Workshop Jarak-Jauh

Pertemuan I: 

Kajian Prospek Kegiatan Promotif-Preventif
di Puskesmas Dalam Anggaran Kemenkes Tahun 2016

Pertemuan 2:

Seminar: Bentuk Promosi Kesehatan apa yang dapat
dilakukan di Puskesmas pada tahun 2016?

  LATAR BELAKANG

Praktis hingga akhir tahun 2015, jargon "mencegah itu lebih baik daripada mengobati" hanya merupakan semangat yang tidak tercermin dalam prioritas program dan pembiayaan kesehatan baik di pusat maupun di daerah. Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini, lemahnya upaya preventif dan promotif dalam upaya kesehatan masyarakat (UKM) ditengarai menjadi salah satu penyebab tingginya angka kesakitan yang berdampak pada tingginya biaya klaim di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL). Dalam konteks demikian, desakan untuk memprioritaskan upaya promotif preventif tersebut terus mengemuka. Akhirnya, perubahan terjadi pada tahun 2016 dimana upaya promotif preventif mendapat prioritas yang tinggi.

Melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, serta Sarana Prasarana Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016, khususnya pada Subbab IV tentang Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), penekanan untuk kegiatan promotif dan preventif di puskesmas tergambar jelas. Dana BOK ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas melalui upaya kesehatan promotif dan preventif dalam mendukung pelayanan kesehatan di luar gedung. Untuk itu, dana BOK dapat digunakan untuk membayar 1 (satu) orang per puskesmas tenaga kontrak Promosi Kesehatan yang kontraknya ditetapkan melalui SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang mengacu pada peraturan yang berlaku. Adapun Ketentuan Khusus terkait dengan tenaga kontrak promoter kesehatan dan rincian kegiatan yang harus dilakukan juga tertera dalam Petunjuk Teknis tersebut (terlampir).

Dalam konteks perkembangan ini Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM bekerja sama dengan IAKMI dan Pusat Promosi Kesehatan FK UGM akan menyelenggarakan seminar khusus untuk itu. Mengingat luas dan kompleksnya permasalahan yang ada, seminar ini akan diselenggarakan dalam 2 (dua) kali pertemuan.

PERTEMUAN 1

Kajian Prospek Kegiatan Promotif-Preventif
di Puskesmas Dalam Anggaran Kemenkes

Tanggal: 11 Februari 2016

  PENDAHULUAN

Anggaran Kementerian Kesehatan di tahun 2016 ini perlu diketahui oleh para ahli promosi kesehatan. Ada beberapa pertanyaan mendassar:

  1. Apakah "menu" kegiatan promosi kesehatan yang bersifat generik tersebut dapat diterapkan dan sesuai dengan kebutuhan spesifik masing-masing puskesmas?
  2. Bagaimana bentuk kegiatan riil promosi dan preventif kesehatan di Puskesmas dengan menggunakan dana yang ada?
  3. Apakah memang diperlukan system kontrak?


Tujuan Sesi I ini adalah:

  • Membahas kesesuaian "menu" generic kegiatan Promosi Kesehatan dalam Petunjuk Teknis BOK dengan kebutuhan local puskesmas.
  • Membahas kualifikasi tenaga kontrak promoter kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan local puskesmas. Apakah kualifikasi tenaga kontrak promoter kesehatan sebagaimana yang ditentukan dalam Ketentuan Khusus dapat menyelenggarakan kegiatan promotif preventif? Apakah untuk itu dibutuhkan tenaga ahli promoter kesehatan dengan kualifikasi yang lebih tinggi? Jika dibutuhkan tenaga ahli promoter kesehatan dengan kualifikasi yang lebih tinggi, bagaimana ketersediaan dan pemerataannya di seluruh daerah?


