Laporan Hari Kedua

"Diskusi Penyusunan Bentuk Hukum Pengelola Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dan Pembahasan Policy brief dan Pengembangannya untuk Dua Topik Prioritas: BPJS dan KIA", Jakarta, 10-11 Desember 2012

Pada hari kedua, para peserta dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama membahas policy brief dan pengembangannya untuk topik KIA. Kelompok kedua membahas policy brief dan pengembangannya untuk topik BPJS. Laporan ini akan membahas mengenai kelompok pertama.

lap2topikkia

Agenda hari kedua pembahasan policy brief untuk topik KIA diawali dengan pemaparan 3 policy briefs oleh Prof. Laksono Trisnantoro. Ketiga policy briefs tersebut kemudian dibahas oleh tiga orang narasumber, yaitu Prof. Dr. dr. Kuntaman MS, Sp.MK(K) dari Universitas Airlangga, Prof. Dr. dr. H. Alimin Maidin, MPH dari Universitas Hasanuddin, dan dr. Anung Sugihantono, M.Kes dari Dinkes Provinsi Jawa Tengah. Salah satu isi policy brief tersebut adalah mengenai penggunaan angka kematian absolut untuk menentukan program KIA di daerah. Pembahasan berlangsung hangat dengan adanya diskusi beberapa pertanyaan dari peserta konsorsium, antara lain mengenai pengalaman dinas kesehatan dalam menggunakan angka kematian absolut untuk merencanakan program/ intervensi KIA, beberapa isu terkait hubungan dengan stakeholder lainnya dalam menyusun policy brief dan mengenai peran riil perguruan tinggi dalam melakukan penelitian hingga dapat menghasilkan policy brief yang berkualitas dan tepat sasaran.

Dr. Deni dari Universitas Padjajaran memberikan opini mengenai penggunaan angka kematian absolut di Jawa Barat. Secara umum penggunaan angka kematian absolut memang masih menjadi perdebatan antar ahli epidemiologi. Ada yang berpendapat bahwa angka kematian absolut kurang tepat digunakan untuk menilai capaian program KIA. Beberapa ahli mengemukakan pendapat dimana sebenarnya kita dapat menggunakan pendekatan absolut maupun relatif, tergantung dari konteks tujuannya. Apabila kita akan menyusun program untuk mengatasi masalah KIA, maka angka kematian absolut menjadi lebih tepat untuk menggambarkan masalah yang sebenarnya hingga ke tingkat kabupaten. Hampir tidak mungkin untuk menggunakan pendekatan angka kematian berdasarkan rasio dikarenakan banyak kabupaten di Indonesia yang penduduknya kurang dari 100.000 per kabupaten, dengan jumlah penduduk yang sedikit, maka sulit untuk menentukan rasio yang paling sensitif terhadap masalah KIA. Pembahasan policy brief dari sisi perguruan tinggi berfokus pada bagaimana kualitas penelitian dapat ditingkatkan, sehingga dapat menghasilkan kajian yang berkualitas dan menyeluruh (integratif) agar dapat digunakan oleh pembuat kebijakan.

Salah satu topik policy brief yang hangat didiskusikan adalah mengenai policy brief ketiga, yaitu mengenai kebutuhan konsultan dalam program KIA di daerah. Terkait dengan forum konsortium KIA, pokok bahasan konsultan ini menjadi isu yang menarik perhatian dikarenakan saat ini banyak sekali program KIA yang masih dirasa lemah dalam sektor manajemennya. Prof. Endang dari Universitas Indonesia memberikan bahan diskusi mengenai seberapa jauh peran konsorsium KIA dalam mengatasi masalah KIA? Siapakah yang mempunyai kompetensi untuk mencetak tenaga konsultan? Beberapa peserta konsorsium juga mengutarakan pertanyaan mengenai kejelasan kompetensi yang harus dimiliki seseorang sehingga ia layak disebut konsultan, hingga wewenang yang dimiliki konsultan. Terkait dengan wewenang dan posisi konsultan manajemen KIA ini, diskusi menarik terjadi mengenai independensi konsultan tersebut. Banyak sekali lembaga konsultasi di Indonesia yang sudah independen, contoh tersebut dapat diambil oleh konsorsium untuk mencetak tenaga konsultan manajemen KIA yang kompeten sekaligus independen, yang dapat membantu pemerintah RI dalam aspek manajemen program KIA.

