Reportase Consortium of Universities for Global Health (CUGH) Conference

“Global Health without Borders: Acting for Impact”

Los Angeles, 7-10 Maret 2024

710march 2Konferensi tahunan ini ialah bagian dari konsorsium beberapa universitas di dunia yang merupakan pemerhati dan peneliti dalam isu-isu kesehatan global. Tema konferensi kali ini adalah “Kesehatan Global Tanpa batas: Bertindak untuk Menghasilkan Dampak”. Konferensi berlangsung selama 4 hari, dan berikut ini adalah beberapa sesi kunci yang dibahas.

Sesi “Dekolonisasi Pembiayaan Kesehatan Global: Jalan yang Adil ke Depan” membahas perlunya dekolonisasi pembiayaan kesehatan global dan menemukan jalan yang adil ke depan. Hal ini bertujuan untuk mengatasi ketidakseimbangan historis dan dinamika kekuasaan dalam pendanaan kesehatan global serta mengeksp lorasi cara-cara untuk memastikan distribusi sumber daya yang lebih adil.

 

710march

Pembahasan topik ini diperdalam melalui sesi -sesi tambahan seperti, “Menavigasi Kesenjangan Akses Teknologi dan Imperatif Etis untuk Kesehatan Global yang Adil dan Berkelanjutan. Sesi ini berfokus pada kesenjangan dalam akses teknologi dalam kesehatan global dan keharusan etis untuk memastikan aktivitas Kesehatan global yang adil dan berkelanjutan, serta mengeksplorasi strategi untuk menjembatani kesenjangan teknologi dan mempromosikan praktik etis dalam penggunaan teknologi untuk inisiatif kesehatan global.

Sementara, sesi “Power, Resources & Equitable Partnerships in Global Health Research & Practice” menyoroti pentingnya dinamika kekuatan, alokasi sumber daya, dan kemitraan yang adil dalam penelitian dan praktik kesehatan global. Pembicara membahas strategi untuk memberdayakan masyarakat yang terpinggirkan, memastikan distribusi sumber daya yang adil, dan membina kemitraan kolaboratif untuk intervensi kesehatan global yang efektif.

Selain itu, sesi “Politik, Tata Kelola & Kesehatan Global: Peluang untuk menghasilkan Dampak” mengeksplorasi persimpangan politik, tata kelola, dan kesehatan global dan peluang untuk dampak. Pembicara membahas bagaimana struktur politik dan pemerintahan dapat mempengaruhi hasil kesehatan global dan mengidentifikasi strategi untuk memanfaatkan kemauan politik dan sistem tata kelola untuk hasil kesehatan yang positif.

710march 1

Sesi bertajuk "Membangun Tenaga Kesehatan Global yang Tangguh" membahas strategi dan pendekatan untuk memperkuat dan meningkatkan tenaga kerja kesehatan global. Ini bertujuan untuk mengatasi tantangan dan peluang dalam membangun tenaga kerja yang tangguh yang dapat secara efektif menanggapi masalah kesehatan global dan keadaan darurat. Sesi ini mencakup topik-topik seperti pelatihan dan pengembangan kapasitas, keragaman dan inklusivitas tenaga kerja, retensi dan motivasi profesional kesehatan, dan peran kepemimpinan dan tata kelola dalam membangun tenaga kerja yang tangguh. Sesi ini juga mengeksplorasi pendekatan inovatif dan praktik terbaik dari berbagai negara untuk membangun tenaga kerja yang mudah beradaptasi, terampil, dan dilengkapi untuk mengatasi lanskap kesehatan global yang berkembang.

Tema besar lain dalam konferensi ini adalah mengenai perubahan iklim. Sesi “Bagaimana Mengatasi Perubahan Iklim Dapat Berdampak pada Faktor Penentu Sosial Kesehatan”, misalnya, berfokus pada hubungan antara perubahan iklim dan faktor penentu sosial kesehatan. Sesi ini membahas bagaimana mengatasi perubahan iklim dapat memiliki dampak signifikan pada berbagai faktor penentu sosial kesehatan, seperti akses ke air bersih, ketahanan pangan, dan perumahan, dan mengeksplorasi strategi untuk mengurangi dampak kesehatan dari perubahan iklim.