  WAKTU & TEMPAT

  • Seminar I: Kamis 11 Februari 2016 jam 08.30 – 13.00
  • Ruang Kuliah 301 Gd. IKM Kampus FK UGM.
  • Via Webinar

 

  AGENDA

Waktu

Materi

Nara Sumber

08.00 – 08.30

Registrasi peserta

 

08.30 – 09.30

Pengantar Seminar

Prof. Dr. Laksono Trisnantoro MSc PhD dan dr. Dwi Handono

video

09.30 – 10.00

Diskusi sesi I

video 

10.00 – 11.00

 

 

Kebijakan dan kegiatan promosi kesehatan di pusat hingga ke puskesmas; serta gambaran ketersediaan tenaga promosi kesehatan di Indonesia

Dr. Dedi Kuswenda,MKes
Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes

materi   video

Tinjauan sistem kontrak tenaga promoter kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan local puskesmas.

DR. dr. Dwi Handono Sulistyo, MKes

materi   video

Pembahas:

  • Dr. Veronika Evita Setyaningrum, MPH (Kepala Puskesmas di Kabupaten Sleman)
  • Dr. Fatwa Sari Tetra Dewi, MPH, PhD
    (Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan dan Kedokteran Sosial)

materi   video

11.00 – 12.30

Diskusi Part 1  Part 2  Part 3  Part 4

12.30 – 13.00

Pembulatan dan Rencana Tindak Lanjut

DR. dr. Dwi Handono Sulistyo, MKes

video

13.00

Lunch

 

Reportase Kegiatan   Resume

 

PEMBIAYAAN

  1. Biaya peserta tatap muka sebesar Rp. 250.000,00 per-orang.
  2. Biaya per kelompok peserta dengan jarak-jauh: RP 1 juta rupiah (dapat berkelompok sampai 40 orang).

 

PESERTA

  • Ahli promosi kesehatan
  • Dinas Kesehatan Provinsi dan kabupaten/kota
  • Puskesmas
  • Anggota IAKMI di seluruh Indonesia
  • Mahasiswa S2/S3 IKM FK UGM
  • Dosen dan Konsultan di FK UGM

 


 

Lampiran 1

Ketentuan Khusus Terkait dengan Tenaga Kontrak Promoter Kesehatan
(Lampiran Permenkes No. 82 tahun 2015, halaman 78)

Ketentuan khusus terkait dengan tenaga kontrak promoter kesehatan adalah:

  1. Berpendidikan minimal D3 Kesehatan jurusan/ peminatan Kesehatan Masyarakat diutamakan jurusan/peminatan Promosi Kesehatan/Ilmu Perilaku, dengan pengalaman kerja minimal 1 tahun di bidangnya.
  2. Diberikan honor minimal sesuai upah minimum di Kabupaten/Kota yang berlaku dengan target kinerja bulanan yang ditetapkan secara tertulis oleh Kepala Puskesmas (output based performance).
  3. Diberikan hak/fasilitas yang setara dengan staf puskesmas lainnya termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
  4. Lama kontrak maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai ketersediaan anggaran dan capaian target kinerjanya.


LAMPIRAN 2:

Rincian Kegiatan Pemanfaatan BOK Untuk Upaya Promosi Kesehatan
(Lampiran Permenkes No. 82 tahun 2015, halaman 85)

lamp2

 

 

Reportase Lunch Seminar Global Health Financing

PKMK-Yogya. Pada Kamis (21/1/2016), Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM, Program Doktoral FK UGM dan World Bank mengadakan Diskusi Lintas Ilmu yang mengambil dua tema terkait health financing. Diskusi sesi satu mengambil tema Global Health Financing dengan pembicara Christoph Kurowski (World Bank). Sesi dua mengambil tema Monitoring BPJS Kesehatan 2 Tahun: Apakah Dapat Survive? Bagaimana Ideologi di Balik Kebijakan Ini? dengan pembicara: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD. Moderator dalam kuliah ini ialah Deni Harbianto, SE (PKMK FK UGM). Selain Christoph, hadir pula sejumlah tokoh penting World Bank antara lain: Ajay Tandon, PhD, Emiko Masaki, MA, MPH dan Dr. Pandu Harimurti, MPPM.

