3 Aturan Baru BPJS Kesehatan Mulai Diberlakukan

BPJS Kesehatan mengeluarkan tiga kebijakan baru yang mulai berlaku hari ini, Rabu (25/7). Tiga kebijakan tersebut, antara lain menerapkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Nopi Hidayat menegaskan, implementasi 3 peraturan ini bukan berarti adanya pembatasan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Namun, penjaminan pembiayaan peserta disesuaikan dengan kemampuan keuangan BPJS Kesehatan saat ini.

"BPJS Kesehatan akan tetap memastikan peserta JKN-KIS mendapat jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan. BPJS Kesehatan juga terus melakukan koordinasi dengan fasilitas kesehatan (Faskes) dan dinas kesehatan agar dalam implementasi peraturan ini dapat berjalan seperti yang diharapkan," kata Nopi.

Nopi mengatakan, terbitnya peraturan ini mengacu pada ketentuan perundang-undangan khususnya Undang-undang (UU) Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pasal 24 ayat 3 UU ini menyebutkan, BPJS Kesehatan dapat mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan, efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan.

Menurutnya, kebijakan 3 Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan ini dilakukan untuk memastikan peserta program JKN-KIS memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efisien, namun tetap memperhatikan keberlangsungan program JKN-KIS.

"Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari rapat tingkat mnteri awal tahun 2018 yang membahas tentang keberlanjutan program JKN-KIS dimana BPJS Kesehatan harus fokus pada mutu layanan dan efektivitas pembiayaan," tandasnya.

Dalam menjalankan fungsinya, kata Nopi, BPJS Kesehatan telah berkomunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti Kementerian Kesehatan (Kemkes), Asosiasi Profesi dan Fasilitas Kesehatan (APFK), Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya, serta Dewan Pertimbangan Medis (DPM) dan Dewan Pertimbangan Klinis (DPK). Di tingkat daerah, BPJS Kesehatan telah melakukan sosialisasi kepada dinas kesehatan, fasilitas kesehatan, asosiasi setempat.

Sampai dengan 20 Juli 2018, tercatat sebanyak 199.820.183 jiwa penduduk telah menjadi peserta program JKN-KIS. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan kesehatan telah bekerja sama dengan 22.322 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang terdiri atas 9.882 puskesmas, 5.025 dokter praktik perorangan, 5.518 klinik mon rawat inap, 668 klinik rawat inap, 21 RS kelas D pratama, serta 1.208 dokter Gigi.

Sementara itu, di tingkat Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKTRL), BPJS Kesehatan telah bermitra dengan 2.406 RS dan klinik utama, 1.599 apotik, dan 1.078 optik.

http://www.beritasatu.com/satu/502759-3-aturan-baru-bpjs-kesehatan-mulai-diberlakukan.html

 

Butuh 376 Orang Untuk Biayai Cuci Darah 1 Pasien JKN-KIS Sebulan

Tarakan,  “Gotong Royong Untuk Indonesia” merupakan tema dalam peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) BPJS Kesehatan yang ke-50 di tahun 2018 ini. Dengan gotong royong dari seluruh masyarakat Indonesia, Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dapat berlangsung hingga sampai saat ini.

Dalam rangka memeriahkan HUT BPJS Kesehatan yang ke 50, BPJS Kesehatan Cabang Tarakan menyelenggarakan berbagai kegiatan salah satunya dengan kegiatan customer visit kepada pasien peserta JKN-KIS di rumah sakit. Kegiatan ini bertujuan sebagai sarana untuk mendengar harapan-harapan dari peserta JKN-KIS secara langsung.

""Prinsip gotong royong yang diemban BPJS Kesehatan adalah dimana iuran peserta yang sehat membantu peserta yang sakit dan peserta yang mampu menolong peserta yang tidak mampu. Melalui tema HUT BPJS Kesehatan Ke-50, pesan tersebut ingin disampaikan oleh BPJS Kesehatan kepada masyarakat Indonesia karena dengan menjadi peserta JKN-KIS kita telah menjadi pahlawan bagi sesama," terang Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tarakan Wahyudi Putra Pujianto saat datang langsung mengunjungi pasien Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan (RSUD Tarakan), Jumat (06/07).

