Reportase Pertemuan Pertama Seminar Series Hit

11 April 2014

Pertemuan pertama Series Hit telah dilaksanakan pada Jum'at (11/4/2014), yang menghadirkan pembicara dari PKMK yaitu Prof. Laksono Trisnantoro dan Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo. Pembahas yang memberikan tanggapan atas paparan pembicara ialah Dr. dr. Soewarta Kosen, M. Kes, PH (Balitbang Kemenkes) dan Hartiah Haroen S. Kp, M. Kes, M. Eng (Ahli dari WHO Indonesia). Pertemuan kali ini berfokus pada Reformasi dalam Kebijakan Desentralisasi.

11apr-aProf. Laksono TrisnantoroPaparan awal disampaikan Prof. Laksono Trisnantoro dengan judul "Desentralisasi Kesehatan, Nilai Positif dan Negatif dari Perkembangan hingga Tahun 2014 serta Titik Perubahan yang Dibutuhkan". Pasca desentralisasi dilakukan pada tahun 2000, hal yang perlu dicermati ialah kemampuan teknis SDM kesehatan di lapangan. Apakah jumlah, kemampuan dan persebarannya sudah tepat? Kemudian terkait anggaran, saat ini, anggaran kesehatan yang ada di Kemenkes masih 2,2 atau 2,1% sementara harapannya yaitu 5% dari APBN. Seharusnya kesehatan tetap menjadi desentralisasi atau ada fungsi pusat dan provinsi yang kuat, tutup Prof. Laksono.

11apr-bDr. Soewarta KosenDr. Soewarta Kosen dari Litbangkes Kemkes menyampaikan seharusnya program desentralisasi dilakukan sesuai kebutuhan dan aspirasi, agar terjadi pemerataan (saat desentralisasi masih bermasalah). Desentralisasi menuntut adanya peningkatan komitmen Pemda, maka diharapkan juga kinerja sektor kesehatan meningkat. Setelah memasuki era BPJS, maka banyak dilakukan program kuratif. Anggaran kesehatan malah naik dibanding saat sentralisasi. Kelemahan yang ditemukan ialah tidak adanya laporan dari propinsi ke pusat. Pemerintah kabupaten/kota tidak merasa ada di bawah kepemimpinan pusat. Hal ini terjadi karena Dinkes melapor ke Bupati. Sehingga dapat dikatakan. Dinkes tidak memiliki track komunikasi yang baik untuk advokasi.

11apr-c Hartiah Haroen S. Kp, M. Kes, M. EngAhli dari WHO yaitu Hartiah Haroen S. Kp, M. Kes, M. Eng menyampaikan tanggapannya, ketika era otonomi atau desentralisasi kesehatan (deskes) hal yang harus mendapat perhatian ialah pemerataan tenaga kesehatan (nakes) di daerah. Untuk meningkatkan kualitas SDM, maka hal yang ditingkatkan ialah kurikulum yang mendukung dengan pengembangaan nakes. Namun masih ada kelemahannya yaitu pemerataan nakes tidak diikuti persiapan yang matang atau kurang perencanaandi bidang nakes. Terkait human resources, masih tersentralisasi. Deskes tidak terkendali, karena terikat dinamika pasar. Bagaimana daerah dapat mengoptimalkan BOK dan sistem kapitasi dengan pelayanan dasar yang lebih kuat? Maka dibutuhkan kerjasama lintas sektor daerah.

Dr. Dwi Handono dari PKMK melengkapi bahasan ini dengan pernyataan Dinkes kurang nakes, maka terjadi mutasi dari Puskesmas ke Dinas. Akhirnya yang terjadi tidak ada UPT, jika RS bukan Dinas, lalu ia sebagai apa? Selama ini yang terjadi Dinkes menjadi kontraktor, Puskesmas belum menjadi BLUD.