Diskusi mengenai konsultan KIA terus berlanjut hingga membahas mengenai perlunya kualifikasi akademik dan pengalaman yang harus dimiliki oleh seorang konsultan manajemen KIA. Konsultan manajemen KIA perlu memiliki pengalaman dan wawasan yang luas mengenai manajerial program, pengalaman tersebut akan berguna pada saat konsultan tersebut diminta untuk menyelesaikan masalah KIA baik di level konseptual maupun hingga level teknis. Pembahasan mengenai kebutuhan konsultan manajemen KIA juga muncul dari dinas kesehatan. Selama ini sebenarnya beberapa orang dari dinas kesehatan/ kementerian kesehatan dan perguruan tinggi telah berpengalaman menjadi konsultan untuk lembaga donor ataupun lembaga di bawah PBB, mungkin hal tersebut dapat dijadikan contoh model pengembangan tenaga konsultan manajemen KIA. Isu seputar pendanaan konsultan manajemen KIA juga muncul, pendapatan konsultan manajemen KIA dapat dialokasikan dari dana APBN, APBD, dana perusahaan, dana donor, dan dana RS yang sudah memiliki status BLUD. Beberapa pilihan sumber dana tersebut dapat dijadikan pertimbangan sesuai konteks masing-masing daerah.

 

llap1

Laporan Hari Kedua

"Diskusi Penyusunan Bentuk Hukum Pengelola Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dan Pembahasan Policy brief dan Pengembangannya untuk Dua Topik Prioritas: BPJS dan KIA", Jakarta, 10-11 Desember 2012

Pada hari kedua, para peserta dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama membahas policy brief dan pengembangannya untuk topik KIA. Kelompok kedua membahas policy brief dan pengembangannya untuk topik BPJS. Laporan ini akan membahas mengenai kelompok kedua.

11121222

Pertemuan ini diawali dengan sharing informasi oleh Faozi Kurniawan dari PMPK FK UGM. Faozi menyampaikan hasil Seminar dan Workshop 'Peran Daerah dalam BPJS Kesehatan'. Pertemuan di Yogyakarta pada 7-8 Desember tersebut, membahas mengenai penyelenggaraan Jamkesda yang mulai tahun 2013 akan mengalami beberapa hambatan dengan berlakunya UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS dan dimulainya JK SJSN tahun 2014. Dalam sejarah, lahirnya Jamkesda merupakan komplementari dari lahirnya Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dengan berlakunya undang-undang BPJS tahun 2011 maka Jamkesmas harus menginduk pada BPJS. Dengan demikian, keberadaan Jamkesda tidak memiliki payung hukum yang jelas untuk berdiri sendiri. Anda dapat menyimak laporan kegiatan seminar tersebut pada link berikut: http://manajemen-jaminankesehatan.net/index.php/88-Reportase/490.

Beberapa isu pokok dari pertemuan Jamkesda yang disampaikan oleh Faozi sehubungan dengan operasionalisasi BPJS mengerucut pada tiga hal:

  1. Payung Hukum
  2. Iuran/premi
  3. Kepesertaan

Anda dapat mengunduh materi presentasinya silahkan klik disini 

Setelah sharing informasi selesai, diskusi pembahasan policy brief dimulai dengan dipimpin oleh Dr. Nyoman Anita. Diskusi diawali dengan pendapat dari Tyas bahwa mengawali operasionalisasinya, BPJS pada 2014-2019 atau sesuai peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional (2012-2019) maka kondisi ini akan menjadi masa transisi. Selama masa transisi tersebut akan banyak isu yang dapat dilihat dari sisi penelitian kebijakan kesehatan.

Dalam kesempatan ini, Dr. Deni menyatakan pentingnya memahami istilah BPJS dan JK SJSN. Dalam beberapa diskusi di tempat lain, masih ada orang yang belum mengerti dan menganggap kedua istilah ini adalah sesuatu yang interchangeable. Padahal dua istilah ini merujuk pada dua hal yang berbeda. BPJS adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sehingga yang dimaksud adalah badan pelaksananya. Sementara JK SJSN adalah Jaminan Kesehatan Sistem Jaminan Sosial Nasional, sehingga yang dimaksud adalah sistemnya. Harapannya penjelasan tentang istilah ini dapat dimasukkan ke dalam bagian proses sosialisasi.

111212

Diskusi terus berlanjut menuju kebijakan mengenai BPJS dan SJSN. Menurut Chriswardani, sehubungan dengan kebijakan maka materi referensi utama yang digunakan adalah Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Satu masukan lainnya adalah mengenai perlunya milis untuk para penulis policy brief. Melalui media ini, mereka dapat saling berbagi materi referensi dan juga hasil penelitian.

Prof Charles menyampaikan perlunya policy brief untuk menyoroti isu yang sudah ada konsensusnya. Sehingga policy brief tidak menyentuh isu yang masih dalam wilayah abu-abu. Dr Nyoman menyatakan bahwa terkait dengan BPJS ini akan ada banyak sekali isu yang bisa dibuat policy brief-nya. Beberapa contoh antara lain kualitas pelayanan medis, kualitas administrasi keuangan, manajemen peserta, juga terkait mindset dari semua lini yang terlibat.

