Seminar Nasional

"Pengembangan Kesehatan Pesisir dan Kepulauan
Sebagai Solusi Penguatan Kemaritiman Bangsa

7 November 2015
Auditorium Prof. Amiruddin, Universitas Hasanuddin, Makassar

  LATAR BELAKANG

Wilayah laut Indonesia mengambil dua pertiga wilayah Nusantara. Tidak heran jika sejak masa lampau, Nusantara diwarnai dengan berbagai pergumulan kehidupan di laut. Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan Nusantara, bahkan mampu mengarungi samudra luas hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika Selatan.

Penguasaan lautan oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya maupun kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar, lebih merupakan penguasaan de facto daripada penguasaan atas suatu konsepsi kewilayahan dan hukum. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat bahari. Akan tetapi, kemudian oleh kolonial, bangsa Indonesia didesak ke pedalaman, yang mengakibatkan menurunnya jiwa bahari.

Tekad kembali ke laut ditekankan pemerintah bersamaan dengan pencanangan Tahun Bahari pada tahun 1996. "Bangsa Indonesia yang di masa lalu mencatat sejarah sebagai bangsa bahari dalam perjalanannya telah kehilangan keterampilan bahari sehingga luntur pula jiwa maritimnya," ungkap Presiden Soeharto ketika itu.

Pada tahun 1996, yang dicanangkan pemerintah sebagai Tahun Bahari, konsep negara kepulauan (Archipelagic State) mulai diubah menjadi konsep benua maritim. Bangun wilayah perairan Nusantara yang menyerupai benua membuat Indonesia layak disebut sebagai benua maritim. Pada Konvensi Nasional Pembangunan Benua Maritim Indonesia (BMI), yang diadakan di Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 1996, pemerintah mengajak bangsa Indonesia kembali ke laut. "Bangsa Indonesia yang di masa lalu mencatat sejarah sebagai bangsa bahari, dalam perjalanannya telah kehilangan keterampilan bahari sehingga luntur pula jiwa maritimnya." Demikian Presiden Seoharto dalam sambutannya yang disampaikan Menteri Negara Riset dan Teknologi BJ Habibie.

Benua Maritim Indonesia (BMI) pada konvensi itu didefinisikan sebagai satu kesatuan alamiah antara darat, laut, dan dirgantara di atasnya, tertata secara unik yang menampilkan ciri-ciri benua dengan karakteristik yang khas dari sudut pandang iklim dan cuaca (klimatologi dan meteorologi), keadaan airnya (oseanografi), tatanan kerak bumi (geologi), keragaman biota (biologi), serta tatanan sosial budayanya (antropologi), yang menjadi wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keseluruhan aspek itu secara langsung maupun tidak, akan menggugah emosi, perilaku, dan sikap mental dalam menentukan orientasi dan pemanfaatan unsur-unsur maritim di semua aspek kehidupan.

Salah satu agenda dalam Nawa Cita Presiden Ir. Joko Widodo dan Wakil Presiden Drs. Jusuf Kalla adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Dalam agenda ini akan dilaksanakan berbagai program antara lain pemerataan pembangunan antar wilayah terutama desa, kawasan timur Indonesia dan kawasan perbatasan. Agenda pembangunan daerah pinggiran ini perlu mendapat apresiasi, karena pembangunan nasional selama ini terkesan lebih menguntungkan daerah perkotaan dan terpusat di pulau Jawa.

Ketimpangan yang terjadi antara wilayah menunjukkan bahwa pembangunan selama ini belum sepenuhnya mencapai sasaran yang diharapkan. Perbedaan hasil pembangunan ini diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain: perbedaan sumberdaya yang dimiliki daerah yang satu dengan yang lain, perbedaan kemampuan sumberdaya manusianya, tingkat penguasaan tehnologi yang berbeda, kebijakan pemerintah terlalu mengutamakan pembangunan di Pulau Jawa (Wilayah Barat) dan lain-lain. Pertanyaan yang perlu mendapat jawaban adalah bagaimana mewujudkan agar pembangunan tersebut dapat lebih berpihak pada masyarakat di daerah pinggiran.

Di usia negara Republik Indonesia yang ke 70 ini, sudah saatnya pembangunan dimluai dari Desa khususnya di daerah pinggiran dan pesisir termasuk di dalamnya wilayah pulau-pulau kecil. Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bahwa:

"...Untuk melihat Indonesia sesungguhnya, maka lihatlah desa, dari pinggiran. Sebab kondisi riil masyarakat Indonesia adanya di desa, Sehingga apa pun program yang kita kerjakan jangan sampai mengabaikan kepentingan masyarakat desa..."

Betapa tidak, dari 77.126 Desa yang ada di Indonesia, 40,61% merupakan daerah tertinggal dan 84,43% daerah tersebut berada di wilayah Kawasan Timur Indonesia (Kementrian PDT, 2011).

Seiring dengan perubahan masyarakat dan kompetisi di tingkat global telah membawa FKM Unhas berada di tengah-tengah pusaran perubahan tidak hanya di tingkat lokal dan nasional, tetapi juga internasional. Bagaimana peran dan kontribusi FKM Unhas dalam setiap perubahan akan sangat ditentukan oleh arti penting dari setiap aktivitas yang dilakukan institusi ini kepada masyarakat luas.Sebagai perwujudan Tri darma Perguruan Tinggi, Universitas Hasanuddin, khususnya Fakultas Kesehatan Masyarakat dalam rangkaian Dies Natalisnya yang ke 33 bermaksud untuk menggali dan menemukan solusi-solusi dari persoalan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir & pulau-pulau kecil terutama yang terkait dengan pembangunan bidang kesehatan masyarakat melalui sebuah Seminar Nasional bidang Kesehatan dengan Tema: "Pembangunan berwawasan Kesehatan Masyarakat bagi wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil"

  TUJUAN

Kegiatan ini bertujuan untuk menggali dan mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan kesehatan bagi masyarakat di wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Hasil yang diharapkan :

  1. Tersedianya data dan informasi berbasis fakta (evidence based) terkait kondisi kesehatan masyarakat dan factor determinannya dari berbagai stake holder.
  2. Menemukan solusi atas setiap permasalahan kesehatan dari berbagai sudut pandang lintas sektoral yang terkait sebagai upaya penyelasaian yang komprehensif.
  3. Mewujudkan pembangnunan berwawasan kesehatan yang dimulai dari daerah desa dan pinggiran sebagai solusi kekutan bangsa.

PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan ini berupa seminar sehari yang rencananya akan menghadirkan Narasumber dan pembicara dari tingkat Nasional maupun lokal dari berbagai sektor pemerintah dan akademisi untuk membahas isu-isu seputar pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

  NARASUMBER

  1. Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
  2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
  3. Prof. Umar Fahmi Ahmadi, MPH., Ph.D.
  4. Prof. Djamaluddin Djompa, M.Sc., Ph.D. (Dekan Fak Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas)

  WAKTU & TEMPAT

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 7 November 2015 bertempat di Auditorium Prof. Amiruddin, Universitas Hasanuddin, Makassar. Adapun jadwal waktu dan rincian kegiatan akan disusun secara tersendiri

PESERTA

Kegiatan ini berskala Nasional. Oleh karena itu kegiatan tersebut akan melibatkan mahasiswa, alumni, Perguruan Tinggi Kesehatan dan instansi pemerintah terkait khususnya di wilayah Kawasan Timur Indonesia.

  KONTAK PERSON

Ibu Syamsiah Hp. 081241742022, 0411 585658

 

 

Reformasi Pendidikan Spesialis & Subspesialis
untuk Meningkatkan Keadilan dan
Mutu Pelayanan Kesehatan di Era BPJS

Diajukan oleh
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan dan
Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

Oktober 2015 – Januari 2016

  PENDAHULUAN

Permasalahan distribusi dokter spesialis masih merupakan isu yang sampai saat ini masih ada dalam sistem kesehatan di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan terdiri dari pulau-pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Memiliki ciri geografis yang khusus antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya dan keadaan sosial ekonomi yang masih menunjukkan perbedaan yang sangat tinggi. Bersamaan dengan kondisi tersebut ternyata kontribusi desentralisasi belum mampu menyelesaikan permasalahan pemerataan dokter spesialis di Indonesia.

Di Indonesia pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu prioritas dari delapan fokus prioritas pembangunan kesehatan dalam kurun waktu 2010 – 2014. Penetapan pengembangan sumber daya manusia kesehatan sebagai salah satu prioritas karena Indonesia masih menghadapi masalah tenaga kesehatan, baik jumlah, jenis, kualitas maupun distribusinya. Data dari Bappenas menunjukkan, Indonesia masih kekurangan dokter spesialis dan subspesialis terutama di daerah – daerah terpencil.

13okt-1

13okt-1

Distribusi dokter spesialis di Idonesia masih menunjukkan disparitas yang sangat tinggi antara daerah di Pulau Jawa Bali khususnya dengan daerah di luar Pulau Jawa seperti terlihat pada sebaran SDM Kesehatan tahun 2013 sebagai berikut :

13okt-3

13okt-3

Salah satu cara mengatasi pemerataan ini adalah dengan jalur pendidikan. Akan tetapi jalan yang ditempuh tidaklah mudah. Jumlah beasiswa yang diperuntukkan dokter spesialis dan subspesialis dari pemerintah terus mengalami penurunan sejak tahun 2012. Walaupun telah ada UU Pendidikan Kedokteran yang mengakomodir tenaga residen merupakan sumber daya di Rumahsakit, agaknya terkendala dengan system pendidikan residen yang masih university based, yaitu menganggap bahwa residen masih merupakan pelajar, bukan pekerja.

Padahal di era BPJS Kesehatan ini, kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diharapkan dapat menjadi kebijakan pembiayaan yang meningkatkan permintaan akan pelayanan kesehatan. Dengan semakin banyaknya jumlah pasien, pelayanan yang menggunakan system rujukan berjenjang, membutuhkan pelayanan yang merata bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Dengan kondisi di lapangan yang dipaparkan di atas, tentunya masalah klasik ketidakadilan pelayanan menjadi sangat besar. Tentunya, keadaan ini tidak lepas dari proses dan situasi yang terjadi di lembaga pendidikannya.

Dalam konteks perkembangan JKN, ada berbagai masalah dalam pendidikan spesialis dan sub-spesialis, antara lain:

  1. FK yang menjadi tempat penyelenggara, praktis tidak banyak berubah;
  2. Para dosen yang menjadi pengajar klinis semakin tua, dan penggantinya banyak yang berasal bukan dari pegawai perguruan tinggi;
  3. Terjadi kegamangan ketika pendidikan Spesialis dan Sub-spesialis masuk pendidikan formal yang banyak aturan dari Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
  4. Penanganan residen yang belum jelas; apakah sebagai siswa atau pekerja atau keduanya.
  5. dan berbagai masalah lainnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul pertanyaan menggelitik dalam hubungannya dengan pendidikan spesialis dan sub-spesialis, bagaimana masa depan skenario yang mungkin terjadi di masa mendatang? Setidaknya ada dua buah skenario yang mungkin terjadi yaitu :

  1. Skenario Optimis: terjadi perbaikan jumlah dan jenis pendidikan para spesialis dan sub-spesialis sehingga jumlah dan mutu bertambah.
  2. Skenario stagnan dan memburuk dimana tetap ada kekurangan spesialis dan sub-spesialis, semnetara jumlah pasien semakin banyak, yang tidak diimbangi dengan produksinya.

Diperlukan berbagai usaha dan upaya baik di level pusat dan lembaga pendidikan dalam reformasi pendidikan untuk mengurangi kesenjangan distribusi SDM kesehatan serta untuk meningkatkan pemerataan pelayanan bagi masyarakat di Indonesia.

  TUJUAN DISKUSI – DISKUSI VIRTUAL

Diskusi – diskusi penting dilakukan bersama dengan stakeholder terkait untuk :

  1. Menggali pendapat stakeholder untuk reformasi pendidikan spesialis dan subspesialis di Indonesia.
  2. Memformulasikan strategi baru untuk pendidikan spesialis dan subspesialis.
  3. Berkontribusi dalam usaha pemerataan pelayanan melalui keterlibatan pendidikan tenaga kesehatan

Untuk mencapai tujuan di atas, dimaksudkan untuk diselenggarakan rangkaian kegiatan diskusi sebagai berikut :

AGENDA DISKUSI

Terdapat setidaknya 6 Pertemuan dalam Reformasi Pendidikan Kedokteran yaitu :

  1. Pertemuan I : Kamis, 15 Oktober 2015 di Yogyakarta

Waktu

Kegiatan

Pembicara

14.00 – 14.30 WIB

Registrasi

 

14.30 – 15.00 WIB

Presentasi :

  1. Visi dan Misi Pendidikan Residen (PPDS1 dan PPDS2) di masa mendatang;
  2. Berbagai hambatan yang dapat menggagalkan tercapainya visi dan misi tersebut;
  3. Perubahan Kultural, manajemen perubahan dalam konteks reformasi dan skenarion perubahan.

materi

  1. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D
  2. dr. Ova Emilia, Sp.OG, M.Med.Ed, Ph.D
  3. Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes.