Ada sejumlah yang menarik yang disampaikan Christoph, antara lain:

Universal Health Coverage bukan masalah distribusi kartu asuransi di Indonesia, karena banyak aspek lain yang harus diperhatikan seperti akses, mutu dan lain-lain. Beberapa rekomendasi dari Christoph untuk kebijakan ke depan antara lain pertama, pastikan pembiayaan publik yang memadai untuk kepentingan paket JKN. Kedua, meningkatkan tata kelola dan kapasitas pemerintah daerah dalam bidang perencanaan dan monitoring pelayanan. Ketiga, memperjelas paket manfaat JKN. Keempat, meningkatkan akuntabilitas dan insentif hasil. Kelima, pengaruh dan mengintegrasikan pembiayaan pada sisi permintaan. Keenam, fokus pada pencegahan dan promosi terutama di populasi / intervensi kesehatan masyarakat.

Secara umum, focus diskusi ialah terhadap keadaan global mengenai sistem pembiayaan kesehatan dan ketercapaian universal health coverage. Salah satu perhatian utamanya adalah meminimalisir out of pocket dari masyarakat dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan. Out of pocket bukan hanya meliputi biaya langsung, melainkan juga biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh masyarakat, termasuk biaya transportasi dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan (transportasi, akomodasi dan biaya waktu menunggu). Poin terkait out of pocket ini ditegaskan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD. Faktanya, fenomena JKN di Indonesia pada rentang 2014-2015 pihak yang menggunakan dana JKN lebih banyak ialah masyarakat golongan mampu dan di daerah perkotaan. Sementara masyarakat miskin dan daerah tertinggal sulit mengakses dana ini (BES&W).

Simak materi dan video para pembicara pada link berikut:

Christoph Kurowski (World Bank)

materi

Prof. Laksono Trisnantoro

materi

Video Global Solution for Health Financing – Bagian 1

video

Video Global Solution for Health Financing – Bagian 2

Video

Video Global Solution for Health Financing – Bagian 3

Video

Video Global Solution for Health Financing –  Diskusi Bagian 1

Video

Video Global Solution for Health Financing – Diskusi Bagian 2

video

 

 

{jcomments on}

 

SEMINAR NASIONAL DAN WORKSHOP 2016

Seminar Nasional
Kebijakan, Implementasi dan Kendala dalam Pelaksanaan SPGDT Pra-Rumahsakit

Workshop
Penanggulangan Gawat Darurat Pra-Rumahsakit
dan Rumahsakit

  LATAR BELAKANG

Gawat Darurat Medik merupakan peristiwa yang dapat menimpa setiap orang. seseorang secara tiba-tiba dan membahayakan jiwa sehingga membutuhkan penangan yang cepat dan tepat. Dalam kondisi gawat darurat, diperlukan sebuah sistem informasi yang terpadu dan handal untuk bisa digunakan sebagai rujukan bagi penanganan gawat darurat. Dengan latar belakang tersebut, maka perlu dikembangkan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).

SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi.

Dengan Sistem Pena nggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGD T), masyarakat dapat menelfon call center 119 untuk mendapatkan layanan informasi mengenai rumah sakit mana yang paling siap dalam memberikan layanan kedaruratan, advis untuk pertolongan pertama dan menggerakan angkutan gawat darurat ambulan rumah sakit untuk penjempu tan pasien. Petugas call centre adalah dokter dan perawat yang mempunyai kompetensi gawat darurat. SPGDT 119 bertujuan memberikan pertolongan pertama kasus kegawatdaruratan medis, memberikan bantuan rujukan ke Rumah Sakit yang tersedia, mengkoordinasikan pelayanan informasi penanganan medis yang terjadi pada pasien sebelum mendapatkan pelayanan medis di Rumah Sakit.

Salah satu jenis masalah kegawatdaruratan yang dapat menimbulkan kematian mendadak biasanya d iakibatkan oleh henti jantung (cardiac arrest), dalam keadaan ini tindakan resusitasi segera sangat diperlukan. Jika tidak segera dilakukan resusitasi dapat menyebabkan kematian atau jika masih sempat tertolong dapat terjadi kecacatan otak permanen. Waktu sangat penting dalam melakukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar umumnya dilakukan oleh paramedic, namun di Negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada serta Inggris dapat dilakukan oleh kaum awam yang telah mendapatkan pelatihan sebelumnya.

