Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM

Menyelenggarakan diskusi:

Strategi untuk mencegah Fraud dan Korupsi di Jaminan Kesehatan Nasional:
Apa dan bagaimana peran Pengawas Eksternal Independen dan Perguruan Tinggi?

Rabu, 6 November 2013 | Pukul 08.30 – 13.00
Gedung Granadi Lantai 10, Jalan Rasuna Said (Seberang Kemenkes), Jakarta

Dapat diikuti dengan Live streaming melalui

www.kebijakankesehatanindonesia.net 
dan
www.manajemen-pembiayaankesehatan.net 

  Latar Belakang

Jaminan Kesehatan Nasional mulai tahun 2014. Kebijakan ini menarik karena melibatkan anggaran negara yang cukup besar, sekitar Rp 30 triliun setahun. Dana yang akan dikelola oleh BPJS tersebut merupakan sumber daya pemerintah yang sebaiknya dipergunakan secara efektif. Situasi saat ini menunjukan bahwa model pembayaran Jaminan Kesehatan Nasional yang berbasis pada klaim INA-CBG rawan untuk terjadinya fraud dalam bentuk berbagai penyimpangan misal: Up-Coding, De-bundling, Admisi yang tidak seharusnya, penggunaan obat dan tindakan yang berlebih dan sebagainya. Pengalaman di luar negeri menunjukkan bahwa potensi fraud sangat besar. Di Amerika Serikat dengan teknologi IT yang sudah baik diperkirakan antara 3 – 10% dana jaminan/asuransi kesehatan menjadi fraud. Andai kata di Indonesia terjadi penyimpangan sebesar 10 % maka dana Rp 3 triliun akan hilang sia-sia, atau bahkan memperburuk mutu pelayanan. Fraud ini merupakan sebuah bentuk korupsi yang perlu dicegah oleh seluruh stakeholders.

Apa saja yang mungkin terjadi di Indonesia dalam konteks fraud? Tanpa pencegahan, maka terjadinya fraud dapat merusak, apalagi dengan adanya asumsi kecilnya pembayaran yang diberikan dalam skema INA-CBG. Di beberapa tempat sudah disinyalir ada peningkatan Up-Coding secara sistematis. Adanya fraud akan memperburuk penyerapan dana BPJS oleh daerah yang banyak fasilitas kesehatan dengan yang di daerah sulit.

Potensi Fraud ini perlu dicegah dengan pengawasan internal di BPJS dan Pengawas Eksternal yang Independen. Di UU BPJS ditetapkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan menjadi lembaga pengawas eksternal. Namun dari berbagai diskusi dengan pimpinan OJK terlihat bahwa lembaga ini belum mempunyai kemampuan untuk pengawasan eksternal independen yang masuk detil ke domain klinis untuk pencegahan fraud. Pertanyaan adalah apakah OJK perlu dibantu oleh konsultan pengawas pelayanan klinik yang independen. Apakah diperlukan? Siapa mereka? Apakah perguruan tinggi dapat menjadi konsultan independen? Atau apa lembaga alternatifnya dan siapa orangnya?

 

  Tujuan Kegiatan:

  1. Membahas potensi fraud di pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional;
  2. Membahas peran pengawas internal dan eksternal dalam SJKN;
  3. Membahas potensi perguruan tinggi sebagai pelaku pencegahan fraud.

 

  Acara: 

Waktu

Agenda

08.30 – 09.00

Pendaftaran

09.00 – 09.15

Pembukaan dan Pengantar

09.15 – 10.30

SESI I :

Potensi Korupsi di Sistem Jaminan Kesehatan : Observasi Awal dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

  Niken Ariati - Fungsional Litbang KPK

Deteksi dan investigasi fraud dalam asuransi kesehatan, bagaimanaa situasi di Indonesia.

  Dr. Drg. Yulita Hendrartini, MKes, AAK

10.30 – 10.45

Coffee Break

10.45 – 12.30

Sistem Pencegahan Korupsi dan Fraud secara Internal di BPJS

Pembicara :

  dr. Taufik Hidayat, MM - PT Askes Indonesia

Peran OJK sebagai Pengawas Eksternal

  Sumarjono - Kepala OJK Kementerian Keuangan

Peran Perguruan Tinggi dalam Pencegahan dan Pengendalian Fraud/Korupsi

Fasilitator : Tim PKMK FK UGM

  Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

Sesi Diskusi dan Tanya jawab

12.30 – 13.30

Penutupan dan Makan Siang

 

