeda dari yang diharapkan.

Pengirim pesan juga harus menyadari umpan balik seluruh proses pengiriman pesan. Umpan balik memungkinkan kita untuk menentukan efektivitas komunikasi.Apakah penerima memahami pesan yang dikirim?

Dengan demikian pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk komunikasi inter personal yang efektif adalah:

•  Pemahaman tentang nilai-nilai sendiri dan kemauan untuk menahan diri untuk memberikan penilaian tentang orang yang lain
•  Nilai personal.
•  Keterampilan komunikasi verbal dan nonverbal.
•  Kemampuan untuk menunjukkan empati dan mendorong orang lain.
•  Keterampilan bertanya dan mendengarkan.
•  Kemampuan untuk membuat parafrase dan meringkas
•  Kemampuan untuk mengamati dan menginterpretasikan perilaku orang lain.
•  Kemampuan untuk menggunakan bahasa yang orang lain mengerti.
•  Keterampilan untuk secara efektif menggunakan bahan-bahan pendukung.

2. Pesan

Pesan memiliki tiga komponen:

Perlakuan adalah bagaimana isi pesan disusun, berkaitan dengan konteks dan isi pesan tersebut.

Konten adalah komunikasikan secara sederhana: apa yang Anda inginkan untuk di komunikasikan. Kadang-kadang, karena bersemangat untuk berbicara, kita tidak berpikir tentang apa yang kita katakan.

Konteks melibatkan adaptasi konten presentasi Anda untuk audiens Anda. Jika Anda berbicara kepada seorang pemikir linier, jangan menambahkan banyak "bunga-bunga" dalam pesan Anda. Jika Anda berbicara dengan seseorang yang ingin memahami "gambaran keseluruhan," tambahkan detilpada konteks presentasi.

3. Saluran

Terdapat dua jenis saluran:

Saluran sensorik didasarkan pada panca indera: penglihatan, suara, sentuhan, bau, dan rasa. Para ilmuwan sosial telah menemukan bahwa lebih mungkin untuk mendapatkan perhatian penerima jika pengirim menggunakan dua atau lebih saluran sensorik untuk mengirim informasi.

Saluran institusional adalah metode yang dipilih untuk menyebarkan informasi percakapan tatap muka, materi cetak, dan media elektronik.Setiap media institusional memerlukan satu atau lebih dari saluran sensorik untuk membawa pesan dari pengirim ke penerima.Sebagai contoh, ketika kita melakukan percakapan tatap muka (media institusional), kita menggunakan penglihatan (gerak tubuh, ekspresi), bunyi (suara), dan mungkin sentuhan, bau, dan rasa.

4. Penerima

Penerima harus menggunakan keterampilan yang sama sebagaimana yang digunakan oleh pengirim pesan. Ketrampilan komunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, posisi sosial, budaya, dan umpan balik semuanya penting. Selanjutnya, penerima memiliki variabel tambahan: kredibilitas pembicara. Jika penerima merasa bahwa pengirim kredibel, objektif, dan memiliki keahlian dalam topik yang sedang dibahas, maka penerima lebih mungkin untuk dapat menerima pesan yang dikirim. Oleh karena itu, pengirim harus memiliki keahlian atau menemukan seseorang dengan keahlian topikal untuk mengkomunikasikan pesan.

Ada saatnya ketika kita harus percaya bahwa kita harus menjadi ahli dalam segala hal. Supaya komunikasi efektif terjadi, seseorang harus mengkomunikasikan baik apa dia tahu dan apa yang tidak tahu. Ingat tujuan komunikasi untuk penerima adalah untuk menerima pesan akurat dari pengirim. Ini tidak berarti penerima akan setuju dengan pesan, namun lebih karena penerima secara akurat memahami pesan

Penerima menerima pesan melalui perhatian dan pemahaman. Perhatian adalah tuning untuk pesan yang dikirim, dan pemahaman melibatkan memahami pesan dan menerima atau menolaknya. Menerima pesan melibatkan baik penerimaan kognitif pesan dan penerimaan afektif pesan.

Nilai dalam pemikiran tentang komunikasi melalui model ini adalah untuk menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif adalah proses yang kompleks, bukan hanya mendengarkan dan berbicara. Oleh karena itu, kita harus berpikir tentang efektivitas komunikasi kita pada pola komunikasi ini – baik pengirim maupun penerima.

 

  Bahan belajar

Silakan click beberapa link berikut: 

•  National Association of Social Workers: Grassroots Advocacy Tools 
•  Effective Advocacy Checklist
•  Children's Defense Fund: Advocacy That Works
•  American Planning Association: Effective Advocacy
•  Network centric advocacy 

Communications: Process and Leadership, Cooperative Extension Service, Iowa State University.

