Pembelajaran Mendalam :
Pengalaman Antar Negara dalam Mencakup Sektor Informal.

Pengalaman dari Prof. Soonman Kwan (Korea Selatan), Dr. Phusit Prakongsai (Thailand), Gautamard wa World Bank-TBC (India), Dr Le Van Kham (Vietnam), Dr. Pujianto (Afrika), Dr. Shirley Domingo (Filipina), dimoderatori oleh Jack Langen Brunner (AusAid).

Jack mengungkapkan telah mendengar tentang karakteristik informal dan proyek percontohan. Ia sangat kagum ada banyak kegiatan, inisiatif dan sikap proaktif untuk menjangkau sektor informal. Jack menambahkan, banyak pakar Internasional sangat terkesan dalam pencapaian UHC. Sesi kali ini khusus dibuat untuk pembelajaran dan sharing pengalaman negara yang melaksanakan UHC. Pengalaman dari banyak negara, dua negara yang berhasil menjangkau informal dengan cara yang berbeda yaitu Thailand dan Korea Selatan. Sesi akan berjalan dengan topik khusus yang akan disampaikan dari Jack untuk para panelis. Dr. Phusit memaparkan pembelajaran dari Thailand dengan cara pendekatan secara nasional. Apa yang sudah tercapai dan apa dampaknya pada keuangan negara dan dampak lain.

Thailand sudah mencapai UHC tahun 2002, namun kita juga melakukan pendekatan berdasarkan target pada populasi yang berbeda. Misalnya grup target yang hidup di bawah garis kemiskinan dengan melanjutkan jaminan kesehatan untuk formal (pada 1990). Sektor informal memulai dengan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Awal-dari masyarakat miskin, lalu diikuti kelompok lain-difabel, orang tua. 1994 proyek percontohan untuk asuransi kesehatan sukarela seperti yang disampaikan tadi. Berdasarkan perkembangan ini, kita mengupayakan pendekatan berdasarkan target ketika kita lihat kita mulai mengidentifikasikan kesulitan yang ada.

Pemerintahan baru berkomitmen mencanangkan program UHC, maka kami mengembangkannya di masyarakat secara luas. Pendapatan per kapita di Thailand dari sektor publik, kita memulai kesejahteraan/kesehatan 350 US pada saat itu. Tahun 2002 saat mencapai UHC kita dalam situasi pemulihan dari krisis ekonomi. Untuk mencapai UHC, lebih terkait pada komitmen politis dibanding situasi ekonomi. Hasil awal yang diperoleh Thailand: ada iur dan subsidi dari pemerintah, UHC didanai dari pajak. Untuk sektor formal skema jamsosnya iuran dari karyawan dan perusahaan dan subsidi dari pemerintah. Tiga skema ini bergabung untuk mewujudkan UHC dengan manfaat dan metode pembayaran yang berbeda. Skema kapitasi untuk membayar provider faskes. Rate kapitasi 25-80 US per kapita/tahun, ini nilai pendanaan yang dilakukan. Dari tingkat penggunaan dari tingkat inflasi setelah tahun keempat, karena ini cukup umum pada awal skema selama dua tahun pertama tidak meningkat. Tahun kelima meningkat, jadi kita akan melihat peningkatan per kapita dan menerimanya. Jika melihat di RS peningkatannya lebih rendah dibandingkan 2003-2013.

Terkait proteksi finansial UHC bisa mengurangi jumlah keluarga yang beresiko jatuh miskin. Rata-rata presentasi keluarga yang membayar kesehatan atau perawatan kesehatan besar berkurang sejak 2002. UHC didanai pajak bisa melindungi keluarga dari kebangkrutan. UHC terdistribusi di seluruh negara, tergantung tingkat penghasilan. Masyarakat di kuarter 1 dan 2 disubsidi besar, kuarter 5 (kaya) tidak didanai UHC. Pola pendanaan, memulai UHC tahun 2002 pengeluaran di Thailand 34-35% dari GDP negara. Karena GDP meningkat, total pengeluaran per kapita 280 dolar dan UHC 90 per kapita. Cara untuk menentukan proyek keberlangsungan secara finansial, Anda menemui bahwa pada 2025 kita masih memiliki kemampuan untuk menyediakan skema ini dari pajak umum.

Prof. Soonam Kwan dari Korea Selatan, kami tidak menggunakan sektor informal kemudian tahun 1989 memperluas cakupan pada pekerja informal. Asuransi kesehatan diberikan pada pekerja mandiri ada kontroversi karena pemerintah harus membayar separuh preminya. Perusahaan sudah membayar premi. Jika mandiri, mereka membuat pemerintah membayarnya. Saat itu, pemerintah memiliki kemampuan membayar. Petani merupakan kekuatan politik saat itu, akhirnya diberikan separuh preminya.

Nilai peningkatan subsidi hanya 25% dari total premi asuransi. Saat ini, model campuran yang diterapkan seperti Taiwan dan jepang, bagaimana memgukur kemampuan membayar? Lalu kami gunakan pajak kendaraan dan perumahan, kita tidak memulai untuk subsidi yang penuh. Tidak ada yang gratis di Korsel. Itulah pola berpikir pekerja di Korea. Jika ada subsidi, selalu ada kontroversi. Skema subsidi penuh hanya diberikan pada 3-4% dari populasi. Proses seperti ini banyak masyarakat yang melakukan demo ke lembaga asuransi. Pemerintah hanya menggunakan single pay scheme jadi semua orang memiliki manfaat yang sama. Persoalan jika ada subsidi penuh pada sektor informal kurang baik, karena masih bernegosiasi pada para pekerja mandiri.

Dari awal hingga UHC, tahun 1977 pada pekerja. Lalu UHC berhasil diraih pada 1989 sehingga prosesnya memakan waktu sekitar 12 tahun. Ada 350 perusahaan asuransi swasta di Korea (tercatat tahun 2000) untuk pekerja dan kelompok yang lain. Pekerja mandiri berdasarkan regional, kabupaten kecamatan. Proses asuransi dan klaim sangat terkonsentrasi, pembayaran para provider juga seragam. Tahun 2000 ini sudah tidak sulit untuk menjadikannya tersentralistik. Konteks Korea bisa berbeda, Korea merupakan negara yang kecil. Ada subsidi penuh, dan kombinasi antara subsidi dan iur. Hal yang perlu diingat, proses akan berbeda dengan negara lain.

Dr. Pujianto dari Kementerian Kesehatan berkesempatan sharing knowledge dengan Rwanda (dan juga negara Amerika Latin dan Afrika lainnya) pada Agustus 2013. Rwanda merupakan cerita sukses UHC. Jalanan disana belum beraspal, pendapatannya 644 US dolar per kapita dan total penduduknya hanya 10 juta jiwa. Sistem pemerintahan-terdesentralisasi atas kinerjanya. Asuransi menggunakan skema community based insurance. Hanya 5% yang bekerja di sektor formal dan 95% lainnya bekerja di sektor non formal. Rwanda pernah mengalami genoside tahun 1990 dan menyebabkan sekitar 20% penduduk meninggal. Akhirnya, tahun 1993 perang saudara selesai, 1994 diberlakukan free care, tahun 1996 dikenakan tarif ketika terjadi pelayanan. Tahun 1997 evaluasi dan beban untuk APBN. Disana dimulai dengan 3 kabupaten dan 22 puskesmas untuk pilot project.