 

  Peserta :

  1. Eselon 1 dan 2 Kementerian Kesehatan
  2. PT Askes Indonesia
  3. Kementerian Keuangan
  4. FK dan FKM di Indonesia
  5. Perguruan Tinggi
  6. Pengamat Kesehatan

 

  Pendaftaran pada:

Angelina Yusridar / Hendriana Anggi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2, Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Ph. /Fax : +62274-549425 (hunting)
Mobile : +628111409442 / +6281227938882
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.; This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

Informasi dan Pembentukan Data Based Konsultan Manajemen Kesehatan
dalam program
Management and Technical Assistance Facility (MTAF)

Prof. Laksono menyampaikan bahwa Global Fund bekerja sama dengan FK UGM akan memfasilitasi para konsultan di Yogyakarta pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya untuk bergabung dalam MTAF Global Fund, diharapkan para konsultan dapat mendaftar di MTAF Global Fund shingga akan terekam dalam databased Global Fund. Dari sinilah MTAF Global Fund akan melakukan verifikasi dan melakukan ratting, sehingga dapat diketahui oleh pengguna yang akan melakukan kerjasama dengan para konsultan tersebut. Beliau juga menyampaikan bahwa konsultan yang sudah masuk di databased MTAF Global fund akan di fasilitasi dan juga dapat di update jumlah dan kebutuhan dari para konsultan dan pengguna.

Sesi I : Informasi dan Pembentukan Operasionalisasi MTAF

Sesi ini disampaikan oleh: Krisyani Inawati, SE,Ak, MBA. Diskusi untuk sesi ini dimulai dengan dr. Rossi Sanusi yang menyampaikan mohon diberikan penilaian yang lebih obyektif bagi peneliti atau konsultan, misalnya pengalaman peneliti, kompetensi, supaya tidak di dominasi oleh para peneliti yang memiliki akses-akses ke UNDP atau AusAID.

Krisyani menjawab membangun sistem yang lebih oyektif dengan memasukkan data di database dengan dan menggunakan scoring, mislnya Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau pemilik proyek maka yang dilakukan kerjasama dengan ULP tersebut. Lalu mekanisme yang obyektif dengan semi manual, kedepannya dilakukan dengan sistem yang otomatis dari software sehingga komputer yang akan menentukan. Kebutuhan oleh peneliti akan di-posting dalam website UGM, sehingga dapat diketahui untuk difasilitasi oleh MTAF Global Fund, untuk peneliti lokal dan bukan hanya untuk peneliti pusat. Prioritas konsultan nasional apabila tidak ada maka akan dicarikan konsultan Internasional.

Dicontohkan dilakukan evaluasi permasalahan yang sering muncul adalah "reporting dan analysis", adanya pertukaran ilmu atau keahlian. MTAF harus disusun oleh PR yang terkoodinir dalam satu model yang melibatkan konsultan lokal sehingga terjadi pertukaran ilmu dengan konsultan internasional. Membuat CV dengan meng-update ekspertisi.

Putu Eka Andayani mempertanyakan apakah sudah ada kerjasama dengan IKMK?

Pemateri menjawab sudah dilakukan kerjasama dengan dr. Nancy dari IKMK --> mau dilebur atau dibawah MTAF. Standar dan klasifikasi sementara sesuai dengan GF, namun masih dilakukan pengkajian untuk standar yang lebih umum.

Dwi Handono mengajukan pertanyaan "Apakah peneliti dapat langsung secara pribadi atau secara kelembagaan? Konsultan lokal yang bekerja di institusi asalnya terlalu banyak".

Pemateri menjawab disediakan juga untuk individu dan juga untuk kelembagaan, tergantung kebutuhan dari masing-masing, dibuat shortlist dalam beberapa paket untuk menghemat waktu. Lebih baik untuk konsultan dari lokal dikarenakan lebih paham dan mengenal jenis konsultan. Konsultan Manajemen berhadapn dengan para eksekutif puncak disebuah lembaga. Konsultan yang baik adalah konsultan yang melakukan seleksi terhadap klien yang akan melakukan kerjasama.