Daniel Start and Ingie Hovland (2004). Tools for Policy Impact: A Handbook for Researchers.
Research and Policy in Development Programme, ODI. Tool for policy Impact

 

  Tugas

  1. Identifikasi jejaring yang telah Anda miliki dan jejaring yang potensial untuk Anda. Apa minat utama mereka? Bagaimana Anda bisa mempergunakan jejaring ini untuk membantu kegiatan advokasi yang akan Anda lakukan?
  2. Buatlah sebuah rencana advokasi:

    •  Tentukan sebuah tujuan advokasi asd
    •  Identifikasi siapa audien (primer dan sekunder) advokasi ini
    •  Identifikasi pihak pendukung dan pihak oposisi Anda
    •  Buat pesan advokasi untuk anggota kunci dari audien target Anda

 

Jawaban atas tugas ini harus dibawa pada pertemuan Tatap Muka, 11-12 Januari 2012

 

 

Modul 3A3 Policy Memorandum

3a3

Modul 3A3 Policy Memorandum

  Tujuan pembelajaran

Memahami prinsip membuat nota kebijakan untuk mengkomunikasikan hasil penelitian kepada pembuat kebijakan

 

  Isi Modul

Untuk dapat menghasilkan nota kebijakan yang efektif, kita perlu memahami pembuat kebijakan. Kebutuhan mereka pada dasarnya adalah:

  1. Kebutuhan untuk menguasai isu yang kompleks dan substansi masalah dalam waktu singkat
  2. Kebutuhan untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang parsial atau tidak sempurna
  3. Termotivasi untuk memuaskan atasan dan/ atau konstituen

Semakin tinggi kedudukan pembuat kebijakan dalam hirarki, semakin sedikit para pembuat kebijakan yang tahu tentang semua rincian masalah, semakin sedikit ia mampu untuk fokus pada satu isu, semakin ia akan lebih memilih briefing lisan, dan semakin ia akan dipengaruhi oleh pertimbangan politik.

Di dunia nyata, keputusan kebijakan didasarkan pada kombinasi dua hal, yaitu:

  1. Senioritas, hubungan pribadi, dan kesepakatan
  2. Rasional ide-ide dan argumen yang menawarkan teknis solusi

Ingat: para pembuat kebijakan harus membuat keputusan setiap hari berdasarkan informasi yang tidak lengkap atau tidak sempurna. Oleh karena itu, tugas kita adalah: Berikan informasi terbaik yang tersedia tentang masalah tersebut dan mengevaluasi kemungkinan solusinya.

Tujuan nota kebijakan

  1. Menyediakan informasi yang dibutuhkan pembuat kebijakan untuk melakukan pekerjaan mereka
  2. Memecah masalah yang kompleks menjadi fakta penting
  3. Mengevaluasi program alternatif tindakan
  4. Memberikan rekomendasi tindakan

Struktur memo kebijakan:

Ringkasan
Ringkasan tersebut harus mencakup:

• Masalahnya
• Mengapa keputusan diperlukan
• Informasi apa kunci yang terkandung dalam memo
• Apa tindakan dianjurkan

Latar belakang
Latar belakang harus:

• Terdiri dari poin penting yang singkat
• Jelaskan bagaimana masalah ini telah berkembang atau menjadi perhatian

Isu-isu
Bagian isu harus mencakup:

• Masalah kunci yang akan ditangani oleh pembuat kebijakan
• Terdiri dari 1-3 poin (maksimal)
• Apa posisi yang dimiliki pihak lain atas masalah tsb

Pilihan untuk pembuat kebijakan
Bagian pilihan harus mencakup:

• Program tindakan yang masuk akal program tindakan
• Pro dan kontra dari setiap pilihan
• Risiko / oposisi potensial yang mungkin sebagai akibat dari memilih pilihan

Rekomendasi

• Apa yang Anda ingin pengambil keputusan untuk lakukan?
• Mengapa Anda membuat ini khusus rekomendasi?

Saat menulis memo, tanyakan diri sendiri:

• Apa pesan utamanya?
• Apa yang saying ingin pembuat kebijakan untuk ingat?
• Apakah rekomendasi ini layak? Meyakinkan?
• Apa resiko politik kepada pembuat kebijakan jika rekomendasi tersebut diikuti?

 

  Kegiatan pembelajaran

Setelah mempelajari Modul 3A ini, silakan merencanakan apakah Anda akan membuat Policy Brief, Policy Paper atau Policy Memorandum setelah penelitian Anda berakhir.

Anda akan diminta membuat draft awal Policy Brief/Policy Paper/Policy Memorandum (apa pun pilihan Anda) pada saat pertemuan Tatap Muka.