  TUJUAN

Tujuan Umum

Setelah mengikuti Seminar dan Pelatihan ini peserta diharap kan mendapatkan :

  1. Sosialisasi dan update pengetahuan dalam upaya pe ngembangan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu Pra Rumah Sakit dan Rumah Sakit.
  2. Informasi cara memberikan pertolongan pertama pada kasus Pra Rumah Sakit.
  3. Mampu memberikan pertolongan pertama pada kasus Pra Rumah Sakit.

Tujuan Khusus

Setelah mengikuti Seminar dan Pelatihan ini peserta diharap kan mampu :

  1. Melakukan prosedur pertolongan pertama pada kasus kegawatdaruratan
  2. Melakukan tindakan pijat jantung (resusitasi jantung)
  3. Melakukan pemasangan Automatic External Defibrillation (AED)

  METODE

Materi Seminar Nasional dengan tema Kebijakan, Implementasi dan Kendala dalam Pelaksanaan SPGDT Pra Rumah Sakit adalah sebagai berikut :

  1. Kebijakan dalam implementasi sistem penanggulangan gawat darurat terpadu di Indonesia
  2. SPGDT Pra Rumah Sakit : bagaimana implementasi, kendala dan tantangannya
  3. Prosedur pertolongan pertama pada kasus kegawatdaruratan diluar rumah sakit oleh DR. Dr. Tri Wahyu Murni Sulisetyowati, Sp.B., Sp.BTKV(K), M.Hkes
  4. Sharing best practice Emergency Management in Malaysia oleh Dr. Cheah Phee Kheng

Materi Workshop Penanggulangan Gawat Darurat Pra Rumah Sakit dan Rumah Sakit adalah sebagai berikut :

  1. Jalan Nafas / Airway Management
  2. Resusitasi Jantung / CPR
  3. Automatic External Defibrilator
  4. Stabilisasi Pasien
  5. Diskusi
  6. Hands On 1 : Airway & Breathing Support
  7. Hands On 2 : Resu sitasi Jantung & Penggunaan AED

HASIL YANG DIHARAPKAN

Melalui Seminar dan Workshop yang dilakukan ini diharapkan masyarakat baik dari Medis maupun non Medis memahami prosedur pertolongan pertama apabila terjadi kasus kegawatdaruratan. Disamping itu peserta seminar dan workshop memahami regulasi dan kebijak an pemerintah terkait sistem penanggulangan gawat darurat terpadu di Indonesia.

   PELAKSANAAN

Seminar dan Workshop diselenggarakan pada tanggal 3 Februari 2016 di Hotel Bidakara Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 71-73, Pancoran, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12870.

   PESERTA

Peserta Seminar terdiri dari :

  • Dinas Kesehatan
  • Asosiasi Profesi te rkait
  • Masyarakat Awam
  • Profesi

Peserta Workshop terdiri dari :

  • Dinas Kesehatan
  • Asosiasi Profesi terkait
  • Masyarakat Awam
  • Profesi

  SUSUNAN ACARA

SEMINAR

08.00-08.30

Registrasi dan Snack

08.30-09.00

Berbagi Pengalaman: membangun SPGDT Pra Rumahsakit di Bekasi

09.00-09.10

Pembukaan dan kata sambutan

09.10-09.55

Keynote / Topik 1: kebijakan dalam implementasi sistem penanggulangan gawat darurat terpadu di indonesia

09.55-10.05

BREAK

10.05-10.30

Topik 2: SPGDT prahospital – implementasi, kendala dan tantangannya

10.30-10.55

Topik 3: Penanganan kasus gawat darurat diluar rumah sakit – DR. dr. Tri Wahyu Murni Sulisetyowati, Sp.B.,SpBTKV(k), MH.Kes

10.55-11.20

Topik 4: Sharing Best practice Emergency Management in malaysia – Dr. Cheah Phee Kheng, MMed

11.20-12.00

Diskusi

12.00-13.00

Makan siang

 

WORKSHOP

08.00-08.30

Registrasi dan Snack

08.30-09.00

Berbagi Pengalaman: membangun SPGDT Pra Rumahsakit di Bekasi

09.00-09.10

Pembukaan dan kata sambutan

09.10-09.55

Keynote / Topik 1: kebijakan dalam implementasi sistem penanggulangan gawat darurat terpadu di indonesia