Evidence Base

Konsultan Manajemen tidak bisa bekerja sendiri namun memerlukan tim. Konsultan Teknik dapat dilakukan oleh sendiri tanpa sebuah tim. Dalam suatu Firma Konsultan yang berbasis pada nama besar: misalnya ada nama besar seseorang untuk menarik klien. Apakah terpisah antara konsultan manajemen atau konsultan teknis atau dijadikan satu?. Berdasarkan pengalaman masing-masing konsultan adalah pilihan namun di dalamnya juga perlu adanya suatu tim yang mendukung, secara teknisnya dapat dipecah menjadi beberapa TOR namun dalam satu tema dan tujuan yang sama. Investasi sebagai Konsultan itu cukup menjanjikan

Nina dari Bappelkes mempertanyakan apakah ada masa expired ada?

Prof. Laksono menjawab tidak ada masa expired, kecuali meninggal

Guardian Sanjaya mempertanyakan apakah ada spesifikasi terhadap konsultan tertentu, karena perusahaan ingin melihat qualified.

Pembicara menjawab yakni dengan mengisi jenis spesifikasi yg dimiliki pada menu kategorisasi konsultan (global fund), untuk itu MTAF sedang menyiapkan kategorisasi yang berlaku umum, yang dirumuskan oleh tim kecil di MTAF yang akan segera diberlakukan.

Sealvy Hernawan, mempertanyakan Apakah secara individu dan juga secara kelembagaan, bagaimana yang dipilih dan apakah berpengaruh terhadap rating?

Prof. Laksono menjawab pertama harus memasukkan secara pribadi dan kemudian memasukkan kelembagaannya, dalam sistem MTAF akan juga dilakukan verifikasi terhadap data peneliti yang sudah masuk ke database MTAF, sehingga akan juga dapat berpengaruh terhadap rating-nya.

High Level Forum on Expanding Coverage
to the Informal Sector

hlfterakhir

Diskusi ini berlangsung di Balroom Mataram, Hotel Ambarrukmo Plaza Yogyakarta, pada tanggal 2 Oktober 2013. Seperti dua hari sebelumnya, diskusi bertujuan untuk mendengarkan masukkan dari beberapa kelompok kecil yang mewakili sektor-sektor yang terkait rencana penerapan pilot project (PP) BPJS di Indonesia.

Hari terakhir diskusi berlangsung cukup singkat, sekitar 3 jam saja. Setelah moderator memberikan kesempatan pada masing-masing kelompok untuk memaparkan hasil diskusi mereka, Isa Rachmatarwata, M. Sc menjelaskan hasil diskusi kelompoknya, sebagai berikut, pertama, komptesisi sektor kesehatan dengan sektor lain yang juga membuttuhkan perhatian pemerintah. Oleh karena itu pengembangan metode serta desain yang menarik perlu dilakukan. Selain itu, memperkuat kerjasama dengan berbagai pihak terus ditingkatkan.

Kedua, faktor budaya, kepemimpinan dan komitmen nasional adalah beberapa hal yang dapat diadops Indonesia dari beberapa negara di dunia yang telah menjalankan UHC. Namun, karakteristik Indonesia tetap menjadi salah satu hal paling utama yang juga harus tetap dipertahankan sebagai identitas bangsa.

Ketiga, program e-KTP merupakan salah satu upaya untuk mengidentifikasi level kelas sosial masyarakat di Indonesia. Hal ini dapat merupakan salah satu cara untuk mengembangkan nomor kepesertaan BPJS, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan kepesertaan ganda.

Keempat, salah satu hal yang perlu mendapat perhatian terus menerus adalah kekuatan dibidang sistem informasi kesehatan. Kelima, diskusi dua hari sebelumnya, adalah membahas aksi nyata untuk menjangkau masyarakat Indonesia di sektor informal. Salah satu yang disepakati adalah dengan PP. Kagiatan ini bukan hanya kegiatan riset semata, namun juga merupakan salah satu aktifitas yang dapat dijamin keberhasilannya sehingga akan diperoleh pola/ disain yang lebih baik untuk karyawan yang bekerja di informal. Pilot project, akan menjadi sarana promosi positif. Di lain sisi dapat diestimasikan bahwa PP juga akan memberikan dampak negatif, sehingga seluruh aspek masih perlu didetailkan agar dampak negatif tersebut dapat diminimalkan. Salah satu criteria daerah yang akan dipilih sebagai PP, haruslah dengan fasilitas kesehatan (faskes) yang memadai. Jika tidak atau belum memadai, seberapapun usaha yang dilakukan, masyarakat akan memberikan penilain negatif.

