Reportase Prince Mahidol Award Conference (PMAC) 2025

"Harnessing Technologies in an Age of AI to Build a Healthier World"

pmca 4

28 Januari-2 Februari 2025

PKMK-Bangkok. Prince Mahidol Award Conference merupakan agenda yang diselenggarakan khusus untuk memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh di bidang klinis/medis dan kesehatan masyarakat yang memberi kontribusi terbesar dalam kemajuan bidang medis dan kesehatan masyarakat. Sejak diselenggarakan 19 tahun lalu, penghargaan telah diberikan kepada 32 ilmuwan dari berbagai penjuru dunia, dan 6 diantaranya bahkan merupakan penerima Nobel. Tahun ini penghargaan diberikan kepada:   

  1. Prof. Tony Hunter (Salk Institute for Biological Studies, San Diego, Amerika Serikat)
    Prof Hunter adalah tokoh yang menemukan tyrosine kinase (enzim abnormal yang melakukan aktivasi seluler yang mendorong pertumbuhan sel kanker). Penemuan ini membuahkan manfaat luarbiasa bagi pengembangan targeted inhibitor dalam obat kanker pada 2001.
  2. Jonathan Shepherd (Cardiff University)
    Prof. Shepherd mengembangkan Cardiff Model yaitu model yang digunakan untuk menggabungkan data gawat darurat di rumah sakit dengan data polisi sehingga meningkatkan kemampuan para penegak hukum untuk menyusun strategi dalam mengatasi dan mengurangi kekerasan. Model ini dikembangkan karena Prof Sheperd menyadari bahwa banyak kasus injury di ruang gawat darurat terjadi karena kekerasan (public atau pun domestic) namun polisi jarang terlibat karena polisi hanya bertindak berdasarkan laporan sementara mayoritas korban tidak melakukan pelaporan.  Prof Shepherd menyadari bahwa injury (dalam hal ini yang disebabkan oleh kekerasan) merupakan isu kesehatan masyarakat.

pmca 3Pembukaan PMAC secara resmi dilakukan oleh HRH Princess Mahacakri Sirindhorn. Tesis dasar dari tema PMAC tahun ini bahwa artificial intelligence (AI) merupakan teknologi yang tidak terelakkan, namun bagaimana AI dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesehatan.  Sektor kesehatan menjadi lebih aktif dalam perubahan yang dapat menandai era baru untuk penyediaan perawatan kesehatan. Teknologi baru seperti AI dan genomic sequencing menawarkan kesempatan untuk menata ulang penyediaan layanan kesehatan.

Telehealth, yang telah dipraktikkan dalam satu atau lain bentuk, mendapatkan momentum selama pandemi COVID-19, ketika jarak sosial dibatasi dan dapat dilakukan dengan pengurangan dramatis dalam mobilitas manusia. Ketersediaan platform teknologi memfasilitasi penggunaan telehealth dalam skala besar dan dengan biaya yang lebih rendah. Memperkuat sistem informasi dan rezim perlindungan data yang lebih baik juga telah menciptakan ruang yang lebih besar untuk penggunaan analitik Big Data yang dapat meningkatkan pengalaman pasien dan penyediaan perawatan. Kesehatan seluler memiliki potensi untuk merevolusi kesehatan masyarakat dan juga menawarkan peluang untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan dan mendorong manajemen kesehatan mandiri, sehingga memberdayakan masyarakat.

Media sosial menjadi alat yang ampuh dan tidak hanya dapat meningkatkan kesadaran akan isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan di kalangan masyarakat umum, tetapi juga menciptakan gerakan untuk kesehatan yang lebih baik dan meningkatkan akuntabilitas. Teknologi digital dapat digunakan di seluruh spektrum perawatan kesehatan, pencegahan, diagnostik, dan pengobatan. Janji teknologi untuk meningkatkan akses dan mengurangi ketidaksetaraan dalam kesehatan menggarisbawahi tujuan yang diharapkan oleh Cakupan Kesehatan Universal (UHC) dan ditandai oleh komitmen global terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Namun catatan pencapaian SDGs menunjukkan bahwa dunia telah keluar jalur (off-track) dalam mencapai tujuannya pada tahun 2030 dan terdapat kebutuhan untuk memikirkan kembali pendekatan yang dapat dimungkinkan oleh teknologi inovatif.

Namun, hambatan tetap ada dalam memanfaatkan potensi yang ditawarkan teknologi ini dan risiko yang harus diakui. "Gelombang yang Akan Datang"  dari teknologi bukan hanya dapat mengubah cara kita melakukan banyak hal, melainkan juga mengancam keberadaan kita. Terdapat kekhawatiran seputar siapa yang menggunakan teknologi ini dan untuk apa. Banyak orang miskin di dunia tidak memiliki akses ke teknologi seperti ponsel dan internet. Privasi dan keamanan data tetap menjadi perhatian dan penerapan sistem yang dapat dioperasikan masih menjadi tantangan. Selain itu, terdapat risiko teknologi ini yang memperburuk ketidaksetaraan yang ada daripada menguranginya. Bias dalam algoritma AI dapat melanggengkan bias dan membatasi akses ke perawatan.

Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menghadapi tantangan unik tentang cara mengembangkan dan memanfaatkan teknologi ini secara efektif. Terdapat kebutuhan untuk transfer teknologi dari negara berpenghasilan tinggi ke negara berpenghasilan menengah dan rendah, seperti yang cukup ditunjukkan dalam pengembangan dan distribusi vaksin COVID-19. Penerimaan dan penerapan teknologi baru diantara pengguna juga perlu dipertimbangkan dengan cermat.

Beberapa sesi PMAC dapat dikelompokkan seperti berikut

  1. Isu seputar pemanfaatan teknologi digital untuk pembiayaan kesehatan yang lebih efisien dan efektif
  2. Isu seputar pengembangan kapasitas tenaga kesehatan di era teknologi digital
  3. Pemanfaatan teknologi digital untuk pelayanan Kesehatan di isu-isu prioritas global
  4. Isu seputar tata kelola dan etika pemanfaatan teknologi digital

 

 

Reportase Peluncuran Buku Konsep, Implementasi, dan Dampak JKN

11 Desember 2024

buku 10thjknBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyelenggarakan peluncuran buku Konsep, Implementasi, dan Dampak JKN Perjalanan Satu Dekade pada Rabu (11/12/2024).

Kegiatan diawali dengan sambutan oleh Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D, Sp.THT-KL(K), M.ARS. Perjalanan BPJS Kesehatan selama 1 dekade penuh dengan tantangan dan lika-liku. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa dampak penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) luar biasa. Seluruh masyarakat Indonesia mendapat hak yang sama terhadap pelayanan kesehatan. Namun masih terdapat tantangan dalam pelaksanaannya, seperti distribusi fasilitas kesehatan yang tidak merata. 70% lebih faskes terdistribusi di Jawa, sementara di Indonesia bagian timur masih terbatas. Tantangan lainnya adalah pemahaman tenaga kesehatan masih ada yang belum sejalan dengan konsep JKN dan kesadaran masyarakat akan pentingnya jaminan kesehatan. Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan beberapa peraturan turunan dari UU Kesehatan untuk mendukung JKN.

Sambutan selanjutnya dari Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK selaku Direktur Utama BPJS Kesehatan. Buku ini hadir untuk memberikan gambaran perjalanan JKN selama satu dekade. Buku ini tidak hanya menyajikan sejarah JKN, melainkan juga filosofi jaminan sosial, capaian kepesertaan, penjaminan layanan kesehatan, dan sebagainya. Hadirnya program JKN memberikan berbagai dampak konstruktif bagi masyarakat meskipun di awal penyelenggaraan JKN terdapat berbagai tantangan. Hingga saat ini masalah masih ada, namun sudah on the right track. Masalah utama yang dihadapi adalah terkait keuangan dan pemahaman semua pihak. Pemahaman ini terkait dengan tanggung jawab BPJS. BPJS tidak sepenuhnya bertanggung jawab terhadap supply side.

Selanjutnya, Muhaimin Iskandar selaku Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat RI memberikan keynote speech. Capaian Universal Health Coverage (UHC) 98,37% saat ini sudah cukup bagus. Namun ada beberapa masalah yang perlu dihadapi. Kepesertaan yang lebih aktif masih perlu ditingkatkan, pengelolaan dana JKN harus lebih transparan, akuntabel, dan berbasis teknologi. Muhaimin juga berharap FKRTL dan FKTP harus memenuhi standar sesuai kelasnya, perlu kredensialing dan rekredensialing dengan ketat, dan BPJS terus meningkatkan inovasi pelayanan yang bermutu.

Sesi Talkshow

Kegiatan dilanjutkan dengan talkshow yang menghadirkan 3 narasumber dan 2 penanggap. Narasumber pertama, yakni Mundiharno selaku Direktur Kepatuhan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan. Mundiharno menjelaskan bahwa penulisan buku ini bertujuan untuk mendokumentasikan perjalanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) selama satu dekade. Buku ini juga dimaksudkan sebagai referensi utama bagi berbagai pihak, termasuk mahasiswa, akademisi, dan para pemangku kepentingan. Salah satu alasan pentingnya buku ini adalah untuk memberikan pemahaman mendalam tentang JKN, terutama bagi mereka yang baru mengenal program ini. Selain itu, buku ini menyajikan pembahasan yang komprehensif tentang konsep, implementasi, serta tantangan dan dampak dari JKN. Mundiharno menekankan bahwa referensi tentang JKN masih terbatas, sehingga buku ini hadir untuk mengisi kekosongan tersebut.

Buku ini terdiri dari 37 bab yang terbagi dalam empat bagian, dengan total 755 halaman dengan detail sebagai berikut:

  • Konsep dan Latar Belakang JKN: Bagian ini membahas fungsi makro Jaminan Kesehatan sebagai sistem sosial, termasuk konsep gotong royong nasional yang menjadi dasar kebijakan JKN. Selain itu, dijelaskan juga dinamika politik dan perjuangan dalam mewujudkan jaminan sosial di Indonesia, termasuk proses legislasi yang penuh tantangan.
  • Implementasi: Membahas perjalanan implementasi JKN, mulai dari penyusunan regulasi hingga pelaksanaan. Bagian ini juga menggambarkan kerja keras dan kolaborasi berbagai pihak untuk merealisasikan sistem jaminan kesehatan nasional.
  • Dampak: Mengulas hasil dan dampak yang dihasilkan dari implementasi JKN, baik bagi masyarakat maupun sistem kesehatan di Indonesia.
  • Tantangan ke Depan: Bagian ini membahas proyeksi tantangan yang akan dihadapi JKN dalam 10 tahun mendatang.