 

 

15.00 – 15.30

Diskusi dan Tanya Jawab

 

15.30

Penutup

 
  1. Pertemuan II : Sabtu, 31 Oktober 2015 di Hotel Regent Park Malang

Waktu

Kegiatan

Pembahas

08.30 – 09.00 WIB

Registrasi

 

09.00 – 10.30 WIB

Presentasi :

  1. Visi dan Misi Pendidikan Residen (PPDS1 dan PPDS2) di masa mendatang;
  2. Berbagai hambatan yang dapat menggagalkan tercapainya visi dan misi tersebut;
  3. Perubahan Kultural, manajemen perubahan dalam konteks reformasi dan skenarion perubahan.

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D

(Peneliti dan Guru Besar di Fakultas Kedokteran UGM / Mantan Tim Pendamping Ahli untuk DPR dalam UU Pendidikan Kedokteran)

Pembahas :

  1. Dekan FK Universitas Airlangga *)
  2. Dekan FK Universitas Brawijaya*)
  3. Dekan FK UIN: Prof Sardjono SpOG*)
  4. Dokter Spesialis Alumnus Angkatan 1980 Fakultas Kedokteran UGM*)
  5. Direktur RSCM **)
  6. Direktur RSD Balikpapan **)
  7. Dekan FK UGM **)

Cat :

*) pembahas hadir langsung di Malang 

**) pembahas mengikuti melalui webinar

 

10.30 – 12.00

Diskusi dan Tanya Jawab

 

12.00 – 13.00

Penutupan dan Makan Siang

 
  1. Pertemuan III : (TBA) di Jakarta
  2. Pertemuan IV : (TBA) di Padang
  3. Pertemuan V : (TBA) di Makassar
  4. Pertemuan VI : Januari 2016, Seminar Nasional

OUTCOME

Adapun Outcome dari pertemuan – pertemuan tersebut adalah rekomendasi tentang strategi baru dalam bidang pendidikan kedokteran yang dapat memenuhi kebutuhan dan mutu pelayanan masyarakat di seluruh Indonesia. Rekomendasi ditujukan kepada pemerintah, universitas dan asosiasi terkait dalam merencanakan jumlah dan jenis dokter spesialis dan sub spesialis sebagai bagian yang tak terpisahkan dari SDM yang bekerja di Rumahsakit. Selain itu, diharapkan adanya rekomendasi kepada BPJS Kesehatan untuk mengatur dana peruntukan bagi residen dan fellow di RS Pendidikan dan RS Jaringan Pendidikan.

PESERTA YANG DIHARAPKAN MENGIKUTI KEGIATAN

  1. Dekan-Dekan Fakultas Kedokteran di seluruh Indonesia
  2. Wakil-wakil Dekan Fakultas Kedokteran di seluruh Indonesia
  3. Ketua Perhimpunan Ahli dan Kolegium Kedokteran Indonesia
  4. Kepala-kepala Departemen Klinik dan KPS-KPS di Rumah Sakit di Indonesia
  5. Direktur RS Pendidikan di seluruh Indonesia
  6. Konsultan manajemen pendidikan
  7. Pemerhati Pendidikan Kedokteran di Indonesia
  8. Mahasiswa

  Keterangan lebih lengkap silakan menghubungi :

Angelina Yusridar / Wisnu Firmansyah
Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia / PKMK FK UGM
Telp : +628111498442 / 08121518789
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

leaflet jogja    leaflet malang

 

Seminar

Kepemimpinan yang Inovatif

Fakultas Kesehatan Masyarakat
Univeristas Sam Ratulangi Manado

  LATAR BELAKANG

Kepemimpinan menjadi sebuah kemudi yang memeganng peranan penting terhadap maju dan mundurnya sebuah organisasi. Sebuah kepemimpinan yang baik akan memberikan kemajuan dan keberhasilan dalam mencapai tujuan dari organisasi. Masalahnya adalah banyak para pemimpin yang merasa memiliki kemampuan tapi kenyataannya membuat organisasi itu bukan menjadi maju tapi malah menjadi mundur. Banyak pemimpin kekurangan pemahaman yang baik bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik.

Berdasarkan latar belakang tersebut makanya dipandang perlu dilakukan sebuah mini seminar untuk membekali para pemimpin dan calon pemimpin untuk dapat belajar dari seseorang yang memiliki pengalaman nyata dalam menjalankan sebuah organisasi dengan baik dan inovatif

  TUJUAN KEGIATAN

  1. Memperluas pemahaman peserta mini seminar apa arti sebuah kepemimpinan
  2. Membagikan pengalaman untuk menjadi sebuah pemimpin yang baik dan yang selalu berinovatif
  3. Memotivasi peserta untuk dapat menjadi pemimpin yang baik

PEMBICARA

Prof. dr. Jootje M.L Umboh, MS

JADWAL ACARA

Selasa, 20 November 2015
Pukul 10.00 Wita

Kegiatan ini disediakan sertifkat bagi yang membutuhkannya dan akan dikirimkan dengan membayar biaya kirim sebesar Rp. 50.000

  Keterangan lebih lanjut silakan menghubungi :

Chrisye Mandagi
081281471779 / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Manado

 

 

Term Of Reference

Kuliah Umum Mahasiswa baru S3
Kesehatan Masyarakat

Padang, 13 Oktober 2015

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

  PENDAHULUAN

Masalah pokok dalam pembelajaran mahasiswa program pasca sarjana S3 kesehatan masyarakat fakultas kedokteran universitas Andalas adalah ketidaksiapan dalam mempersiapkan diri dari berbagai aspek untuk melakukan penelitian yang berorientasi kepada penelitian tentang masyarakat luas. Hal ini membuat mahasiswa menjadi lebih lama dalam melakukan penelitian yang menjadi kewajiban yang harus diselesaikan oleh mahasiswa, untuk itu perlu masukan dan arahan dari berbagai narasumber yang sudah ahli dibidangnya untuk menunjang pendidikan dan penelitian yang diperlukan oleh mahasiswa, apalagi penelitian yang didapatkan haruslah merupakan temuan baru yang inovasi dan kreatif dalam dunia kesehatan masyarakat.

Berdasarkan kebutuhan diatas , maka pengelola S3 kesehatan masyarakat merasa perlu untuk memberikan kuliah umum kepada mahasiswa baru untuk mempersiapkan diri dalam proses perkuliahan dan proses pembuatan disertasi.

  TUJUAN KEGIATAN

  1. Memperluas pengetahuan mahasiswa mengenai tujuan dari kesehatan masyarakat itu sendiri
  2. Membuka pemikiran mahasiswa dalam merancang penelitian yang inovasi dan kreatif
  3. Memotivasi mahasiswa agar selau tekun, ulet , dan pantang menyerah dalam melaksanaan penelitian

Kegiatan untuk mencapai tujuan

Kuliah umum
kuliah dirancang untuk menambah pengetahuan mahasiswa dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat. Untuk itu diundang 2 pembicara tamu dari ANU (australian national university)

PENYELENGGARA

Prodi S3 Kesehatan masyarakat fakultas kedokteran Universitas Andalas

  JADWAL ACARA

No.