Chriswardani juga menambahkan terkait sosialisasi operasional BPJS. Sosialisasi diperlukan tidak hanya untuk masyarakat sebagai peserta namun juga diberikan kepada pemberi pelayanan kesehatan. Perubahan model pembayaran out of pocket menjadi pra upaya telah menimbulkan banyak kebingungan tidak hanya di penerima pelayanan kesehatan, namun juga di pemberi pelayanan kesehatan.

Andre menyampaikan pendapatnya terkait isu kesiapan pemberi pelayanan kesehatan. Contohnya antara lain distribusi dokter yang belum merata serta fasilitas kesehatan di daerah tertentu yang masih sangat kurang. Bahkan di beberapa puskesmas masih belum ada dokter.

Ilsa juga mengangkat isu mengenai equality dan equity. Sementara itu, Dr. Deni menambahkan satu isu mengenai adekuasi. dr Ketut menambahkan isu terkait pembiayaan SJSN dengan studi kasus dari Jamkesda Propinsi Bali.

Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengarah kepada cakupan universal dipandang oleh Prof Bhisma melalui tiga dimensi yang dapat dilihat dari :

  1. Populasi yang dijangkau
  2. Seberapa besar benefit yang diberikan
  3. Jumlah cost sharing yang harus ditanggung.

Ketiga dimensi ini dapat dilihat untuk menentukan topic policy brief. Prof Siswanto menyatakan pentingnya distribusi policy brief. Target sasaran policy brief dapat dilihat dari level nasional maupun level daerah. Bisa juga policy brief ditujukan kepada target audiens tertentu. Misalnya kalangan akademis (mahasiswa, dosen), organisasi profesi (terkait pemberi pelayanan kesehatan), serta elemen birokrasi structural (kepala dinas, staf kementrian).

Diskusi ini menghasilkan cukup banyak daftar fokus utama substansi yang akan dibahas terkait pelaksanaan SJSN. Dr Nyoman menutup diskusi ini dengan menyatakan bahwa nanti policy brief ini akan dibawa melalui jaringan sampai menyentuh para pembuat kebijakan. Tindak lanjut diskusi ini adalah perlunya pembentukan milis. Milis akan menjadi media komunikasi untuk para penulis policy brief dan juga bermanfaat sebagai tempat berbagi informasi serta referensi.

llap1llap2

LAPORAN HARI PERTAMA KEGIATAN "Diskusi Penyusunan Bentuk Hukum Pengelola Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dan Pembahasan Policy brief dan Pengembangannya untuk Dua Topik Prioritas: BPJS dan KIA" di Jakarta, 10-11 Desember 2012

101212

Kegiatan ini merupakan kegiatan tindak lanjut dari pertemuan besar Jaringan Kebijakan Kesehatan III dengan tema kebijakan KIA dan BPJS di Surabaya pada September 2012 lalu. Pertanyaan Kritis mengenai pertemuan kebijakan kesehatan in i: Apakah pertemuan ini dapat langsung mengubah kebijakan? Jawabannya adalah tentu tidak mungkin langsung merubah, apalagi tidak semua pengambil kebijakan datang. Dalam hal ini perlu follow-up yang berfokus pada aspek-aspek kebijakan. Dibutuhkan detailing kebijakan dimana dilakukan advokasi kebijakan secara terus menerus dan sistematis. Dalam detailing kebijakan ini diharapkan proses advokasi kebijakan ini dilakukan secara sistematis dengan berfokus pada topik-topik prioritas.

Kegiatan ini berlangsung pada 10-11 Desember 2012 bertempat di Hotel Aryaduta Semanggi, Jakarta. Tujuan acara ini untuk merumuskan bentuk hukum Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia, merumuskan policy brief untuk topik KIA dan BPJS serta rencana penggunaannya, dan menyusun Plan of Action untuk advokasi kebijakan KIA dan BPJS. Peserta yang hadir dalam kegiatan ini antara lain dosen fakultas kedokteran, dosen fakultas kesehatan masyarakat, Badan Litbangkes Kemenkes RI, dan AusAid.

Pertemuan ini dibuka oleh Prof. Laksono Trisnantoro, Ketua S2 Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, IKM, Universitas Gadjah Mada. Sesi pertama langsung membahas topik yang berjudul "Penguatan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia". Anda dapat mengunduh materinya . Prof. Laksono mengawali sesi pertama dengan pertanyaan "Mengapa diperlukan jaringan kebijakan kesehatan Indonesia?" Ada tiga hal yang menjadi sorotan Prof. Laksono, yang pertama adalah jumlah anggaran kesehatan yang terus meningkat. Poin kedua adalah bahwa tanpa adanya satu lembaga independen maka efektifitas suatu kebijakan tidak bisa dinilai. Sedangkan poin ketiga yaitu mengenai semakin berkurangnya jumlah peneliti kebijakan kesehatan dan terbatasnya lembaga riset independen.