Sesi berjudul "Planetary Health, One Health, Climate Change, Biodiversity Crisis, Pollution" adalah tentang mengeksplorasi keterkaitan faktor-faktor ini dan mendiskusikan dampaknya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Para pembicara panel menyampaikan berbagai aspek yang meningkatkan kesadaran tentang dampak perubahan iklim terhadap kesehatan manusia, termasuk peningkatan risiko penyakit menular, penyakit terkait cuaca ekstrim, dan kerawanan pangan dan air. Sesi ini juga menyoroti pentingnya konservasi keanekaragaman hayati dan peran yang dimainkannya dalam menjaga kesehatan dan ketahanan ekosistem. Selain itu, sesi ini membahas efek merugikan dari polusi pada kesehatan manusia, termasuk polusi udara, polusi air, dan paparan bahan kimia, dan mengeksplorasi strategi untuk mengurangi polusi dan mempromosikan praktik berkelanjutan. Sesi ini menekankan perlunya pendekatan terpadu dan solusi kolaboratif untuk mengatasi tantangan global yang kompleks ini.

Secara garis besar, konferensi ini menyoroti bahwa isu kesehatan global yang harus didekati dengan perspektif equity dan dekolonisasi akses terhadap pengetahuan, sumber daya, dan juga jejaring. Selain itu, konferensi ini juga menitikberatkan pada ancaman-ancaman ksehatan masa depan khususnya perubahan iklim, kekerasan, selain ancaman-ancaman ‘tradisional’ seperti penyakit tidak menular dan penyakit menular yang semakin rawan penyebarannya akibat mobilitas global manusia.

Hal yang menarik dalam konferensi ini, sesi tidak hanya disampaikan melalui presentasi maupun poster, tetapi juga film-film pendek. Bahkan diselenggarakan pula lokakarya dari Pulitzer (sebuah media jurnalisme ternama di dunia) yang memberikan keterampilan dasar mengenai penyusunan kerangka penyampaian isu kesehatan global melalui film pendek.

Reporter:
Shita Dewi (Divisi Public Health, PKMK UGM)

 

 

Reportase Webinar Innovative Concept Regarding Structures For Early Detection and Treatment of Hearing Problems in Children and Babies in Indonesia

Webinar ini merupakan kerjasama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, RSAB Harapan Kita dan Universitas Gadjah Mada pada 4 Maret 2024. Pembicara dalam kegiatan ini diantaranya: Prof. Dr. med. K. Neumann yang merupakan Director of the Clinic for Phoniatrics and Pedaudiology at the University Hospital of Munster, Germany lalu Peter Bottcher selaku CEO PATH Medical, kemudian Prof. Dr. Nyilo Purnami yang merupakan Guru Besar dalam Bidang Neurologi Aspek Komunitas Universitas Airlangga. Pembahas webinar ini antara lain dr. Adeline Eva, Sp.THTBKL dari RSAB Harapan Kita dan dr. Ashadi Prasetyo akademisi dari Universitas Gadjah Mada dengan moderator dr. Dian Kesumapramudya Nurputra. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD memberikan pengantar dalam kegiatan ini.

World report hearing 2021 menyebutkan 1,5 Milyar orang di dunia mengalami gangguan fungsi pendengaran dari ambang batas pendengaran kurang dari 20 desibel atau ambang batas pendengaran normal. Jika hal ini tidak diatasi akan menjadi beban pembiayaan tinggi di dunia. Hampir 80 persen orang dengan gangguan pendengaran berada di negara menengah ke bawah. Pemerintah RI berfokus pada upaya penurunan penderita gangguan pendengaran yang membutuhkan dukungan puskesmas, RSUD, RS Tersier dan dukungan lintas sektor untuk meningkatkan akses masyarakat agar gangguan pendengaran dapat dicegah. Simak dokumentasi kegiatan tersebut melalui link berikut

readmore

 

Reportase Dialog Bersama Tim Sukses Capres-Cawapres: Estafet Akhir Menuju Eliminasi TBC 2030