Hari/Tanggal

Pukul

Kegiatan

Tempat

1

Selasa, 13 oktober 2015

07.30 - 08.00
08.00 – 08.30
08.30 - selesai

  1. Registrasi
  2. Pembukaan Kuliah umum
  3. Kuliah umum oleh

Prof. Peter McDonald
Dr. Iwu Dwisetyani Utomo

Gedung IJ dan Gedung LPTIK Unand

 

 

Sifat Kebijakan dan
Perilaku Pengambilan Kebijakan

Shita Dewi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

  Tujuan

  1. Memahami sifat kebijakan
  2. Memahami perilaku pengambilan kebijakan

Materi

Pada penugasan minggu lalu, kita telah menetapkan kebijakan di level mana yang ingin kita pengaruhi atau ubah. Kita telah pula melihat proses apa yang harus dilalui oleh usulan kebijakan dan institusi mana saja serta level mana saja (pusat, propinsi, kabupaten, lembaga) yang terlibat selama proses itu berlangsung. Berdasarkan analisis tersebut, maka kita dapat mengidentifikasi siapa pengambil kebijakan. Hal ini mutlak harus kita lakukan karena tanpa itu kita tidak dapat menganalisa mereka.

Kemampuan dan pemahaman terhadap prosedur pembuatan kebijakan tersebut juga harus diimbangi dengan pemahaman terhadap kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing pelaku kebijakan. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa kebijakan publik dibuat dan dilaksanakan pada semua tingkatan pemerintahan, sehingga tanggungjawab para pembuat kebijakan akan berbeda pada setiap tingkatan sesuai dengan kewenangannya.

Namun, ada baiknya pula kita terlebih dulu mengenali sifat dari kebijakan itu sendiri. Berdasarkan sifat dari kebijakan (Anderson, J.E., Public Policy Making: An Introduction, Boston: Houghton Mifflin Company, 2006) kebijakan publik dibagi ke dalam empat kategori, yaitu:

  1. Kebijakan substantif dan prosedural. Kebijakan substantif adalah kebijakan mengenai apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan substantif mengalokasikan keuntungan dan kerugian maupun biaya dan manfaatnya langsung kepada masyarakat. Misalnya, UU SJSN. Sebaliknya,kebijakan prosedural merupakan kebijakan yang berkaitan dengan bagaimana sesuatu akan dilakukan, atau siapa yang akan diberi kewenangan untuk mengambil tindakan. Contoh kebijakan prosedural adalah undang-undang atau peraturan atau ketetapan yang mengatur mengenai pembentukan suatu badan administratif tertentu serta kewenangan dan proses yang dimilikinya. Misalnya, UU BPJS.
  2. Kebijakan distributif, pengaturan (regulative), pengaturan sendiri (self-regulation), dan redistribusi.Kebijakan distributif adalah kebijakan dalam mengalokasikan pelayanan atau manfaat terhadap segmen tertentu dari masyarakat, yaitu individu, kelompok, perusahaan/lembaga atau masyarakat. Kebijakan distributif biasanya melibatkan penggunaan dana publik untuk membantu kelompok, masyarakat atau lembaga tertentu. Contohnya adalah kebijakan terkait program Raskin. Kebijakan pengaturan/regulatifadalah kebijakan yang memberlakukan larangan terhadap perilaku individu atau kelompok,membatasi sekelompok individu dan lembaga, atau sebaliknya, memaksa jenis perilaku tertentu. Biasanya kebijakan ini bersifat protektif atau mengatur kompetisi. Contohnya adalah peraturan tentang perijinan atau lisensi.Kebijakan pengaturan sendiri adalah kebijakan yang membatasi atau mengawasi terhadap suatu kelompok yang dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada kelompok tersebut untuk mengatur dirinya sendiri dalam rangka melindungi atau mempromosikan kepentingan dari anggota kelompoknya.Kebijakan redistributif adalah kebijakan atau program yang dibuat oleh pemerintah dengan tujuan dapat mendistribusikan kekayaan, hak kepemilikan dan nilai-nilai yang lain diantara berbagai kelas sosial masyarakat atau etnisitas di dalam masyarakat.
  3. Kebijakan material dan simbolik. Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya komplet pada kelompok sasaran. Sedangkan, kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran
  4. Kebijakan yang melibatkan barang kolektif atau barang privast. Kebijakan public goods adalah kebijakan yang mengatur pemberian barang atau pelayanan publik. Sedangkan, kebijakan private goods adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas.

Berdasarkan pembagian kategori di atas, kita dapat mengidentifikasi bahwa usulan kebijakan kita merupakan kebijakan yang mana. Hal ini juga penting dilakukan karena perilaku pengambil kebijakan juga akan bergantung pada sifat kebijakannya.

Maka, seperti apa saja perilaku pengambil kebijakan itu? Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pembuatan kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut(Nigro, F.A., dan Nigro, L.G., Modern Public Administration, New York: Harper&Row Publishers, 5th ed., 1980):

  1. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar. Seringkali pejabat publik harus membuat keputusan karena adanya tekanan-tekanan dari luar. Pada modul yang lalu telah dibahas bahwa salah satu pembuatan kebijakan didasarkan pada asumsi rasional (yaitu parapengambil kebijakan harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang akan dipilih berdasarkan penilaian rasional), tetapi proses dan prosedur pembuatan kebijakan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata, sehingga adanya tekanan-tekanan dari luar ikut berpengaruh terhadap proses pembuatan keputusannya. Tekanan ini bisa saja berasal dari atasan atau dari lembaga lain.
  2. Adanya pengaruh kebiasaan lama (konservatisme). Kebiasaan lama organisasi cenderung akan selalu diikuti kebiasaan itu oleh para pejabat publik kendati misalnya keputusan-keputusan itu telah dikritik sebagai sesuatu yang salah dan perlu di ubah. Kebiasaan-kebiasaan lama tersebut seringkali diwarisi oleh para pejabat publik yang baru dan mereka sering segan secara terang-terangan mengkritik atau menyalahkan kebiasaan-kebiasaan lama yang telah berlaku atau yang dijalankan oleh para pendahulunya.
  3. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi. Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat kebijakan banyak mempengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Misalnya dalam proses penerimaan/pengangkatan pejabat baru, seringkali faktor sifat-sifat pribadi pembuat keputusan berperan besar sekali.
  4. Adanya pengaruh keadaan masa lalu. Pengalaman yang terdahulu kadang berpengaruh pada pembuatan kebijakan. Misalnya, orang sering membuat keputusan untuk tidak melimpahkan sebagian dari wewenang dan tanggungjawab kepada pihak lain karena khawatir kalau wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan itu disalahgunakan.