Tahun 1999 untuk pilot project, dan evaluasi dilakukan pada 2005 hasilnya program ini berhasil. Awalnya ditarik biaya 1000 franc-15 ribu rupiah.org/tahun, maka terjadi inequity yang kaya membayar terlalu kecil. Lalu ada kebijakan progresif, 2012 ada pembedaan masyarakat, yaitu 1000 Franc, 3000 Franc dan 7000 Franc. Subsidi penuh ada 25% penduduk, lalu 69% menengah dan 2% yang dibiayai pemerintah (0,04% yang ikut UHC).

Hal yang membuat program ini berhasil: basis kesukarelaan, komitmen kuat mulai dari presiden hingga bupati. Ada dua kali pertemuan presiden dan rakyat, jika pejabat tidak baik bisa langsung diganti. Kemendagri sebagai pemberi otonomi bisa dievaluasi kinerja daerah. Ekspansi program berhasil karena partisipasi dari masyarakat. Modal sosial misalnya gotong royong, RT RW, Puskesmas. Ada anggota desa 30 KK per desa. Ada komite mobilisasi yang bekerja selama 2 tahun untuk mobilisasi peserta dan chaneling informasi. Ada juga kader, mereka mendapat insentif terbesar jika ibu hamilnya melahirkan di fasilitas kesehatan (10 dolar). Akses pelayanan dan penggunaannya masih terbatas. Bupati yang menjadi speaker dan leader berhasilnya UHC di Rwanda.

Dari sana kita bisa belajar, UUD mengamanatkan UU SJSN, maka bupati harus meraih ini, peran Kemenkes di Rwanda kampanye nasional sebulan sebelum open enrolment yang melibatkan seluruh stakeholder. Pendanaan melalui subsidi dan pajak, perbedaan miskin dan tidak.

India 1,2 Milyar penduduk, 19% nya bekerja di sektor informal. Garis kemiskinan masih diperdebatkan. Jika ada dibawah nilai tertentu, maka ia berada di bawah kemiskinan. Data terkait kemiskinan ditentukan Pemerintah pusat. Statistik tahun 2007, 77% biaya dari masyarakat dan 20% di bawah kemiskinan. Banyak yang mendanai kesehatan dari uangnya sendiri. PM India skema untuk mencakup yang di bawah garis kemiskinan, juga tindakan medis. 30ribu rupe atau 500 dolar mekanisme 75% dari pemerintah pusat, 25% negara bagian. 1 dolar dari penerima manfaat.

Jika membayar, akan tahu apa yang dibeli dan digunakan, RS mana manfaatnya mana? Pemerintah daerah ikut berkontribusi ada di pemerintah pusat. Jika daerah bayar, maka akan ada rasa kepemilikan. 25% dari premi, dari 29 negara bagian ada 28 yang ikut UHC. Program regional pemerintah negara bagian, mekanisme yang berbeda, mereka lakukan di satu daerah dan menciptakan ekosistem. Keikutsertaan ini yang disebarkan ke seluruh negara, mencakup di atas garis kemiskinan melalui jenis pekerjaan.

Dr. Shirley Domingo, Filipina, perbedaan miskin dan informal. 1995 UU membuat perusahaan asuransi mirip BPJS di Indonesia. Sampai 2012 identifikasi miskin, nasional dan lokal untuk pembayaran premi. Isu polirtik masuk dalam hal ini. Bagaimana mengidentifikasi yang miskin, dan yang bergaji dianggap informal. Tahun 1999 muncul UU yang membedakan sektor informal orang yang memberi layanan seperti petani. Pembayaran sektor informal: contributory dan mereka membayar premi. Harusnya ini contributory, pemerintah nasional, UU beberapa tahun lalu, untuk membayar premi dari masyarakat miskin. Desember 2012, pajak barang mewah atau cukai untuk rokok dan alkohol. Lobi dan prioritas sangat kuat, pajak barang mewah dibagi. 85% dari barang mewah ke kesehatan dan 15% untuk asuransi sosial. Tahun 2014, alokasi 35 Milyar peso untuk melaksanakan UHC, 800 ribu US untuk yang miskin, 30% dari populasi adalah warga miskin.

Dr. Le Van Kham (Vietnam) seluruh warga wajib ikut skema Auransi (UU). namun baru 57% yang masuk. Hal ini terjadi karena ada gap antara UU dan realisasi, banyak yang belum patuh. Melihat kekhawatiran sektor informal: untuk mencakup sektor informal. Tahun 1998 mereka masuk ke asuransi, mereka terbatas untuk membayar biaya, medis. miskin, hampir miskin, petani, nelayan. Jadi, kita hanya gunakan satu skema secara masal. Prioritas skema kontribusi untuk yang paling miskin-beban pemerintah dan masyarakat. Pemda berperan untuk mobilisasi sumber daya lain untuk mendukung tercapainya UHC. Beberapa kantor yang mensubsidi hampir 100% dalam pelaksanaan asuransi kesehatan. ini merupakan komitmen dan membagi subyek khusus bagi jaminan sosial.

Manfaat apa yang diberikan sektor formal dan non formal. mengapa informal tak mau terlibat? Mereka tak mau terlibat karena

  1. manfaat yang belum jelas jika ikut
  2. melihat kualitas layanan dan cara mengakses
  3. kegiatan komunikasi pada media massa-talkshow iklan spot di radio

Kantor jaminan lokal bekerja dengan Pemda, misal LSM untuk mendorong komunikasi melalui dialog pada masyarakat. mendukung pekerja marjinal untuk bisa melakukan mobilisasi. Ada banyak tantangan untuk mencakup informal, tapi pemerintah menggunakan peta jalan untuk mencapai cakupan 80% dari warga negara pada 2020.

Penanya: sektor informal-jika pekerja mandiri membayar 25% dari premi apakah jika ada krisis ekonomi apakah ada bantuan?

Jawab: pekerja mandiri Korea terdaftar dan membayar pajak. sebagian kecil dari mereka yang tidak membayar pajak penghasilan. bisa mendapat asuransi kesehatan, bahkan jika tak punya pendapatan namun jika punya barang mewah maka harus membayar.

Penanya: Prof Bambang, Rwanda mampu membiayai warganya melalui UHC secara fiskal, bagaimana dengan Indonesia?

Jawab: Dr. Pujianto menyampaikan di Rwanda kontribusi 55% dan co payment 5 %, dari pemerintah 21% dan donor 11%. sustainability tergantung pada donos, 50% dari donor. CBHI UU nya belum ada, namun komitmennya kuat jadi tetap berjalan.

bagaimana untuk satu orang yang tidak membayar premi?

Filipina-negara kepualuan metode marketing dari kelompok yang terorganisir-marketing pada kami. melalui media juga, kita juga mendorong kemitraan pada pemerintah. perusahaan swasta juga terlibat, LSM juga. tidak ada sanksi untuk orang yang membatalkan kepesertaan. sanksinya hanya 3-6 bulan agar terjamin kembali.