  Narasi Newsroom, 31 Januari 2024

Pemaparan Situasi dan Urgensi Penanganan TB

Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc., Sp. P (K) menjadi pakar pertama yang memberikan pemaparan mengenai peluang eliminasi TB dan strategi akselerasi melalui inovasi upaya penanggulan TB. Erlina menyinggung tentang stigma dan diskriminasi yang masih dialami oleh para pengidap TB yang berhubungan dengan baik efek samping pengobatan maupun faktor sosial ekonomi lainnya. Di sisi lain, Indonesia saat ini menjadi negara dengan komitmen yang sangat baik dalam mengadopsi panduan pengobatan jangka pendek untuk TB meskipun masih memiliki gap angka antara pasien berobat dengan total pasien terkonfirmasi TB. Pada 2022, pasien TB sensitif obat (TB-SO) yang memulai pengobatan adalah sebanyak 809.000 orang, sedangkan TB-RO 8.145 kasus pasien. Dalam pemaparannya, Erlina juga sempat menyinggung salah satu inovasi upaya penanggulangan TB melalui vaksin TB yang memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan BCG, seperti Vaksin m72 dan TB Inhalasi. Oleh karena itu, anggaran penanggulangan TB dari pemerintah sangat penting dan bersifat pasti dengan tidak hanya mengandalkan donasi saja meskipun jumlahnya jauh lebih besar.

Pemaparan kedua dilakukan oleh perwakilan Perhimpunan Organisasi Pasien TB (POP TB) Indonesia, Khoirul Anas. Seperti Erlina, Khoirul juga menekankan masalah stigma dan diskriminasi yang diterima oleh pasien TB. Salah satu inovasi yang telah dilakukan oleh POP TB dalam menanggapi isu tersebut adalah pembuatan kanal aduan Lapor TB yang memberikan fasilitas baik kepada pasien TB, keluarga maupun kolega yang mengalami kesulitan terkait pengobatan TB, stigmatisasi dan diskriminasi. Hal tersebut dilakukan supaya peran komunitas terdampak dalam upaya penanggulanan TB menjadi sedikit lebih optimal di Indonesia.

Sebagai seorang peneliti dan akademisi, dr. Ahmad Fuady, M.Sc., PhD yang menjadi pakar ketiga memfokuskan pemaparan mengenai perlindungan sosial bagi orang terdampak TB. Ahmad menjelaskan bahwa dampak TB bukan hanya mempengaruhi status kesehatan pasien tersebut, namun juga berimbas pada kehidupan finansial. Secara tidak langsung, TB menyebabkan besarnya biaya katastropik akibat penyakit tersebut, kehilangan pekerjaan, depresi dan penurunan kualitas hidup, serta stigma masyarakat. Dalam mengatasi hal tersebut, diperlukan dukungan psikososio-ekonomi dari pemerintah dengan melakukan baik kontrol dampak sosioekonomi maupun kontrol determinan sosial.

Dr. Nurul Luntungan, MPH selaku perwakilan STPI menutup sesi pemaparan pakar dengan menyampaikan pentingnya kolaborasi multi stakeholder dalam upaya penanggulan TB di Indonesia. Kerja sama lintas sektoral tersebut dibutuhkan demi mencapai taget penurunan insidensi TB menjadi 65 kasus per 100.000 penduduk pada 2030 mendatang sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 yang mengamanahkan penanggulangan TB kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemangku kepentingan, masyarakat, institusi pendidikan, organisasi profesi atau ilmiah, asosiasi, dunia usaha, media massa, lembaga swadaya masyarakat dan mitra pembangunan.

 rep2feb1

rep2feb2

Gambar 1. Keempat orang pakar yang memaparkan tentang situasi dan urgensi penanganan TB. (a) Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc., Sp. P (K); (2) Bapak Khoirul Anas; (3) dr. Ahmad Fuady, M.Sc. PhD; dan (4) dr. Nurul Luntungan, MPH.