09.55-10.05

BREAK

10.05-10.25

Penilaian awal korban – Dr. Hartono MM,Ph.D

10.25-10.40

Jalan nafas / airway management – Dr. Hartono MM.,Ph.D

10.40-11.00

Pernafasan / breathing - Dr. Hartono MM.,Ph.D

11.00-11.15

Resusitasi jantung / CPR – Dr. Sylvana M.Kalibonso, Sp.An, KAKV

11.15-11.30

Automatic External Defibrilator - Dr. Sylvana M.Kalibonso, Sp.An, KAKV

11.30-11.50

Stabilisasi pasien - Dr. Sylvana M.Kalibonso, Sp.An, KAKV / Dr. Hartono MM.,Ph.D

11.50-12.00

Diskusi

12.00-13.00

Hands On 1: Airway & breating Support - Dr. Sylvana M.Kalibonso, Sp.An, KAKV dan Dr. Hartono MM.,Ph.D

13.00-15.00

Hands On 2: Resusitas jantung & penggunaan AED - Dr. Sylvana M.Kalibonso, Sp.An, KAKV dan Dr. Hartono MM.,Ph.D

 

  PENDAFTARAN

Tiara Yulianti
Indonesia HealthCare Forum
Wisma 76 Lt. 17, Jl. Letjen S. Parman Kav. 76, Slipi – Jakarta 11410
Phone : +62 21 2567 8989 | Mobile : +62 8111 6789 21 | Fax : +62 21 53661038 Email : sekretariat@i ndohcf.com
Website : http://indohcf.com 

Format Pendaftaran :

  • Seminar Nasional
    SEMINARJKT / Nama lengkap beserta Gelar/Instansi / Jabatan / Alamat e-mail / No.HP
  • Workshop
    WORKSHOPJKT / Nama lengkap beserta Gelar / Instansi / Jabatan / Alamat e-mail / No. HP

 

Diskusi Peran IDI dalam Program Internship Dokter Indonesia

Sabtu 16 Januari 2016 di FK UGM

Rangkuman Hasil:

  1. Sampai tahun kelima Program ini, belum ada standar operasional untuk pembimbingan. Pembimbing terkadang hanya ada yang mau. Pendaftaran masih bermasalah karena berbagai hal.
  2. Dalam konsep dasarnya masih ada dilema antara: (1) tujuan penyebaran dokter dengan (2) pembinaan dan pemahiran. Sebagian peserta berharap tujuan pembinaan dan pemahiran yang diutamakan. Jangan tujuan penyebaran tenaga dokter.
  3. Program internship ini bukan tanggung jawab institusi pendidikan tinggi. FK bukan sebagai motor program ini. Motor program internship di lapangan adalah perhimpunan profesi (IDI) dan Kemenkes. Namun jangan sampai peranan Kemenkes mendominasi, sementara IDI tidak terlihat jelas.
  4. Sudah terdiagnosis masalah utama dalam keterlibatan IDI di program internship. Di Propinsi Jawa Tengah, IDI Wilayah sudah ikut dalam kegiatan KIDI, walaupun sangat terbatas perannya. Akan tetapi IDI Cabang belum terlibat/dilibatkan dalam program internship. Laporan dari Klaten, Banyumas, dan (juga) Kupang menunjukkan bahwa IDI Cabang belum dilibatkan dalam internship. Situasi ini merupakan kehilangan kesempatan untuk pengembangan generasi baru dokter Indonesia. Internship yang seharusnya merupakan program profesional dengan motor IDI Cabang, menjadi kehilangan roh. Ada kesan tereduksi menjadi program Kemenkes.
  5. Di dalam seminar IDI Cabang Klaten berharap agar IDI-IDI cabang lebih dilibatkan secara aktif. Pembinaan untuk dokter internship sebaiknya dilakukan oleh Relawan dokter-dokter Senior di IDI Cabang.

Apa yang akan dilakukan pasca diskusi ini?