Selain itu, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan pembuatan kebijakan sulit atau lambat, yaitu sulitnya memperoleh informasi yang cukup, bukti-bukti yang ada sulit disimpulkan; adanya berbagai macam kepentingan yang berbeda, sulitnya memperkirakan dampak kebijaksanaan, umpan balik kebijakan sering bersifat sporadis, proses perumusan kebijaksanaan tidak dimengerti dengan benar dan seterusnya.

Apalagi faktor lain yang mempengaruhi perilaku kebijakan? Faktor utama adalah konteksnya. Konteks kebijakan sangat menentukan arah kebijakan. Mengapa demikian? Karena pengambilan kebijakan sangat dipengaruhi oleh bukan hanya tatanan kelembagaan yang mungkin berubah sesuai konteksnya, tetapi juga oleh berbagai nilai, dan nilai-nilai ini dapat berubah pula tergantung pada konteksnya. Nilai-nilai yang dimaksud adalah(Anderson, J.E., Public Policy Making: An Introduction, Boston: Houghton Mifflin Company, 2006):

  1. Nilai-nilai politis (political Values).Keputusan-keputusan seringkali dibuat atas dasar kepentingan politik dari partai politik atau kelompok kepentingan tertentu.
  2. Nilai-nilai organisasi (organization values). Keputusan-keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai yang dianut organisasi, seperti balas jasa (rewards) dan sanksi (sanctions), menjaga status quo, dan sebagainya. Nilai dan budaya organisasi khususnya organisasi birokrasi seringkali sulit berubah, atau mengalami perubahan yang sangat lambat.
  3. Nilai-nilai pribadi (personal values). Seringkali pula keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai pribadi yang dianut oleh pribadi pengambil kebijakan.
  4. Nilai-nilai kebijakan (policy values). Kebijakan juga bisa dibuat atas dasar persepsi pembuat kebijaksanaan tentang apa itu "kepentingan publik",atau kebijakan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan
  5. Nilai-nilai ideologi (ideological values). Nilai ideologi dapat menjadi landasan pembuatan kebijaksanaan seperti misalnya kebijakan yang berpihak pada kelompok marjinal atau sebaliknya berpihak pada kelompok kapitalis.

Terakhir, sifat pengambilan kebijakan juga sering dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dan bias. Kesalahan-kesalahan umum sering terjadi dalam proses pembuatan keputusan (Nigro, F.A., dan Nigro, L.G., Modern Public Administration, New York: Harper&Row Publishers, 5th ed., 1980) yaitu:

  1. Cara berpikir yang sempit (cognitive nearsightedness). Adanya kecenderungan manusia membuat keputusan hanya untuk memenuhi kebutuhan seketika sehingga melupakan antisipasi ke masa depan. Pejabat publik pun sering membuat keputusan dengan dasar-dasar pertimbangan yang sempit dengan tanpa mempertimbangkan implikasinya ke masa depan.Atau, seringkali pula pembuat kebijakan hanya mempertimbangkan satu aspek permasalahan saja dengan melupakan kaitannya dengan aspek-aspek lain, sehingga gagal megenali problemnya secara keseluruhan.
  2. Adanya asumsi bahwa masa dapan akan mengulangi masa lalu (the future will repeat the past). Banyak anggapan bahwa situasi adalah stabil, orang akan bertingkahlaku sebagaimana para pendahulunya di masa yang lampau. Tetapi, keadaan sekarang jauh dari stabil. Banyak orang berperilaku di luar dugaan. Namun, kendatipun ada perubahan-perubahan yang besar pada perilaku masyarakat, masih banyak pejabat publik yang beranggapan bahwa perubahan-perubahan itu normaldan hanya bersifat sementara, serta kemudian akan segera kembali seperti sediakala.
  3. Terlampau menyederhanakan sesuatu (over simplification). Selain adanya kecenderungan untuk berpikir secara sempit, ada pula kencenderungan pembuat keputusan untuk terlampau menyederhanakan sesuatu. Misalnya dalam melihat suatu masalah,pelaku kebijakan hanya mengamati gejala-gejala masalah tersebut saja dengan tanpa mencoba mempelajari secara mendalam apasebab-sebab timbulnya masalah tersebut. Akibatnya, kebijakan sering tidak sepenuhnya dapat mengatasi masalahnya malah ustru mungkin menimbulkan masalah-masalah baru.
  4. Terlalubergantung pada pengalaman satu orang (overreliance on one's own experience). Pada umumnya banyak orang meletakan bobot yang besar pada pengalaman mereka diwaktu yang lalu dan penilaian pribadi mereka. Walaupun seorang pejabat yang berpengalaman akan mampu membuat keputusan-keputusan yang lebih baik dibanding dengan yang tidak berpengalaman, tetapi mengandalkan pada pengalaman dari seseorang saja bukanlah cara yang terbaik. Situasi dan konteks di masa lalu mungkin berbeda, para pihak yang terlibat juga kemungkinan berbeda, dan sebagainya.
  5. Kebijakan yang dilandasi oleh pra konsepsi pembuat keputusan. Dalam banyak kasus, kebijakan seringkali di landaskan pada prakonsepsi parapembuat kebijakan. Hal ini tidak terlalu salah tetapi tidak sepenuhnya tepat. Kebijakan akan lebih baik hasilnya kalau didasarkan pada temuan dan bukti-bukti (evidence-based). Sayangnya temuan-temuan ini sering diabaikan bila bertentangan dengan gagasan atau prakonsepsi pengambil kebijakan.
  6. Tidak adanya keinginan untuk melakukan percobaan (unwillingness to experiment). Cara untuk mengetahui apakah suatu keputusan itu dapat diimplikasikan atau tidak adalah dengan mengujicoba secara nyata pada ruang lingkup yang kecil (terbatas). Adanya tekanan waktu, pekerjaan yang menumpuk dan sebagainya menyebabkan pembuat kebijakan tidak punya kesempatan melakukan proyek percobaan (pilot project). Selain itu ada yang beranggapan bahwa kegiatan-kegiatan piloting dianggap memboros-boroskan uang saja.
  7. Keengganan untuk membuat keputusan (reluctance to decide). Kendatipun mempunyai cukup fakta-fakta, beberapa orang tetap enggan untuk membuat keputusan. Hal ini disebabkan karena mereka menganggap membuat keputusan itu sebagai tugas yang sangat berat, penuh resiko, bisa membuat orang frustasi, kurang adanya dukungan dari lembaga atau atasan, lemahnya sistem pendelegasian wewenang unutuk membuat keputusan, takut menerima kritikan dari orang lain atas keputusan yang telah dibuat dan sebagainya.

Pemahaman akan sifat kebijakan dan perilaku pengambilan kebijakan akan dapat membantu kita dalam mendekati dan berinteraksi dengan para pengambil kebijakan. Kita akan mampu memahami kekuatan, kelemahan dan kekhawatiran mereka serta mampu pula mengidentifikasi cara-cara terbaik untuk membantu mereka, yang pada gilirannya membantu kita dalam upaya untuk mempengaruhi kebijakan.Berikut ini kami lampirkan bahan bacaan mengenai dinamika salah satu kebijakan untuk KIA di Ghana dalam kurun waktu 4,5 dekade sebagai hasil dari dinamika faktor perilaku pengambil kebijakan dan faktor kontekstual.

Bahan bacaan

 

 

Modul 1

Selamat Datang !

Anda masuk pada Masyarakat Praktisi yang membahas mengenai hubungan antara peneliti dan pengambil kebijakan terutama dalam hal kebijakan kesehatan.
Tujuan Masyarakat Praktisi ini adalah untuk:

  1. Mempelajari hubungan antara peneliti dengan pengambil kebijakan melalui lesson-learned di berbagai kasus.
  2. Mengembangkan kemampuan peneliti untuk memahami sifat dan budaya pengambil kebijakan
  3. Mengembangkan kemampuan peneliti untuk menyusun Policy-Brief untuk para pengambii kebijakan.

Siapa anggota Masyarakat Praktisi ini?

Diharapkan yang menjadi anggota adalah:

  • Para peneliti kebijakan kesehatan
  • Para analis kebijakan kesehatan
  • LSM-kelompok-kelompok yang bergerak dalam advokasi kebijakan
  • Pengambil kebijakan yang ingin menggunakan hasil penelitian atau advokasi untuk proses pengambilan kebijakan.

Untuk mengembangkan kemampuan anggota dalam mencapai tujuan tersebut, ada beberapa Program Kegiatan yang dapat diperdalam, antara lain:

  1. Pelatihan Penulisan Policy Brief, 5 – 24 Oktober 2015
  2. Memahami Proses Pengambilan Kebijakandan Sifat Kebijakan dan Perilaku Pengambilan Kebijakan, 26 Oktober – 14 November 2015
  3. Penggunaan berbagai sarana untuk melakukan advokasi, 16 November – 2 Desember 2015

Penyusunan Ringkasan Kebijakan

Selamat datang di Modul 1, Penyusunan Ringkasan Kebijakan (Policy Brief). Modul ini akan mendampingi peserta selama tanggal 5 – 24 Oktober 2015 untuk dapat menulis setiap bagian dari policy brief. Peserta dapat mengakses setiap bagian dari modul ini secara berurutan pada tanggal 5 – 10 Oktober 2015.

Setelah itu, peserta harus menulis naskah ringkasan kebijakan dan dikirimkan ke fasilitator paling lambat tanggal 17 Oktober 2015. Naskah yang masuk akan direview dan diberi masukan oleh fasilitator antara tanggal 19 – 24 Oktober 2015.

Naskah ringkasan kebijakan diharapkan terdiri dari sekitar 1500 – 1700 kata, atau maksimal 5 halaman. Struktur naskah adalah sebagai berikut:

  • Ringkasan Eksekutif
  • Pendahuluan (sekitar 15% dari seluruh naskah)
  • Metodologi (sekitar 5% dari seluruh naskah)
  • Hasil dan Kesimpulan (sekitar 40% dari seluruh naskah)
  • Implikasi dan Rekomendasi (sekitar 40% dari seluruh naskah)

Modul-modul berikut ini disusun untuk menjelaskan panduan penulisan setiap bagian dari struktur tersebut.
Selamat mengikuti!

Hari 1, 5 Oktober : Pendahuluan
Hari 2, 6 Oktober: Metodologi, Hasil dan Kesimpulan
Hari 3, 7 Oktober: Implikasi dan Rekomendasi
Hari 4, 8 Oktober: Ringkasan Eksekutif
Hari 5, 9 Oktober: Finalisasi naskah

Bahan bacaan

 

Modul Hari 1

Pendahuluan

Sesuai namanya, ringkasan kebijakan (policy brief) adalah sebuah dokumen yang memberikan informasi yang singkat namun adekuat agar pembaca dapat mengambil keputusan atau membuat kebijakan. Tujuannya adalah agar ada sesuatu yang dilakukan oleh pengambil kebijakan.

Penulisan policy brief biasanya didasarkan pada hasil penelitian empiris. Kita perlu memahami apakah penelitian ini berada dalam tahapan:

  • Sebelum ada kebijakan. Dengan demikian policy brief diarahkan untuk memberi ide untuk penyusunan kebijakan yang relevan.
  • Saat kebijakan berada dalam proses legislasi untuk menjadi sebuah kebijakan public. Dengan demikian policy brief diarahkan untuk membentuk persepsi atau menggalang dukungan untuk suatu kebijakan yang akan disahkan.
  • Saat kebijakan dilaksanakan. Dengan demikian penelitian merupakan penelitian yang mengarah ke bagaimana pelaksanaan kebijakan (Implementation Research), dan policy brief diarahkan untuk mengidentifikasi tantangan-tantangan di lapangan.
  • Saat berada dalam fase Evaluasi Kebijakan. Dengan demikian policy brief diarahkan untuk menilai atau mengkritisi suatu kebijakan tergantung pada hasil yang dicapai.

Artinya, tujuan dari policy brief harus dinyatakan secara jelas di dalam naskah policy brief. Tujuan policy brief biasanya ditempatkan di bagian awal dari policy brief, yaitu di bagian Pendahuluan.

Selain tujuan, beberapa hal penting lain yang harus disebutkan di bagian Pendahuluan, yaitu kebijakan apa yang disorot. Nyatakan secara jelas apakah ini merupakan:

  • Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, atau
  • Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah propinsi, atau
  • Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota
  • Kebijakan yang ditetapkan oleh lembaga

Sebutkan nomor dan judul kebijakannya, jika ada. Dengan memperhatikan konteks tingkat pengambil kebijakan maka kita sebagai penulis Policy Brief dapat membayangkan siapa yang akan dituju. Hal ini sangat penting untuk pemberian rekomendasi nantinya.

Bagian Pendahuluanadalah tempat dimana kita meyakinkan pembaca bahwa isu yang dipilih memang penting dan menarik, oleh karena itu perhatikan hal-hal apa yang harus muncul di bagian ini, serta pilihan kata dan gaya penulisan yang digunakan:

  • Nyatakan mengapa topik ini penting dan menarik
  • Jelaskan seperti apa situasinya atau seberapa mendesak hal ini
  • Nyatakan tujuan dari policy brief
  • Secara singkat berikan gambaran mengenai hasil temuan dan konklusi
  • Tulislah dengan gaya yang menarik perhatian, bukan dengan gaya penulisan laporan

Tergantung dari cara bagian Pengantar ditulis, pembaca dapat saja merasa bahwa:

  • Isunya tidak menarik dan tidak penting
  • Isunya menarik, tetapi tidak penting
  • Isunya penting, tetapi tidak menarik
  • Isunya memang penting dan menarik.