  

  Bahan Belajar

Contoh Policy Memorandum 

Dunn, W. N. (2007). Public Policy Analysis: An Introductory, Fourth Edition, Pearson Prentice Hall.
Khususnya Chapter 9 dan Appendix 3
ISBN-10: 0136155545; ISBN-13: 978-0136155546

 

Modul 3A2 Policy Paper

Modul 3A2 Policy Paper. 29 Desember - 2 Januari 2013

  Tujuan Pembelajaran

Memahami format dan cara penulisan makalah kebijakan sebagai salah satu sarana mengkomunikasikan hasil penelitian kepada pembuat kebijakan

 

  Isi Modul

Makalah kebijakan agak sulit didefinisikan tetapi ia harus memenuhi kriteria berikut:

  • Isu yang dituju harus merupakan sebuah isu kebijakan kontemporer yang sahih dan nyata.
  • Harus terdapat alternative yang jelas untuk kebijakan saat ini.
  • Harus ada data yang cukup untuk disediakan kepada audiens target (yaitu pembuat keputusan) dengan informasi untuk membuat keputusan tentang usulan kebijakan

Namun yang pasti adalah, makalah kebijakan bukanlah:

  • Analisis historis. Makalah kebijakan harus berfokus pada isu kebijakan kontemporer.
  • Studi komparasi atau studi kasus. Biasanya studi komparasi atau studi kasus lebih tepat menjadi makalah penelitian atau naskah akademik.
  • Deskripsi suatu kebijakan.

Beberapa hal yang mencirikan makalah kebijakan adalah:

  • Makalah kebijakan harus memberikan beberapa alternative kebijakan. Sebagai aturan umum, biasanya setidaknya terdapat tiga alternative kebijakan. Alternative kebijakan bisa saja termasuk mempertahankan kebijakan yang sudah ada.
  • Selain itu harus ada kriteria yang jelas untuk mengevaluasi masalah yang dihadapi dan alternative kebijakan untuk dipertimbangkan. Ini akan melibatkan/memprioritaskan antara berbagai pilihan yang mungkin. Trade-off adalah jantung dari proses pembuatan kebijakan. Menentukan kriteria yang jelas dari awal akan sangat membantu pengembangan analisis biaya-manfaat.
  • Makalah kebijakan harus memiliki semacam analisis biaya-manfaat. Analisis ini dapat berupa kuantitatif atau kualitatif. Analisis biaya-manfaat harus secara serius mempertimbangkan kelayakan implementasi, tidak hanya dalam hal implikasi ekonomi atau sosial, tetapi juga dalam hal kelayakan politik. Selain itu, analisis dampak mungkin tidak sepihak. Selalu ada beberapa manfaat/keuntungan dan beberapa biaya/kerugian untuk setiap proposal kebijakan. Tidak ada usulan yang begitu baik sehingga tidak memiliki biaya/kerugian yang terkait, untuk setidaknya satu pihak.
  • Makalah kebijakan juga memuat prediksi: Apa hasil kemungkinan dari berbagai alternative kebijakan? Jadilah spesifik dan cukup rinci. Pada tingkat kepastian seperti apa mereka dapat diyakinkan? Dan apakah criteria yang digunakan (untuk mengevaluasi masalah) akan menunjukkan keberhasilan?

Walau pun kelihatannya sama dengan policy brief, makalah kebijakan biasanya lebih panjang (setidaknya berkisar antara 30 – 35 halaman) dan lebih lengkap cakupannya. Format makalah kebijakan bergantung kepada tipe penelitian, namun secara umum akan mengandung beberapa komponen berikut:

Ringkasan Eksekutif

Walau pun ringkasan eksekutif terdapat pada bagian awal dari makalah kebijakan, namun saat yang terbaik untuk menulis bagian ini adalah pada saat terakhir, karena ringkasan eksekutifg ini akan berfungsi sebagai ringkasan dari seluruh makalah.

Minimal, ringkasan eksekutif harus mencakup:

  1. Pernyataan kebijakan terkini
  2. Alasan insiasi perubahan
  3. Opsi kebijakan yang dipertimbangkan
  4. Kelebihan dan kekurangan tiap-tiap opsi
  5. Langkah tindakan yang direkomendasikan
  6. Alasan mengapa memilih tindakan tersebut

Batang Tubuh

Bagian utama dari makalah harus didedikasikan untuk membangun latarbelakang dan mendiskusikan alasan di balik rekomendasi kebijakan Anda. Berikut ini adalah garis besar menggambarkan apa yang harus ada di tulisan utama:

  • Tinjauan / Latar Belakang

    Tinjauan/latar belakang biasanya memuat:

    • Pernyataan tujuan – Mengapa pembuat kebijakan diminta untuk mempertimbangkan perubahan kebijakan saat ini?
    • Tinjauan kebijakan saat ini – Apa yang sedang kita lakukan, mengapa kita lakukan ini, apa persepsi masyarakat mengenai kebijakan ini? Nilai seberapa baik ini bekerj atau seberapa tidak baiknya
    • Pernyataan perlunya perubahan – Kondisi apa (misal, perubahan pada pemerintah, kepemimpinan, masyarakat, dll.) yang telah berubah sehingga menyebabkan diperlukannya pendekatan baru?
  • Diskusi

    Diskusikan alternative pilihan kebijakan saat ini dengan menghitung dan menjelaskan setiap opsi kebijakan secara bergantian. Pro dan kontra dari setiap pilihan kebijakan harus didiskusikan. Mengidentifikasi implikasi politik, ekonomi, dan social untuk setiap pilihan. Setiap pilihan kebijakan harus dibandingkan dan dikontraskan dengan pilihan lain dan juga dengan kebijakan saat ini. Inia dalah bagian paling penting dari makalah.

  • Rekomendasi

    Identifikasi pilihan mana yang direkomendasikan dan pilihan mana yang tidak direkomendasikan. Jelaskan mengapa pilihan tersebut yang menjadi rekomendasi, dan mengapa pilihan tersebut lebih tepat dibandingkan pilihan-pilihan yang lain.

  • Implementasi

    Tuliskan rekomendasi yangh spesifik dan langkah-langkah bagaimana mengimplementasikan rekomendasi tersebut.

 

Lampiran

  1. Lampiran, jika ada.
  2. Catatan akhir, jika catatan akhir yang digunakan, bukan catatan kaki.
  3. Tabel, grafik, peta, dll. Dapat menjadi bagian dari batang tubuh jika sesuai.
  4. Bibliografi

 

  Bahan belajar

Contoh policy paper 

Eóin Young and Lisa Quinn. Writing Effective Public Policy Paper - a guide for policy advisers in Central and Eastern Europe.
Local Government and Public Service Reform Initiative, Open Society Institute. Budapest, 2002. 

Contoh policy paper Bappenas, dapat dibuka pada link: http://www.bappenas.go.id/print/2839/policy-paper/

 

Modul 3.A. Berbagai cara penyampaian hasil riset kebijakan

Modul 3.A. Berbagai cara penyampaian hasil riset kebijakan. 26 - 28 Desember 2012

Untuk dapat mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan, terdapat empat hal dasar yang perlu diingat:

  1. Mendefinisikan isu : pengidentifikasian isu kebijakan secara efektif

    Salah satu tugas pertama peneliti adalah memastikan bahwa isu-isu yang terkait dengan kebijakan yang menjadi dasar penelitian telah didefinisikan dan diartikulasikan dengan jelas. Untuk meningkatkan relevansi isu, faktor eksternal dapat dilibatkan di dalam proses ini. Semakin jelas isu didefinisikan, semakin mudah pengidentifikasian potensi kemanfaatan dari hasil riset dan semakin mudah untuk membangun hubungan komunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi, sangat penting untuk mengidentifikasi pertanyaan kebijakan sejak awal riset.

  2. Transfer pengetahuan: dialog dua arah

    Untuk melakukan transfer pengetahuan dengan lebih baik dibutuhkan sebuah cara yang melebihi model diseminasi satu arah di mana peneliti menyajikan hasilnya. Peneliti seharusnya secara aktif mengembangkan dialog dengan para penerima manfaat riset (misalnya pembuat kebijakan dan masyarakat luas). Relevansi dan dampak dari pengetahuan dapat di transformasikan melalui keterlibatan. Istilah "Keterlibatan" menjadi pilihan kata untuk menunjukkan komunikasi aktif dua arah.

  3. Kerja sama tim: menciptakan tim komunikasi dan diseminasi yang benar

    Tim diseminasi seharusnya melibatkan paling tidak satu anggota, yang bekerja sama dengan koordinator, yang bertanggung jawab membuat materi diseminasi yang terkait dengan kebijakan. Karena pentingnya tugas pengkomunikasian kebijakan ini, maka kemampuan menulis yang sangat baik diperlukan.

  4. Mengidentifikasi audien: kelompok target yang relevan

    Untuk siapa riset ini penting? Pertanyaan tersebut harus ditanyakan berulang-ulang selama penelitian untuk mendapatkan jawaban yang mengungkapkan dengan siapa persisnya peneliti harus berkomunikasi. Hal ini sederhana, namun merupakan cara yang efektif untuk mengidentifikasi audien.

Setelah memahami keempat hal dasar tersebut, barulah kita memilih saluran apa yang akan digunakan untuk mengkomunikasikan hasil riset kita kepada audien yang dituju.