Dialog Bersama Tim Sukses Capres-Cawapres

Setelah pemaparan dari keempat orang pakar, Nitia melanjutkan acara diskusi publik tersebut dengan mengundang masing-masing perwakilan tim sukses capres-cawapres ke atas panggung. Dialog dibuka dengan masing-masing perwakilan menanggapi paparan yang telah disampaikan para pakar.

Perwakilan tim sukses pasangan calon (paslon) nomor urut 1, dr. Ganis Irawan, Sp. PD menanggapi dengan menjelaskan penanggulangan untuk mempercepat eliminasi TB 2030 tertuang dalam visi perubahan, baik dalam perumusan regulasi maupun kolaborasi dengan berbagai sektor. Ganis menyampaikan bahwa kolaborasi dilakukan dengan membentuk kebijakan berbasis pendapat yang muncul dari berbagai sektor dan menghimbau partisipasi warga secara mandiri.

Berbeda dengan dr. Benny Oktavianus, Sp.P selaku perwakilan tim sukses paslon nomor urut 2 yang menyatakan bahwa saat ini sudah terdapat perubahan stigma yang cenderung membaik, terutama dari generasi Milenial dan Gen Z. Benny memberikan contoh mengenai sanatorium dimana pada generasi dahulu merupakan suatu stigma negatif karena pasien harus dikarantina dan kehilangan pekerjaan.

Tanggapan terakhir oleh perwakilan tim sukses paslon nomor urut 3, dr. Dripa Sjabana, M.Kes menanggapinya dengan mengunggulkan visi digitalisasi kesehatan. Terdapat tiga hal yang menjadi sorotan Dripa yaitu program 1 desa, 1 tenaga kesehatan, 1 fasilitas kesehatan; penggandaan anggaran untuk kesehatan; dan pemberantasan korupsi terutama dalam sektor kesehatan.

rep2feb3

Gambar 2. Ketiga perwakilan tim sukses capres-cawapres. (a) dr. Ganis Irawan, Sp. PD selaku perwakilan paslon nomor urut 1; (b) dr. Benny Oktavianus, Sp.P selaku perwakilan paslon nomor urut 2; dan dr. Dripa Sjabana, M.Kes selaku perwakilan paslon nomor urut 3.

Selanjutnya, Nitia memandu jalannya dialog secara interaktif dengan menanyakan tindakan dan langkah nyata apa yang paling dapat dilaksanakan terlebih dahulu dari masing-masing program capres-cawapres. Setelah Erlina mendapat kesempatan memberikan tambahan keterangan yang menyoroti program kolaborasi dengan stakeholder yang masih belum terlihat hasilnya pada peraturan presiden yang sudah ada saat ini, Ganis menekankan bahwa paslon nomor 1 dapat melanjutkan dan memperbaiki peraturan presiden yang sudah ada. Konsep health in all policy menjadi dasar perumusan kebijakan di semua lembaga yang mana ditanamkan prinsip health in mind sebagaimana kesehatan menjadi hak masyarakat, salah satunya termasuk program untuk mengubah stigma terhadap pengidap TB.

Lain halnya dengan Benny, Nitia menanyakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menurunkan kasus TB dimana paslon nomor urut 2 telah menyebutkan angka nyata penurunan kasus sebanyak 50% pada 2025. Terdapat 3 dari 8 program terbaik cepat dari pemerintahan presiden Jokowi yang merupakan bidang kesehatan, yaitu penanggulangan stunting, pemberantasan TBC, dan pembangunan faskes di kabupaten/kota. Benny menambahkan bahwa akan ada usulan mengenai pembentukan Badan Pemberantasan TB Nasional yang terinspirasi melalui penanganan pandemi COVID-19 lalu apabila paslon nomor 2 terpilih nantinya.

Menanggapi pertanyaan terkait langkah praktis yang akan dilakukan untuk penanggulangan TB, secara sederhana Dripa menekankan tentang perihal anggaran. Dripa menegaskan bahwa saat ini paslon nomor 3 dan tim sudah melakukan pengkajian dan menyiapkan program-program kesehatan. Setidaknya anggaran minimal 5% akan dipersiapkan untuk kesehatan dan diimplementasikan salah satunya dengan mewujudkan program 1 desa, 1 nakes, 1 faskes.

Nitia kemudian menampilkan hasil polling yang dilakukan STPI terkait prioritas penanggulangan TB dimana sebanyak 46% menyuarakan untuk mendorong ketersediaan dan akses layanan TBC berkualitas berbasis hak dan gender di faskes pemerintah atau swasta. Kemudian, Kiki dari Memento Game Studio mendapatkan kesempatan untuk bertanya kepada tiga perwakilan capres-cawapres mengenai program khusus dalam meniadakan diskriminasi pengidap TB.

Ganis menyebutkan pemanfaatan media, salah satunya TVRI sebagai TV nasional untuk memuat edukasi kesehatan dan melakukan pengukuran kesuksesan edukasi kepada target campaign. Sementara itu, Benny menekankan kerja sama lintas sektoral yang harus ditambahkan dengan baik dan memberikan kesempatan kepada Sumariyati untuk menjelaskan penambahan anggaran untuk penanganan TB mengingat target penurunan TB sebesar 17% per tahun. Di sisi lain, Dripa menjelaskan mengenai pendekatan darat (menambah jumlah faskes dan mengaktifkan kembali posyandu dan kadernya) dan pendekatan udara melalui integrasi program KTP Sakti terkait digitalisasi kesehatan; mengatasi stigma dengan memperkuat penegakkan hukum; serta komitmen anggaran.

Penutup

Dialog bersama tersebut kemudian ditutup dengan pembacaan surat terpilih dari para penyintas TB oleh masing-masing perwakilan tim sukses capres-cawapres yang penuh haru. Setelah tanggapan singkat, maka masing-masing perwakilan tim sukses capres-cawapres melakukan pembacaan dan penandatanganan komitmen eliminasi TBC 2030 yang meliputi 3 poin utama, yaitu (1) Pelibatan komunitas terdampak TBC secara bermakna dalam upaya penanggulangan TB; (2) Pembiayaan TBC di tingkat nasional dan daerah dalam sektor politik–kesehatan; dan (3) Ketersediaan akses TBC berkualitas berbasis hak dan gender di faskes pemerintah/swasta.

Rekaman kegiatan dapat diakses melalui:

video rekaman

Reporter: Ika Eryani

 

 

Reportase Dialog Nasional Capres dan Cawapres Tentang Kesehatan 2024

17janbKomunitas Profesi dan Asosiasi Kesehatan (KOMPAK) pada 16 Januari 2024 menyelenggarakan Dialog Nasional bersama Capres dan Cawapres yang mendiskusikan pembangunan kesehatan Indonesia untuk lima tahun mendatang.

Dalam kegiatan tersebut, pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menyampaikan visi misi untuk membangun kesehatan Indonesia adalah Akses Kesehatan Berkualitas: Jalan Menuju Indonesia Adil dan Makmur. Sementara pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD adalah Masyarakat Kesehatan Sejahtera Rakyat Sentosa. Namun, untuk pasangan Prabowo dan Gibran atau yang mewakili pada dialog kebijakan belum diketeahui untuk visi dan misinya karena berhalangan hadir. Reportase tentang gagasan pembangunan masing-masing pasangan Capres dan Cawapres dapat diakses melalui link berikut.

 

Reportase Pertemuan Tahunan Asia Pacific Network for Health Systems Strengthening (ANHSS), Hongkong 2023

anhssfoto

ANHSS bersama dengan mitra kolaborasinya The Center for Health Systems and Policy Research of the Jockey Club School of Public Health and Primary Care, Fakultas Kedokteran, The Chinese University of Hong Kong, telah menyelenggarakan Knowledge Event tentang Sistem kesehatan dan ketahanan masyarakat pada 4 Desember dan Kursus Kebijakan tentang transformasi sistem kesehatan pada 5-7 Desember 2023 di Hongkong.

Pembicara dalam kegiatan ini merupakan expert dan juga para akademisi dari kawasan Asia Pasifik. Peserta dapat menyimak detail kegiatan dan reportase kegiatan melalui link berikut:

kotak4

kotak4

kotak3

 

Reportase The 8th Indonesian Health Economist Association (InaHEA) Biennial Scientific Meeting (BSM) 2023

InaHEA BSM kembali diadakan untuk kedelapan kalinya pada 2023. Tema yang diusung pada tahun ini adalah “Health System Transformation: Demographic Transition and Economic Challenges”. Kegiatan dilaksanakan di Universitas Indonesia (Depok) pada 25-27 Oktober 2023 dengan menghadirkan pembicara dari dalam dan luar negeri. Dengan lima sesi pleno dan pertemuan-pertemuan lainnya, InaHEA BSM 2023 merupakan wadah bagi para pembuat kebijakan, akademisi, masyarakat, serta pihak-pihak lain untuk berdiskusi seputar transformasi sistem kesehatan dalam menghadapi transisi demografi dan tantangan ekonomi. Reportase ini mendokumentasikan berbagai pleno dan diskusi dalam InaHEA BSM ke-8, 2023.

selengkapnya

 

Kesimpulan Diskusi Publik “Urgensi Sistem Pendidikan Terintegrasi untuk Pemerataan Pelayanan Kesehatan”

Yogyakarta, 8 April 2023

Evidence dan experience menunjukkan bahwa menghasilkan dokter spesialis tidak pernah bisa instant dan selalu melibatkan sistem pendidikan dan sistem kesehatan. Keduanya harus terhubung dalam satu ikatan yang bersifat interdependence karena yang akan dihasilkan adalah highly competence doctor yang akan melakukan kegiatan-kegiatan klinis, intervensi medis tingkat tinggi, dengan teknologi dan juga obat-obatan yang jauh berbeda dengan pelayanan dasar. Kita perlu meningkatkan pemahaman bagaimana mekanisme untuk menghasilkan dokter spesialis dengan kompetensi yang memadai serta dalam jumlah yang cukup.

Selama ini kita sudah mengenal adanya 6 rute memproduksi dokter spesialis, mungkin memang untuk situasi di Indonesia ada ruang untuk membuat model baru. Namun apapun rute yang akan dipilih atau dikembangkan, tentu tidak bisa singkat atau ada reduksi proses, karena akan berdampak pada kualitas lulusan. Dari hasil diskusi hari ini tampak sekali bahwa melakukan perubahan “mode” produksi dokter spesialis dengan memberikan otoritas kepada institusi yang belum memiliki rekam jejak, tanpa adanya evidence, dan juga tanpa piloting atau modelling yang baik, akan menimbulkan risiko yang sangat besar.

Jika rezim pendidikan dijadikan dasar untuk mendidik dokter spesialis namun fungsi ini dikerjakan oleh sistem kesehatan, maka yang terjadi kemungkinan adalah tarik menarik yang sifatnya negatif.

Bisa dibayangkan bahwa RS dengan sistem pelayanan pelayanan sangat ketat, ada sistem manajemen mutu, kemudian juga saat ini rumah sakit juga menjadi bagian dari sistem kesehatan yang sangat kuat, harus menjalankan sistem pendidikan yang juga sangat kompleks. Rumah sakit akan sangat terbebani. Selain itu, sistem rujukan yang sangat rigid ini harus diubah juga untuk mengikuti standar-standar pendidikan. Kita sama-sama mengetahui dan sudah mendengarkan bagaimana kompleksnya dan juga membutuhkan effort yang sangat kuat untuk bisa memenuhinya.

Kita harus menyadari bahwa memproduksi dokter spesialis harus dilakukan dengan prinsip concise production, jangan sampai kurang tetapi juga jangan sampai berlebih oleh karena biaya dan waktu yang diperlukan sangat besar.

Ada 6R yang harus diperhatikan untuk memproduksi dokter spesialis, yaitu: Right number (tepat jumlah), Right Specification (tepat kompetensi), Right Time (bekerja pada waktu yang tepat), Right Place (bekerja pada tempat yang tepat), To do the Right Job (melakukan pekerjaan yang tepat), dan To do the Job Right (melakukan pekerjaan dengan tepat).