Kala itu, ada beberapa pasien yang sedang menjalani cuci darah saat itu, salah satunya Iwan yang saat itu didampingi oleh ayahnya, Suprapto. Suprapto mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada BPJS Kesehatan karena dengan menjadi peserta JKN-KIS beliau tidak perlu lagi khawatir akan biaya pengobatan anaknya. Ia menambahkan, jika tidak dengan kartu KIS, pasti akan sangat banyak biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan anaknya, apalagi saat ini anaknya rutin menjalani cuci darah di rumah sakit.

“Saya bersyukur sekali karena ada kartu ini (KIS-red), kalau tidak, saya tidak tahu bagaimana cara untuk membiayai pengobatan anak saya. Saya tertolong sekali dengan adanya program JKN-KIS, dimana kami yang kurang mampu sangat merasakan manfaatnya,” ucap Suprapto.

Untuk sekali cuci darah membutuhkan biaya sekitar 1,6 juta rupiah dengan rata-rata pasien gagal ginjal dalam seminggu membutuhkan 2 kali cuci darah atau 6 kali cuci darah dalam sebulan, yang berarti dalam sebulan membutuhkan biaya sekitar 9,6 juta rupiah. Jika peserta kelas 3 yang iuran per bulannya hanya 25.500 rupiah per bulan, berati butuh sekitar 376 peserta kelas 3 untuk mampu membiayai satu pasien cuci darah dalam sebulan.

Dengan terdaftar menjadi peserta JKN-KIS dan sehat, iuran yang kita bayarkan dapat digunakan untuk mereka yang membutuhkan. Dengan semangat gotong royong untuk Indonesia, bersama-sama kita wujudkan Program JKN-KIS yang berkualitas dan berkesinambungan," terang Wahyudi. (KA/om)

http://www.jamkesnews.com/jamkesnews/berita/detail/nws/5341/20180718/butuh-376-orang-untuk-biayai-cuci-darah-1-pasien-jkn-kis-sebulan

 

Jumlah pasien JKN bertambah, prospek saham Mitra Keluarga makin sehat

JAKARTA. Jumlah pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai 196,04 juta jiwa atau lebih dari 75% dari total penduduk Indonesia. Angka ini jadi prospek pasar emiten rumah sakit (RS).

Salah satu emiten rumah sakit, PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) terus membidik segmen pasar ini dengan menambah jumlah RS yang melayani pasien JKN.

Investor Relations MIKA, Aditya Wijaya menyebut tahun ini MIKA berencana menambah empat RS yang melayani JKN.

"Saat ini masih dalam proses negosiasi dengan beberapa RS, diharapkan jika prosesnya berjalan dengan lancar mungkin akan bisa segera selesai," kata Aditya Wijaya kepada Kontan.co.id, Kamis (19/7).

Selain mengkonversi rumah sakit yang sudah ada, MIKA juga mempercepat penetrasi ke pasar JKN dengan mengakuisisi RS Kasih pada 2017 lalu. Saat ini, kontribusi RS Kasih terhadap total pendapatan berada di kisaran 7% hingga 9%.

Meski kontribusinya terbilang kecil, pasien JKN masih punya potensi terus tumbuh. Mengingat fasilitas kesehatan jadi salah satu kebutuhan primer.

Sejak bergabung sebagai mitra BPJS Kesehatan, terbukti pendapatan MIKA tumbuh positif. Layanan BPJS di jaringan rumah sakit MIKA membuat jumlah pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan, bertambah.

Saat ini, MIKA sudah memiliki delapan RS yang sudah melayani pasien JKN, termasuk RS hasil akuisisi. Jika, target penambahan RS tercapai, tahun ini MIKA akan memiliki 12 RS yang melayani JKN.