Modul 3.A.1 Policy Brief

  Deskripsi

Sebagaimana implikasi istilah policy brief, bentuk publikasi ini secara spesifik ditujukan untuk memberikan orientasi untuk mereka yang menghadapi masalah yang terkait dengan kebijakan baik dalam tataran praktis maupun teoritis.Dari seluruh publikasi sebuah penelitian riset, policy brief adalah yang paling mungkin untuk dibaca pertama kali dalam siklus/proses pembuatan kebijakan. Jika kita berhasil menangkap kepentingan pengambil keputusan melalui dokumen ini, maka besar kemungkinan temuan kita akan masuk di dalam perdebatan pembuatan kebijakan. Sebaliknya jika sebuah penelitian gagal menghasilkan policy brief yang meyakinkan, kapasitas temuan untuk mendukung proses pembuatan kebijakan akan jauh berkurang. Policy brief hanya dapat sebagus penelitian yang mendasarinya. Namun demikian, keberhasilannya juga bergantung pada seberapa baik hasilnya dipresentasikan. 

  Tujuan Pembelajaran

Memahami prinsip-prinsip dasar penyusunan policy brief untuk mengkomunikasikan hasil penelitian kepada pembuat kebijakan.

 

  Isi Modul

Policy brief secara sederhana adalah alat untuk menjelaskan secara singkat arti penting hasil penelitian. Policy brief untuk penelitian yang sedang berlangsung atau yang sudah selesai akan sama saja bentuk dan gayanya. Karena ditujukan untuk audien yang awam, penulisannya harus singkat dan dapat dimengerti, harus cenderung ke "profesional" dari pada "teknis". Informasi harus terorganisasai secara logis dan bebas dari jargon. Kalimat-kalimat yang panjang (lebih dari 30 kata) dan kalimat majemuk bertingkat sebaiknya digunakan hanya seperlunya; penggunaan catatan kaki harus dihindari. Akronim harus digunakan dengan bijaksana dan dijelaskan di awal penggunaannya.

Lima bagian policy brief

  1. Pendahuluan
    Deskripsikan secara ringkas masalah kebijakan yang relevan dan kaitkan bukti dengan apa yang harus dilakukan untuk menanganinya (maksimal 1 halaman).
  2. Bukti dan Analisis
    Hasil temuan yang paling relevan dengan kebijakan dengan orientasi kontekstual dasar (berkisar antara 3 sampai 4 halaman).
  3. Implikasi kebijakan
    Nyatakan implikasi kebijakan dari temuan dan, bila sesuai, tawarkan rekomendasi (1 sampai 2 halaman)
  4. Parameter riset
    Jelaskan tujuan dan metodologi penelitian (1 halaman).
  5. Identitas penelitian
    Sediakan rincian mengenai siapa pelaksana riset, pendanaan, kerangka waktu, dll. (1 halaman).

Kekuatan halaman satu

Halaman satu dari policy brief menyajikan penelitian kebijakan dalam bentuk yang ringkas dan padat. Isinya mengidentifikasi tema penelitian, menguraikan masalah utama kebijakan yang dirancang/dianalisis, memperkenalkan temuan kunci dan mengadvokasi serangkaian tindakan.

Penulisan judul

Ingat: Singkat dan pilihan kata yang cerdas adalah kunci dari judul yang baik. Judul yang panjang yang secara lengkap menjelaskan topik namun membosankan akan membuat pembaca bingung dan tidak akan menguntungkan siapapun. Sama buruknya, judul yang terlalu pendek akan gagal mengidentifikasi topik atau arah penelitian secara akurat. Penulisan judul membutuhkan imajinasi dan kemampuan.

Pendahuluan

Mulailah dengan sebuah paragraf yang menjelaskan tantangan kebijakan yang spesifik di mana penelitian yang dilakukan dibuat untuk menjawab tantangan tersebut.Bagian ini harus secara ringkas menyatakan tujuan utama dari penelitian.

Setelah mengidentifikasi tujuan utama penelitian, langkah berikutnya adalah membandingkannya dengan status quo. Beberapa observasi kunci dari penelitian akan berperan di sini. Tergantung pada penemuan penelitian, penilaian yang sangat singkat tersebut mungkin akan mengakui progres yang sedang berlangsung, namun lebih kepada identifikasi kekurangan, kesulitan, dan risiko.

Pendahuluan harus memiliki simpulan dengan sebuah paragraf yang menjelaskan implikasi utama dari temuan riset. Jika sesuai, pendahuluan harus diakhiri dengan sebuah daya tarik untuk melakukan serangkaian tindakan, memberi alasan untuk rekomendasi dan potensi keuntungannya.