DISKUSI

Pada sesi diskusi terdapat tiga peserta yang menyatakan pendapatnya. Pertama, Heru Aryadi dari Arsada. Heru menyampaikan dalam Deskes, SDM harus dievaluasi, RS dan Dinkes diatur. Hal yang terjadi litbang setiap dinas selama ini tidak independen. Lalu, pendapatan BLUD harusnya tidak masuk dalam kas daerah.

Kedua, peserta dari Antropologi UGM menyatakan banyak kasus yang ditemui yaitu nakes tidak mau ditempatkan di desa. Maka, perlu dilakukan pemetaan nakes melalui kebutuhan dan kaitannya dengan SDM dan SDA. Maka, harus ada UU yang mengatur produk kesehatan.

Ketiga, Dewi dari PKMK menyatakan kita sulit mengirim nakes ke daerah, namun sekarang yang spesialis disana rata-rata berbondong-bondong kembali ke Jawa. Desentralisas -ijin dari Pemda, maka dengan mudah mereka masuk. Daerah asal tidak bisa mengikat, mungkin karena kerjasama sudah selesai. Lalu yag terjadi ialah tidak ada spesialis. Jika insentif diperbesar, namun transportasi dan pendidikan tidak diperbaiki, lalu bagaimana?

Pertemuan berikutnya akan dilakukan pada Kamis (17/4/2014) dan dapat Anda simak laporannya melalui website ini.

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Bekerjasama dengan

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

menyelenggarakan

Pembiayaan Kesehatan untuk Tindakan Preventif dan Promotif
Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional

Kamis, 17 April 2014, Hotel Santika Jakarta

  PENGANTAR

Dewasa ini terjadi banyak sekali perubahan – perubahan dalam sistem pembiayaan kesehatan. Namun, apa saja yang terjadi dalam pembiayaan kesehatan selama 20 tahun terakhir ini? Bagaimana perubahan dari sistem membayar sendiri ke Jaminan? Apakah sudah membaik? Bagaimana dengan daerah-daerah sulit? Ada berbagai hal menarik dalam menanggapi pertanyaan – pertanyaan tersebut :

  1. Anggaran kesehatan yang dikelola langsung oleh Kementerian Kesehtan secara persentase menurun;
  2. Dalam konteks JKN terjadi suatu pembayaran yang berbasis pada Claim yang tidak berdasarkan prinsip pemerataan;
  3. Pembiayaan kesehatan dari donor khususnya Global Fund mempunyai perubahan metode;
  4. Pemerintah daerah tidak banyak mengalokasikan anggaran untuk kesehatan;
  5. Pembiayaan untuk preventif dan promotif masih belum jelas.

Untuk menelusuri perkembangan pembiayaan kesehatan di Indonesia, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM bekerjasama dengan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia menyelenggarakan Seminar mengenai Pembiayaan di Sektor Kesehatan dengan Penekatan pada Pembiayaan untuk Pelayanan Kesehatan Preventif dan Promotif.

 

  TUJUAN DAN BENTUK ACARA

  1. Membahas reformasi pembiayaan kesehatan dalam beberapa decade terakhir
  2. Membahas berbagai perkembangan terbaru dalam pembiayaan kesehatan
  3. Membahas arah pembiayaan tindakan preventif dan promotif

 

 JADWAL KEGIATAN

Kamis, 17 April 2014

Waktu

Acara

Pembicara

08.00 – 08.30

Registrasi Peserta

 

08.30 – 09.00

Pembukaan dan Pengantar

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D

09.00 – 12.00

SESI I :
Reformasi dalam Pembiayaan Kesehatan

Pembicara :

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Phd

Pembahas:

Yani Haryanto

  dr. Donald Pardede

Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan

Wahyu Nugrahaini - Balitbangkes Kemenkes RI

dr. Andi Afdal - Kepala Group MPKP BPJS Kesehatan

12.00 – 12.30

Lanjutan Sesi I dan Diskusi

 

12.30 – 13.30

Lunch Break

 

13.30 – 15.00

SESI II :

  1. Pembiayaan Kesehatan dari Donor Agency
  2. Pembiayaan untuk Kesehatan Ibu dan Anak
  3. Pembiayaan untuk preventif dan promotif di BPJS dan Kementerian Kesehatan. Bagaimana Perencanaannya?