Analis Semesta Indovest, Aditya Perdana Putra menyebut MIKA berpotensi terus lakukan ekspansi. Sebab, angka debt to equity ratio (DER) yang rendah memungkinkan perusahaan menambah investasi. Catatan saja, MIKA masih mengantongi total kas senilai Rp 940 miliar pada kuartal I-2018.

Selain itu, MIKA juga tercatat masih memiliki sisa dana IPO sebesar Rp 438 miliar. "Sisa dana IPO untuk pembangunan RS baru, pembelian peralatan medis dan peremajaan dan ekspansi RS," ujar Aditya Wijaya.

Aditya Perdana menilai, ekspansi yang dilakukan MIKA dalam menambah kapasitas jumlah rumahsakit diprediksi memberikan dampak positif pada kinerja laporan keuangan kuartal II-2018 nanti. Hingga akhir tahun Aditya Perdana memprediksi pendapatan MIKA bisa mencapai Rp 3 triliun dengan laba bersih Rp 740 miliar.

"Meskipun kontribusi pasien JKN belum signifikan, jika ditambah pengoperaian rumahsakit baru tahun ini, pertumbuhan kinerja MIKA akan semakin tinggi," paparnya.

Aditya Perdana memproyeksikan harga saham MIKA berada di level 2.050 hingga kuartal III-2018 nanti. Dalam perdagangan hari ini (19/7), harga saham MIKA bertengger di level 1.960. Sepanjang tahun 2018, saham MIKA menguat 8,29%.

Dia menambahkan, bagi investor yang tertarik mengempit saham MIKA perlu memperhatikan kebijakan pemerintah yang mendukung sektor kesehatan. "Seperti dari sisi ruang pemberian subsidinya, cakupan plafon dan perluasan kapasitas JKN serta teknis pembayarannya," ujar Aditya

sumber: https://investasi.kontan.co.id/news/jumlah-pasien-jkn-bertambah-prospek-saham-mitra-keluarga-makin-sehat

 

 

Kongo Akan Lakukan Vaksinasi Ebola Massal

Persiapan sedang berlangsung di Republik Demokratik Kongo untuk mengadakan kampanye vaksinasi Ebola massal. Perkiraan terbaru Organisasi Kesehatan Sedunia memperkirakan terdapat 51 kasus Ebola, termasuk 27 kematian.

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) mengatakan 33 orang, sebagian besar petugas kesehatan garis depan, divaksinasi untuk melawan Ebola pekan lalu (21/05) di Mbandaka, kota berpenduduk lebih dari satu juta orang. Dikatakan, beberapa orang berisiko tinggi dari komunitas itu juga divaksinasi pada hari pertama kampanye.

Lebih dari 7.500 dosis vaksin Ebola telah dikirim ke Republik Demokratik Kongo. Juru bicara WHO Tarik Jasarevic mengatakan kepada VOA dia memperkirakan kampanye itu akan meningkat dan pada akhirnya mencapai ribuan orang.

Jasarevic mengatakan banyak upaya yang harus dilakukan sebelum operasi yang kompleks ini bisa berhasil. Contohnya, dia mengatakan membawa vaksin dan menyimpannya di lemari pendingin di wilayah yang terkena dampaknya, merupakan tantangan besar.

“Kami harus melatih tim-tim supaya mereka tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana meminta persetujuan, bagaimana mendefinisikan kontak penyakit, dan lain-lain. Itu semua harus dilakukan dalam waktu yang sangat singkat dan kondisi yang sulit,” ujar Jasarevic.

Jasarevic mengatakan satu tim dari Dokter Tanpa Tapal Batas akan memulai vaksinasi di Bikoro, kota terpencil di Provinsi Equateur, dimana virus Ebola mematikan ditemukan dua minggu lalu.

Vaksin Ebola belum berlisensi, tapi sebuah uji coba besar tahun 2015 di Guinea menunjukkan vaksin itu bisa memberikan perlindungan tingkat tinggi dari penyakit tersebut.

Kini strategi yang dijuluki ‘ring vaccination’ sedang diterapkan. Strategi ini melacak semua kontak dari kasus positif sesegera mungkin. Lebih dari 600 kontak telah diidentifikasi. [vm/al]

https://www.voaindonesia.com/a/kongo-akan-lakukan-vaksinasi-ebola-massal/4410949.html

 

Pemerintah Berikan Penghargaan Kepada Pemda Terkait Program JKN-KIS

Jakarta, Gatra.com -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memberikan apresiasi kepada 4 Provinsi, 120 Kabupaten dan Kota di Indonesia. Pemberian apresiasi itu diselenggarakan di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu sore ini (23/5/2018). Itu dilakukan setelah pagi harinya mereka menghadiri acara serupa di Istana Negara yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.
Para kepala daerah itu dinilai telah mendukung Program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sebagai Program Strategis Nasional dalam mewujudkan Universal Health Coverage (Cakupan Kesehatan Semesta) di wilayahnya masing-masing lebih awal sebelum tahun 2019.

Dalam acara pemberian piala tadi, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Fachmi Idris ikut mendampinginya. Sebagian besar Gubernur, Bupati dan Walikota hadir dalam penganugerahan tersebut.

Dalam kesempatan tersebut, Tjahjo mengingatkan kembali terkait implementasi Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Program JKN-KIS, khususnya instruksi pada Gubernur dan Walikota. Dalam Inpres tersebut, para Bupati dan Walikota diperintahkan untuk mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan Program JKN. Selain itu juga memastikan seluruh penduduknya terdaftar dalam JKN-KIS, menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan sesuai standar kesehatan dengan SDM yang berkualitas.

Kemudian juga memastikan BUMD untuk mendaftarkan dan memberikan data lengkap dan benar serta kepastian pembayaran iuran bagi pengurus dan pekerjanya, serta memberikan sanksi administratif tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu kepada Pemberi kerja selain Penyelenggara Negara yang tidak patuh dalam pendaftaran dan pembayaran iuran JKN-KIS. "Presiden menginstruksikan para Gubernur untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada Bupati dan walikota terhadap hal-hal sebagaimana disebutkan di atas serta menginstruksikan agar Gubernur pun mengalokasikan anggaran dalam rangka pelaksanaan Program JKN-KIS," katanya.

Sementara itu, dalam sambutannya, Direktur Utama Fachmi Idris mengemukakan, kegiatan Penghargaan UHC JKN-KIS 2018 dapat menularkan semangat menuju cakupan kesehatan semesta untuk negeri tercinta ini kepada Pemerintah Daerah lainnya untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Ia berharap mereka menjaga keberlangsungan kepesertaan Program JKN-KIS serta mendukung terciptanya masyarakat Indonesia yang madani dan berkeadilan sosial. Di samping itu, upaya ini merupakan wujud sikap gotong royong yang harus kita pupuk dan pertahankan karena merupakan falsafah kehidupan berbangsa Indonesia.

“Pemimpin Terbaik yang saat ini dipilih oleh rakyat, Bapak Gubernur serta Bapak/Ibu Bupati dan Walikota, pasti akan memberikan yang terbaik kepada rakyatnya, termasuk dalam memberikan jaminan dan pelayanan kesehatan di daerah masing-masing,” katanya dalam sambutannya.

Pihaknya juga berharap apa yang dilakukan para kepala daerah juga dapat ditiru oleh seluruh pimpinan di negeri ini, sehingga apa yang dicita-citakan oleh bangsa ini yaitu kesejahteraan yang berkeadlian melalui salah satunya Program JKN-KIS dapat segera terwujud, ujar Fachmi.

https://www.gatra.com/

 

Kemenkes: BBM oktan rendah berbahaya bagi kesehatan

Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan dr Imran Agus Nurali mengingatkan bahwa BBM dengan oktan rendah seperti premium sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan sehingga perlu didorong kebijakan penggunaan BBM berkualitas.