Bukti dan analisis

Ini adalah inti dari ringkasan keabijakan. Bagian bukti dan analisis memuat informasi mengenai kebijakan yang paling penting yang telah dihasilkan oleh penelitian: data empiris dan analisis – dengan kata lain pengetahuan baru.

Pada umumnya para pembuat kebijakan menyukai riset yang:

  1. Menyediakan data empiris yang solid dan terkini
  2. Mengidentifikasi tren
  3. Mengantisipasi tantangan potensial
  4. Mengembangkan alat untuk pengukuran
  5. Mengevaluasi efektivitas kebijakan

Usahakan untuk menciptakan komposisi yang koheren tetapi jangan ragu untuk memasukkan observasi yang "berdiri sendiri" jika relevansinya kuat.

Implikasi kebijakan dan rekomendasi

Semua usulan yang ditawarkan memperoleh otoritasnya dari keunggulan penelitian dan kejujuran dari peneliti yang menghasilkannya. Untuk para peneliti yang membuat rekomendasi, ini adalah sebuah kesempatan untuk "membuat perbedaan" dan secara langsung mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.Penelitian yang menghasilkan rekomendasi kebijakan harus memperhatikan kenyataan bahwa kegunaan dari saran sangat bergantung pada seberapa spesifik saran tersebut.

Pengorganisasian – pengelompokan implikasi

Tergantung pada penelitian risetnya, implikasi kebijakan mungkin dapat disusun secara tematis, geografis, atau secara institusional.

Menyatakan relevansi kebijakan

Policy brief sering kali menawarkan saran yang diwujudkan dalam bentuk rekomendasi. Pada penelitian yang sedang/masih berlangsung, temuan akan bersifat sementara dan rekomendasi yang diberikan dengan syarat kondisional.

Bila sesuai, peneliti dapat menggunakan policy brief final sebagai sebuah kesempatan untuk mengartikulasikan rekomendasi berdasarkan temuan. Jelas bahwa rekomendasi ini tidak mengikat, namun rekomendasi dapat menyediakan orientasi yang berharga untuk para pembuat kebijakan.

 

  Bahan belajar

SUPPORT Tools for evidence-informed health Policymaking (STP)1: What is evidence-informed policymaking? 
Andrew D Oxman, John N Lavis, Simon Lewinand Atle Fretheim. Health Research Policy and Systems 2009, 7(Suppl 1):S1

Dapat diakses di: http://www.health-policy-systems.com/content/7/S1/S1

Increasing the use of evidence in health policy: practice and views ofpolicy makers and researchers
Danielle M Campbell, Sally Redman, Louisa Jorm, Margaret Cooke,Anthony B Zwi and Lucie Rychetnik. Australia and New Zealand Health Policy 2009, 6:21

Dapat diakses di: http://www.anzhealthpolicy.com/content/6/1/21

SUPPORT Tools for evidence-informed health Policymaking (STP)13: Preparing and using policy briefs to support evidence-informedpolicymaking
John N Lavis, Govin Permanand, Andrew D Oxman, Simon Lewin andAtle Fretheim. Health Research Policy and Systems 2009, 7(Suppl 1):S13

Dapat diakses di: http://www.health-policy-systems.com/content/7/S1/S13

Exploring evidence-policy linkages in health research plans: A casestudy from six countries
Shamsuzzoha B Syed, Adnan A Hyder, Gerald Bloom,Sandhya Sundaram, Abbas Bhuiya, Zhang Zhenzhong, Barun Kanjilal,Oladimeji Oladepo, George Pariyo, David H Peters and Future Health Systems: Innovation for Equity. Health Research Policy and Systems 2008, 6:4

Dapat diakses di: http://www.health-policy-systems.com/content/6/1/4

 

Contoh Health Policy Brief 

 

Modul 3. Mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan

Modul 3. Mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan

Pemanfaatan hasil riset kebijakan kesehatan merupakan salah satu isu yang berkembang dibicarakan di antara para analis kebijakan. Beberapa penelitian kebijakan dapat memberikan manfaat berupa temuan yang disitasi oleh peneliti atau penelitian lain. Namun beberapa peneliti lainnya bergerak lebih jauh dengan mencoba memasuki ranah proses pembuatan kebijakan. Menurut mereka, suatu kebijakan atau proses pembuatan kebijakan seyogyanya merupakan hasil atau setidaknya mendapat masukan dari hasil-hasil riset kebijakan. Dalam konteks inilah upaya mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan menjadi relevan.