Vietnam-komunikasi dengan masyarakat, kita juga dialog pendidikan dengan masyarakat (formal dan informal) melalui kader untuk kampanye jamkes. kami menyampaikan bahwa jamkes adalah kewajiban. kami sampaikan manfaat jika ikut jamkes. kita dekati melalui segi budaya. pemerintah bertanggung jawab untuk merawat keluarga. ada banyak kategori pelajar, anak-anak dan sebagainya.

Sosialisasi dari pelajar ke orang tuanya untuk memiliki asuransi kesehatan. kampanye kesehatan untuk semua, kesehatan adalah hak untuk semua. kenaikan level kesehatan berkontribusi pada pendapatan (GDP). mengapa masyarakat tidak mau membantu mewujudkan ini?

Vivi (Bappenas) menambahkan bagaimana mewujudkan komitmen politik tersebut.

Korea Selatan mencapai UHC pada tahun 1988 karena pada 1987 salah satu kandidat perdana menteri dari militer dan mereka berjanji saat kampanye akan memperluas cakupan pada pekerja mandiri.

Thailand-UU yang menjamin kesehatan warga negara jadi UHC disini sudah bagian penegakan konstitusi. Pemilu tahun 2001 salah satu partai berjanji untuk menjamin kesehatan bagi semua, sehingga roadmap nya sudah jelas.

Analisis Situasi Indonesia, dengan Studi Kasus Tentang Perluasan Cakupan Menuju UHC.
Strategi dan Manfaat dari Mencakup Sektor Informal: Komitmen Politik dan Dimensi Teknis.

Sesi kali ini disampaikan oleh Usman Soemantri, Sekjen Kementrian Kesehatan: Opsi Kebijakan dan Strategi untuk Mencakup Sektor Informal. Kedua, Prastuti Soewondo dari Kantor Sekretariat Wakil Presiden dengan materi Hasil Evaluasi Cepat Sektor Informal Kabupaten Terpilih. Ketiga, Ferry-Dinkes Provinsi DKI dengan paparan Pengalaman Jaminan Kesehatan Sektor Informal. Panel ini dimoderatori oleh Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MSc, PhD dari Universitas Indonesia.

Prastuti Soewondo menyampaikan perlu adanya assesment - mengenai gambaran apa yang sudah berjalan. Pengumpulan data sekunder dan primer-masukkan dana bergerak. Jamkesda yang dibiayai APBD, dibagi antara kabupaten dan kota, ada dua provider dalam pelaksanaan BPJS, mulai dari layanan dari provider sendiri atau kolaborasi antara Askes dan provider. Manajemen yang terbaik atau tidak, ada data yang dobel atau tidak. Ada pula pemeriksaan tanpa analisa sehingga tidak ada pemeriksaan lebih lanjut, tidak ada informasi status pekerjaan. Badan amil Zakat untuk mendekatkan dengan warga (Padang). Kerjasama dengan local leaders saat BPJS 2014 dimulai. Dibutuhkan training manajemen-akunting-dibutuhkan. Pola membayar listrik-jadi bisa melalui institusi apapun untuk membayar. Maka, intermediary agent harus diperjelas.

Apa yang paling mungkin untuk mewujudkan mitra dalam pembiayaan ini? Pertama, agen komunitas lokal-kader kesehatan, bisa termasuk marketing-registrasi dan lain-lain. Kedua, PPOB. Ketiga, virtual. Keempat, e-money atau e-wallet. Kelima, pelibatan tenaga kesehatan misalnya bidan nakes atau pekerja di kantor kecamatan.

Ferry, Dinkes DKI. Waga DKI sekitar 9,57 juta warga, 4,7 juta nya menerima Kartu Jakarta Sehat (KJS) atau 50 persen dari jumlah warga. KJS terbagi menjadi dua, yaitu warga miskin dan rentan. Premi yang dibayar yaitu 23 ribu dibayar Pemda DKI atau sekitar 1,3 Trilyun per tahun. Penduduk miskin Jakarta yang terdata dalam BPS: 1,2 juta. Sektor informal: warga rentan yang penghasilannya tidak pasti. 3,2 juta pendaftar namun baru 2,9 juta yang kartu KJS-nya tercetak. Warga rentan yang mempunyai ciri khas sendiri, banyak warga yang kurang berminat atau belum tertarik pada KJS.

Jumlah kunjungan sejak ada KJS meningkat. Kunjungan pasien di RS naik sekarang sudah stabil. Kepesertaan tidak masalah, pelayanan-pembiayaan yang masih bermasalah. Warga rentan: penyakit kronis dan rawat inap. Utang, calo, tidak diijinkan pulang masalah yang sering ditemui dalam pelaksanaan KJS.

Masalah ini budaya atau pemahaman yang kurang?

Kebijakan yang memudahkan, pertama, status kepesertaan-nomor registrasi sudah masuk ke KJS. Kedua, pembiayaan di kelas III. Ketiga, memaksakan pada RS untuk melaksanakan skema INA CBGs. Solusi meliputi perbaikan pola rujukan berjenjang, perbaikan tarif, perbaikan kerjasama dengan penyedia faskes swasta, perbaikan sarana dan prasarana. Kedua, pelaksanaan KJS-memperbaiki fasilitas dan sistem pembiayaan yang dilakukan yang Layak.

Penanya: Prof. Charles Suryadi dari Universitas Atmajaya: pemulung memiliki pola paternalistik ada kelompok menengah ada yang bosnya ada pula yang termiskin.

Lalu, Prof. Rohr, kontribusi terbesar 10 ribu rupiah, Jamkesda-KJS 25 ribu rupiah, ekpektasinya akan seperti apa?

Kemudian, Odang Mochtar bertanya sembari mengkritisi melalui pertanyaan jika pola Purbalingga 120 ribu/tahun ditambah 10% penyelenggara dari Askes akankah secara nasional bisa bertahan? 86 juta PBI apakah mungkin 1/3 nya informal yang tergolong mampu? Miskin dekat miskin dihitung sebagai PBI. UU SJSN UU Kesehatan menggalang contibute risk.

Prof. Budi Sampurna menambahkan rekomendasi Prastuti bagaimana rekomendasi bisa diadaptasi? Kita lebih membutuhkan bukti yang lebih rasional. Pengalaman KJS yang akan terjadi juga di BPJS. BPJS di tahun 2014 akan booming. JKN produk superior-nanti bisa orang kehilangan kepercayaan jika dibuat murah. Simulasi uang yang cukup besar untuk manajemen resiko.

Usman: sektor informal-> skemanya akan ditanggung pemerintah. Lombok Barat-masalah sustainability menjadi tantangan terbesar meski bupati turun ke lapangan. Enam bulan tidak sakit, mereka tidak bayar. DJSN mereka melakukan evaluasi secara rutin terkait perekonomian juga. DJSN bagaimana kebutuhan fiskal, kebutuhan negara. Hal ini sebenarnya masalah komitmen. Bupati Purbalingga memiliki komitmen yang luar biasa, meski pendapatannya rendah. Mau tidak mau orang yang mampu akan membayar sendiri. Biaya kesehatan elastisitasnya luar biasa. Seberapa baik pelayanannya itu yang dikhawatirkan.