Pembicara :

  Jeffrey Muschell - Global Fund

Faozi Kurniawan - Tim PKMK FK UGM

dr. Donald Pardede - Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan

Pembahas :

Prof. Dr. H. Alimin Maidin, MPH *)

 Dedi Supratman – Sekjen IAKMI

 

15.00 – 16.00

Diskusi Penutup

Bagaimana FKM dan IAKMI dapat memperjuangkan anggaran kesehatan yang lebih memperhatikan promotif dan preventif?

  1. Strategi lintas Kementerian
  2. Strategi di BPJS
  3. Strategi di Kementerian Kesehatan
  4. Strategi di pemerintah daerah

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD

16.00 – 18.00

Rapat Dewan Pembina dan Pengurus Yayasan JKKI untuk persiapan Forum Nasional V di Bandung

 

18.00 – 19.30

ISHOMA

 

19.30 – 21.00

Diskusi Persiapan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan JKN oleh BPJS tahun 2014

Tim PKMK FK UGM beserta dengan perwakilan FKM - FKM

 

 

PESERTA

Peserta terdiri Peneliti Utama dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (1 orang). Dari setiap FKM terpilih akan mendapat biaya transportasi (ekonomi pp), akomodasi selama pertemuan, paket meeting dan sertifikat. Panitia tidak menyediakan lumpsum, diharapkan lumpsum berasal dari universitas masing-masing. Apabila mengirimkan peserta lebih dari 2 orang, diharapkan pembiayaan untuk peserta lain dari instansi masing-masing.

 

  PENDAFTARAN

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM
Sdri. Angelina Yusridar / Hendriana Anggi
Gdg. IKM Sayap Utara Lt. 2, Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp. : +62274 – 549425
Mobile: (Angelina Yusri : +628111 498 442), (Hendriana Anggi : +6281227938882)
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.; This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Web : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

 

Bedah Buku:
Pola dan Akar Korupsi Menghancurkan Lingkaran Setan Dosa Publik

 4 April 2014

 

Buku yang akan dibahas kali ini ialah buah karya Prof. drg. Etty Indriati, PhD (FK UGM) yang membahas isu pelik, yaitu korupsi. Prof. Etty berguru pada Prof. Susan Rose-Ackerman dari Universitas Yale.

Bedah buku yang berfokus pada upaya anti korupsi tersebut telah terselenggara pada Jum'at (4/4/2014) di Auditorium Pertamina Tower, FEB UGM. Penyelenggara acara ini ialah Gerakan Masyarakat Transparasi Akademis untuk Indonesia (Gemati) dan pengantar disampaikan oleh Dr. Eko Suwardi, PhD, Wadek Bidang Perencanaan dan Informasi, FEB UGM. Kegiatan atau gerakananti korupsi, selaras dengan visi misi UGM yang menjulang tinggi dan mengakar pada local wisdom, harapannya hasil diskusi menjadi ilmu dan amalkan, jelas Dr. Eko Suwardi.

 

Moderator acara kali ini ialah Dr. Rimawan Pradipto, kesempatan pertama diberikan kepada Prof Etty. Prof Etty menyampaikan ada perubahan kesadaran kolektif secara universal/cara pandang kesadaran kolektif atas tindakan, misalnya di sector perbudakan, isu pembangunan dan sebagainya. UNDP dan World Bank mempertanyakan pinjaman untuk pembangunan mampu berjalan maju di negara berkembang, namun tanpa pengentasan kemiskinan. Hal yang digarisbawahi Prof. Etty ialah only need one honest people to cut corruption system, jadi kita hanya membutuhkan satu orang untuk menghentikan korupsi yang sudah tersistem. Fakta yang menarik ialah korupsi merupakan jaringan bukan hanya individu. Keyakinan yang saya miliki jika korporasi bersih, maka kita akan bersih, ungkap Prof. Etty. Namun jika tidak, tidak akan mungkin. Hal yang harus kita lakukan ialah penyelenggara pemerintahan dan masyarakat bekerjasama dalam memutus jaringan korupsi.