Narasumber kedua, yakni Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, pakar jaminan sosial, menjelaskan bahwa JKN menggabungkan konsep budaya gotong royong dengan kewajiban ilmiah. Gotong royong merupakan nilai budaya di mana masyarakat saling membantu. Namun, dalam konteks JKN, gotong royong yang bersifat sukarela saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan kesehatan. Oleh karena itu, partisipasi dalam JKN diwajibkan. Kewajiban ini didasarkan pada fakta bahwa manusia tidak dapat memprediksi kapan mereka akan sakit, sehingga perlindungan kesehatan harus disiapkan sebelumnya. Hasbullah juga menekankan bahwa kesehatan adalah modal dasar manusia untuk bisa hidup produktif, belajar, bekerja, dan beribadah. Dengan adanya JKN, masyarakat tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga membantu orang lain yang membutuhkan. Narasumber mengingatkan bahwa JKN bukanlah konsep dagang seperti asuransi komersial, tetapi lebih mirip dengan sedekah sekaligus investasi jangka panjang. Pola pikir masyarakat perlu diubah untuk memahami bahwa semua orang akan membutuhkan layanan kesehatan suatu saat nanti, sehingga keikutsertaan dalam JKN adalah bentuk tanggung jawab bersama.

Dalam menjawab pertanyaan tentang mengapa JKN mencakup Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia tetapi tidak mencakup WNI yang tinggal di luar negeri, Hasbullah menjelaskan bahwa WNA di Indonesia yang tinggal atau bekerja di Indonesia diwajibkan ikut JKN karena jika mereka sakit dan tidak mampu membayar biaya pengobatan, hal itu dapat membebani sistem kesehatan nasional. Dengan bergabung dalam JKN, mereka juga berkontribusi pada sistem gotong royong yang melindungi semua orang. Sedangkan, WNI di luar negeri itu tidak termasuk karena sistem JKN berbasis layanan, bukan berbasis uang tunai. Oleh karena itu, sulit untuk menjamin layanan kesehatan bagi WNI yang berada di luar negeri, mengingat perbedaan sistem kesehatan dan fasilitas di berbagai negara.

Narasumber ketiga adalah Timboel Siregar seorang Praktisi Jaminan Sosial. Menurut Timboel, JKN merupakan produk reformasi yang paling nyata. Ekosistem JKN dipengaruhi oleh berbagai sektor dan telah menunjukkan perkembangan ke arah yang positif, terutama dengan dukungan berbagai regulasi. JKN kini tidak hanya diperuntukkan bagi orang sakit, tetapi juga memberikan manfaat bagi orang yang sehat. Meski demikian, diperlukan perbaikan di semua stakeholder terkait untuk memperkuat ekosistem JKN. Evaluasi terhadap pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 juga perlu dilakukan agar JKN tetap berjalan sesuai dengan tujuan awalnya. Buku ini hadir sebagai sarana untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, sekaligus mendorong mereka untuk bersuara dalam memperjuangkan hak atas pelayanan kesehatan yang layak.

Penanggap pertama, yakni Chazali Situmorang yang pernah menjabat sebagai Ketua DJSN pertama menyampaikan bahwa dampak pelaksanaan JKN selama 10 tahun ini sudah terlihat. Dampak ini mencakup semua lini dan mempengaruhi semua aspek kehidupan. Chazali mengamati, kata kunci pelaksanaan JKN selama 1 dekade terletak pada political will. Sepanjang dukungan politik pemerintah tinggi. maka apa yang diperintahkan dalam UU itu dapat diimplementasikan. Proporsi iuran 30-40% dari pemerintah dan 70% dari masyarakat juga menjadi kesempatan yang besar bagi keberlanjutan program ini, tinggal bagaimana menyelesaikan persoalan di masyarakat. Termasuk masalah supply side seperti pemerataan tenaga kesehatan dan faskes. Meskipun beberapa memang bukan ranah BPJS, namun diharapkan UU Kesehatan bisa menjembatani permasalahan supply side.

Penanggap kedua, Nunung Nuryartono yang merupakan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional mengungkapkan bahwa buku ini menarik karena menjelaskan secara komprehensif JKN 1 dekade. Salah satu isu yang disorot adalah ketersediaan big data. Memang tidak mudah untuk mempunyai big data, namun hal tersebut perlu diusahakan. Big data dapat menjadi pedoman untuk pengembangan kebijakan dan program JKN ke depan. Menurut Nunung, sistem juga harus terus disempurnakan untuk memperkuat program JKN.

Sebagai penutup, masing-masing narasumber memberikan closing statement. Hasbullah mengajak semua pihak untuk berusaha bersama menyelesaikan permasalahan yang ada, terutama terkait pendanaan. Mundiharno menyampaikan bahwa JKN telah memberikan manfaat yang besar. Semua pihak harus berupaya memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat dan harapannya seluruh ekosistem mendukung upaya JKN ini. Terakhir, Timboel mengajak semua pihak untuk terus mendukung program JKN melalui 3 isu utamanya, yakni kepesertaan, layanan, dan pembiayaan. Timboel juga berharap adanya political will untuk memastikan keberlangsungan dan kualitas layanan kesehatan di daerah.

Dokumentasi kegiatan dapat disimak melalui link berikut Video   buku   

Reporter:
Via Anggraini dan Mashita Inayah (PKMK UGM)

 

 

Laporan Penelitian Analisis Implementasi Pelayanan Kesehatan untuk Penyandang Disabilitas (Fisik dan Sensorik) dalam Mencapai Universal Health Coverage (UHC)

Laporan Penelitian Analisis Implementasi Pelayanan Kesehatan untuk Penyandang Disabilitas (Fisik dan Sensorik) dalam Mencapai Universal Health Coverage (UHC)

Laporan Penelitian ini merupakan hasil penelitian “Analisis Implementasi Pelayanan Kesehatan untuk Penyandang Disabilitas (Fisik dan Sensorik) dalam Mencapai Universal Health Coverage (UHC)” yang telah disusun dan dicetak oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Universitas Gadjah Mada, bekerja sama dengan SIGAB dan Pusat Rehabilitasi YAKKUM, dengan dukungan dari Kemitraan Australia – Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI).

Penelitian ini bertujuan untuk memahami kondisi akses dan pemanfaatan layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas, serta mendorong perbaikan sistem pelayanan kesehatan yang lebih inklusif di Indonesia.

Informasi yang disajikan dalam publikasi ini adalah tanggung jawab dari tim produksi dan tidak mewakili pandangan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia.

Report (PDF)

 

 

 

 

 

 

Reportase Kursus Kebijakan terkait Transformasi Sistem Kesehatan: Mendorong Keterlibatan Sektor Swasta untuk Integrasi Sistem Pelayanan Kesehatan Berbasis Layanan Primer

anhss24

Salah satu pilar utama dalam transformasi sistem kesehatan Indonesia adalah penguatan layanan primer. Transformasi ini merupakan langkah krusial dalam meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapai tujuan program-program kesehatan yang lebih komprehensif dan efektif, kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta perlu didukung. Kemitraan ini bertujuan untuk menciptakan integrasi layanan kesehatan yang lebih baik, di mana sektor swasta berperan aktif dalam mendukung dan melengkapi layanan yang disediakan oleh sektor publik. Melalui sinergi antara kedua sektor ini, diharapkan tercipta sistem kesehatan yang lebih efisien, terjangkau, dan mampu menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat secara menyeluruh.

Asia-Pacific Network for Health Systems Strengthening (ANHSS) berkolaborasi dengan Centre of Excellence for Health Economics, Faculty of Economics, Chulalongkorn University, menyelenggarakan Kursus Kebijakan terkait Transformasi Sistem Kesehatan: Mendorong Keterlibatan Sektor Swasta untuk Integrasi Sistem Pelayanan Kesehatan Berbasis Layanan Primer. Kegiatan telah diselenggarakan pada 25-28 November di Bangkok, Thailand. Acara ini menghadirkan narasumber dari berbagai negara, yang berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka dalam bidang kesehatan. Reportase dan Informasi kegiatan dapat diakses pada link berikut.

Hari pertama   hari kedua   hari ketiga   Hari Keempat

 

Reportase The 8th Global Symposium on Health Systems Research 2024

hsr244

Health Systems Global (HSG) adalah sebuah organisasi internasional yang berfokus pada penelitian dan pengembangan sistem kesehatan di seluruh dunia. Organisasi ini berperan sebagai wadah untuk memfasilitasi kolaborasi antara peneliti, pembuat kebijakan, praktisi, dan pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam sistem kesehatan dan kebijakan kesehatan global. Tujuan utama HSG adalah untuk meningkatkan pemahaman dan praktik dalam penguatan sistem kesehatan agar dapat memberikan layanan kesehatan yang lebih baik, merata, dan berkelanjutan bagi semua orang. HSG menyelenggarakan simposium dua tahunan untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan pengalaman di bidang penelitian sistem kesehatan dan kebijakan.

Pada tahun 2024, tema simposium yang diusung oleh HSG adalah “Building just and sustainable health systems: centering people and protecting the planet”. Perubahan iklim mempengaruhi kesehatan dan sistem kesehatan. Sistem kesehatan yang kuat sangat penting untuk mencapai kesehatan bagi semua orang, yang merupakan tujuan dari HSG dan tujuan kesehatan internasional, sebagaimana tecermin dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Dengan landasan pemikiran ini, simposium tahun 2024 mengambil fokus pentingnya sistem kesehatan yang berfokus pada manusia, yang merespons perubahan global, dan berupaya melindungi lingkungan di masa depan.

Simak reportase kegiatan HSR Global Symposium on Health System Research 2024 pada link berikut

Pra-Konferens   Hari kedua   Hari ketiga   Hari keempat   Hari kellima

 

Reportase 20th National Health Research for Action (NHRFA) Evidence Summit

Las Piñas, Filipina, 22 – 25 Oktober 2024

PKMK-Filipina. Setiap tahun, Departemen Kesehatan Filipina mengadakan konferensi untuk menyampaikan temuan-temuan kunci dari berbagai penelitian prioritas kesehatan yang dilakukan oleh Center for Health Development/CHD (semacam Dinas Kesehatan). Di Filipina terdapat 17 CHD yang mengelola kesehatan di 81 Provinsi. Tahun ini kegiatannya berlangsung di Manila, pada 22 – 25 Oktober 2024, dan peneliti PKMK berkesempatan menjadi salah satu pembicara tamu.

Terdapat dua stream dari Evidence Summit ini, stream pertama adalah pada evidence-based medicine, sementara stream kedua adalah evidence dari penelitian sistem dan kebijakan kesehatan. Beberapa kegiatan dilakukan sekaligus, yaitu: launching dari online repository dari seluruh penelitian yang telah dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Center for Health Development/CHD, launching online repository dari National Clinical Guidelines, launching dari laporan National Health Account 2023 (yang disusun oleh Badan Statistik Filipina), launching dokumen resmi tentang topik-topik prioritas dalam agenda riset nasional (NUHRA/national unified health research agenda) untuk periode 2023-2028, forum Data-to-Policy, serta dibentuknya network institusi penelitian riset sistem dan kebijakan kesehatan nasional.

25okt

Ada beberapa hal menarik yang bisa kita cermati. Pertama, Departemen Kesehatan Filipina memiliki komitmen dan dukungan terhadap peran dari evidence dan penelitian sistem dan kebijakan kesehatan. NHRFA Evidence Summit tahun ini telah mencapai tahun ke-20. Adanya penelitian yang dilakukan CHD juga menunjukkan ada upaya sungguh-sungguh untuk mendorong CHD memanfaatkan data rutin dan melakukan riset sistem dan kebijakan kesehatan yang berfokus pada evidence lokal dan kebutuhan lokal, dan didukung sepenuhnya oleh pendanaan lokal, serta upaya untuk menjembatani evidence dengan proses kebijakan. Lebih jauh lagi, sebagai steward dari arah kebijakan nasional, Pemerintah melalui Philippine Council for Health Research and Development menyusun dokumen resmi (NUHRA) yang menjabarkan topik-topik prioritas kesehatan apa yang mereka harapkan akan dilakukan penelitian-penelitiannya dalam lima tahun.

25okt 1

Kedua, Upaya yang terintegrasi dan berkelanjutan untuk menyampaikan hasil-hasil riset sistem dan kebijakan yang dilakukan di seluruh wilayah Filipina oleh Departemen Kesehatan dengan Center for Health Development/CHD. Dalam Evidence Summit ini, dilakukan forum Data-to-Policy. Forum ini merupakan ajang dimana CHD mengirimkan abstrak hasil penelitian yang mereka lakukan, kemudian dipilih beberapa CHD yg lolos seleksi untuk presentasi poster dan policy brief berdasarkan riset yang mereka lakukan tersebut.

Data-to-Policy telah dilakukan setiap tahun sejak 2018. Forum Data-to-Policy menjadi forum penting untuk berbagi temuan dan strategi mengatasi beberapa permasalahan kesehatan di regional yang berbeda. Selain itu, adanya online repository memudahkan mereka untuk menelusuri manuskrip dan laporan-laporan penelitian tersebut. Forum Data-to-Policy ini juga memberi kesempatan bagi masing-masing regional untuk menyampaikan policy brief yang disusun berdasarkan penelitian mereka kepada para pengambil kebijakan Pusat (Departemen Kesehatan).

Dalam forum Data-to-Policy ini, para pemateri dari regional dibahas langsung oleh asisten/staf khusus Menteri Kesehatan dan direktur dari berbagai direktorat di Departemen Kesehatan, termasuk Direktur Perencanaan Kesehatan. Poin yang lebih menarik lagi, di dalam policy brief-nya, mereka juga menyertakan (1) roadmap, (2) estimasi budget untuk masing-masing opsi kebijakan yang mereka suguhkan, termasuk (3) perbandingan dengan budget kebijakan saat ini serta (4) budget impact analysis atau cost-effectiveness analysis-nya. Para pengambil kebijakan dapat melakukan “window shopping” untuk beberapa opsi kebijakan yang potensial untuk diadopsi dan diterapkan secara nasional, bukan hanya sebagai kebijakan regional.

25okt 2

Ketiga, Departemen Kesehatan secara serius mendorong dan memberi penghargaan atas kerjasama dengan mitra-mitra mereka, termasuk sektor swasta. Sebagai contoh, salah satu mitra mereka adalah Vital Strategies. Vital Strategies telah bekerjasama dengan Departemen Kesehatan selama 8 tahun terakhir dalam menyediakan peningkatan kapasitas penelitian implementasi dan riset operasional, dan juga komunikasi riset termasuk penyusunan policy brief.

Hasilnya adalah saat ini telah tersedia 21 modul pelatihan penelitian implementasi dan riset operasional di platform pelatihan online milik Departemen Kesehatan, tersedianya 16 pelatih di Departemen Kesehatan, dan telah dilatihnya lebih dari 60 peneliti dari berbagai Departemen Kesehatan dan CHD. Vital Strategies dapat melakukan hal ini berkat dukungan dari dana filantropi. Selain itu, Departemen Kesehatan tahun ini memperkuat hubungan kemitraan dengan berbagai institusi riset dengan meresmikan Jejaring Nasional untuk Riset Sistem dan Kebijakan Kesehatan, yang terdiri dari semua CHD dengan institusi riset yang terafiliasi dengan Universitas, dan beberapa institusi riset swasta. Jejaring ini menjadi platform bagi Departemen Kesehatan untuk mewadahi program-program pengembangan kapasitas, fellowship, data-to-policy initiative, pendanaan riset, dan lain-lain.


25okt shitaReporter:
Shita Dewi – Peneliti PKMK FK-KMK UGM

 

 

Reportase 18th Postgraduate Forum on Health Systems and Policies 2024

HARI 1:

 

Selasa, 6 Agustus 2024

PKMK-Kuala Lumpur. Sejumlah peneliti dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), FK-KMK, Universitas Gadjah Mada mengikuti konferensi 18th Postgraduate Forum on Health Systems and Health Policies. Tahun ini Postgraduate Forum on Health Systems and Policies mengusung tema Evidence-Based Policy for Health Reform. Kegiatan berlangsung selama dua hari yaitu pada 6-7 Agustus 2024 diselenggarakan oleh Faculty of Medicine, Universiti Kebangsaan Malaysia. Konferensi ini juga merupakan kolaborasi 3 universitas yaitu Universiti Kebangsaan Malaysia, Prince of Songkla University di Thailand dan Universitas Gadjah Mada di Indonesia.

Pada hari pertama, kegiatan dimulai dengan Keynote Address oleh Prof. Emeritus Dato Dr. Syed Mohamed Al-Junid, menyatakan forum ini berfokus pada penggunaan bukti untuk mendukung transformasi kesehatan dan penerapannya dalam kebijakan berbasis bukti di masa depan. Adanya keterlibatan Malaysia, Indonesia, dan Thailand ikut berkontribusi dan memfasilitasi pembelajaran dalam rangka mengikuti perkembangan global.

Keynote Address: Evidence-Based Policy For Health Reform

Prof. Emeritus Dato Dr. Syed Mohamed Al-Junid menyampaikan bahwa reformasi sektor kesehatan melibatkan proses perubahan mendasar yang berkelanjutan dalam kebijakan kesehatan dan pengaturan institusi. Perubahan yang terarah ini bertujuan untuk mencapai efisiensi, keadilan, dan efektivitas dalam sektor kesehatan. Reformasi sektor kesehatan mencakup berbagai aspek, seperti penetapan kebijakan, penyempurnaan kebijakan yang ada, serta reformasi institusi yang menjalankan kebijakan tersebut, termasuk sistem, penyampaian layanan, pendanaan, dan institusi. Di sisi lain, reformasi perawatan kesehatan bersifat lebih luas dan melibatkan sektor sosial lainnya, bukan hanya sektor kesehatan itu sendiri.

Selain itu, kebijakan kesehatan berbasis bukti adalah kunci dalam mengarahkan reformasi kesehatan yang efektif. Aspek-aspek utamanya meliputi penggunaan sistematis dari penelitian, penilaian kritis, transparansi, pemantauan hasil, keterlibatan pemangku kepentingan, dan masalah data. Reformasi sistem kesehatan diperlukan untuk mengatasi masalah seperti akses kesehatan yang tidak memadai, kekurangan sumber daya, penggunaan sumber daya yang tidak efisien, dan layanan yang tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Namun, reformasi sering menghadapi berbagai hambatan, termasuk resistensi politik, kurangnya konsensus, serta tantangan dari para profesional kesehatan. Di akhir sesi, Prof. Emeritus Dato Dr. Syed Mohamed Al-Junid juga menyampaikan kolaborasi antara pembuat kebijakan, peneliti, penyedia layanan kesehatan, dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk keberhasilan implementasi reformasi berbasis bukti.

pgf1Plenary I

Topic: Evidence from Systematic Review and Network Meta-Analysis: Evidence-Based Healthcare and Practice
Speaker: Prof. Dr. Tippawan Liabsuetrakul (Prince of Songkla University, Thailand)

Setelah keynote address, forum dilanjutkan dengan sesi pleno pertama yang membahas tentang Evidence From Systematic Review and Network Meta-Analysis: Evidence-Based Healthcare and Practice oleh Prof. Dr. Tippawan Liabsuetrakul. Pada pleno pertama, Tippawan menjelaskan tentang systematic review atau tinjauan sistematis merupakan kunci utama untuk sintesis penelitian pada pertanyaan sistematis dengan strategi pencarian komprehensif. Sementara network meta-analysis (NMA) merupakan metode statistik yang dikombinasikan dengan temuan studi individu. Berdasarkan observasi Tippawan, publikasi artikel terkait NMA dari 2002 hingga 2018 mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Namun, jumlah artikel NMA ini banyaknya dipublikasi dari negara maju atau institusi yang berada di negara maju. Kemudian, Tippawan juga menemukan bahwa ketersediaan artikel publikasi NMA dengan filter systematic review dari 1999 hingga 2024 terdapat 10.519 publikasi.

Tippawan juga memaparkan contoh dari penggunaan systematic review dan network meta-analysis pada penggunaan obat untuk penanganan preeclampsia. Kedua pendekatan dilakukan dengan menggunakan beberapa kata kunci seperti “prevention of preeclampsia,” “medications,” dan “meta-analysis” dengan menerapkan filter “systematic review”. Dari studi tersebut, Tippawan menyampaikan bahwa tidak ada satu evidence terkait pengobatan yang menjadi lebih unggul dari yang lain untuk penanganan preeclampsia. Bentuk pengobatan seperti antiplatelet, calcium dan antioxidants ditemukan lebih bermanfaat dari pada plasebo.

 

pgf2Plenary II

Topic: Post Covid Healthcare Reform in Indonesia
Speaker: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD menjadi narasumber kedua pada 18th Postgraduate Forum on Health System and Policies. Laksono membahas reformasi sistem kesehatan di Indonesia pasca COVID-19. Pihaknya menyoroti tiga poin penting: sejarah reformasi kesehatan, pelayanan kesehatan era pandemi, dan kemajuan serta tantangan setelah UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan berlaku. Reformasi politik tahun 1998 memperkuat undang-undang kesehatan, tetapi implementasinya belum optimal, terutama dalam hal sinergi antar undang-undang, reformasi SDM Kesehatan, layanan medis, dan layanan primer. Akibatnya, selama 20 tahun sebelum COVID-19, sistem kesehatan tidak efektif, efisien, dan adil, tercermin dari disparitas layanan, ketimpangan distribusi SDM kesehatan, dan ketimpangan klaim layanan BPJS Kesehatan.

Meskipun biaya klaim BPJS Kesehatan menurun selama pandemi, tantangan pembiayaan tetap ada. Segmen PBI selalu surplus, sementara segmen lain mengalami defisit, menunjukkan perbedaan akses layanan. Persentase belanja kesehatan dari GDP Indonesia masih rendah, dan peran pembiayaan swasta termarginalisasi. Pandemi COVID-19 memberikan tantangan besar, tetapi juga menjadi momentum bagi Kementerian Kesehatan untuk melakukan reformasi sistem kesehatan melalui Transformasi Kesehatan, yang diperkuat dengan UU Nomor 17 tahun 2023.

Undang-undang ini memperkuat posisi pemerintah dalam sinkronisasi dan koordinasi sektor lain terkait kesehatan. Tantangan ke depan meliputi penguatan layanan primer, perluasan layanan, peningkatan SDM Kesehatan, dan mengatasi tantangan pembiayaan. Kolaborasi dengan organisasi independen untuk memantau implementasi sistem kesehatan juga penting untuk memastikan keberhasilan reformasi kesehatan di Indonesia pasca pandemi.

Reporter: Agus Salim, MPH., Tri Muhartini, MPA., dan Candra, MPH

 

 

 

 

Reportase Diseminasi Penelitian Sustainabilitas Pelayanan Kesehatan Esensial di Pandemi COVID-19

Tantangan dan Pembelajaran dari Indonesia

25jl

Pada Rabu (24/7/2024) diselenggarakan Diseminasi Penelitian "Sustainabilitas Pelayanan Kesehatan Esensial di Pandemi COVID-19: Tantangan dan Pembelajaran dari Indonesia". Acara ini bertempat di Hotel City Log Tebet, Jakarta dan dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di bidang kesehatan, termasuk perwakilan dari Kementerian Kesehatan RI, World Bank dan jejaring partner seperti UNICEF, UNDP, Bappenas, BKKBN Nasional, Aliansi Ikatan Profesi, dan para stakeholder yang terlibat langsung dalam penelitian ini.

Sesuai dengan pilar ketiga SDGs yang berfokus pada menjamin kesehatan dan kesejahteraan bagi semua individu di semua usia, penelitian sustainabilitas pelayanan kesehatan esensial di pandemi COVID-19 yang mencakup tantangan dan pembelajaran dari Indonesia ini dilakukan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM yang berkolaborasi bersama Nossal Institute For Global Health, University Of Melbourne.

Acara diseminasi diawali dengan sambutan sekaligus membuka acara oleh Pandu Harimurti sebagai perwakilan dari World Bank. Pandu menjelaskan pentingnya penelitian ini dalam mendokumentasikan respon pemerintah Indonesia terhadap pandemi COVID-19. Pandemi telah menunjukkan berbagai kelemahan dalam sistem kesehatan, namun juga memberikan banyak pembelajaran yang bisa digunakan untuk memperkuat sistem kesehatan di masa depan. Pihaknya menekankan bahwa salah satu isu utama selama pandemi adalah bagaimana menjamin keberlangsungan pelayanan kesehatan esensial meskipun sumber daya kesehatan harus dialihkan untuk menangani COVID-19. Beliau berharap hasil penelitian ini dapat memberikan panduan untuk mempersiapkan sistem kesehatan Indonesia dalam menghadapi situasi darurat di masa depan.

Sambutan selanjutnya dari dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes, Ph.D selaku salah satu peneliti utama, menambahkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk memahami efektivitas upaya mengurangi dampak pandemi terhadap pelayanan kesehatan esensial serta mengevaluasi strategi pemerintah dalam meningkatkan perlindungan layanan kesehatan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method, menggabungkan data kuantitatif dan wawancara kualitatif di beberapa daerah, termasuk Kabupaten Rokan Hulu (Provinsi Riau), Kabupaten Tabalong (Provinsi Kalimantan Selatan), Kepulauan Yapen (Provinsi Papua), Kabupaten Timur Tengah Utara dan Kabupaten Kupang (Provinsi Nusa Tenggara Timur), Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta), dan Jakarta Selatan (Provinsi DKI Jakarta).

Budi Perdana, MPH selaku Ketua Tim Kerja Pinjaman dan Hibah, Biro Perencanaan dan Anggaran, Kemenkes menyampaikan apresiasi kepada World Bank atas dukungannya selama pandemi. Budi mengungkapkan bahwa Kemenkes bersama World Bank telah menyiapkan berbagai strategi dan pendanaan untuk mengatasi COVID-19, termasuk pengalokasian dana sebesar 211 triliun rupiah untuk penanganan bencana nasional. Salah satu indikator utama yang dipantau adalah pelaksanaan pelayanan kesehatan esensial, seperti layanan KIA, TB, gizi, dan imunisasi, yang berhasil mempertahankan tingkat utilisasi hingga 90% selama pandemi berkat berbagai inovasi dan adaptasi.