Dengan melihat 6R ini kita bisa membayangkan bahwa dengan memperoduksi dokter spesialis tidaklah mungkin bisa instant, tidaklah bisa dilakukan dengan cara shortcut dan kembali ini harus dilakukan bersama oleh institusi pendidikan yang akan memberikan kontribusi critical thinking (melalui kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat, serta pembelajaran) dan juga institusi pelayanan kesehatan yang akan memberikan kesempatan untuk men-develop routine skills (melalui kegiatan pelayanan yang bervariasi) bagi para dokter.

Semoga di dalam RUU Kesehatan ini kita tidak bias, kita tidak melakukan satu slip sehingga pendidikan dokter spesialis kita mengarah kepada over production dan under skills.

Semoga kita bisa terus berdiskusi untuk memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia. Sehingga semua masyarakat Indonesia apapun penyakit dan kelas sosialnya, dan dimanapun dirawat, bisa dilayani oleh dokter spesialis yang kompeten.

---------------------------------------------------

Materi dan Video recording dapat diakses pada link berikut

klik disini 

 

 

 

Konsultasi Publik Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan

13-30 Maret 2023

Kementerian Kesehatan mengajak berbagai pemangku kepentingan dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan RUU dengan mempelajari naskah dan memberikan masukan. Pada Maret 2023, pemangku kepentingan dan masyarakat juga diundang ke acara diskusi dan sosialisasi RUU secara daring dan luring. Berikut ini dokumen naskah, video dan reportase dari diskusi pembentukan RUU Kesehatan yang dapat dipelajari lebih lanjut.

Notulensi kegiatan

  1. Public Hearing RUU Kesehatan Bersama Mitra Ormas (13 Maret 2023)
    Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dari Kementerian Kesehatan mengadakan public hearing bersama organisasi masyarakat (Ormas) yang membahas tentang penyelenggaraan Kesehatan, upaya Kesehatan dan fasilitas pelayanan Kesehatan dalam RUU Kesehatan. Link Selengkapnya
  2. Public Hearing RUU Kesehatan tentang Perencanaan dan SDM Kesehatan (14 Maret 2023)
    Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan dari Kementerian Kesehatan mengundang berbagai pemangku kepentingan dari internal Kementerian Kesehatan, akademisi, organisasi profesi dan organisasi non pemerintah lainnya untuk membahas perencanaan dan pendayagunaan tenaga Kesehatan dalam RUU Kesehatan. Hasil public hearing. Link Selengkapnya
  3. Sosialisasi RUU Kesehatan, Transformasi Tenaga Kesehatan: Peningkatan jumlah, distribusi dan mutu (27 Maret 2023)
    Kementerian Kesehatan melakukan sosialisasi RUU Kesehatan terkait dengan substansi SDM kesehatan bersama kementerian lembaga, perguruan tinggi dan organisasi profesi. Hasil sosialisasi klik di sini
  4. Sosialisasi RUU Kesehatan: Pelibatan Masyarakat Mendukung Layanan Kesehatan Primer yang Lebih Terjangkau (30 Maret 2023)
    Kementerian Kesehatan menyelenggaran sosiaslisasi RUU Kesehatan yang berkaitan dengan pelayanan primer bersama organisasi profesi, perguruan tinggi, think tank, dan organisasi non pemerintah lainnya. Poin utama dalam pembahas tersebut mengenai jangkaun pelayanan primer, kader dan pembedayaan masyarakat di layanan primer. Baca lebih lanjut hasil dari sosialisasi selengkapnya
  5. Sosialiasi RUU Kesehatan: Transformasi Pembiayaan Kesehatan dengan Meningkatkan Koordinasi Kemenkes dengan BPJS (30 Maret 2023)
    Kementerian Kesehatan menyelenggarakan sosiasliasi RUU Kesehatan terkait dengan pembiayaan Kesehatan dengan subtansi perluasan akses faskes BPJS Kessehatan, menambahkan manfaat promotif, preventif, paliatif, perluasan pendanaan pemerintah dan swasta melalui asuransi kesehatan tambahan, dan peningkatan pengendalian moral hazard. Berbagai pemangku kepentingan memberikan masukan untuk RUU Kesehatan terkait pembiayaan kesehatan tersebut. Baca lebih lanjut hasil dari sosialisasi selengkapnya