Prastuti menambahkan PBI mana yang cukup untuk membiayai? Individu, keluarga atau grup? Variabel income, jenis pekerjaan belum diklasifikasi formal/informal. Rumah tangga yang meng-klaim 5-7%. KJS jalan, 12 RS mundur Dinkes siap memberi alasan yang kuat. Setelah masuk banyak pasien yang mendaftar KJS. Ini masalah yang rumit. KJS : pelayanan-pola rujukan. RS Tarakan kelas III: 30% dan ini sangat membebani. Hal ini yang masih diperjuangkan oleh Pemprov DKI. RSUD penuh, KJS-berapa kami dibayar, bayar pakai INA CBGs. Lalu, pasien KJS banyak yang ditolak. Produk inferior atau normal-jika below market cost swasta tidak bisa ikut. KJS: program baru INA CBGs di Jakarta, selama ini tidak menjalankan Jamkesmas. Barang publik diatur pemerintah.

Mencakup Sektor Informal untuk Mencapai UHC :
Apakah Pengalaman Global dan Bagaimana Relevansinya?

Sesi ini disampaikan perwakilan WHO yaitu Joseph Kutzin. Dari persentasi panelis bahwa sektor informal sangat beragam, dan mereka ini menerima pendapatan yang tidak tentu dan tentunya kita sudah familiar soal ini. Seperti juga Indonesia sangat sulit untuk mendapatkan pajak dari sektor ini baik pajak penghasilan atau perorangan karena sektor iki sangat kecil dan sulit untuk memobilisasi sumber daya. Pembayaran premi asuransi kesehatan secara sukarela, mereka cenderung mempertahankann status informalnya untuk menghindari pajak. Berdasarkan defini miskin, hampir miskin sebetulnya yang kita inginkan adalah bagaimana menjamin kesehatan mereka. Negara-negara seperti InggrIs, mereka juga punya masalah beragam soal ini namun sektor informal ini berhasil mengatasinya melalui skema UHC.

Tidak ada jaminan negara yang mencapai UHC secara sendiri. Selalu ada kelompok masyarakat yang tidak mampu untuk membayar. Beberapa negara mengandalkan kontribusi langsung dari masyarakat. Semakin besar negara tersebut bergantung pada pendapatan negara maka semakin muncul persoalan disitu. Poin dari saya di semua negara kita sangat memikirkan persoalan pendanaan ini. Tidak bisa ada perubahan sistem lalu semua bisa lebih baik tapi bagaimana kita mendorong penggunaan sumber daya secara efektif untuk ditekankan. Ini kesimpulan teknis dari penerapan universal. Ada beberapa isu politis dibeberapa negara, pertama di Meksiko mendorong UHC ada upaya untuk mengurangi ketimpangan dari manfaat dan pendapatan perkapita dari masyarakat. Karena masyarakat mengupayakan agar ada universal coverage bagi masyarakat. Krisis di Eropa juga membuat mereka berpikir ulang tentang kesetaraan dan keadilan bagi semua. maka bisa diupayakan dengan memperluas cakupan kepada sektor informal. Memulai jaminan kesehatan yang pertama adalah pada kelompok masyarakat yang sudah mampu dan secara mandiri memiliki asuransi kesehatan. Dinamika poilitik di Jerman misalnya tidak ada kementerian kesehatan mengalami persoalan pelik dengan teknologi kesehatan. Sehingga tantangan bidang kesehatan ini lebih pelik dibanding masa lalu. Di Indonesia kita memulai dengan sektor formal dan kita ingin mengintegrasikan dengan sektor informal juga tetapi masalahnya tidak bisa menghilangkan sejarah yang memulai dengan pihak-pihak yang sudah punya kemampuan.

Agenda jaminan kesehatan semesta yan ingin saya tegaskan adalah : kita tidak bisa serta-merta mengabaikan sistem secara lebih luas. Saya ingin mendiskripsikan beberapa pilihan yang mungkin diterapkan di Indonesia berdasarkan pengalaman di negara lain. Indonesia dalam 15 tahun terakhir sudah sangat berubah dalam kebijakan kesehatan namun nanti Indonesia sendiri yang akan memutuskan mana yang akan digunakan. Terdapat tiga kategori untuk pendekatan ini pertama, pendekatan sektor formal, akan ada kontribusi untuk sektor informal dan semua orang harus berkontribusi. Kedua, memberikan jaminan atau cakupan pembiayaan bagi semua orang yang tidak masuk di sektor formal. Ketiga, memberikan layanan kepada sekelompok orang, artinya mendefinisikan layanan tetentu untuk kepentingan tertentu

Kontribusi tidak bersubsidi oleh sektor informal masyarakat mampu. Hal ini bisa jadi pendorong sektor informal bisa beralih jadi sektor formal, tapi kerugian terbesarnya adalah tidak pernah berhasil dimanapun. Selain itu biaya penerapannya sangat tinggi. Pengumpulan iuran asuransi sangat menghabiskan biaya untuk menerapkan ini, namun sulit untuk dilakukan. Salah satu tantangan dan ini terjadi di beberapa pihak adalah pemerintah tidak mampu mengumpulkan pajak penghasilan. Tidak jelas buktinya sejauh ini dan ini bukan spesialisasi sektor kesehatan untuk mengumpulkan pendapatan. Sehingga untuk kesukarelaan de fakto itu sangat sulit diterapkan. Jadi alternatifnya bisa diihat dari sisi sebelahnya cakupan yang dibayarkan. Meksiko dan Thailand sudah mengambil cara ini. Dengan mendapatkan premi kecil lalu mereka angkat tangan dan biaya tidak cukup untuk mengumpulkan dana iuran. Indonesia punya keuntungan terkait Thailand dan Meksiko karena ada keinginan politis dari Indonesia untuk melakukan ini.

Kapasitas fiskal itu memang berada diuar kontrol kita. Seluruh dunia mempunyai tingkat yang sama untuk pengeluaran publik dari fiskal. Indonesia dengan kapasitas fiskal memeiliki kapasitas yang sama dengan negara lain. Jadi kapasitas fiskal memang penting tapi prioritas juga penting. Ada hubungan yang jelas antara apa yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk kesehatan dan apa yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Secara data Indonesia itu sekitar 50% dan biaya pubik lebih rendah. Perbedaan ini penting walaupun opsi ini paling gampang dengan dibayar semua, tentu saja dari perspektif dunia indonesia punya kapasitas untuk mengeluarkan biaya kesehatan. Jadi ada pertanyaan apakah ini akan cukup untuk masuk mengambi opsi ini atau tidak.

Secara singkat kita lihat pendekatan ketiga langkah perkembangan yang bijaksana melalui universalization sekelsi dari layanan. Tidak bisa diberikan layanan pada semua orang. Ini memang menciptakan ketidak setaraan. Dan ini akan menimbulkan masalah untuk transisi. Jadi contohnya di Muldova mantan negara unisoviet. Mereka menggunakan kontribusi dari gaji dan pemberi pekerjaan dan tahun 2009 mereka punya 70 % populasi ini tercakup. Pendekatan terakhir adalah kombinasi yakni partisipasi bersubsidi dengan komitmen pubik yang tinggi untuk universality. Ini diterapkan oleh Cina dan Rwanda dan masing-masing memiiki 90% atau lebih coverage dengan skema pembayaran dari sukarela. Mereka memiliki pemerintah yang sangat kuat untuk memerintah pemeritah daerahnya. Tapi intinya bukan keuntungan tapi semua orang bisa ter-cover. Kedua adalah prioritas dari kesehatan ini harus ditingkatkan.