  1. Ringkasan hasil ini akan dikirim ke Kemenkes, IDI dan pihak-pihak penentu kebijakan terkait. Juga akan dikirim ke para mahasiswa S2 dan S3 Kebijakan dan Manajemen untuk penelitian lebih lanjut.
  2. Berdasarkan hasil diskusi, IDI Cabang Klaten akan mengirim surat ke IDI Pusat untuk mendorong IDI Cabang agar lebih aktif dalam pelaksanaan program internship.
  3. Usulan IDI Cabang Klaten ini akan dicoba pelaksanaannya pada gelombang internship berikutnya.

{jcomments on}

Ringkasan Hasil Pertemuan

11jan-2

Pertemuan pembuka ini telah mendiskusikan dilemma IDI seperti ikatan profesi lain dan sejenis/tidak sejenis di berbagai belahan dunia, yang menghadapi dua misi besar yang mungkin saling konflik. Sebagai perhimpunan profesi IDI harus menjalankan misi besar pertama adalah menjaga dan memenuhi kebutuhan anggota, dan sekaligus menjalankan misi kedua untuk memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. Dua misi besar ini dapat bertentangan sehingga bisa terjadi konflik antara IDI dengan masyarakat, ataupun IDI dengan pemerintah yang secara resmi mewakili masyarakat.

Hubungan antara IDI dan Pemerintah memang ada permasalahan di 5 tahun terakhir ini. Juga dengan stakeholder lain. Telah dibahas dalam diskusi ini, memang ada perbedaan pemikiran antara IDI dengan beberapa stakeholder. Kalau perbedaan ini dibiarkan akan mengganggu pencapaian tujuan sistem kesehatan, dan mungkin masyarakat akan menjadi korban dari situasi ini. Keadaan ini membenarkan inisiatif Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) UGM untuk mencari solusi jangka pendek dan panjang permasalahan hubungan ini dengan menyelenggarakan seri diskusi untuk kepentingkan penelitian dan pengambilan keputusan mendatang.

Dalam diskusi dibahas banyak mengenai cara komunikasi dengan pihak lain. Dalam hal ini termasuk komunikasi menggunakan teknik khusus dengan pengambil kebijakan seperti di DPR, Pemerintah pusat, ataupun pemerintah daerah. Ketrampilan komunikasi merupakan salah satu hal yang belum banyak dikuasai lembaga-lembaga kesehatan . Seperti di IDI, jarang ada pelatihan teknik komunikasi dan kepemimpinan. Diskusi-diskusi yang dikelola oleh PKMK UGM ini juga merupakan bagian dari komunikasi antara pemerintah, akademisi, dengan pengurus IDI di level pusat dan daerah.

Kedudukan IDI dalam sistem kesehatan berupa komponen, bukan pengambil kebijakan. Kedudukan ini dinyatakan dengan tegas oleh Ketua Umum IDI. Pemerintah harus kuat dan bertanggung-jawab. Oleh karena itu diharapkan pemerintah dapat menetapkan kebijakan dengan baik agar tidak bermasalah. Di sisi lain, pembicara dari PKMK UGM mengharapkan agar IDI berusaha mematuhi keputusan-keputusan hukum, dan tidak menentang dengan cara yang tidak tepat dan tidak komunikatif.

Dalam penutup diskusi ini Ketua IDI mengapresiasi kegiatan PKMK UGM untuk mencari solusi bagi bangsa. Pembicara dari PKMK UGM berharap bahwa pengurus IDI pusat dan daerah, dimanapun juga berada, dapat aktif dalam seri diskusi ini. Selanjutnya akan ada berbagai kasus yang dibahas : peran IDI cabang/daerah dalam Internship, kasus dokter-dokter di berbagai Pusat Rujukan Nasional untuk menyikapi MEA dan hubungannya dengan IDI, serta bagaimana IDI memperjuangan Dokter Residen dan Fellow untuk mendapatkan hak dan kewajiban. Pertemuan terakhir adalah menetapkan agenda penelitian mengenai perhimpunan profesi.

 

Diskusi 1:
Peran IDI di lapangan dalam kebijakan Internship.