Mengingat sulitnya menulis sebuah policy brief, kami sarankan Anda untuk mempersiapkan hal-hal ini sebelum menulis:

  1. Identifikasi siapa audiensnya. Tanyakan pada diri sendiri: untuk siapa saya menulis, dan mengapa?
  2. Identifikasi pesan kuncinya. Tanyakan pada diri sendiri: apa yang harus pembaca saya ketahui?
  3. Susun kerangka menulis. Tanpa adanya kerangka, kita akan cenderung mengulang-ulang hal yang sama, atau menulis terlalu panjang tanpa fokus yang jelas.

 

 

{jcomments on}

Seminar Nasional

Membumikan Undang-Undang 18 tahun 2014
Tentang Kesehatan Jiwa Masyarakat

25 November 2015
Universitas Padjajaran Bandung

  Rasional

Kesehatan merupakan salah satu ukuran kesejahteraan suatu bangsa, di lain fihak juga merupakan modal dan investasi suatu bangsa dalam pembangunan. Ukuran kesehatan tidak saja menyangkut fisik, tetapi juga mental/ jiwa, sosial dan spiritual. Kesehatan jiwa masyarakat seringkali terabaikan, padahal magnitude gangguan jiwa semakin besar dan meningkat. Pada tahun 2020, gangguan depresi diperkirakan menjadi beban penyakit kedua terbesar setelah kardio-vaskuler.

Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan yang besar namun terlupakan. Sebagian besar penderita tidak mendapatkan pengobatan adekuat. Bahkan sebagian penderita bergelandangan di jalan serta dipasung. Penanganan gangguan jiwa berat yang jauh dari memadai terlebih disertai perlakuan salah sepertipemasungan dan fenomena gelandangan psiotik seringkali berlawanan dengan prinsip hak ajazi manusia dan pancasila serta Undang-undang Dasar 1945. Unmet need pada pelayanan kesehatan membutuhan terobosan dan pengelolaan yang adekuat dan sistemik, bila tidak, maka akan menjadikan tidak hanya tumpukan beban masalah kesehatan dan sosial, tetapi juga ekonomi, kemanusiaan, etika dan martabat bangsa.

Pada tahun 2014 telah diterbitkan Undang-undang no 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa masyarakat. Sampai sejauh ini, belum terlihat perubahan sistemik dalam sistem kesehatan di Indonesia. Sebagian besar masyarakat, bahkan pengambil kebijakan belum mengetahui atau mendalami undang-undang ini. Bagaimana implementasi dari instrumen kebijakan, apa yang harus dilakukan oleh sistem kesehatan di pusat dan daerah, bagaimana respon dari stakeholder dan apa yang harus dilakukan untuk efektifitas Undang-undang ii akan dibicarakan dalam seminar.

  Tujuan

Tujuan seminar ini adalah untuk mendorong implementasi kebijakan kesehatan jiwa masyarakat dalam sistem kesehatan daerah.

Pembicara:

Pembicara berasal dari Perguruan Tinggi dan praktisi:

  1. Direktorat Kesehatan Jiwa, Kemenkes RI : Yang telah dan belum dilakkan dalam menindaklanjuti UU 18/ 2014
  2. Wakil Bupati Garut : Pengalaman Kabupaten dan peran UU 18 tahun 2014 dalam memperkuat sistem kesehatan jiwa di Daerah
  3. Dr. Miranda Risang Ayu, SH, MHum (Fakultas Hukum Unpad/ ...) : kekuatan dan kelemahan UU 18 tahun 2014
  4. Teddy Hidayat, dr, SpKJ (K) (FK Unpad/ RSHS/ TPKJM Prov Jabar) : Pengalaman Jabar dalam memperkuat sistem kesehatan jiwa
  5. Bambang Hasta Yoga, dr, SpKJ (FK UGM) : Pengalaman DIY dalam memperkuat sistem kesehatan jiwa
  6. Dr. Deni K Sunjaya, dr, DESS (Fakultas Kedokteran Unpad/ IAKMI) : Penguatan SKJ di daerah pasca UU 18 tahun 2014

Peserta:

Peserta terdiri dari kelompok dan perorangan. Peserta kelompok dikordinir oleh jaringan mitra Perguruan Tinggi yang telah terdaftar. Peserta perorangan mendaftar di www.kebijakankesehatanindonesia.net 

Penyelenggaraan:

Penyelenggara utama adalah Pusat Studi Sistem Kesehatan Fakultas Kedokteran Unpad.
Seminar ini dilaksanakan berbasis web, sehingga peserta dapat mengikuti darimanapun berada. Pusat penyiaran berada di JKKI.
Seminar dilaksanakan pada hari Rabu, tgl 25 November 2015; jam 09.00 – 13.00

Kontribusi

Kontribusi peserta di Fakultas Kedokteran Unpad sebesar Rp. 75.000,- yang digunakan untuk makan siang dan sertifikat. Sedangkan bagi peserta melalui Webinar dibebankan biaya sebesar Rp. 50.000,- untuk sertfikat dan pengirimannya.

  Pendaftaran dapat dilakukan melalui :

Deni K. Sunjaya, dr., DESS
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Telp : +6282218893543
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.  / This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

 

Setelah memahami proses pengambilan kebijakan dan mengenai siapa para aktor pengambil kebijakan dan sifat-sifat mereka, maka kini adalah saat yang tepat untuk melihat berbagai alternative cara yang bisa dipilih untuk mempengaruhi kebijakan.

Modul ini akan terbagi ke dalam lima bagian yang berbeda, yang dapat diakses secara berurutan setiap harinya mulai dari hari ini. Setiap bagian memiliki bahan bacaan tersendiri yang harus dibaca untuk memperdalam pengetahuan mengenai topik yang dibahas.

Selamat mengikuti.

  • Bagian 1. Advokasi (4-5 Desember 2015)
  • Bagian 2. Lobbying (6-8 Desember 2015)
  • Bagian 3. Policy Brief (9-10 Desember 2015)
  • Bagian 4. Dialog Kebijakan (11-12 Desember 2015)
  • Bagian 5. Media (12-14 Desember 2015)

 

Modul Berbagai Cara Mempengaruhi Kebijakan

Bagian 1

Bagian 1. Advokasi

Shita Dewi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Tujuan:

  • Memahami konsep advokasi
  • Dapat menyusun perencanaan advokasi

Materi:

Advokasi adalah serangkaian kegiatan untuk mempengaruhi pihak lain, dalam hal ini khususnya yang bertujuan untuk merubah atau mempertahankan suatu pandangan dan arah kebijakan, atau bahkan seluruh sistem. Jadi, advokasi merupakan sebuah proses yang dinamik yang melibatkan setidaknya dua pihak. Advokasi harus memiliki tujuan. Advokasi dapat dilakukan di berbagai level pengambilan kebijakan: institusi, lintas institusi, kabupaten, propinsi, nasional bahkan internasional.

Advokasi dapat dilakukan melalui berbagai strategi, misalnya kampanye, public hearing, petisi, komunikasi-informasi-edukasi (KIE), pemasaran sosial, dan sebagainya. Advokasi dapat berlangsung dalam periode waktu yang singkat, atau jangka panjang, tergantung kepada tujuannya dan seberapa cepat tujuan tersebut dapat dicapai. Apabila ternyata dibutuhkan jangka waktu yang lebih panjang, advokasi biasanya akan terdiri dari berbagai kegiatan jangka pendek dan bersifat spesifik untuk mencapai tujuan jangka panjang tersebut.

Advokasi biasanya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:

  • Tujuan
    Karena terkadang isu kesehatan merupakan isu yang sangat kompleks, maka kita harus cermat dalam memilih tujuan advokasi. Pikirkan, apakah tujuan advokasi akan dapat mengatasi masalah yang ada? Apakah tujuan ini masuk akal dan dapat dicapai? Seperti biasa, pastikan bahwa tujuan tersebut SMART (specific, measureable, achievable, result-oriented, time-bound).
  • Data dan penelitian
    Data, hasil penelitian, dan analisis merupakan senjata utama dalam advokasi. Advokasi yang baik harus didasarkan pada bukti dan informasi. Jadi pikirkan, data dan informasi seperti apa yang kita butuhkan untuk mencapai tujuan advokasi yang kita pilih? Jika, data dan informasi itu tidak tersedia, bagaimana cara kita mendapatkannya?
  • Audiens
    Advokasi harus memiliki sasaran yang jelas dan tepat. Jadi pikirkan, siapa audiens yang tepat untuk isu yang kita angkat? Audiens mana yang memiliki pengaruh dan otoritas untuk menghasilkan perubahan yang kita inginkan (atau membantu kita mencapai tujuan advokasi kita)? Jadi, audiens ada yang bersifat primer/audiens kunci, ada pula yang bersifat secondary (bukan pengambil keputusan, tetapi mungkin memiliki kemampuan yang influential untuk pengambilan keputusan).
  • Pesan
    Audiens yang berbeda memiliki reaksi yang berbeda terhadap pesan tertentu. Jadi, pikirkan kecocokan antara isi dan cara menyampaikan pesan kepada audiens yang berbeda-beda. Namun, pastikan bahwa pesan tersebut mengandung setidaknya unsur what, why, when, where dan how. Para pengambil keputusan, misalnya, akan lebih cepat bereaksi bila melihat magnitude dari masalah.
  • Koalisi atau networking
    Seringkali, advokasi tidak bisa dilakukan sendirian. Dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk memperkuat gerakan advokasi. Jadi pikirkan, siapa pihak-pihak yang memiiki kepentingan yang sama dengan kita dan dapat diajak berkoalisi?
  • Presentasi yang persuasif
    Advokasi harus persuasif. Padahal, kesempatan untuk berbicara dan berdialog dengan pembuat keputusan kunci seringkali terbatas. Jadi pikirkan: jika kita hanya memiliki satu kesempatan singkat untuk meyakinkan pengambil keputusan, apa yang harus kita sampaikan? Bagaimana caranya meyakinkan beliau?
  • Penggalangan dana
    Advokasi tidak murah. Advokasi yang berkelanjutkan, membutuhkan alokasi sumber daya yang cukup besar baik dari tenaga, waktu, pikiran, dan biaya. Jadi, pikirkan bagaimana cara kita mendapatkan sumberdaya yang dibutuhkan tersebut.
  • Evaluasi
    Apabila tujuan advokasi telah tercapai, perlu dilakukan evaluasi untuk menilai strategi kunci apa yang menentukan keberhasilannya. Apabila tujuan advokasi tidak tercapat, perlu dilakukan evaluasi untuk menilai kelemahan kita dan mengidentifikasi apa yang dapat kita lakukan untuk memperbaikinya.

Dengan memahami elemen-elemen dari advokasi, maka sebuah rencana advokasi dapat disusun. Kemampuan menyusun rencana advokasi berperan penting untuk menyumbang kepada keberhasilan pencapaian tujuan advokasi. Berikut ini kami lampirkan sebuah advocacy workbook yang sangat praktis dan bermanfaat untuk menyusun rencana advokasi kita.

  TUGAS

Pelajari tools dan worksheets yang tersedia di dalam Advocacy Workbook terlampir.

  • Advocacy Workbook (PDF).
    Sumber: "Stronger Health Advocates, Greater Health Impacts: A workbook for policy advocacy development" (PATH, 2014).

Ada tools yang bisa digunakan sebagai checklist, dan ada worksheet yang digunakan untuk memperjelas strategi advokasi. Sebaiknya Anda menggunakan seluruh tools dan worksheet yang ada untuk membantu penyusunan strategi advokasi nantinya.

Namun, hanya untuk keperluan latihan ini, cobalah susun rencana advokasi Anda dengan menggunakan template yang tersedia di halaman 57-59.

Tugas harap dikumpulkan ke fasilitator paling lambat pada tanggal 20 Desember 2015

 

Bahan bacaan

  • Networking for Advocacy (PDF).
    Sumber: West Slevin, K., and C. Green (2013). "Networking and Coalition Building for Health Advocacy: Advancing Country Ownership". Washington, DC. Health Policy Project: Futures Group.

 

 

  • toto
  • bandar togel 4d
  • live draw sgp
  • togel4d
  • slot777
  • scatter hitam
  • togel online
  • toto 4d/
  • toto slot
  • slot dana
  • bandar slot
  • scatter hitam
  • slot dana
  • slot resmi
  • bandar slot resmi
  • bandar slot
  • slot resmi
  • agen toto
  • slot dana
  • deposit 5000
  • login togel4d
  • link gacor
  • toto slot
  • situs slot
  • slot online
  • togel online
  • slot gacor
  • totoslot
  • wengtoto
  • bandar togel
  • toto slot
  • rajabandot
  • resmi 777
  • situs bandar slot
  • agen slot
  • bandar slot
  • slot online
  • bandar slot terbaik
  • slot resmi
  • slot88
  • slot 1000
  • jp togel
  • slot resmi terpercaya
  • slot gacor
  • slot resmi
  • slot online
  • rajabandot
  • togel4d
  • togel4d
  • togel4d
  • slot kasih maxwin
  • sultan slot
  • slot gacor bagi thr
  • bandar slot
  • slot777
  • slot asia
  • tototogel
  • jptogel
  • slot 1000
  • bandar slot asia
  • bandar slot terbesar
  • bandar slot gacor
  • situs bandar slot
  • slot online
  • toto 5000
  • href="https://www.socnatural.com/">toto5000 href="https://twsocial.co.uk/">slot asia href="https://vatrefundagency.co.za/">slot online resmi