Pola pemerintahan dan kepemimpinan bertahap, mulai dari Band dimana masyarakat egaliter, tidak ada yang berkuasa dan tidak ada yang dikuasai atau komunal. Lalu bentuk yang kedua ialah tribe yang berfous pada family dan kinship/kekerabatan, bentuk yang ketiga ialah chiefdom: pemerintahan dipimpin kepala dan keturunannya bentuk yang keempat ialah state,dimana pemerintahannya tersentralisasi/birokrasi dimana kekerabatannya nepotisme.

Negara dengan ekstraktif industri akan banyak melakukan korupsi karena SDA melimpah, jadi tinggal dieksplorasi. Namun, negara yang hidup dan berkembang dari SDM jarang memiliki catatan tinggi untuk korupsi. Korupsi menguat karena banyak penguasa bersaudara, maka korupsi terjadi makin legal. Harusnya tidak ada jaringan kekerabatan, di Indonesia 70% kepala pemerintah daerah melakukan korupsi.

Bagaimana menjadi korup? Bisa karena tumbuh dalam lembaga. Pelaku krupsi biasanya birokrat hakim, anggota cabinet atau lingkaran penguasa. Korupsi menyebabkan ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan lain-lain. Umumnya, korupsi terjadi karena sudah didesain dari awal. Korupsi bisa dikurangi dengan munculnya universal collective thinking pasca perang dingin, gerakan anti korupsi berkembang World Bank, UNDP-mempunyai charter di Negara lain-misal ICW, KPK, PPATK. Gerakan anti korupsi atau transparansi internasional. Prof Susan Ackerman menulis open journal terkait restrukturisasi, beberapa judulnya, Helping Countries Combat Corruption, Corruption and Good Government-Susan Ackerman-World Bank Report. Diseminasi knowledge anti korupsi penting dilakukan, bisa jadi tidak melalui sumber bacaan, karena masyarakat Indonesia kurang gemar membaca. Langkah strategis yang bisa kita ambil ialah koruptor dimiskinkan, ambil semua asetnya untuk memberantas korupsi.

Iswan Elmi, M.Sc (KPK) sebagai pembahas pertama menyampaikan pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan oleh satu disiplin ilmu saja, harus multi disiplin. Rekor saat ini AS Negara penyuap tertinggi di dunia, meski merupakan negara maju. Sementara di Indonesia, kondisi masyarakatnya yang permisif mendukung terjadinya korupsi. Hal yang harus disadari ialah memberantas korupsi bukan tujuan akhir. Kita terjebak pekerjaan yaitu proses bukan tujuan, ungkap Iswan. Korupsi terlalu krusial, jika kita tidak hati-hati, adil makmur tidak akan terwujud. Persoalan dasar korupsi meliputi administrasi-manusia dan kultur. Akumulasi tindakan yang sulit membedakan mana yang salah dan benar hal ini yang sering disebut sebagai penyakit moral. Strategi dalam pencegahan: pertama, memperbanyak pembentukan tunas integritas-mindset diubah, memperbaiki kultur di masyarakat. Kedua, evaluasi sistem dalam organisasinya. Ketiga, misi yang diamanahkan ke organisasi bs terwujud-organissai yang berintegritas. Keempat, KPK melakukan tugas on the right track.