"Dapat mengganggu saluran pernafasan, apalagi di jalanan yang padat kendaraan. Yang punya risiko asma bisa lebih memicu asma, sampai jangka panjang adalah kanker paru-paru," kata Imran Agus Nurali dalam rilis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurut Imran, emisi kendaraan bermotor memang menjadi salah satu sumber pencemar udara di samping sumber pencemar lain, seperti industri, perkantoran, dan perumahan.

Pencemaran udara dari kendaraan bermotor yang melebihi ambang batas, lanjut dia, akan mengakibatkan gangguan kesehatan.

"Kualitas udara bisa menurun dan tentu saja berdampak negatif terhadap kesehatan manusia," lanjut Imran.

Imran menjelaskan, salah satu dampak negatif tersebut adalah kanker karena bisa terdapat reaksi hidrokarbon (HC) di udara dan membentuk ikatan baru yaitu plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH).

PAH tersebut, lanjutnya, banyak dijumpai di daerah industri dan daerah dengan tingkat lalu lintas yang padat.

"Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker," kata Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes.

Ia memaparkan, kanker akibat pencemaran udara erat kaitannya dengan radikal bebas, yang pada umumnya mengakibatkan ketidaknormalan dalam metabolisme tubuh.

Mengingat dampak buruk BBM oktan rendah itulah, Kemenkes mendukung upaya peningkatan kualitas udara melalui jaminan ketersediaan BBM berkualitas.

Antara lain, seperti tercermin melalui Peraturan Menteri (Permen) LHK No. 20/Setjen/Kum.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O. Aturan tersebut, mengatur pemberlakuan standar emisi, yaitu sesuai teknologi Euro-4 di Indonesia.

"Mendukung BBM berkualitas. Karena ketersediaan BBM dengan kualitas baik yang disertai kualitas kendaraan laik jalan atau hasil uji emisi baik, akan mengurangi polusi udara," kata dia.

Imran mengutarakan harapannya agar kebijakan kementerian terkait untuk menggunakan BBM yang tidak akan berpotensi menghasilkan polutan yang melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Permen LHK tersebut.

https://www.antaranews.com/berita/712314/kemenkes-bbm-oktan-rendah-berbahaya-bagi-kesehatan

 

Indonesia Bebas TB, Mampukah Kita?

Oleh: Bd. Rizqie Putri Novembriani, S.Keb
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Pada bulan April lalu, seluruh dunia, termasuk Indonesia, telah memperingati Hari Kesehatan Sedunia. Tahun ini, tema yang diangkat oleh WHO adalah “Health for All”, yang bertujuan untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat dan didukung melalui pelaksanaan Universal Health Coverage (UHC). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah dilaksanakan pemerintah Indonesia sejak tahun 2014 merupakan salah satu bentuk penerapan UHC tersebut. Salah satu masalah kesehatan global dan nasional yang termasuk dalam fokus pelayanan JKN adalah tuberkulosis atau yang biasa dikenal dengan TB atau TBC.

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan paling sering menyerang paru-paru. Orang dengan TB paru dapat menyebarkan kuman-kuman ini di udara melalui percikan dahak ketika mereka bersin, batuk, ataupun meludah. Proses penularan yang sangat mudah inilah yang membuat seseorang dapat terinfeksi TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB yang ada di udara. Umumnya, TB diderita oleh orang dewasa di usia produktif. Akan tetapi, pada dasarnya semua kelompok usia memiliki risiko yang sama untuk menderita TB. Risiko ini semakin besar pada mereka dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah, seperti anak-anak, penderita HIV, dan perokok.