Modul 3 akan membahas beberapa saluran yang dapat digunakan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan atau pemangku kepentingan (stakeholders) lain. Tanpa mengecilkan arti saluran lain yang ada dan ketrampilan lain yang dibutuhkan, modul 3 secara khusus akan membahas mengenai:

3.A Berbagai cara menyampaikan hasil riset kebijakan

3.A.1 Policy Brief (26 – 28 Desember 2012)
3.A.2 Policy Paper (29 Desember - 2 Januari 2012)
3.A.3 Policy Memorandum (3 - 5 Januari 2012)

3.B Ketrampilan Interpersonal untuk menyampaikan hasil (6 – 8 Januari 2012)

3.C Mengembangkan individu peneliti dan lembaga yang mempengaruhi kebijakan

Khusus untuk Modul 3.C : akan dibahas pada Tatap Muka Angkatan III

Modul 2.C.5. Action Research

<< Back

 

Modul 2.C.5. Action Research

  Tujuan Pembelajaran

• Memahami prinsip strategi action research
• Memahami prinsip menjaga kualitas dalam strategi action research

 

  Isi Modul

Action research secara historis berawal dari penelitian-penelitian pengembangan organisasi dan komunitas. Strategi ini kini juga banyak diterapkan dalam penelitian-penelitian yang terkait upaya peningkatan mutu pelayanan dan penelitian-penelitian kebijakan dan sistim kesehatan. Namun belum banyak jasil penelitian-penelitian dengan strategi Action research dalam konteks kebijakan dan sistim kesehatan yang terpublikasi di jurnal.

Pada prinsipnya, strategi action research bertujuan untuk menghasilkan pengetahuan tentang suatus sistim sosial sambil, pada saat yang bersamaan, mencoba merubahnya (Meyer, 2001). Kadang—kadang peneliti sendiri adalah pelaku praktik yang diteliti. Kadang-kadang ada peneliti eskternal yang memfasilitasi refleksi partisipan terhadap praktik dan pengalaman mereka, dan sekaligus bertidank sebagai fasilitator pelaksanaan intervensi yang diteliti. Penelitian yang menggunakan strategi action research dituntut fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan partisipan yang berubah seiring dengan umpan balik temuan-temuan yang direfleksikan dan ditindaklanjuti. Action research sering menggunakan berbagai metode, namun pada umumnya kualitatif dan sering dilaporkan dalam bentuk studi kasus.

Mengingat peran aktif peneliti dalam proses dan karakteristik action research, setidaknya ada tiga upaya yang perlu dilakukan peneliti untuk meminimalkan bias (Meyet, 2001):

• Triangulasi berbagai sumber data dan kontekstualisasi yang kaya
• Refleksi peneliti
• Umpan balik partisipan terhadap temuan (member checking)

 

  Bahan Belajar

Khresheh R & Barclay L (2008) Implementation of a new birth record in three hospitals in Jordan:
a study of health system improvement. Health Policy Plan 23 (1): 76-82.

Referensi Modul 2C-5

 

 

Modul 2.C. Strategi penelitian dalam HPSR

 

Modul 2.C. Strategi penelitian dalam HPSR

  Deskripsi

Implementasi HPSR yang baik sangat tergantung pada pemahaman akan strategi penelitian yang mana yang sesuai bagi pertanyaan yang akan dikaji. Strategi bukan semata disain ataupun metode, namun mewakili keseluruhan pendekatan penelitian yang mempertimbangkan metode pengumpulan data dan sampling yang paling tepat bagi tujuan dan pertanyaan penelitian. Modul 2C tersusun atas berbagai strategi penelitian yang diharapkan dapat menstimulasi penelitian-penelitian baru yang tidak hanya mengandalkan analisis potong lintang deskriptif yang hingga kini masih mendominasi sebagain besar publikasi dalam HPSR. Strategi-strategi penelitian yang dipaparkan dalam modul 2C terpilih untuk mendemonstrasikan spektrum strategi penelitian dalam HPSR, meliputi pendekatan yang dominan maupun yang sedang berkembang:

•  Perspektif potong lintang
•  Pendekatan studi kasus
•  Lensa etnografis
•  Evaluasi dampak
•  Action Research

 

 

 

Modul 2.C.4. Evaluasi Dampak

<< Back

 

Modul 2.C.4. Evaluasi dampak

  Tujuan Pembelajaran

•  Memahami prinsip strategi evaluasi dampak
•  Memahami prinsip menjaga kualitas dalam strategi evaluasi dampak

 

  Isi Modul

Dalam beberapa tahun ini terlihat semakin marak tuntutan untuk evaluasi intervensi dalam sistim kesehatan. Seiring dengan perkembangan di bidang evaluasi program sosial, pendekatan critical realist dalam evaluasi sistim kesehatan semakin diminati. Pendekatan tersebut mengkaji "intervensi apa yang bekerja bagi siapa dalam kondisi apa."