Prof. Purwo Santoso (Guru Besar Ilmu Pemerintahan) sebagai pembahas kedua menyampaikan saya salut karena buku ini tidak memuat ekspresi kemarahan atas masalah korupsi yang pelik ini, ungkap Prof. Purwo. Hal Ini pertanda antropologisnya matang. Sejauh ini, buku terbitan negara maju, tidak ada yang cocok dengan praktek di Indonesia. Maka dibutuhkan pendekatan antropologi: melihat daily life, solusi praktisnya harus muncul. Saya sangat mendukung KPK yang berpindah tugas dari menangkap tangan ke perbaikan sistem anti korupsi. Akar korupsi dibaca dari berbagai sisi, sisi government dan learning yang paling menarik. Kekerabatan masih menjadi pemicu terjadinya korupsi. Jika kearifan local belum bisa mencegah korupsi maka ini yang disebut 'Banal', dimana ilmuwan gagal memberikan solusi praktis. Tunas yang ditawarkan Gemati dan UGM ialah berbasis keilmuaan. Ilmuwan harus bisa Refleksi yang ada dan mendialog kan dengan realita. Sejauh ini, dimensi learning, yang terpenting.

DISKUSI

Syaukan Ali mengajukan pertanyaan: Bagaimana jika korupsi terjadi di lingkungan kerja? Melaporkan, mendiamkan atau kita yang berpindah?

Ir. Soedjarwadi, M. Eng, PhD menyatakan bahasan pencegahan dari pak Purwo dalam pendidikan input based teaching sedang diubah menjadi outcome based learning. Pencegahan ialah mendidik masyarakat formal, informal dan non formal. Hal-hal kecil itu adalah akar serabut dalam korupsi, makin besar biayanya makin memancing korupsi. Persoalan dasar yang disampaikan Iswan Emil bisa ditambahkan spiritual dimension yaitu mendidik masyarakat formal, non formal, informal.

Asrul Hariri (Pukat), jika bicara korupsi harus rendah hati, tidak akan ada formula untuk semuanya. Perlukah KPK memiliki perwakilan di daerah?

 

TANGGAPAN

Prof. Etty:

Kultur masyarakat kita ialah tidak berani mengatakan tidak, kita harus berani menolak. Hal ini untuk menjaga integritas berani melawan arus. Sejauh ini, lembaga legislatif belum sempurna untuk check and balance. Kabarnya, Lambroso sosiolog Italia mampu melihat 'potensi' korupsi dari kromosom-fisik dengan perilaku. Hal dasar yang harus kita tanamkan ialah nilai jujur dan sederhana ke anak-anak kurang.

Iswan Elmi:

Persoalan dari atas ke bawah harus diberantas, setiap pola strategi penanganannya harus disesuaikan. Jika korupsi dilakukan berjamaah, maka mengatasinya harus berjamaah juga.

Prof. Purwo:

Hal yang sering disebut anggaran titipan terjadi karena korban rakyat berdaulat yang belajar dari lapangan. Maka, DPR harus sebagai pengendali anggaran atau administrative engineering. Spiritualitas penting, UGM belum mendukung dalam hal ini, sumbernya bisa dilacak yaitu tidak jelasnya metodologi untuk menghasilkan spiritualitas itu, maka spiritualitas tidak terasah.

Reporter: Widarti, SIP

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Menyelenggarakan Serial

Diskusi Kebijakan Kesehatan

Di Bulan April – Mei 2014

 

  PENGANTAR

Saat ini sistem kesehatan Indonesia memasuki masa penting dengan berjalannya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), adanya rencana perubahan UU desentralisasi dan dampaknya untuk sector kesehatan, meningkatnya beban penyakit menular, tidak menular, dan kecelakaan serta jumlah penduduk yang semakin banyak. Disamping itu dengan akan bergantinya pemerintahan sebagai hasil pemilihan umum, berbagai rencana jangka menengah di bidang kesehatan di berbagai level pemerintah akan diperbaharui.
 

  TUJUAN KEGIATAN

  1. Mencari berbagai masukan untuk kebijakan sistem kesehatan di masa depan, dan di berbagai level pemerintahan,
  2. Mengembangkan bahan penulisan buku sistem kesehatan dalam masa transisi.
     

  JADWAL KEGIATAN

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan UGM menyelenggarakan satu rangkaian seminar dengan agenda sebagai berikut:

11 April 2014, Jumat, di Yogyakarta:
Reformasi dalam kebijakan desentralisasi kesehatan

17 April 2014, Kamis, di Jakarta:
Reformasi dalam pembiayaan kesehatan

23 April 2014, Selasa, di Yogyakarta.
Reformasi dalam pengorganisasian RS

1 Mei2014, Kamis di Jakarta:
Reformasi dalam pendidikan tenaga kesehatan

7 Mei 2014, Rabu: di Jakarta.
Bagaimana skenario masa depan sistem kesehatan

 

 DETIL ACARA

Pertemuan 1: 11 April 2014, Jum'at, di Jogjakarta: Pukul 10.00 – 14.30.

Reformasi dalam kebijakan desentralisasi

Topik yang dibahas:

  1. Apa yang terjadi dalam desentralisasi di sector kesehatan selama 15 tahun terakhir ini?
  2. Apa yang kurang dan apa yang baik
  3. Bagaimana situasi saat ini: Apa saja yang akan diubah?
  4. Bagaimana masa depannya.

Pembicara:

Tim dari PKMK

Pembahas:

  1. Ahli dari WHO
  2. Dr. Made Suwandi. Konsultan Otonomi Daerah
  3. Kementerian Kesehatan (Sekretaris Jendral Kementerian Kesehatan, atau dari Biro Perencanaan)
  4. Dr. Suwarta Kosen

 

  JADWAL ACARA

WAKTU

ACARA

10.00 – 10.30

  Prof. Laksono Trisnantoro

(proses dan perkembangan desentralisasi kesehatan di Indonesia)

10.30 – 11.00

  Soewarta Kosen

Diskusi dan tanggapan dari pembahas:
Desentralisasi dan nilai positif serta negatif dari perkembangan hingga tahun 2014

asd 11.00 – 12.00

  DR. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes

Diskusi dan tanggapan dari pembahas: Titik perubahan yang dibutuhkan sistem desentralisasi di Indonesia

12.00 – 13.00

Makan Siang

13.00 – 14.30

Diskusi dan tanggapan dari pembahas: Masa depan desentralisasi dan rekomendasi perbaikan

 

 

Diskusi Bulanan PKMK FK UGM

Situs Jejaring Knowledge Management

21 Maret 2014

diskmaretDiskusi bulanan PKMK FK UGM bulan Maret 2014

Diskusi Bulanan Maret 2014 kali ini membahas 'Situs Jejaring Knowledge Management (KM)' dengan pemateri yaitu Dr. Rossi Sanusi (Advisor PKMK) dan moderator Prof. Laksono Trisnantoro. Acara tersebut berlangsung pada Jum'at (21/3/2014) di ruang Leadership, Gedung IKM, FK UGM. Dr. Rossi mengulang penjelasan dengan mengulang kembali poin pada pertemuan pertama dan kedua. Dalam pertemuan pertama, ada tiga macam bentuk KM, yaitu konseptual dimana KM memberi gagasan dan kritik pada pengambil keputusan. Lalu, bentuk KM yang simbolik atau penelitian diringkas melalui policy brief. Terakhir, KM memberikan beragam bentuk argumen dalam kebijakan. Pertemuan awal mendeskripsikan bahwa dampak dari penelitian baru terjadi di wilayah lokal atau pengaruh diperoleh dari para klinisi dan profesional, namun di level pemerintahan, dampaknya masih sedikit dirasakan. Melalui wilayah lokal, kelompok-kelompok kolegium mampu mempengaruhi kebijakan yang lebih tinggi. Pertemuan kedua KM memaparkan bahwa ada tujuan masing-masing penelitian. Strategi KM bukan hal baru, karena sudah lama dikenal di sektor bisnis.

Pertemuan ketiga ini, akan membahas teknologi informasi. Review makalah dari health-evidence.ca dengan penulis Maureen Dobbins yang memiliki latar belakang keperawatan (dari Mc Master University). Makalah ini menjelaskan knowledge translation dan exchange, beberapa poin di dalamnya, yaitu:

  1. Meneliti makalah individual terkait daya guna, efektivitas, serta efisiensi public health, dipublikasikan pada makalah penelitian.
  2. Mencari dan menapis makalah-makalah terkait topic tertentu. Makalah ini masih butuh critical appraisal.
  3. Me-review makalah-makalah penelitian, disusun review-nya dan kemudian dipublikasikan.
  4. Dari sana, akan terlihat bahwa sudah disediakan hasil review/critical appraisal dari yang dianggap kompeten, misalnya tim dari Mc Master University.

Hal yang terpenting ialah metode apa yang digunakan dan siapa yang melaksanakan penelitian tersebut. Skoring critical appraisal yang digunakan strong, moderate dan weak.

Langkah-langkah untuk menjaring, menapis dan menilai makalah review. Sumbernya, database elektronik, tujuh database dan 20 jurnal. Namun sayangnya, ada banyak jurnal bagus yang tidak dipublikasikan. Penyaringan atau penapisan dilakukan supaya tidak banyak yang harus di-review. Ada banyak cara penapisan ini, ada organisasinya tertentu. Filter digunakan untuk menyaring yang relevan saja. Tipe filter yaitu filterasi melalui software khusus. Apakah relevan? Apakah efektif untuk dikerjakan? Assessment -> screening -> diperiksa juga daftar rujukannya. Kadang satu jurnal memiliki jurnal terkait, bahkan kadang menggunakan nomor yang sama. Setelah melalui flter, ada quality assessment melalui software. Tool untuk mengukur skoring ialah 10 item. Skor yang diterapkan, jika lebih dari 7 maka strong, lebih dari 5 moderat dan 4 disebut weak. Sebaiknya hal ini dilaporkan semua, sehingga pengambil keputusan tahu mana lebih dan kurangnya. Summary report: makalah yang kuat dan moderat. Rekomendasinya ialah:

  1. Bentuk unit yang membuat tahap 2-4: produksi dan publikasi makalah-makalah review penelitian PH di Indonesia. Jika bisa dalam bahasa Inggris, supaya bisa dijaring Mc Master University.
  2. Bentuk unit yang melaksanakan tahap 5-6: menapis makalah review (critical appraisal) dan situs jejaring.
  3. Kirim staf untuk belajar poin a dan b ke Mc Master University.
  4. Cluster s3 mencari dan menapis makalah-makalah penelitian, makalah review dan makalah konsep.

 

  Situs Jejaring Knowledge Management

Diskusi:

  1. Apakah ada web tertentu yang meng-upload critical untuk naskah? Kadang ada website yang menampilkan review namun kita tidak tahu bagaimana menjaring naskah yang di-review.

    Dr. Rossi: melalui situs health evidence Canada, kita bisa menjadi anggota yang memanfaatkan ini, coba cari keyword yang dibutuhkan. Misal: integrasi pelayanan HIV terjadap pelayanan neonatal. Dalam review makalah, ada penilaian dan disertai detailnya. Jadi, pembuat keputusan akan menilai hasil penelitian laik dipraktekkan atau tidak? Dokter bisa menguji coba, lalu melalui organisasi profesinya akan mempengaruhi pembuat kebijakan. Ada lembaga agama, ormas, penelitian di seluruh dunia perlu disimpulkan.
  2. Sistem skoringnya seperti apa? Ada standar untuk menapis tidak?

    Pak Rossi, melalui hedging  (penapisan) yang dijaring makalah review misalnya intervensi public health (PH). Ada 10 item yang digunakan untuk skoring. Selain skor umum, ada item lain yang harus dilaporkan. Pembuat keputusan ingin melihat yang strong. Intervensi berdaya guna atau tidak? Skoring ini dilakukan staf yang terlatih, karena pekerjaan ini makan waktu. Jika melihat makalah review, maka harus mengubah konsepnya penelitiannya Harapannya, organisasi profesi mengintervensi DPR/pengambil keputusan dalam perumusan kebijakan.