Sabtu 16 Januari 2016, pukul 09.30 – 11.45 Wib
Tempat: Kampus FK UGM

  Deskripsi:

Program internsip sebagaimana dimaksud pada UU Pendidikan Kedokteran (2013) diselenggarakan secara nasional bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi rumah sakit pendidikan, Organisasi Profesi, dan konsil kedokteran Indonesia.

Selanjutnya dalam Pasal 38 UU Pendidikan Kedokteran disebutkan bahwa mahasiswa yang telah lulus dan telah mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi harus mengikuti program internsip yang merupakan bagian dari penempatan wajib sementara. Penempatan wajib sementara pada program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai masa kerja.

Dengan demikian program internship merupakan kerja bersama antar berbagai stakeholder sistem kesehatan. Untuk pengelolaan internship dilakukan oleh Komite Intersip Dokter Indonesia (KIDI). Ketua KIDI masa bakti 2014 – 2017 adalah dr. Nur Abadi, MM.M.Si. SUSUNAN PENGURUS KIDI Tahun 2014 – 2017 adalah sebagai berikut.

NO

N A M A

JABATAN KIDI

UNSUR

1

dr. Nur Abadi, MM. M.Si.

Ketua

Wakil Asosiasi Rumah Sakit Daerah

2

Dr. dr, Wawang S. Sukarya, Sp.OG. MARS, M.Hkes.

Wakil Ketua

Wakil Konsil Kedokteran Indonesia

3

dr. H. Chairul Radjab Nasution, Sp.PD. KGEH,FINASIM,M.Kes.

Ketua Sub Komite Akreditasi Wahana

Wakil Kementerian Kesehatan

4

dr. Moh. Adib Khumaidi,Sp.OT

Anggota Sub Komite Akreditasi Wahana

Wakil dari Ikatan Dokter Indonesia

5

dr. Emil Bahtiar Moerad, Sp.P

Ketua Sub Komite Pendaftaran dan Akreditasi Peserta

Wakil Aosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia

6

Dr. Hermien Widjajati, SP.A(K)

Anggota Sub Komite Pendaftaran dan Akreditasi Peserta

Wakil Kementerian Kesehatan

7

dr. Daeng M. Faqih, MH. Kes.

Ketua Sub Komite Akreditasi Pendamping

Wakil Ikatan Dokter Indonesia

8

dr. Asjikin Iman Hidayat Dachlan, MHA

Anggota Sub Komite Akreditasi Pendamping

Wakil Kementerian Kesehatan

9

dr. AbrahamAndi Padian Patarai

Ketua Sub Komite Pembinaan dan Pengawasan

Wakil Kolegium Dokter Primer Indonesia

 

Dalam kepengurusan tersebut terlihat ada wakil dari pengurus IDI. Oleh karena itu perlu membahas peranan IDI dalam kebijakan internship. Apakah selama beberapa tahun ini filosofi dasar program internship sebagai pemahiran oleh ikatan profesi telah dilakukan. Dalam hal ini peran IDI sangat strategis dalam program internship. Internship diharapkan mengandung proses pembimbingan dari dokter senior ke dokter yunior yang baru memasuki kehidupan profesionalnya.

  Tujuan Seminar:

  1. Membahas peran KIDI Propinsi dan IDI.
  2. Membahas peranan IDI cabang dalam pelaksanaan program internship.
  3. Membahas pengembangan pelaksanaan program internship ke depan, dari sudut pandang berbagai stakeholder.

 

Peran Perhimpunan Profesi dalam Sistem Kesehatan di Era BPJS dan MEA

materi

Prof. Laksono Trisnantoro

video

pembahasan oleh perwakilan IDI Klaten

dr. Ronny Roekminto, M.Kes

video

Pembahasan oleh Perwakilan KIDI Provinsi Jawa Tengah

dr. Djoko Mardijanto, M.Kes

video

Pembahasan oleh Perwakilan IDI Kupang

dr. Simplicia Anggraeni, Sp.A
(Via Webinar)

Pembahasan oleh Kepala Pusrengun Kementerian Kesehatan RI

dr. H. Imam Asjikin, MBA
(Via Webinar)