Penanya pertama. Odang Mochtar menyatakan dua hari terakhir ini kita harus menjawab bagaimana sektor informal ikut dalam UHC ini. Jika indonesia tetap menggunakan kontribusi apakah jelas bagi yang membayar iuran melalui dorongan sendiri mendapatkan manfaat standar dan bagi yang terbukti tidak membayar iuran kita berikan saja bantuan sosial. Kita sudah di persimpangan jalan dan sudah kita putuskan 1 Januari 2014. Ini bisa dilakukan dengan syarat bahwa pemerintah daerah harus menjadi bagian dan perlu kerja sama.

Penanya kedua, Debbie yang merupakan penasehat kesehatan AUSAID mengungkapkan kita mendengar tentang peningkatan kepercayaan dan keuntungan dari program ini. Jika kontribusi dari pemerintah itu akan meningkat per orang per bulan lalu kenapa harus ada kenaikan bagi layanan infrastruktur bangunan kesehatan dan sebagainya. apakah Anda punya bukti dari negara-negara lain, berapa peningkatan dari akses dan pasokan dari layanan kesehatan tersebut

Andi Afdal (PT. Askes) mengungkapkan kami sekarang sudah mengkonstruksi beberapa hal untuk menarik non formal untuk terlibat dan agar mereka bisa mampu membayar secara premi. Tapi kalau lihat persentasi tadi apakah ujungnya kita akan masuk ke general juga tidak? Bahwa peran pemerintah mereka kita bisa mengerti, tapi yang terpenting adalah bagaimana menarik orang agar mau ikut.

Penanya ketiga yaitu Robert. Contoh Anda yang terakhir terkait campuran itu yang saya pahami sektor informal harus melakukan kontribusi. Tapi tadi pagi kita dengar wakil menkens ini jadi campuran. Rwanda dan Cina juga melakukan campuran ini 90% dari pajak dan 10% kontribusi rumah tangga. Apakah anda melihat modal campuran ini lebih pada kontribusi ini dari keluarga yang kecil dari pada kontribusi negara?

Rumah sakit indonesia, yang diharapkan adalah seluruh warga negara memiliki akses pada pelayanan kesehatan dan ini memang sudah terjadi tinggal kita serahkan kepada pasarnya saja. Inflasi di biaya kesehatan jauh lebih tinggi dibanding inflasi umum sehingga kalau sistem JKM ini bagus maka mereka pasti akan datang. Selain itu, hal yang penting adalah bagaimana pengorganisasian untuk menarik premi. Ini adalah pendekatan hukum pasar untuk menarik informal. Saya kurang sepakat dengan Joseph tadi kalau ini bersifat kontribusi karena bagi saya hukum pasar akan berlaku

Tanggapan Joseph, opsi yang paling relevan disni adalah campuran dan intinya menjadi realistik dari campuran tersebut. Kemampuan untuk mendanai semua dari pemasukan umum itu tidak mungkin dilakukan. Memang ada UU tapi tidak mungkin semua orang membayar yang sama tetapi bagaimana mengorganisir sebuah sistem terutama pada lokal untuk bisa membuat orang sadar mengenai hal dan kewajiban mereka. Saya tidak tahu angkanya, 90% di China tapi ini mungkin berbeda dengan Rwanda. Karena kebutuhan kesehatan tidak terlalu tinggi di Indonesia dan ada hubungan eksplisit untuk melihat subsidi anggaran. Anda mungkin harus realistis masalah kontributor ini. Ada beberapa implikasi operasional yang tentunya berbeda antar negara. Untuk sektor informal tanpa ada bantuan dari pemda itu sangat tidak mungkin. Campuran dari pendanaan dari pihak ke 3, prinsipnya jika memang ada investasi untuk layanan UCH. Pada negara yang lebih stabil maka mereka beralih ke arah ke pembelian yang lebih eksplisit.

Analisis Keadaan Indonesia, dengan Studi
Kasus tentang Perluasan Cakupan Menuju UHC.

Identifikasi Populasi yang Tak Tercakup: Tantangan Teknis dan Solusi Potensial.

Sesi kali ini disampaikan oleh Elvyn G Massaya, Direktur Utama PT. Jamsostek, Hanung Sugiyantono, Kadinkes Purbalingga : Studi Kasus Kabupaten Purbalingga dan Andi Afdal, Kepala Grup Manajemen Manfaat, PT Askes. Sesi ini dimoderatori yaitu Prof. dr. Budi Sampurna, SpF, SH (Staf Ahli Menteri Kesehatan).

Elvyn G Massaya, Dirut Jamsostek menyampaikan masih terdapat banyak kerumitan situasi dan kesulitan akses. Ada sekitar 700 ribu pekerja informal Indonesia yang telah dicakup Jamsostek melalui JPK. Menurut pengalaman, biaya operasional untuk jaminan ini sangat tinggi. Sehingga harus ada cara baru untuk coverage bagi mereka: misalnya dalam hal pemasaran, registrasi, jaminan sosial diperlukan masing-masing individu, administrasinya tidak bisa seperti pekerja formal-sehingga harus khusus. Bagaimana iurannya dipungut? Manfaatnya pun harus akurat.

Jamsostek melakukan redefinisi model bisnis, memanfaatkan teknologi dan keuangan. Saat ini, telah dibangun 512 outlet jamsostek di seluruh kabupaten kota, pelayanannya bisa melalui banking dan ATM. Bahkan di daerah, ada motor dari bank mitra yang datang ke pasar/rumah tangga untuk mengambil iuran. Mobile phone-register melalui bayar pulsa dapat dimanfaatkan dalam hal ini. Metode ini sudah ada di Nigeria untuk mengatasi akses geografi yang jauh. Sementara, 170 juta nomor handphone di Indonesia, hal ini bisa dimanfaatkan. Bahkan jika perlu registrasi sektor informal bisa melalui mitra seperti: seven eleven, alfamart, carefour. Teknologi lain yang bisa ditempuh yaitu melalui e-money, kartu untuk menjadi peserta (BPJS Kesehatan), bisa daftar melalui ATM. Capture peserta melalui lembaga keuangan/penyedia teknologi. Misal: e-ktp atau ijin usaha, kepala daerah tingkat satu dan dua agar pekerja informal mendapat jaminan dari Jamsostek. Kartu jaminan sosial menjadi smart card untuk BPJS Kesehatan Tenaga Kerja, telekomunikasi ke bank dan lain-lain. Kartu tersebut bisa diberi loan, akses ke merchant.