Ketika menyinggung mengenai jumlah peneliti, muncul diskusi yang menarik di antara para peserta diskusi. Topik yang pertama kali disorot adalah adanya fragmentasi antara peneliti dari fakultas kedokteran dan peneliti dari fakultas kesehatan masyarakat. Siti (Unair) mengungkap dua alasan yang menjadi penyebab munculnya fragmentasi tersebut. Pertama yaitu adanya ego yang mengakibatkan masing-masing peneliti tidak mau saling bekerja sama. Poin kedua mengenai rekan-rekan peneliti dari fakultas kedokteran yang memilh praktek dibandingkan meneliti. Hal ini terjadi karena praktek dokternya laris dan mampu memberikan penghasilan lebih baik dibandingkan menjadi peneliti. Menurut Siti, fighting spirit untuk menulis dan meneliti masih kurang. Diperlukan adanya win win solution dan kemampuan kerja sama yang baik untuk mengatasi permasalahan fragmentasi peneliti dan jumlah peneliti. Pembentukan jaringan adalah salah satu upaya membangun kerja sama yang baik antar peneliti.

Jaringan kebijakan kesehatan Indonesia diharapkan dapat menjadi lembaga independen yang mampu melakukan monitoring dan evaluasi kebijakan secara obyektif. Jaringan bukan sebuah asosiasi, ikatan profesi, atau paguyuban yang cuma kumpul-kumpul. Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah sekumpulan peneliti dan lembaga peneliti independen yang mempunyai interest pada penelitian kebijakan kesehatan dan advokasi pengambil kebijakan. Prof Charles menyampaikan bahwa jaringan adalah suatu kebutuhan. Kesempatan untuk mengembangkan jaringan pun terbuka lebar. Salah satu contohnya, mengenai sektor infrastruktur yang masih membutuhkan masukan-masukan dari sektor kesehatan.

Prof Bhisma menngungkapkan bahwa hadirnya rekan-rekan dari universitas dapat meningkatkan objektifitas jaringan dalam kegiatannya. Disamping itu, diperlukan juga adanya kehadiran para pembuat kebijakan. Hal yang melatarbelakangi ini ialah para pembuat kebijakan inilah yang menerima masukan dari jaringan dan mengaplikasikannya. Prof Laksono menyatakan bahwa jaringan akan berfokus pada independensi. Dalam kegiatannya, jaringan akan melibatkan pembuat kebijakan, tetapi mereka tidak dilibatkan dalam kepengurusan jaringan. Ibu Kris menyatakan bahwa jaringan adalah forum yang bisa menyatukan Indonesia, keanekaragaman bisa masuk disini.

Pada kesempatan ini, Prof. Laksono juga menyampaikan sejarah pengembangan jaringan sejak tahun 2002 sampai kemudian menggunakan website www.kebijakankesehatanindonesia.net. Siswanto menyatakan bahwa jaringan harus ada nilai tambahnya. Maka perlu disusun program kerja yang sasaran akhir yang jelas. Kegiatan dari jaringan antara lain : mengorganisir pertemuan ilmiah riset kebijakan kesehatan, mengadakan multi center health policy research, mengadakan pelatihan untuk para member, melakukan distribusi policy brief, melakukan advokasi kebijakan, mengumpulkan dana, mempublikasikan jurnal dan website kebijakankesehatanindonesia.net.

Salah satu kegiatan yang menjadi pembahasan dalam diskusi kali ini adalah policy brief. Policy brief menggunakan atas nama perorangan dalam jaringan. Arah distribusi policy brief adalah advokasi dan legislasi kebijakan. Policy brief akan disampaikan pada pihak yang berkepentingan tergantung topik/isu yang diangkat. Pengiriman dilakukan kepada orang-orang kunci pembuat kebijakan.

Kegiatan lain yang telah dilaksanakan adalah pelatihan jarak jauh. Jaringan mengharapkan pelatihan ini dapat menciptakan kelompok-kelompok ahli kebijakan kesehatan.

1012122

Siswanto menyampaikan bahwa meskipun anggotanya banyak dari universitas, jaringan tidak tergabung dengan universitas. Jaringan memiliki kegiatan sendiri dan memiliki kantor kesekretariatan sendiri. Salah satu keuntungan anggota jaringan adalah bisa menyampaikan pendapatnya pada forum-forum dan didengarkan oleh para pembuat kebijakan. Hal ini menjadi perhatian Prof Laksono terkait kemampuan jaringan untuk bertahan dalam jangka panjang. Agar bisa bertahan tentunya jaringan membutuhkan pendanaan. Kemudian, mengemuka pemikiran agar bagaimana anggota jaringan merasa untung. Ketika anggota jaringan merasa memiliki jaringan dan mendapatkan manfaatnya, maka mereka akan mau bergabung bahkan mau membayar iuran untuk menjaga keberlangsungan jaringan. Pihak-pihak yang diharapkan menjadi anggota jaringan antara lain:

  1. Lembaga penelitian
    Bisa dari unit/pusat penelitan di universitas, lembaga penelitian swasta, maupun badan penelitian dan pengembangan milik pemerintah daerah.
  2. Perorangan
    Seperti para peneliti dan konsultan kebijakan dan manajemen kesehatan atau bisa juga dari mahasiswa pascasarjana kebijakan kesehatan.

Saat memasuki sesi kedua, diskusi lebih banyak focus mengenai bentuk dasar hukum yayasan. Untuk info lebih lengkap, silahkan . Beberapa ide yang muncul antara lain adalah bentuk hukum seperti PT, yayasan , maupun perkumpulan. Latar belakang jaringan memerlukan suatu dasar hukum adalah agar dapat mengelola dana untuk kegiatannya. Pada sesi ini, Prof Laksono menekankan kembali bahwa Jaringan ini terpisah dari universitas.

Salah seorang peserta diskusi, Dwijo, berpendapat bahwa yayasan adalah bentuk hukum yang paling tepat. Bentuknya lebih sederhana dibandingkan PT dimana ada pemegang saham namun tetap lebih kuat dari perkumpulan. Prof Alimin menyetujui hal tersebut dan menyampaikan bahwa yayasan bisa lebih sustainable serta dapat dikelola secara profesional. Diskusi kembali berlanjut membahas komponen penyusun yayasan dengan landasan UU Yayasan. Kemudian, muncul pertanyaan siapa yang akan menempati posisi-posisi Dewan Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Dari diskusi para peserta, muncul beberapa nama calon Dewan Pembina yang akan ditindak lanjuti pada pertemuan selanjutnya. Mengenai pengurus, diskusi menyepakati bahwa diperlukan para profesional yang bekerja penuh waktu. Para pengurus diharapkan dapat menghasilkan penghasilan untuk kegiatan jaringan serta memiliki akses ke pembuat kebijakan dalam rangka melakukan advokasi. Prof Charles mengutarakan pendapatnya bahwa masalah keuangan jaringan harus jelas. Transparansi dalam hal pendanaan adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar.

Dr Nyoman Anita menyampaikan bahwa dengan orang lain mengetahui bagaimana kekuatan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia maka banyak pihak yang akan tertarik untuk bergabung. Salah satunya adalah lembaga riset, karena kegiatan jaringan ini sangat erat hubungannya dengan penguatan kelembagaan/lembaga riset. Prof Laksono juga menyampaikan harapannya terkait modul pembelajaran. Harapannya dalam jaringan dapat dilakukan common share. Sehingga anggota jaringan bisa mendapatkan hal-hal yang baik dari anggota jaringan yang lain. Contohnya:anggota yang memiliki modul pembelajaran yang baik bisa berbagi pengetahuan dengan rekan anggota di daerah sehingga para anggota di daerah juga bisa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan serta informasi terbaru. Satu masukan yang menarik dari Siswanto adalah media baru policy brief. Policy brief dikembang tidak lagi dalam media tertulis namun dalam media audiovisual. Melalui media audiovisual diharapkan dapat menjadi satu bentuk komunikasi yang lebih menarik dalam proses advokasi terhadap pembuat kebijakan.

Diskusi dilanjutkan membahas malam hari policy brief berbasis data epidemiologis. Contoh kasus yang digunakan adalah kasus Kesehatan Ibu dan Anak di Nusa Tenggara Timur. Prof Laksono mengawali diskusi ini dengan pemaparannya mengenai penggunaan data absolut untuk mengubah kebijakan yang sudah berjalan. Prof Bhisma mengatakan bahwa penggunaan data absolut justru benar. Proporsi dan ratio bermanfaat untuk promosi kesehatan sedangkan counts akan lebih bermakna untuk manajemen kebijakan.

Sehingga dapat dilihat bahwa policy brief harus berisi bukti dengan data sebaik-baiknya. Dengan dukungan data, logika, dan referensi maka policy brief dapat menjadi salah satu alat komunikasi antara jaringan dengan pembuat kebijakan. Untuk mempermudah manajemen policy brief, dalam diskusi ini Prof Laksono menyampaikan ide mengenai sebuah sistem notifikasi yang dinamakan Alert System. Sistem ini adalah sebuah system yang bertujuan untuk menyampaikan informasi terbaru. Sistem ini memanfaatkan media elektronik berupa email dan sms. Alert System akan menjadi salah satu cara jaringan dalam mendistribusikan policy brief kepada orang yang tepat.

Hasil uji coba Alert System yang telah dilakukan oleh PMPK FK UGM disampaikan dalam pertemuan ini. Penggunaan sistem notifikasi yang cepat diharapkan dapat menjadi salah satu kekuatan jaringan. Pertemuan hari pertama ditutup oleh Prof Laksono dengan catatan untuk pertemuan kecil selanjutnya mengenai pemilihan Dewan Pembina Yayasan. Hari kedua akan dilakukan pembahasan policy brief dua topik prioritas yaitu KIA dan BPJS.

TENTATIVE JADWAL

FINALISASI AD/ART RENCANA TINDAK LANJUT KERJASAMA DINAS KESEHATAN
PROVINSI DENGAN PERGURUAN TINGGI
DALAM RANGKA PERCEPATAN PENCAPAIAN MDG

Jakarta , 10-12 Desember 2012

WAKTU

ACARA

KETERANGAN

Harike-I, Senin 10 Desember 2012

09.00 - 09.30

Registrasi peserta

Panitia

10.00 -  13.00

Pembahasan petunjuk pelaksanaan kerjasama Dinkes dan PT dan AD dan ART

Moderator

Sekretaris Konsorsium PT
Kabag Hukormas Ditjen Bina Gizi KIA

13. 00 – 14.00

ISHOMA

14.00 – 15.00

Arahan dari Dirjen Bina Gizi dan KIA

 

Pendamping

Direktur Bina Kesehatan Anak

15.00 – 17.00

Finalisasi AD dan ART Konsorsium PT

Moderator

Dekan FK Hasanuddin
Dekan FK UNDIP

17.00 – 19.00

ISHOMA

19.00 – 21.00

Jejaring GIZI dan KIA

Prof Laksono Trisnantoro

Harike-II, Selasa11Desember 2012

08.00 – 10.00

Pembahasan mengenai Policy Advokasi dan Policy Brief di bidang Gizi dan KIA

 

Prof LaksonoTrisnantoro, M.Sc., Ph.D

Pembahas :

  1. Kadinkes Prop Jateng
  2. Ketua IDAI
  3. Prof. Dr. dr. H. Alimin Maidin, MPH
  4. Dekan FK UNAIR

10.00 – 10.15

Rehat Kopi

10.00-12.00

Diskusi kelompok Policy Advokasi dan Policy Brief di bidang Gizi dan KIA

 

12.00 – 13.00

ISHOMA

 

13.00 – 15.00

Diskusi pengembangan penelitian MDG 1, 4 dan 5

 

15.30 – 17.00

Rencana Tindak Lanjut

 

17.00 – 18.00

Penutupan

Direktur Bina Kesehatan Anak

Harike-III,Rabu 12 Desember 2012

 

Peserta daerah pulang ketempat masing-masing

KERANGKA ACUAN

FINALISASI AD dan ART RENCANA TINDAK LANJUT KERJASAMA
DINAS KESEHATAN PROVINSI DENGAN PERGURUAN TINGGI
DALAM RANGKA PERCEPATAN PENCAPAIAN MDG

Jakarta , 10-12 Desember 2012

lapkeg

    1. Pendahuluan

      Millenium Development Goals merupakan kesepakatan lebih dari 180 Kepala Negara dan Pemerintahan termasuk Presiden RI pada tahun 2000 yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Tujuan ke 1, 4 dan ke 5 dari Millenium Development Goals tahun 2015 adalah sangat terkait erat dengan kesehatan ibu dan anak. Target yang akan dicapai adalah menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 23/1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Balita (AKBAL) 32/1.000 kelahiran hidup serta Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Perlu dilakukan berbagai kegiatan untuk mencapai target pada tahun 2015.

      Upaya mempercepat pencapaian MDG1, MDG4 dan MDG5 diperlukan berbagai strategi penting antara lain: (1) penatalaksanaan continuum of care dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak; (2) memperhatikan proses kebijakan agar mendapatkan hasil yang baik; dan (3) perlunya sinergi antara Kementerian Kesehatan, Perguruan Tinggi, lembaga pemikir (think-tank) dan lembaga-lembaga swasta dan masyarakat.

      Perguruan Tinggi sebagai pusat intelektual, memiliki Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan Pangabdian Masyarakat) dapat memberikan kontribusi dalam Agenda Setting dan Policy Formulation melalui berbagai riset, ikut aktif dalam perencanaan, dan monitoring serta evaluasi terhadap program kesehatan.Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan Masyarakat yang jumlahnya cukup banyak memiliki potensi besar sebagai stakeholder Kementerian Kesehatan dalam fungsi ini serta partners dalam pencapaian MDGs. Perguruan Tinggi diharapkan menghasilkan tenaga kesehatan yang diharapkan dapat siap pakai dalam pembangunan kesehatan.