Gejala dari TB yaitu berupa batuk berdahak selama dua minggu atau lebih, batuk disertai darah, nyeri dada, berkeringat pada malam hari, dan penurunan berat badan secara drastis. Pada awal infeksi, gejala yang dirasakan mungkin bersifat ringan, sehingga menyebabkan banyak orang terlambat memeriksakan diri dan mendapat pengobatan. Padahal, TB merupakan penyebab kematian tertinggi ke-9 di dunia, menduduki peringkat di atas HIV. Begitu pula di Indonesia, di mana TB menempati posisi sebagai salah satu dari tujuh penyakit yang mematikan.

Pada tahun 2016, World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa 87% temuan kasus TB baru terdapat di 30 negara dengan beban TB tinggi. Enam puluh empat persen di antaranya ditemukan di tujuh negara, yaitu India, Indonesia, Cina, Filipina, Pakistan, Nigeria, dan Afrika Selatan. Dengan jumlah penduduk sekitar 261 juta jiwa, WHO melaporkan adanya satu juta kasus TB baru di Indonesia. Angka tersebut merupakan jumlah perkiraan penderita TB baru, sedangkan di luar sana masih banyak sekali kasus TB lama yang belum berhasil disembuhkan, atau bahkan yang belum terjaring sama sekali. Memang, setiap tahunnya jumlah temuan kasus TB semakin menurun, akan tetapi penurunan ini berlangsung sangat lambat. Oleh sebab itu, pemerintah dan masyarakat perlu bergerak cepat agar target Indonesia Bebas TB tahun 2030 dapat terealisasi.

Belum selesai dengan angka kesakitan dan kematian TB yang masih tinggi, ada ancaman lain yang menghantui, yaitu TB Multidrug-Resistant (TB-MDR). TB-MDR adalah istilah yang digunakan untuk kuman TB yang kebal terhadap dua jenis obat lini pertama yang diketahui paling ampuh, isoniazid dan rifampisin. Sebenarnya, TB-MDR ini dapat disembuhkan. Namun, pengobatannya tidak sesederhana pengobatan untuk TB biasa. Pilihan obat untuk TB-MDR masih terbatas dan perlu disertai dengan kemoterapi dengan obat-obatan yang mahal dan memakan waktu yang lama. Pada beberapa kasus, TB-MDR dapat berkembang menjadi lebih berat, yaitu ketika kuman TB tidak lagi merespon dengan obat-obatan lini ke-2. Jika pasien sudah berada dalam situasi ini, maka mereka tidak punya pilihan pengobatan lagi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2015, merilis daftar 30 negara dengan beban TB tinggi (high burden country) dan dibagi dalam tiga kategori, yaitu menurut jumlah kasus TB, TB-MDR, dan TB pada penderita HIV. Celakanya, Indonesia adalah salah satu negara dengan beban TB tinggi yang termasuk dalam ketiga kategori tersebut. Di Indonesia, kekebalan kuman TB terhadap antibiotik umumnya terjadi sebagai akibat dari penanganan yang kurang tepat. Penanganan yang kurang tepat tersebut sering disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan, berupa penghentian pengobatan sebelum waktu yang ditentukan ataupun tidak teratur dalam konsumsi obat.

Sejatinya, masyarakat memiliki peran yang sangat besar untuk mencegah perkembangan TB menjadi TB-MDR. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk melindungi diri dari TB, di antaranya dengan konsumsi makanan bergizi, olahraga, dan tidak merokok. Di samping itu, masyarakat juga dapat berkontribusi dalam menemukan kasus TB baru, yaitu dengan melakukan pemeriksaan secara dini. Hal ini perlu menjadi perhatian, sebab banyak kasus TB yang tidak segera terdeteksi karena pasien terlambat memeriksakan diri. Akibatnya, pengobatan menjadi tertunda dan tanpa disadari mereka telah menularkan penyakit tersebut pada orang-orang di sekitarnya.

Ada satu hal penting lain yang sering terlupakan, yaitu membantu mengawasi pasien TB dalam menjalani pengobatan. Apabila ada kerabat kita yang menderita TB, kita wajib meyakinkan mereka bahwa mereka bisa sembuh denganmeminum obat secara teratur dan tuntas. Sebab, konsumsi obat yang tidak teratur dan tidak tuntas menimbulkan peluang terjadinya mutasi genetik pada kuman TB dan membuat kuman tersebut menjadi kebal dengan obat-obatan yang ada. Lebih lanjutnya, kemungkinan pasien-pasien TB untuk sembuh akan semakin kecil. Dengan masih banyaknya pasien TB yang belum disembuhkan, maka penularan di dalam masyarakat akan terus terjadi.

Tentu kita tidak ingin terus-menerus berada di bawah bayang-bayang masalah TB. Pemerintah mutlak bertanggung jawab untuk menjamin kesehatan warganya dengan menyediakan fasilitaspelayanan kesehatan terbaik. Akan tetapi, upaya pemerintah tidak akan ada artinya apabila tidak didukung oleh perubahan perilaku masyarakat. Masyarakat perlu lebih peduli dengan lingkungan sekitar dan sadar akan pentingnya komitmen bersama untuk memutus rantai penularan TB. Mewujudkan Indonesia bebas dari TB tidaklah sulit, apabila pemerintah dan masyarakat mampu berjalan bersama dan melaksanakan tugas sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

http://www.depokpos.com/arsip/2018/05/indonesia-bebas-tb-mampukah-kita/

 

Lansia di Indonesia Meningkat Dua Kali Lipat Tahun 2035

Kementerian Kesehatan memprediksi pada 2035 mendatang jumlah lansia di Indonesia meningkat dua kali lipat menjadi 36 juta jiwa. Tingginya jumlah lansia ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat lansia rentan terserang berbagai penyakit.

Disampaikan Direktur Kesehatan Keluarga dari Kementerian Kesehatan, Dr. Eni Gustina, MPH., data menunjukkan satu dari empat lansia di Indonesia dalam kondisi sakit. Agar lonjakan jumlah lansia di 2035 mendatang tidak menjadi beban negara, ia berharap kerjasama lintas sektor demi mewujudkan lansia yang mandiri dan sehat.

"Dari sisi kesehatan, Kementerian Kesehatan memiliki Posbindu lansia sebagai langkah preventif. Di sini lansia dilakukan screening, lalu dipilah dari kemandiriannya. Untuk lansia yang memiliki ketergantungan tinggi, kita beri pelayanan homecare atau pada puskesmas. Tapi ini tidak terlepas dengan peran lintas sektor seperti Kemensos dan BKKBN," ujar Eni pada temu media peringatan Hari Lansia di Jakarta, Senin (14/5/2018).

Tak hanya itu, Kemenkes, kata Eni, juga meningkatkan pelayanan geriatri di puskesmas dan rumah sakit. Sekitar 37 persen atau sekitar 3645 puskesmas telah memiliki layanan geriatri yang khusus menangani lansia. Sementara untuk rumah sakit rujukan, tercatat 14 rumah sakit telah melayani perawatan untuk lansia.

"Dengan masuknya geriatri dalam SNARS (Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit), dua bulan belakangan kami mendapatkan permintaan agar semua rumah sakit dilatih untuk memberi pelayanan geriatri. Sudah 110 RS yang sudah meminta pelatihan," tambah dia.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD-KGer, M.Epid, FINASIM, selaku Ketua PB Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia, mengusulkan agar perawatan lansia yang sakit bisa dilakukan di rumah alias home care. Menurut dia, lansia lebih senang dirawat di rumah dan mendapat kasih sayang dari anggota keluarganya.

"Long term care bentuknya bisa home care, jadi orang tua bisa dilayani di rumah. Ini terbukti dapat mengurangi angka hospitalisasi. Lebih ramah lansia," tandas dia.

sumber: https://www.suara.com/health/2018/05/14/181734/lansia-di-indonesia-meningkat-dua-kali-lipat-tahun-2035