Hanung Sugihantono-Pengalaman Purbalingga. Tembakau sirih alkohol pengeluaran dominan di Purbalingga. PBI per orang per bulan 19 ribu. Apakah perlu memikirkan orang yang tidak peduli pada kesehatan? Peserta Jamkes bisa dibagi menjadi dua, yaitu PBI dan non PBI. Penduduk miskin yang di-cover Jamkesmas. Perda Jateng di level Provinsi sudah berjalan 3 tahun MOU kabupaten kota. Tahun mendatang akan mengalami integrasi ke BPJS.

Jamkesda Provinsi-pelayanan rujukan tingkat 3. Belum seluruhnya berjalan, mudah-mudahan lebih baik. 800 ribu penduduk kekhasan tersendiri. Slogan yang ditanamkan dalam masyarakat "Yang kaya membantu yang tidak mampu, yang sehat membantu yang sakit". Mutu pelayanan dan tuntutan layanan yang lebih baik. Dari jumlah peserta yang terdaftar dalam Jamkesmas, iurnya ditarik kader dan ada lima ribu rupiah yang disisihkan untuk membayar kader. Tahapan yang berjalan di Purbalingga: sebelum 2010 untuk sosialisasi, tahun 2010 kemantapan dan 2015 kemandirian. Hingga saat ini, tinggal 11,8% dari masyarakat yang belum masuk BPJS. Komposisi pembiayaan APBD Purbalingga, APBD makin besar dan pembiayaan untuk Jamkesmas makin kecil proposinya. Bahkan, APBN tidak ada sama sekali, saat ini ditetapkan 120 ribu/KK per tahun.

Mampu dan tidak mampu ditetapkan sesuai kriteria bupati, rujukan rawat inap hanya di lokal, bukan diidentifikasi formal dan informal. Besaran biaya dan mekanisme pembiayaan yang telah berjalan baik. UHC, pekerja informal ada dalamnya karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar. BPJS Kesehatan tempatnya dimana? Jadi harus dicari solusi terbaik. Jamsostek dan Askes harus bekerjasama.

Andi Afdal, Kepala Grup Manajemen Manfaat, PT Askes. Andi menyampaikan bahwa tugas Askes meliputi sosialisasi, memungut dan menyalurkan, mengumpulkan dan mengelola data, membayarkan manfaat, serta memberikan informasi. Iuran untuk sektor informal selama ini dibayar orang per orang. Belajar dari social marketing perbankan 60-70 tahun untuk menabung uang di bank. Maka, perlu ditanamkan dalam masyarakat bahwa bayar meski sedikit untuk asuransi kesehatan. Kemampuan dan keinginan membayar, maukah mereka membayar? Bagaimana mengoleksi premi?

Jaminan kesehatan umum ada Pemda yang bekerjasama bahkan menyerahkan ke Askes yaitu sudah 157 daerah atau 14 juta jiwa yang tertangani. Jalur sudah ada, misalnya integrasi dengan layanan publik misal listrik PAM, sms banking, namun masih butuh sosialisasi. Manfaat disampaikan riil. Hal yang di-manage ekspektasi mereka. Bisa bekerjasama dengan Alfamart, Indomaret, PT Pos dan lain-lain, chanel online banking.

Moderator sesi ini: Prof. Budi Sampurna membuka diskusi dengan policy brief sektor informal: tingkat pendapatan, apa yang diinginkan? Sektor informal yang masuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek yang membutuhkan kesehatan jumlahnya luar biasa.

Penanya pertama yaitu Prof. Muninjaya, sektor informal banyak di rural-konkrit pengalaman di Purbalingga-pendekatan di Pemda seperti apa?. Konsep kepesertaan bagus jika ada peningkatan yang terlihat baru bisa dikatakan baik.

Elvyn, paguyuban nelayan-petani menjadi anggota itu kolektif, konsep ini pertumbuhannya tidak akan cepat. Pekerja informal tidak semuanya ter-cover. Jadi kita gunakan kerjasama dengan BRI untuk meng-cover seluruh pekerja. Approach yang akan dilakukan bukan hanya di kota namun juga di desa. Sektor informal bukan komplementer. Sektor informal 70 juta jumlahnya dibandingkan yang formal.

Perluasan marketing officer, peserta jaminan sosial tidak cukup kapasitas finansial, terbatas akses, apakah bisa dilayani dengan cepat, apakah sampai edukasinya? Administrasi yang tidak mudah sebagai kelemahan. Kementrian dalam negri melalui e-ktp sehingga verifikasi tidak memerlukan biaya untuk mendekati sektor informal. Hal ini bisa dilakukan dengan koordinasi yang baik. Optimalisasi baik dengan seluruh Pemda. Harus jelas pekerja informal dengan pekerja miskin. 65% di rural, 35% di urban. Approach ke rural harus collecting. Askes join to kader kesehatan sosialisasi tentang BPJS Kesehatan. Agar masyarakat sadar hal tersebut dibutuhkan dan mereka mampu bayar. Sosialisasi masif akan banyak tampil di tv pentingnya kesadaran asuransi kesehatan.

Kemudian, Debbie menanyakan dasar yang digunakan untuk mengambil keputusan tersebut-besar biaya? Sosialisasinya bagaimana? Lebih baik melibatkan tenaga kesehatan.

Hanung, sebagai contoh Tegal telah melakukan penetapan bantuan dari Pemda berapa yang dialokasikan selama lima tahun terakhir? Itu yang dihitung. Subsidi jamkesda 2,9 juta masyarakat miskin non kuota yaitu 154 milyar di 35 kabupaten kota. Dibandingkan untuk bansos yang kurang jelas, lebih baik dialokasikan kesini.

PT Askes, IT yang digunakan Askes sudah dimulai namun belum sepenuhnya. Database Jakarta dan Surabaya untuk mencakup seluruhnya.

Penanya berikutnya yaotu Rudiarto, pedagang kaki lima Malioboro. Mampu dan tidak mampu untuk membayar bukan masalah, hal yang terpenting kurangnya minat dalam hal jaminan karena kepercayaan yang rendah. Ada mitos bayarnya mudah, klaim sulit. Jika sudah membayar, layanannya akan seperti apa? Puskesmas yang dirujuk Jamkesmas tidak mampu melayani warga secara maksimal. Empat tahun memotivasi pedagang (2500) baru 100 yang mendaftar. Askes dan Jamsostek yang berpindah ke BPJS apakah perlu registrasi ulang?

PT Askes menjawab kartu tidak perlu diganti, tetap bayar iuran seperti biasa. Data antara Askes dan Jamsostek sudah saling tukar menukar. Klinik yang ada di Jamsostek menjadi BPJS Kesehatan.

Elvyn, yang dialihkan dalam BPJS ini : peserta, program dan provider kesehatannya. Manfaat apa yang sudah diterima sekarang, akan tetap seperti itu namun dilengkapi dengan manfaat tambahan.

Kapasitas RS tidak akan maksimal memberikan pelayanan. Tantangan kepercayaan bukan hal yang mudah. Edukasi, rajin bayar iuran, menghindari high risk social. Harus banyak skenario untuk menangkap solusinya. Perlu tidak uji coba dengan alternatif yang ada?