Temuan utama penelitian menunjukkan bahwa pandemi berdampak berbeda pada berbagai jenis pelayanan kesehatan esensial. Kunjungan rawat jalan untuk penyakit tidak menular (PTM) sangat terdampak namun mulai pulih pada awal 2021. Kunjungan untuk tuberkulosis (TB) sangat terpengaruh, sementara layanan HIV relatif tidak terdampak parah. Inovasi dalam bidang kesehatan jiwa berhasil meningkatkan kunjungan selama pandemi. Selain itu, penggunaan telemedicine dan digitalisasi layanan kesehatan turut membantu menjaga keberlanjutan beberapa layanan esensial, meskipun memperburuk ketidaksetaraan akses di beberapa wilayah.

dr. Likke Prawidya Putri, MPH, Ph.D perwakilan tim peneliti, memaparkan bahwa pemanfaatan pelayanan esensial mengalami penurunan antara 10-30% di 3 bulan pertama pandemi, terutama tuberkulosis 30% dan imunisasi anak 25%. Beberapa faktor yang menyebabkan variasi penurunan pemanfaatan pelayanan yaitu terbatasnya peluang untuk self-screening atau pengalihan tugas pelayanan kepada non-petugas kesehatan. Seperti kita ingat bersama, saat pandemi terjadi kekurangan petugas kesehatan karena diperlukan untuk menangani kasus COVID-19. Selanjutnya, peneliti dari Nossal Institute for Global Health, dr. Tiara Marthias, MPH, Ph.D menjelaskan bahwa masing-masing pelayanan esensial sudah menerbitkan pedoman, tetapi dalam tingkat kedetailan dan fleksibilitas yang berbeda. Hal ini turut berkontribusi dalam mempengaruhi penurunan pemanfaatan pelayanan kesehatan esensial.

Diskusi yang berlangsung setelah pemaparan temuan penelitian menyoroti pentingnya pengembangan rencana adaptasi darurat untuk pelayanan kesehatan esensial, penguatan kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta, serta investasi dalam infrastruktur kesehatan digital. Berbagai masukan dan rekomendasi dari para peserta diharapkan dapat memperkaya penelitian ini dan memberikan panduan yang lebih komprehensif untuk kesiapan dan respons sistem kesehatan Indonesia di masa depan.
Acara diakhiri dengan sesi foto bersama dan penutupan. Seluruh peserta berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat besar bagi peningkatan sistem kesehatan di Indonesia, khususnya dalam menghadapi situasi darurat di masa mendatang.

Materi

 

25jl 2

Tim Peneliti:

  • Prof. Linda Bennet, PhD (Nossal Institute For Global Health, Melbourne University)
  • Clare Strachan, MPH (Nossal Institute For Global Health, Melbourne University)
  • Katherine Gilbert (Nossal Institute For Global Health, Melbourne University)
  • dr. Tiara Marthias, MPH, PhD (Nossal Institute For Global Health, Melbourne University)
  • Paramitha Eka Putri, PhD (Nossal Institute For Global Health, Melbourne University)
  • dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes, PhD (PKMK FK-KMK UGM)
  • dr. Likke Prawidya Putri, MPH, PhD (PKMK FK-KMK UGM)
  • dr. Luqman Hakim, MPH (PKMK FK-KMK UGM)
  • Monita Destiwi, SKM, MA (PKMK FK-KMK UGM)
  • Perigrinus Sebong, SKM, MPH (PKMK FK-KMK UGM)
  • Iztihadun Nisa, SKM, MPH (PKMK FK-KMK UGM)
  • Hanifah Wulandari, S.Gz, MPH (PKMK FK-KMK UGM)
  • Rio Aditya Pratama, S.Goz (PKMK FK-KMK UGM)
  • Nila Munana, S.HG, MHPM (PKMK FK-KMK UGM)
  • Sensa Gudya, M.Kom (PKMK FK-KMK UGM)

Reporter: Iztihadun Nisa

 

 

 

 

  • toto 4d
  • toto
  • toto macau
  • rtp live slot
  • bandar togel 4d
  • toto sdy
  • toto slot
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • togel4d
  • rajabandot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • judi online
  • nexus slot
  • agen slot
  • toto 4d
  • slot777
  • slot777
  • slot88
  • slot777
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot777
  • toto 4d
  • agen slot
  • scatter hitam
  • slot 4d
  • togel online
  • toto 4d/
  • toto slot
  • mahjong slot
  • slot jepang
  • slot dana
  • bandar slot
  • scatter hitam
  • slot dana
  • slot777
  • slot resmi
  • togel4d
  • bandar slot resmi
  • bandar slot
  • shopee slot
  • slot resmi
  • slot 4d
  • toto slot
  • slot777
  • toto slot
  • slot777
  • situs slot
  • agen toto
  • toto 4d
  • slot thailand
  • slot dana
  • slot dana
  • vip slot
  • situs bola gacor
  • situs togel online
  • agen slot
  • toto slot
  • slot thailand
  • toto slot
  • slot dana
  • deposit 5000
  • link gacor
  • slot resmi
  • slot777
  • deposit 5000