Selain itu, disisi suplai sumber daya ini harus tersedia secara memadai. Lima langkah konkrit, yang akan dilakukan:

  1. Sosialisasi (social marketing)
  2. Advokasi, terutama pada pemerintah daerah dan organisasi-organisai informal
  3. Pembinaan kelompok informasi untuk kemampuan bayar premi JKN
  4. Pendataan
  5. Pemilihan daerah yang sesuai untuk PP (plotting and selecting of the area).

Selanjutnya, beberapa peserta diskusi juga memberikan pandangan mereka terkait rencana penerapan PP BPJS. Berikut adalah tanggapan tersebut:

Dr. Vivi Yulaswati, M. Sc dari Bappenas menyampaikan peran Pemda lebih didetailkan, sehingga masuknya bukan hanya sebagai advokasi tapi "setting the mix", sehingga perlu adanya studi lanjutan. Selain itu harus ada respon system (complain handling).

Perwakilan Askes: memberikan pertanyaan kepada Ibu Dr. Vivi Yulaswati, Jika sistem complain handling diterapkan, siapa yang akan berperan? Saya pikir, jika tim PP harus ikut terlibat untuk menangani hal ini, masukkan saya adalah harus dipikirkan lagi. Penanganan komplen sudah menjadi bagian pekerjaan tim BPJS. Sehingga tidak akan kegiatan ganda yang hanya akan membingungkan masyarakat.

Prof. Dr. dr. Charles Surjadi, MPH menimpali, "Harus ada persiapan dengan standar-standar tertentu dari seluruh aspek. Sebaiknya, mengundang dan melibatkan universitas karena umumnya pihak universitas bersikap netral pada kegiatan-kegiatan pemerintah. Jadi, akademisi diikutkan. Selain itu, ikatan profesi juga diikutkan (IDI pusat dan daerah) juga diminta untuk berperan. IDI memiliki mailing list dan kolom berita dalam website, sehingga dapat menjadi salah satu cara sosialisasi program.

Dr. Daniel Budi Wibowo, M. Kes, Ketua PERSI menyatakan pendapatnya: "Saya memiliki pendekatan yang sedikit berbeda. Saya melihat berdasarkan dampak pengembangan beberapa model. Tentu saja tiap model akan menitik beratkan pada satu sisi tertentu. Di Indonesia, pasti akan ada beberapa model terkait dengan clustering masyarakat Indonesia. Hal ini juga terkait dengan keadaan geografis Indonesia. Jadi, sebaiknya penerapan tiap model, menyesuaikan dengan karakteristik masyarakat dan lokasi geografis daerah".

Dr. Asih Eka Putri, BPJS wajib menjangkau seluruh penduduk. Ada 3 algoritma (1) bagaimana mendanai pekerja sektor informal? Sehingga proyek ini bertujuan untuk menggali potensi pendanaan (2) model pengumpulan iuran dan (3) penegakkan kepatuhan dan penyelesaian sengketa. Rujukan BPJS adalah rujukan internasional. Sehingga pengembangan model yang sesuai dapat berpegang pada tiga algoritma tersebut.

Kemudian, perwakilan masyarakat sektor informal (target): "Apakah tarif dibuat satu model tarif nasional? Tarif yang sudah dibagi saat ini, berdasarkan kelas, mengadopsi darimana? Adakah ada hubungan dengan UMR daerah? Perlu ada aplikasi yang jelas agar program alikatif yg dapat diterima seluruh lapisan masyarakat".

Prof. Budi Hidayat, SKM, MPPM, PhD: "Grand desain sebenarnya sudah ada yaitu dengan UU BPJS. Varian sektor informal yang berbeda-beda, sehingga harus dilakukan pilot project agar diperoleh data "mana yang baik dan yang tidak". Akhirnya, dapat diusulkan model yang lebih baik. Disamping kita menidentifikasi model, perlu juga dihitung dari sisi biayanya.

Tanggapan Ibu Dr. Vivi Yulaswati, M. Sc:

Complain handling: "Apakah jika ada komplen harus ke BPJS? Menurut saya hal ini tetap perlu karena dalam kegiatannya melibatkan beberapa pihak, sehingga tanggapan masyarakat akan dapat didata dengan baik sebagai bahan evaluasi untuk menemukan solusi terbaik. Cost sharing bukan hanya dari sisi premi, tapi juga kualitas sisi layanan serta peran serta Pemda. Skema pembiayaan hingga saat ini sedang dicari yang paling sesuai.

Dr. Pujianto, SKM, M. Kes (akademisi) menyampaikan, saat diskusi tentang besaran premi (Rp. 19 ribu per bulan), dan besaran tersebut berlaku nasional. Daerah-daerah dibagi dalam beberapa kuadran sehingga akan terjadi subsidi silang daerah. Selanjutnya apakah Pemda akan berperan dalam sistem premi (memberikan subsidi premi). Perlu adanya pemberian pemahaman pada Pemda.

Perwakilan Dinas Kesehatan Purbalingga yaitu Drs. Sukento Rido Marhaendrianto, MM menyampaikan: pertama, Pemda Purbalingga akan melakukan pemetaan karena sektor informal yang masih tersebar namun belum terorganisir dengan baik. Kedua, Pemda perlu advokasi, terutama beberapa SKPD terkait, agar program BPJS akan berjalan dengan baik. Ketiga, Purbalingga siap dijadikan daerah pilot project.

dr. Ati Wahyuningsih (Kadinkes Kota Surakarta) mengungkapkan pendapatnya, daerah cukup berat untuk menyadarkan masyarakat untuk iur biaya. Di Solo, seluruh masyarakat telah dijamin penuh. Dalam pelaksanaannya, masyarakat dibagi menjadi pemegang kartu gold dan silver. Pemegang gold ditanggung semuanya dan silver maksimal akan diberikan bantuan 2 juta. Faktor kepentingan politik di daerah sangat tinggi, sehingga isu kesehatan dan pendidikan terus dijual saat kampanye, padahal dalam JKN harus ada iur biaya. Banyak kaum papa yang sangat miskin yang tidak masuk dalam database kesehatan, sehingga iur biaya; berapapun besarnya sebaiknya masih diterapkan agar dapat dilakukan subsidi silang pada kaum papa ini. Jadi, kendala yang harus diselesaikan adalah "bagaimana menyadarkan masyarakat yang tidak miskin agar bisa iur biaya". Kendala lainnya: isu Pilkada yang terus-menerus menjual isu kesehatan dan pendidikan.

dr. Bambang Haryatno, M. Kes (Kadinkes Kabupaten Kulon Progo) menyampaikan, pertama, biaya kesehatan dari Pemda sebesar sembilan milyar rupiah. Penerapan layanan kesehatan masyarakat di Kulonprogo yaitu "kami tidak mengeluarkan kartu kesehatan, namun cukup KTP saja. Termasuk RANAP dibantu maksimal 5 juta untuk tiap warga tiap tahun." Kedua, kami akan memperluas jalinan kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Ketiga, kami tidak membedakan sektor formal dan informal, jadi seluruh masyarakat telah terjamin. Keempat, untuk di mix dengan BPJS, perlu ada pembagian tugas. Terutama apa yang menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Kelima, selain itu, gubernur DIY juga membantu masyarakat miskin. Sebagi contoh: masyarakat miskin dengan rawat inap di RS. Sardjito harus membayar sebesar 25 juta. Dari biaya tersebut, Pemda Kulonprogo membantu sebesar lima juta serta tambahan bantuan lain dari provinsi dan gubernur. Poinnya, Kulon Progo siap menjadi lokasi pillot project.

Mitra internasional menyuarakan pendapatnya melalui Debby Muirhead, perlu dibentuk kelompok kecil untuk implementasi pilot project. Hal yang penting bukan hanya dinas kesehatan, tapi Bappenas dan kantor lain, agar jalinan kerjasama di seluruh sektor dapat berjalan beriringan. Mitra internasional bisa membantu dari sisi evaluasi independen. Salah satu bentuk dukungan AusAid adalah dibidang riset di universitas, sehingga AusAid juga dapat melakukan evaluasi.

Perlu dibandingkan yang telah menerapkan dan daerah yang belum, sehingga akan dapat diketahui pola-pola dan desain yang paling sesuai. Asosiasi profesi harus terwakili diseluruh daerah. Lalu, kita perlu memikirkan teknik sosialisasi yang paling baik karena masyarakat Indonesia, jika diberikan brosur sering dibuang. Detail sistem pembayaran dan akuntabilitas lembaga yang mengumpulkan premi. Karena isu utamanya, masyarakat tidak percaya dengan kader pengumpul. Jadi akuntabilitas kader pengumpul premi harus bisa dipercaya. Tidak hanya berkaitan dengan berapa yang kita membayar tapi saving. Saya keberatan dengan menaikkan biaya pkm karena masih banyak masyarakat yang tidak bisa membayar. Apalagi jika dinaikkan hingga Rp. 50 ribu, kami tidak setuju dengan hal tersebut. Identifikasi masalah dalam kerjasama dan mendiskusikan potensial solusi. Setuju dengan keterlibatan universtas dan integrasi data. Sistem monitoring dan evaluasi, manfaat investasi yang akan diperoleh investor.