Konferensi Pers Forum Tingkat Tinggi Pembelajaran Antar Negara
untuk Perluasan Cakupan Sektor Informal Menuju
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Dalam konferensi pers Forum Tingkat Tinggi Pembelajaran Antar Negara, Prof. Ali Ghufron Mukti menyampaikan menegaskan pentingnya sektor informasl masuk dalam BPJS yang akan beroperasi 1 Januari 2014. Hal tersebut disampaikan Wamenkes pada Senin (30/9/2013) di depan rekan media di RoyaL Ambarukmo Hotel, Yogyakarta. Didampingi Anggota DJSN yaitu Dr. Bambang Purwoko, Prof. Ali menyampaikan tujuan digelarnya forum tingkat tinggi ini untuk belajar dari 10 negara lain yang telah mengimplementasikan universal health coverage.

Para pejabat baik pusat dan daerah, disusul expert dari banyak negara, akademisi, wakil masyarakat dari sektor informal, serta peneliti berkumpul dengan tujuan yang sama. Sisa waktu yang ada tinggal 93 hari, lalu kesiapan dan langkah strategis apa yang bisa dilakukan semua pihak? Hingga saat ini, masih banyak hal yang harus dipersiapkan. Bukan hanya persiapan, namun juga dorongan banyak pihak yang dibutuhkan agar BPJS berjalan dengan lancar. Silahkan simak laporan reportase mengenai acara ini melalui website ini atau klik di siniklik di sini

Forum Tingkat Tinggi Pembelajaran Antar Negara
untuk Perluasan Cakupan Sektor Informal
Menuju Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Pembukaan Forum Tingkat Tinggi Pembelajaran Antar Negara untuk Perluasan Cakupan Sektor Informal Menuju Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilakukan pada Senin (30/9/2013) di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta. Acara dibuka secara seremonial dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya kemudian dilanjutkan tari Gambyong yang dibawakan oleh mahasiswa dari Unit Kesenian Jogja Gaya Surakarta (UGM).

Kemudian, Ketua Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (P2JK) menyampaikan sambutan, forum ini untuk menemukan rencana aksi dan cakupan pilot project untuk sektor informal. Indonesia. Dalam hal ini, jumlah sektor informal I Indonesia lebih besar, hal serupa terjadi juga di Thailand dan Filipina. Acara ini dihadiri oleh pembuat kebijakan dari Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementrian Kesejahteraan Rakyat, Kementrian Keuangan, Kementrian Kesehatan, Bappenas. DPR, peneliti akademisi dan wakil sektor informal. Panitia juga mengundang narasumber dari negara lain seperti Filipina, India, Thailand, AS, Inggris, dan lain-lain. GIZ, WHO, Bank Dunia, WHO merupakan lembaga donor yang mendukung terselenggaranya acara ini.

Wamenkes Prof. Ali Ghufron menyampaikan dalam definisinya definisi istilah sektor informal yang terkait dengan jaminan kesehatan (tantangan). Apakah pemerintah membayar atau UU yang mengatur siapa yang disubsidi apakah hanya orang miskin? Sehingga, hasil forum untuk diperhatikan pemerintah daerah dan pusat. Saat ini atau 93 hari menuju BPJS (integrated one single scheme), regulasi mana yang telah selesai, yang siap diimplementasikan. Kemungkinan Indonesia akan menjadi single payment terbesar di dunia. Dorongan dari semua pihak akan menjamin berjalannya BPJS, namun pelaksanaanya masih mengalami kesulitan di sektor informal.

Diskusi Panel : Isu-Isu Penting Apa Saja Terkait Apa Saja Sektor Informal Indonesia?

sesi1-all

Diskusi panel yang pertama ini disampaikan oleh Dr. Lukita Dinarsyah Tuwo, MA (Wamen Perencanaan Pembangunan Nasional), Prof. Ali Ghufron Mukti (Wamen Kesehatan), Prof. dr. Bambang Purwoko, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Iskandar Maulana, wakil dari Pembinaan Hubungan Industrial, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sesi ini dimoderatori oleh Tantri Murdopo, Anchor Metro Tv.

Kasali Situmorang dalam bukunya pernah menyampaikan bahwa perlu dicari jalan terbaik untuk Indonesia (Jaminan Sosial). indonesia-jalan yang terbaik untuk Indonesia. Sejauh ini, definisi sektor informal merujuk pada mereka yang bekerja namun tidak mendapat hubungan kerja yang jelas dan tidak mendapat jaminan. Dr. Nafsiah Mboi, Menkes RI menyampaikan 72% pekerja formal sudah ter-cover jaminan sosial dan 28% merupakan pekerja informal. Dalam hal ini, kemampuan membayar, kemauan atau kesediaan untuk membayar masih menjadi dua hal yang penting untuk didiskusikan.

lukitaDr. Lukita Dinarsyah Tuwo, MA, Wamen Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan SJSN tidak bisa secara massal, namun harus bertahap. Dalam hal ini, pelaksanaanya memerlukan sistem SDM yang terencana (transformasi), transfer dari Jamsostek ke BPJS kesehatan, integrasi Jamkesmas ke Jamkesda, perluasan ingin mencakup UHC dari Jaminan Sosial.

Tujuan utamanya: mampu menjamin kesehatan masyarakatnya dan supaya menjadi negara yang maju-cerdas dan sehat. Hingga saat ini masih sekitar 85% pekerja informal masih menerima upah dalam bentuk tunai. Kemudian, masih terjadi gap pelayanan di Puskesmas, kesenjangan jumlah dokter-bidan-nakes di daerah. Tujuan utama yang ingin diraih Jamkesmas yaitu membantu kesehatan yang tidak mampu.

Pilihan strategi pelaksanaan BPJS, diantaranya contributory (namun database harus baik), non contributory (Korsel-Filipina) jika di Indonesia dilakukan makin banyak yang akan masuk ke informality, kombinasi keduanya (Vietnam-Cina) ada beberapa sektor yang didukung pemerintah di Cina untuk sektor pertanian.

Hal lain yang ingin diraih ialah perluasan kepesertaan. Survei Bappenas-48% masyarakat tidak tahu tentang Jaminan Kesehatan dan banyak yang tak tahu fungsi Jamkes. Maka, diperlukan beberapa langkah yang harus diambil, pertama, sosialisasi edukasi salah satunya terkait manfaat yang diperoleh dari Jamkes mutlak diperlukan. Iuran itu untuk membayar dan bermanfaat. Masih ada perbedaan bagaimana membayarnya (tiap bulan atau seperti apa?). selain itu, perlu dilakukan lebih jauh sosialisasi untuk mengurangi beban-hidup sehat bersih yang harus digalakkan stakeholders. Kondisi keuangan negara-pemerintah meng-cover penduduk yang tidak mampu sekitar 86,4 juta atau 36% penduduk terbawah. Jamkesda meng-cover yang tidak masuk di Jamkesmas. Kedua, manfaatkan lembaga sosial masyarakat-dasar hukum dan tata kelola karena jaminan memerlukan kepercayaan. Mungkin masyarakat tidak mau membayar karena kurang percaya, apa yang akan mendapatkan layanan tersebut. Maka, dibutuhkan koordinasi pemerintah pusat dan daerah. Ketiga, uji coba alternatif strategi dan evaluasi. Mana yang cocok dengan situasi Indonesia.