Terdapat berbagai definisi dampak dalam literatur evalusi, namun dalam perkembangan terkini dampak diartikan sebagai mekanisme kausasi – perubahan dalam keluaran yang disebabkan oleh suatu intervensi. Fokus pada mekanisme kausasi ini menuntut pengukuran yang objektif atas perubahan yang terjadi akibat suatu intervensi/program. Titik awal untuk mengukur dampak tersebut adalah prinsip counterfactual, yaitu mempertimbangkan apa yang akan terjadi bila tidak dilakukan intervensi - sehingga dapat menjustifikasi bahwa perubahan yang diamati disebabkan oleh intervensi. Berbagai perkembangan metodologi yang muncul belakangan ini berfokus pada prinsip counterfactual ini, dan bagaimana bisa menekan berbagai jenis bias seleksi.

Evaluasi dampak juga mementinngkan validitas eksternal – seberapa jauh temuan evaluasi dapat digeneralisasi ke setting lain. Validitas eksternal menuntut pemahaman atas mekansime kausasi, mencermati alur kausasi dan menguji validitas asumsi rute antara intervensi dan dampak, untuk melihat apakah asumsi tersebut akan tetap berlaku dalam konteks lain. Validitas eksternal juga menuntut peneliti untuk mencermati implementasi intervensi dan bagaiamana implementasi dapat mempengaruhi dampak suatu intervensi.

Dua jenis rancangan penelitian digunakan dalam evaluasi dampak:

  1. Disain eksperimental: dalam disain ini dilakukan randomisasi atas kelompok interevsi dan kontrol, dengan implikasi bahwa variabel pengganggu yang tidak teramati juga akan terdistribusi secara random, sehingga meminimalkan bias.
  2. Disain quasi-experimental: ini dapat berupa eksperimen alami yang memanfaatkan suatu kebijakan atau perubahan lain yang menghasilkan kelopmpok kontrol yang sesuai. Peneliti kemudian membandingkan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol; membandingkan sebelum dan sesuah intervensi; atau memanfaatkan implementasi kebijakan yang bertahap sehingga terdapat variasi dalam durasi paparan intervensi.

Karakteristik intervensi sistim kesehatan mempengaruhi pendekatan evaluasi yang dipilih. Intervensi sistim kesehatan seringkali bekerja melalui alur kausasi yang kompleks dan dipengaruhi oleh karakteristik konteks implementasi dan kebijakan. Dalam evaluasi intervensi sistim kesehatan peneliti perlu:

  1. Mengembangkan pemahaman teoritis yang baik atas mekanisme perubahan
  2. Mengantisipasi risiko kegagalan implementasi dengan melakukan evaluasi proses
  3. Mencermati pengaruh pada perilaku individu, dan merancang studi yang mempertimbangkan aspek ini
  4. Mengadopsi berbagai ukuran keluaran, termasuk konsekuensi yang tidak diharapkan
  5. Menyadari bahwa protokol seringkali tidak bisa diikuti secara kaku, dan kemungkinan intervensi harus diadaptasi sesuai konteks lokal

De Savigny & Adam (2009) menggarisbawahi perlunya adaptasi rancangan penelitian konvensional apabila akan diterapkan untuk mengevaluasi intervensi sistim kesehatan, menekankan pentingnya mengukur beberapa keluaran (baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan) dan analisis komprehensif faktor-faktor kontekstual yang mungkin dapat menjelaskan keberhasilan atau kegagalan suatu intervensi.

Karakteristik lain dari rancangan evaluasi untuk intervensi sistim kesehatan adalah sulitnya aplikasi prinsip counterfactual melalui penggunaan kelompok kontrol, misal dalam kasus dimana kebijakan jaminan pembiayaan kesehatan yang diterapkan secara nasional, sehingga tidak ada kelompok yang dapat dijadikan kontrol.

Karena dua tantangan diatas – kompleksitas dan kesulitan aplikasi prinsip counterfactual – beberapa pakar merekomendasikan bahwa semua evaluasi intervensi sistim kesehatan harus berdasar teori program yang kuat, untuk meningkatkan kualitas evaluasi tersebut (White, 2000). Pendekatan evaluasi berbasis teori ini merupakan jenis rancangan evaluasi dampak yang ketiga. Pendekatan ini berbasis pada teori program yang eksplisit dan menjabarkan hubungan antara input, output dan dampak serta menguji hubungan kausasi dengan memadukan metode kuantitatif dan kualitatif.

 

  Kegiatan Pembelajaran

Marchal B, Dedzo M, Kegels G (2010). A realist evaluationof the management of a well-performing regionalhospital in Ghana.BMC Health Services Research 10:24.

Referensi Modul 2C4