      Terkait hal tersebut maka pada tanggal 19 September 2012 telah dilaksanakan penandatangan kesepakatan bersama antara Dirjen Gizi dan KIA dengan 32 Dekan FK dan FKM Negeri dalam rangka maka dalam rangka percepatan pencapaian MDGs1,4 dan 5. 

      Sebagai tindak lanjut dari rangkaian kegiatan antara Dirjen Bina Gizi dan KIA denga FK dan FKM, akan dilaksanakan "FinalisasiAD/ART dan Rencana Tindak Lanjut Kerjasama Dinas Kesehatan Provinsi dengan Perguruan Tinggi dalam rangka percepatan pencapaian MDG"

    2. TUJUAN

Disepakatinya AD dan ART Konsorsium Perguruan Tinggi, dan Rencana Tindak Lanjut Kerjasama Dinkes Provinsi di Bidang KIA

    1. LUARAN
       

      1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Konsorsium Perguruan Tinggi
      2. Disepakatinya Draft Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Konsorsium Perguruan Tinggi untuk Ibu-Anak dan Gizi dengan Dinkes provinsi dan Kabupaten/Kota 
      3. Disepakatinyarencana kerja Konsorsium Perguruan Tinggi untuk Ibu-Anak dan Gizi dalam rangka mempercepat pencapaian MDGs1,4 dan 5.
      4. Adanya Policy Brief di Bidang KIA
         
    2. KEGIATAN

Hari/tanggal : Senin-Rabu/ 10-12 Desember 2012
Waktu         : (jadwal terlampir)
Tempat       : Hotel Aryaduta Semanggi, JL. Garnisun Dalam 8, Sudirman- Jakarta

    1. PESERTA PERTEMUAN
       

      1. Peserta yang dibiayai dari dana Pertemuan Pokja MDG di Jakarta DIPA Direktotat Bina Kesehatan Anak :

        1. Peserta Pusat
          1. Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
          2. Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen DIKTI
          3. Direktur Bina Kesehatan Anak
          4. Direktur Bina Kesehatan Ibu
          5. Direktur Bina Gizi
          6. Kepala Pusdiklat Aparatur BPPSDM
          7. Direktur P2M
          8. Direktur Simkarkesma
          9. Ketua PB-IDI
          10. Ketua POGI
          11. Ketua PP-IDAI
          12. Ketua PP-IBI
          13. Ketua PPNI
          14. Ketua IAKMI
          15. Kasubdit Bina Kelangsungan Hidup Bayi
          16. Kasubdit Bina Kelangsungan Hidup Balita dan Anak Pra Sekolah
          17. Kasubdit Bina Kewaspadaan Balita Berisiko
          18. Kasi Standarisasi Subdit Bina Kelangsungan Hidup Bayi
          19. Kasi Bimev Subdit Bina Kelangsungan Hidup Bayi
          20. Staf SubditBina Kelangsungan Hidup Bayi 4 (empat) orang
             
        2. Peserta Daerah
          1. Ir. Suyatno (Sekretaris Konsorsium FK dan FKM untuk KIA dan Gizi)
          2. Pejabat eselon III penanggung jawab program KIA dan Gizi ProvinsiJawa Tengah
          3. Pejabat eselon III penanggung jawab program KIA dan Gizi Provinsi Jawa Barat
          4. Dekan FK Universitas Mulawarman
          5. Dekan FK Universitas Nusa Cendana
          6. Dekan FKM Universitas Nusa Cendana
             
      2. Peserta yang dibiayai dari Peningkatan Kerjasama dengan Perguruan Tinggi DIPA Sesditjen Bina gizi dan KIA :

        1. Peserta Pusat
          1. Dekan FK UI
          2. Dekan FKM UI
          3. Sesditjen Bina Gizi dan KIA
          4. Dinas Kesehatan Provinsi DKI
          5. Kabag PI Sesditjen Bina Gizi dan KIA
          6. Kabag Hukormas Sesditjen Bina Gizi dan KIA
          7. Staf Sesditjen Bina Gizi dan KIA 4 (empat) orang
             
        2. Peserta Daerah

          No

          Peserta

          Daerah

          1

          Dekan FK Universitas Syiah Kuala

          ACEH

          2

          Dekan FK Universitas Sumatera Utara

          SUMUT

          3

          Pejabat eselon III penanggung jawab program KIA dan Gizi Dinkes Prov Sumut

          SUMUT

          4

          Dekan FK Universitas Andalas

          SUMBAR

          5

          Pejabat eselon III penanggung jawab program KIA dan Gizi Dinkes Prov Sumbar

          SUMBAR

          6

          Dekan FK Universitas Riau

          RIAU

          7

          Dekan FK Universitas Sriwijaya

          SUMSEL

          8

          Dekan FKM Universitas Sriwijaya

          SUMSEL

          9

          Pejabat eselon III penanggung jawab program KIA dan Gizi Provinsi Sumatera Selatan