Dr. Widyastuti Wibisana dari WHO menyampaikan pendapatnya, WHO akan membantu program ini, terutama di 6 (enam) wilayah yang telah ditetapkan: DKI, Jabar, Sumbar, Aceh, Gorontalo dan Sulut. WHO akan bekerjasama dengan pemerintah terutama isu kepuasan pelanggan, karena salah satu indokator adalah kepuasan peserta. WHO akan menampung masukkan dari tiap-tiap daerah. Kemudian, WHO akan membantu dalam hal kualitas provider. Bagaimana prosedur pengajuan kegiatan ke WHO? WHO telah memiliki prosedur kerjasama dengan pemerintah Indonesia. Jadi, skema bantuan dapat dilakukan melalui kementrian. Dapat juga kontak langsung dengan unit kegiatan WHO untuk memperoleh informasi lebih detail.

Akademisi pun tampil untuk menambahkan masukan pelaksanaan BPJS 2014 ini. Dr. drg. Yulita Hedrartini, M. Kes, AAK, di lingkup universitas punya dana penelitian. Tahun ini, dana tersebut akan lebih diarahkan untuk evaluasi BPJS. Saya yakin tiap universitas memiliki dana untuk penelitian dan pengembangan, sehingga memungkinkan dilaksanakan konsorsium universitas. Selanjutnya, antar universitas dapat melakukan kerjasama misalnya dengan saling membagi tugas. Akhirnya, universitas siap membantu: sosialisasi, monitoring dan evaluasi.

drg. Ernawati, M. Kes dari Unair menyampaikan pihak akademisi punya rasa keingintahuan yang besar. Saya setuju dengan jejaring antar universitas di Indonesia. Kalangan akademisi saat dilapangan sering dianggap KPK/ BPK, sehingga diperlukan komitmen nasional. Prof. Dr. dr. Charles Surjadi, MPH dari Universitas Atmajaya menyampaikan akademisi lebih mengetahui keadaan lapangan dari laporan mahasiswa. Akademisi berperan sebagai anggota dewan riset daerah. Pemda Sumut memberikan akses khusus dewan riset. Nani dari PAMJAKI, cara-cara sosialisasi yg dilakukan asuransi swasta, dapat diadopsi. Pemilihan dokter pelayanan primer harus disiapkan. Prof. Budi Hidayat, SKM, MPPM, PhD (Universitas Indonesia) menimpali, saat ini, yang dibutuhkan adalah formulasi "what next step". Harus ada orang atau institusi yang bertanggungjawab untuk formulasi dan menjaga keberlanjutan konsep yang telah didiskusikan selama tiga hari ini. Harus ada satu tim untuk mengkristalkan atau menyimpulkan seluruh konsep. Menagih janji-janji seluruh supporter untuk aksi nyata (bukan hanya janji).

  • angka jitu
  • toto 4d
  • toto
  • toto macau
  • rtp live slot
  • bandar togel 4d
  • slot dana
  • toto sdy
  • toto slot
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • bandar togel
  • toto macau
  • bandar slot
  • toto togel
  • togel4d
  • togel online
  • togel 4d
  • rajabandot
  • toto macau
  • data toto macau
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • judi online
  • nexus slot
  • agen slot
  • toto 4d
  • slot777
  • slot777
  • slot thailand
  • slot88
  • slot777
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot demo
  • slot777
  • toto 4d
  • toto slot
  • agen slot
  • scatter hitam
  • slot 4d
  • bandar slot/
  • bandar slot/
  • toto slot
  • mahjong slot
  • slot jepang
  • slot777
  • slot dana
  • slot dana
  • toto slot
  • bandar slot
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot 2025
  • toto slot
  • bandar slot
  • agen slot
  • slot dana
  • slot777
  • bandar slot
  • slot thailand
  • toto slot
  • slot resmi
  • togel4d
  • slot resmi
  • KW
  • slot online
  • slot gacor
  • slot88
  • slot
  • situs slot
  • slot777
  • slot gacor
  • pgsoft
  • mahjong
  • slot demo
  • slot 4d
  • slot scater hitam
  • judi online
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • slot vip
  • demo slot
  • slot bet kecil
  • slot bet 400
  • slot gacor