Prof. Ali Ghufron Mukti-Wamenkes RI menyampaikan Resolusi PBB No 67 Tahun 2012 untuk mewujudkan UHC. Indonesia sudah mencoba aktif berpartisipatsi dalam WHO dan Bank Dunia tingkat Asia. Sejak diberlakukannya Jamkesmas, jaminan dan pemanfaatnya meningkat tajam. Tahun 2012 sekitar 76,4 juta orang dan tahun 2013 sekitar 86,6 juta.

Isu-isu penting : pertama tentang definisi-stuktur atau mandiri terkait pajak dan lain-lain. Kedua, siapa yang bertanggung jawab membayar premi? Bagaimana sektor informal Filipina masuk dalam skema. 5% dari APBN idealnya untuk jaminan. Amanat UU Kesehatan-perlu dibuat keputusan strategis untuk sektor informal. Jika ada pertanyaan, sesuai tidak dengan yang diharapkan? Ada sekitar 19,9 Trilyun untuk peserta jamkesmas (86.4 juta). Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu kesehatan ibu dan anak-Jamkesmas dan Jamkesda masyarakat harus'membayar biaya kesehatan. Klaim untuk jaminan ini masih sulit dan dana yang dari Pusat terpotong di tingkat daerah.

Prof. dr. Bambang Purwoko, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Rumusan kebijakan Pasal 6 UU No 20 Tahun 2004 SJSN. Informal sejak Orba-dulu menjadi andalan saat krisis-devaluasi rupiah atas dolar. Ada unsur ketidakpastian beroperasi tidak pasti penghasilannya. Mau tidak mau ada keputusan politik dari pemerintah. Secara ekonomi, 70% sudah tidak seimbang. UKM jika terdaftar maka GDP 8000 Trilyun akan lebih banyak lagi. Masalah kepegawaian sejak Orba masih belum ditata hingga hari ini. Harus ada transformasi dari informal ke formal.

Saat beroperasi pajak masuk ke negara. Jika lebih dari enam bulan tidak beroperasi, maka akan terdaftar dalam PBI. Pertama, political will. Kedua, transformasi mengubah pekerja informal ke formal 3,4-18,75% tergantung APBN-dana yang berkelanjutan karena ada penuaan performance product. 2030 kemungkinan masyarakat membayar BPJS Kesehatan. 2050 sudah ada reserved fund atau dana cadangan.

Masalah: pekerja Upah Minimum Provinsi-upah masih bermasalah. Jaminan sosial merupakan variabel tergantung dari pekerja, kualitas dari pajak. Perlindungan jangka panjang harus difasilitasi. Masyarakat yang ter-PHK langsung free fall menjadi informal.

Iskandar Maulana, wakil dari Pembinaan Hubungan Industrial, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sektor informal butuh ketegasan dari pemerintah. Modal kecil, ketrampilan terbatas, rentan resiko sosial, merupakan tiga kelemahan sektor informal. Sulitnya dari informal ke formal, pendidikan rendah-53 juta orang masih berpendidikan SD (informal). Kesempatan terbuka dalam dan luar negri. Pencari kerja dapat kerja yang tepat. Serikat Buruh belum masuk ke jaminan sosial. Sektor informal upah minimum bagi tenaga kerja 0-12 bulan bagi sektor yang terkecil-mikro dan UKM. Upah minimum salah kaprah, harusnya di atas upah minimum.

Penanya yaitu Oda Muchtar (Institut Jaminan Sosial Indonesia) menyampaikan 86 juta peserta JKN dibayar PBI. Menurut data dari Kementrian UKM, 52 juta UKM diduga informal sektor. Bagaimana supaya informal masuk ke Jaminan Sosial. Perpres 46 tahun 2013 pajak untuk UKM 1% dari aset sekitar 5-14 juta minimum setahun. Iuran JKN 500 ribu untuk saving plan. Insentif untuk UKM-membayar pajak. Jadi ada pemasukan dulu baru dialokasikan untuk insentif.

Prof. Ali Ghufron: Bagaimana pajak bisa dikumpulkan? Ekslporasi sumber pembiayaan? 270 M per tahun dari rokok. 270 T dari rokok jika pajaknya dinaikkan bisa mengcover Jaminan Sosial. Sosialisasi tugas pemerintah, media massa dan masyarakat. Khususnya TV terberdaya untuk sosialisasi.

Dr. Lukita, sampai 2019 untuk pencapaian BPJS. Data yang dibutuhkan harus jelas lalu marketing harus independen. Untuk hal-hal tertentu misalnya pensiun ada kewajiban iur. Informal komitmen dari pemerintah. BPJS Ketenagakerjaan saving plan untuk sektor informal.

Bambang-UU SJSN asas keadilan dan gotong royong. Gotong royong : getting benefit, ini salah kaprah, yang benar membayar iur karena ada manfaat yang diperoleh masyarakat.

Prof. Ali Ghufron-roadmap leaflet seminar poster untuk sosialisasi. Sudah dilakukan intensif. Join dengan DJSN dan pemda untuk sosialisasi BPJS. Dengar sudah, kewajiban dan hak belum diketahui secara umum.

Dr. Lukita, Jamkesda-kontribusi sektor informal. Contributory-amanat UU. Untuk kondisi Indonesia saat ini: model kombinasi yang tepat. Ali Ghufron sektor informal bisa dicover pemerintah. Model pembiayaan-bagaimana ke depannya? Mana yang lebih tepat.

Program SJSN ada 5, yang untuk sektor informal tercakup kesehatan-kematian prematur, jaminan hari tua (saving plan).

Isu poin: pertama, sosialisasi-banyak yang belum mau membayar iuran, bagaimana dengan daerah lain yang belum terjangkau. Kedua, bagaimana sistem pembayarannya? Foemulasi terbaik untuk masyarakat Indonesia hak dan kewajibannya.

  • angka jitu
  • toto 4d
  • toto
  • toto macau
  • rtp live slot
  • bandar togel 4d
  • slot dana
  • toto sdy
  • toto slot
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • bandar togel
  • toto macau
  • bandar slot
  • toto togel
  • togel4d
  • togel online
  • togel 4d
  • rajabandot
  • toto macau
  • data toto macau
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • judi online
  • nexus slot
  • agen slot
  • toto 4d
  • slot777
  • slot777
  • slot thailand
  • slot88
  • slot777
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot demo
  • slot777
  • toto 4d
  • toto slot
  • agen slot
  • scatter hitam
  • slot 4d
  • bandar slot/
  • bandar slot/
  • toto slot
  • mahjong slot
  • slot jepang
  • slot777
  • slot dana
  • slot dana
  • toto slot
  • bandar slot
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot 2025
  • toto slot
  • bandar slot
  • agen slot
  • slot dana
  • slot777
  • bandar slot
  • slot thailand
  • toto slot
  • slot resmi
  • togel4d
  • slot resmi
  • KW
  • slot online
  • slot gacor
  • slot88
  • slot
  • situs slot
  • slot777
  • slot gacor
  • pgsoft
  • mahjong
  • slot demo
  • slot 4d
  • slot scater hitam
  • judi online
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • slot vip
  • demo slot
  • slot bet kecil
  • slot bet 400
  • slot gacor