          SUMSEL

          10

          Dekan FK dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

          JAMBI

          11

          Dekan FK Universitas Padjajaran

          JABAR

          12

          Dekan FK UGM

          YOGYA

          13

          Dekan FK UNDIP

          JATENG

          14

          Dekan FKM UNDIP

          JATENG

          15

          Dekan FK Universitas Sebelas Maret

          SOLO

          16

          Dekan FK UNAIR

          JATIM

          17

          Dekan FKM UNAIR

          JATIM

          18

          Dekan FK Brawijaya

          JATIM

          19

          Pejabat eselon III penanggung jawab program KIA dan Gizi Dinkes Prov Jatim

          JATIM

          20

          Dekan FK Universitas Udayana

          BALI

          21

          Dekan FK Universitas Mataram

          NTB

          22

          Dekan FK dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura

          KALBAR

          23

          Ketua program Studi Pendidikan Dokter Universitas Palangkaraya

          KALTENG

          24

          Dekan FK Universitas Hasanuddin

          SULSEL

          25

          Dekan FK dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako

          SULTENG

          26

          Dekan FK Universitas Sam Ratulangi

          SULUT

          27

          Dekan FKM Universitas Sam Ratulangi

          SULUT

          28

          Dekan FK Universitas Cenderawasih

          PAPUA

          29

          Dekan FKM Universitas Cenderawasih

          PAPUA

      3. Peserta yang dibiayai oleh Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gajah Mada (PMPK UGM)

        Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI

        1. Kepala Badan Litbangkes Kemkes RI
        2. Dr Soewarta Kosen, MPH

        Kelompok Dosen FK :

        1. Prof dr Laksono Trisnantoro, MSc, PhD
        2. Prof dr Bhisma Murti, MPH (UNS)
        3. Prof Dr. dr Endang Basuki, MPH (UI)
        4. Dr Subur Prayitno, MS (UNAIR)
        5. Dr Yodi Mahendradhata MSc, PhD (UGM)
        6. Dr. dr Deni Sunjaya, DES (UNPAD)
        7. Dr Felik Kasim, MPH (Universitas Maranatha)
        8. Dr Rachmad Bachtiar MKes (Universitas Mulawarman)
        9. Dr. Ketut Suardjana (Universitas Udayana)
        10. Prof. Dr dr Charles Suryadi, MPH (universitas Atmajaya)

        Kelompok Dosen FKM

        1. Prof Dr Ascobat gani, MPH (UI)
        2. Prof. Dr. dr. H. Alimin Maidin, MPH (UNHAS)
        3. Prof Dr.dr Nurul Rochmah Ec, MKes (UNAIR)
        4. Dr drg Nyoman Anita Damayanti, MKes (UNAIR)
        5. Dra Chriswardani Suryaningtyas, MKes (UNIDIP)
        6. Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS (UI)
        7. Dr. Drs Surya Utama, MS (USU)
        8. Dr dr Grace Kandau MKes
        9. Efindya (UHAMKA)
        10. Tadeus Andreas Laga Regaletha (UNDANA)

 

  1. Biaya

    Kegiatan ini berasal dari DIPA Satker Direktorat Bina Kesehatan Anak TA 2012, Sesditjen Bina Gizi dan KIA TA 2012 dan Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan (PMPK) UGM TA 2012.

 

  • angka jitu
  • toto 4d
  • toto
  • toto macau
  • rtp live slot
  • bandar togel 4d
  • slot dana
  • toto sdy
  • toto slot
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • bandar togel
  • toto macau
  • bandar slot
  • toto togel
  • togel4d
  • togel online
  • togel 4d
  • rajabandot
  • toto macau
  • data toto macau
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • bandar slot
  • judi online
  • nexus slot
  • toto slot
  • agen slot
  • toto 4d
  • polototo
  • slot777
  • slot777
  • slot thailand
  • slot88
  • slot777
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot demo
  • slot777
  • toto 4d
  • toto slot
  • agen slot
  • scatter hitam
  • slot 4d
  • bandar slot/
  • bandar slot/
  • toto slot
  • mahjong slot
  • slot jepang
  • slot777
  • slot dana
  • slot dana
  • toto slot
  • bandar slot
  • scatter hitam
  • toto slot
  • slot 2025
  • toto slot
  • bandar slot
  • agen slot
  • slot dana
  • slot777
  • bandar slot
  • slot thailand
  • toto slot
  • KW
  • slot online
  • slot gacor
  • slot88
  • slot
  • situs slot
  • slot777
  • slot gacor
  • pgsoft
  • mahjong
  • slot demo
  • slot 4d
  • slot scater hitam
  • judi online
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • slot vip
  • demo slot
  • slot bet kecil
  • slot bet 400
  • slot gacor
  • slot resmi
  • togel4d