Diskusi

sesi 1   sesi 2

 

 pdf-icon Peran perhimpunan profesi dalam sistem kesehatan di era BPJS dan MEA

Diskusi 2:
Kesiapan Dokter Subspesialis dalam Persaingan
Pelayanan Kesehatan di Era MEA

Sabtu 20 Februari 2016, pukul 09.00 – 12.00
Tempat: Ruang Senat Selatan, FK UGM Yogyakarta

  Deskripsi:

Kekurangan dokter spesialis dan sub-spesialis serta pemerataannya di Indonesia sudah berjalan puluhan tahun. Sampai era JKN ini belum terlihat pemecahan masalah. Sementara itu MEA menyatakan bahwa ada 8 profesi yang akan relative lebih bebas bermigrasi antar Negara di Indonesia yaitu:

  1. Insinyur, mulai dari insinyur mesin, geodesi, teknik fisika, teknik sipil, dan teknik kimia.
  2. Arsitek yaitu ahli rancang bangun atau ahli lingkungan binaan.
  3. Tenaga Pariwisata.
  4. Akuntan.
  5. Dokter Gigi.
  6. Tenaga Survei.
  7. Praktisi Medis.
  8. Perawat.

Walaupun sudah ada MEA, akan tetapi dalam praktek memang Negara-negara Anggota ASEAN masih banyak belum sepakat dalam implementasi mode 4 (MNP). Setiap Negara ASEAN mempunyai regulasi utk tenaga kesehatannya. Untuk Indonesia, harus melalui rekomendasi Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) beserta organisasi Profesi. Dokter yang diperkenankan masuk Indonesia adalah Spesialis yang langka atau tidak ada di Indonesia.

Dalam konteks MEA ini ada potensi konflik antara Ikatan Profesi dengan keinginan masyarakat. Masyarakat ingin lebih banyak dokter agar akses lebih baik. Sementara itu ada kemungkinan Ikatan Profesi berusaha menahan masuknya dokter asing. Apakah memang hal ini akan terjadi? Bagaimana dampaknya untuk Perguruan Tinggi Kedokteran?

  Agenda Kegiatan

09.00-09.15

pengantar

Prof. dr. Laksono Trisnantoro

video

09.15-09.30

Kesiapan tenaga kesehatan menghadapi masyarakat Ekonomi Asean

Dr. Asjikin Iman H. Dachlan, MHA (Kepala Pusrengun PPSDM Kementerian kesehatan)

materi   video

09.30-09.45

 

Dr. dr. Andreasta Meiala, M.Kes (Pusat kebijakan dan manajemen Kesehatan FK UGM)

materi   video

09.45-10.15

Pembahasan

  1. DR. dr. Kiki Lukman, M(Med)Sc, Sp.B.KBD, FCSI (Wakil ketua MKKI) – perwakilan IDI Pusat
  2. Dr. Sukman Tulus Putra, Sp.A(K) (Ketua divisi pendidikan KK – Konsil kedokteran indonesia)

video   diskusi

  1. Dr. Nurdadi Saleh, SpOG (POGI Pusat)
  2. DR. dr. Zulkifli Amin, SPPD-KP (Kolegium PAPDI)
materi   video   diskusi

10.15-11.00

Diskusi

 

Reportase kegiatan 

 

  Tujuan Seminar:

  1. Membahas pelayanan dokter sub-spesialis dalam kompetisi pelayanan kesehatan di era MEA
  2. Membahas dokter sub spesialis dalam konteks kebijakan nasional

  3. Mengidentifikasi peran IDI dalam strategi pengembangan dokter sub spesialis

 

 

 

 

Diskusi 4:
Agenda riset yang diperlukan untuk pengembangan
Pertemuan akan dilakukan pada bulan April 2016 untuk membahas berbagai isu untuk penelitian dan penyusunan proposal untuk penelitian S2 dan S3.

Metode Seminar

Kegiatan seminar dilakukan di Yogyakarta. Para pembicara atau pembahas dan peserta dapat mengikuti melalui live streaming atau teleseminar.

Pendaftaran dapat dilakukan pada email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 

  

 

 

 

 

  • slot resmi
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot