Presentasi Oral

Presentasi Oral :
Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan-1

Reporter :
Aulia Novelira, SKM.,M.Kes (Divisi Public Health, PKMK FK UGM)

Dalam sesi ini, dilaksanakan presentasi oral dari hasil studi peserta yang berkaitan dengan tema utama yaitu Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan. Judul penelitian yang dipresentasikan sangat menarik dan bervariasi. Sesi ini berlangsung selama kurang lebih 1 jam dengan presentasi dari 5 orang presenter. Presenter ada yang berasal dari universitas dan lembaga studi. Selain presentasi, terdapat diskusi bersama para partisipan yang hadir dalam sesi presentasi oral. Berikut akan diberikan gambaran terkait dengan fokus studi apa saja yang dipresentasikan.
Presentasi pertama disampaikan oleh Cindi Widia Lestari dari Universitas Diponegoro Jawa Tengah tentangAnalisis Pengambilan Keputusan Adopsi Stakeholder Dalam pembuatan Provincial Health Account (PHA) di Provinsi Jawa Tengah. Studi ini menunjukkan bahwa pembuatanPHA di Jawa Tengahmasih terkendala dengan belum adanya legitimasi kelembagaan pembuatan PHA.Koordinasi dengan stakeholder terkait diperlukan untuk mulai mengadopsi pembuatan PHA. Presentasi kedua disampaikan oleh Dedik Sulistiawan dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Presentasi yang disampaikan mengenai Potensi Akseptabilitas Puskesmas Non BLUD terhadap Regulasi Penggunaan Dana Kapitasi JKN pada FKTP Milik Pemerintah Daerah. Studi yang dilakukan ini memotret kondisi di Kabupaten Sigi, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi. Fokus penelitian ini berkaitan dengan kecenderungan penerimaan dan adaptasi puskesmas dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016 yang mengatur terkait dengan pemanfaatan sisa lebih dana kapitasi.
Presentasi ketiga disampaikan oleh I Putu Dedy Kastama Hardy. Studi yang disampaikan terkait dengan Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Pelaksanaan Prgram GE.LA.TIK dalam Penanganan Sampah Plastik di Kabupaten Badung – Bali. Pendekatannya dengan menggunakan analisis SWOT.Pihak internal adalah penentu kebijakan dan pihak eksternal adalah pengguna kebiajakan yaitu sekolah. Salah satu kelemahan program ini adalah pelaksanaan sesuai dengan SOP belum berjalan optimal. Komitmen dan dukungan pemerintah sangat diperlukan. Ketersediaan SDM yang mau mengelola sampah juga masih minim. Presentasi keempat disampaikan oleh ArlindaSari Wahyuni dari Universitas Sumatera Utara Medan. Studi ini menekankan pada analisis konkordansi perilaku pengobatan pasien TB paru karena prevalensinya cukup tinggi di Kota Medan sedangkan angka kesembuhannya masih rendah. Konkordansi yang baik dapat meningkatkan komitmen pasien dan dokter dalam peningkatan kesembuhan TB. Presentasi kelima disampaikan oleh Mansur Sididi dari Universitas Muslim Indonesia Makassar tentang Kebijakan Kawasan Tanpa rokok di Terminal Regional Daya Kota Makassar. Informan yang diambil bervariasi mulai dari Direktur Utama Terminal hingga cleaning service officer dan supir di lingkungan terminal. Dari hasil studi hal utama yang diperlukan adalah adanya sosialisai Kawasan Tanpa Rokok secara menyeluruh pada masyarakat dan perlu adanya tim satuan khusus untuk yang dapat menjaga situasi dan kondisi implementasi kebijakan dengan ketegasan dari sisi pemberian sanksi kepada mereka yang merokok di Kawasan Tanpa Rokok Terminal Regional Daya Kota Makassar.
Dari hasil presentasi dan diskusi diketahui bahwa implementasi dan kebutuhan kebijakan tidak hanya menyasar kepada penentu kebijakan saja namun pengguna kebijakan atau mereka yang akan terdampak dengan kebijakan perlu diikutsertakan dalam analisis atau studi-studi yang terkait dengan permasalahan kebijakan dan ekonomi kesehatan.

Reportase Simposium 1

simposium 1

Kebijakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi dalam Agenda Pembangunan Nasional

simp1Upaya inovatif dalam pengendalian penduduk dan kesehatan reproduksi merupakan salah satu isu utama dalam agenda pembangunan nasional. Ini disebabkan karena saat ini laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih tinggi, yaitu 1,49%. Tidak hanya itu, sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN; Dr. Ir. Dwi Listyawardani, M.Sc., Dip.Com., total fertility rate Indonesia saat ini berada di angka 2,29. Hal ini berarti setiap wanita usia subur rata-rata memiliki 2-3 orang anak selama masa reproduksinya dan tergolong masih lebih tinggi dibandingkan dengan target 2019 sebesar 2,28. Disampaikan pula bahwa rendahnya pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang dan disparitas pencapaian program KB antar daerah juga merupakan salah satu isu strategis selain sorotan terhadap tingginya unmet need, drop out pemakaian kontrasepsi, meningkatnya jumlah kehamilan remaja, dan angka kematian ibu.

Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN juga menyampaikan bahwa pengarusutamaan KB dalam JKN juga merupakan isu strategis yang perlu mendapatkan perhatian. Beberapa tantangan pelayanan KB dalam JKN antara lain pelayanan KB di RS yang belum terkelola dengan baik, belum adanya standarisasi indikasi medis untuk pelayanan IUD dan implan yang dapat dirujuk ke rumah sakit tipe C dan D, masih banyaknya praktek dokter dan klinik swasta yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (melayani KB) yang belum terdaftar dalam registrasi BKKBN, serta retensi ketrampilan dokter dan bidan pasca pelatihan metode kontrasepsi. Beberapa strategi yang akan dilakukan BKKBN antara lain melakukan upaya integrasi sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB atara BKKBN dan BPJS Kesehatan, pemetaan fasilitas pelayanan kesehatan yang melayani KB, pemenuhan sarana dan pelatihan pelayanan KB, penurunan unmet need dan drop out melalui penguatan pelayanan peserta KB baru dan penambahan peserta KB aktif, penyediaan alat, obat, dan sarana penunjang pelayanan KB melalui e-katalog, mendorong penyediaan pembiayaan KB MOW interval, dan sebagainya.

Pada kesempatan yang sama, dr. Ashon Sa'adi, SpOG(K); Konsultan Endokrinologi RSU Dr. Soetomo Surabaya menyampaikan salah satu bentuk inovasi dalam program KB yaitu penggunaan Pil KB kombinasi modern yang mampu meningkatan efektivitas penggunaan kontrasepsi dengan efek samping minimal. Pil KB kombinasi modern tersebut adalah pil KB yang mengandung Drospirenone yakni progestogen yang mirip farmakologinya dengan progesteron alami. Drospirenone bersifat anti-androgen sehingga selain fungsinya sebagai kontrasepsi, juga dapat mengurangi jerawat, mengurangi rambut halus di wajah, dan tidak akan menyebabkan kenaikan berat badan karena memiliki efek diuretik yang fungsinya membuang penumpukan cairan tubuh. Dengan demikian, adanya perbaikan komposisi progesteron pada pil KB modern ini akan meningkatkan kepatuhan dan kenyamanan penggunanya, sehingga mampu memperluas cakupan pelayanan kontrasepsi di masyarakat.

Berbeda dengan dr. Ashon Sa'adi yang memberikan inovasi pengendalian penduduk dan masalah kesehatan reproduksi dari disiplin ilmu kedokteran kandungan, dr. Christina Manurung yang merupakan Kasubdit Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja, Direktorat Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI menyampaikan rekayasa pengendalian AKI dan AKB melalui pendekatan komunitas. Disampaikan bahwa Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) merupakan salah satu program yang diproyeksikan mampu mendorong percepatan penurunan AKI dan AKB. Tidak bisa dipungkiri bahwa usia perkawinan pertama penduduk Indonesia masih rendah. Selain disebabkan karena faktor sosial budaya, perilaku seksual pranikah merupakan faktor yang turut mempengaruhi rendahnya median usia perkawinan di Indonesia. Ironisnya, tingginya angka kematian ibu saat melahirkan dikontribusi oleh wanita usia di bawah 20 tahun. Ini artinya remaja merupakan populasi rentan yang harus mendapatkan perhatian. Oleh karena itu, program percepatan penurunan AKI dan AKB diharapkan mulai menyasar kalangan remaja. Rasionalisasinya adalah karena sekitar 30% total penduduk Indonesia adalah usia remaja, dan sekitar 80% remaja adalah anak sekolah, sehingga apabila program diintervensikan di sekolah maka dampak yang diharapkan akan tercapai secara efektif dan efisien. Akhirnya, bonus demografi yang akan terjadi pada tahun 2020-2035 mampu dimanfaatkan sebagai jendela peluang karena berkualitasnya SDM yang telah disiapkan sejak dini.

Reporter : Dedik Sulistiawan

 

 

 NAVIGASI REPORTASE

Hari I

Hari II

Hari III

 

 

 

 

Reportase Simposium 2

simposium 11

Alternatif Mengatasi Defisit BPJS Kesehatan

Pembicara: Prof.dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD

Klaim rasio PBPU masih di atas 200%, hal ini berbanding terbalik dengan kondisi klaim PBI dibawah 100%. Atau ini berarti ada kerugian di BPJS Kesehatan. Apa masalahnya? PBPU meningkat klaimnya, sehingga BPJSK defisit, dana PBI dipergunakan oleh kelompok yang lebih mampu. Masalah ini merupakan masalah di lapangan dimana PBI banyak terdapat di daerah terpencil, di daerah-daerah sulit dimana BPJS Kesehatan tidak memiliki aliran dana ke daerah sulit. Masalah utamanya, PBI jatahnya dipakai non PBI mandiri.
Alternatif strateginya, ada 2 solusi, yaitu:

  1. Penambahan dana kesehatan yang tidak harus melalui BPJS Kesehatan
  2. Pembatasan pengeluaran

Sumber dana kesehatan, dana APBN sampai dengan out of pocket, adakah kemungkinan dinaikkan. Dana APBN sudah maksimal 5% untuk sektor kesehatan. Sehingga APBN sulit naik, kemungkinan dari pajak tembakau, namun masih banyak pertanyaan. Dari APBD, dana ini bisa langsung diberikan ke BPJS Kesehatan atau ke FKTP dan FKTL. Dana APBD ini juga tergantung kemampuan fiskal daerah dan kemauan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk kesehatan termasuk mendanai asuransi kesehatan yang kurang. Misal anggaran sudah dipatok 100 milyar untuk BPJS Kesehatan daerah tersebut, ternyata ada kenaikan 110 milyar maka 10 milyarnya dibayar oleh Pemda. Kemudian dana-dana premi BPJSK, non PBI preminya bisa dinaikkan, sampai 500 ribu - 1 juta untuk kelas 1. Pasalnya, sebagian besar orang kaya di kelas 1. Kemudian dana dari masyarakat, dari out of pocket sehingga cost sharing perlu. Dana masyarakat yang ada perlu dimanfaatkan karena pajak rendah atau kenaikan pajak penghasilan rendah dengan GDP naik tinggi. Sehingga dibuat sistem untuk perpajakan sehingga bisa masuk ke sistem kesehatan.

Pengurangan manfaat/ efisiensi. Sekarang DKI Jakarta dan Provinsi seperti NTT misalnya tidak ada batasan untuk paket manfaat. Ada basic manfaat atau paket dasarnya apa?. Sehingga peserta di DKI Jakarta yang lengkap fasilitasnya, misal di atas 100 juta setahun maka BPJS Kesehatan tidak lagi menanggung. Silakan membeli asuransi katastropik untuk menangani, sehingga ada batas atasnya. Dimana sekarang masih bebas belum ada batasnya. Dengan demikian yang mahal-mahal/ katastropik perlu pembatasan karena berbiaya tinggi.

Dalam upaya peningkatan efisiensi dengan melihat fraud, abuse, wish dan ini merupakan penyimpangan yang ditindaklanjuti sebagai hal yang serius. Hal yang perlu dilakukan misalnya mengembangkan sistem pencegahan dan penindakan fraud.

Residu JKN

Prof. Amran Razak

Ilmu Kesehatan masyarakat merupakan ilmu politik atau ilmu advokasi. Sehingga muncul stigma jika orang miskin itu menderita. Residu dari JKN, karena sisa-sisa yang sebenarnya melekat tidak bisa lepas dari JKN. Satu obat agar JKN terus berjalan seperti suntikan dana dari APBN yang ternyata juga tidak sehat. Misal: dalam hitungan aktuaria kelas 1 mandiri adalah 63 ribu, dibayar dengan iuran 51 ribu dan hasilnya tekor/defisit yaitu 12 ribu. Yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang mau menanggung defisit ini?

Di Sulawesi Selatan muncul kemitraan dengan rumah sakit swasta. Sekarang ini mitra BPJS Kesehatan adalah RS Pemerintah. Pada beberapa tahun ini RS Swasta mulai melirik BPJS Kesehatan. Mengapa BPJS Kesehatan menjadi lirikan RS Swasta, karena adanya adverse selection, fraud, over utilization, biaya tinggi penyakit terjadi.

Permasalahan juga terjadi karena pelayanan primer sebagai gatekeeper belum berjalan. Isu lain adalah tidak berhasilnya integrasi Jamkesda. Integrasi Jamkesda membuktikan kalau Pemerintah Daerah masih setengah hati untuk masuk ke UHC. Hal ini dikarenakan Pemda mempunyai janji politik untuk mengelola pendidikan dan kesehatan secara gratis. Integrasi Jamkesda tidak terjadi karena pemotongan anggaran. Portabilitas positif dan negatif terjadi pada saat integrasi. Ada Kabupaten yang tidak terjangkau BPJSK hanya menggunakan KTP untuk berobat. Contoh ini menunjukkan keterbatasan BPJS Keseahata menjangkau daerah terpencil.

Nawacita masih dalam konsep yang perlu dipahami (ada tetapi tidak ada). BPJS Kesehatan masih seperti makelar pihak ketiga. Pengelolaannya perlu perbaikan, karena bukti yang sekarang ada adalah muncul tunggakan-tunggakan di beberapa daerah. Muncul kesenjangan di wilayah timur dengan wilayah di kota-kota besar.

Penerapan Akuntabilitas di Era JKN

Dr. dr. Indahwati Sidin

Akuntabilitas merupakan hal yang penting di RS, selain tekor/defisit butuh pengelolaan. Akuntabilitas merupakan transparansi dan pertanggungjawaban dilakukan oleh organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan organisasinya. Akuntabilitas penting karena beberapa tuntutan seperti good governance dan tuntutan tingginya persaingan RS. Reformasi di bidang kesehatan yaitu eksisnya lembaga pembiayaan kesehatan. Adanya SJSN menuntut penyelenggaraan yang akuntabel untuk stakeholder dalam UU No 40 Tahun 2004.

Dalam Permenkes No. 71 Tahun 2013. Aturan tersebut mengharuskan pengelolaan RS yang akuntabel dan transparan. Selama menggunakan dana JKN di RS terjadi inefisiensi dan tidak transparan. Sehingga RS dan Puskesmas harus tersertifikasi untuk menjamin penyelenggaraan organisasi yang akuntabel. Perlunya control di RS karena kemungkinan terjadi fraud di RS.

Dana yang diberikan tidak cukup oleh BPJS Kesehatan namun perlu legitimasi dari publik. Mengapa legitimati organisasi terhadap publik, dilakukan sebagai mekanisme control terhadap organisasi pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk pelayanan publik yang memuaskan masyarakat. Aturan SJSN harus menerapkan dan memastikan tidak ada fraud dalam pelayanan kesehatan di RS. RS harus melaksanakan transparansi-transparansi pengelolaan semua aspek di RS. Kelemahan pada ketersediaan obat tidak terdapat di distributor sehingga RS kesulitan mendapatkan stok obat. Dan hal lain yang menjadi kesenjangan adalah pesrta di RS tidak diperbolehkan membeli obat sendiri. E-katalog tidak menjamin ketersediaan obat yang dibutuhkan pasien. Implikasi pengelolaan RS yaitu clinical pathway perlu dijalankan, cost containment, dan customer quality driver.

Sesi Diskusi

Pertanyaan:

Kebijakan JKN merupakan kebijakan pusat, dimana implementasi di daerah tidak sesuai harapan, muncul kesenjangan di daerah maju dan daerah yang tidak maju. Contohnya kebijakan terkait kalim kecelakaan di RS, kebijakan ketersediaan fasilitas kesehatan dan alkes. Apakah perlu dihapus program JKN untuk daerah terpencil atau program apa yang cocok?

Narasumber:

Prof Laksono menyampaikan bahwa Kebijakan JKN melalui BPJS Kesehatan merupakan program bagus dan tidak perlu dihapuskan. Hal yang lemah adalah implementasi di lapangan. Perlu effort untuk memperbaiki implementasi di lapangan dengan kebijakan-kebijakan yang lebih tepat. Misalnya menjalankan dana kompensasi yan sudah tercantum di undang-undang. Pembicara lain menambahkan bahwa tidak hanya sistem yang diperbaiki di lapangan tetapi juga penyelenggara pelayanan yang juga harus berbenah.

oleh Faozi Kurniawan 

 

 

 NAVIGASI REPORTASE

Hari I

Hari II

Hari III

 

 

 

Reportase Simposium 3

simposium 21

Keselamatan dan Kesehatan Kerja lalu lintas

Pembicara : Prof. Tjipto Suwandi
Judul : Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lalu Lintas

materi

Tujuan utama dari keselamatan kerja adalah meningkatkan produktifitas dan objek yang dipelajari dalam K3 hanya ada 2 yang utama yaitu : penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.

Dari penelitiaan ternyata >60% kecelakaan yang terjadi justru bukan di tempat kerja. Dan di Indonesia sekitar 19,86% angka kecelakaan lalulintas lebih tinggi dibanding Negara Denmark, jerman, Australia,china.

Dan ternyata angka kejadian kecelakaan lebih tinggi pada Negara yang rendah pemasukannya. Situasi yang menyebabkan ini adalah substandard condition seperti hujan, mengemudi malam, keslahan sendiri pada kendaraan, es, salju, kabut /asap yang mengganggu, jalan jelek, kelokan tajam, binatang yang mendadak lewat jalan, dan kebut-kebutan di jalan.

Tetapi yang paling penting dan lebih berperan adalah karena substandard act seperti :tidak focus pada saat mengemudi, ngebut pesta sampai pagi, menjelang lampu merah semakin kencang, melanggar lalulintas.

Sehingga perlu adanya manajemen lalulintas dari Dinas Perhubungan, perencanaan tata kota dan pengawasan yang lebih ketat, seperti tindakan tilang, perbaikan jalan dan rambu dan penahan kendaraan.

Kesimpulan :bahwa safety riding adalah yang utama sebagai pencegahan dalam suatu kecelakaan.

Pembicara 2 : Hanifa M. Denny, SKM, MPH, Ph.D
Judul : Implementasi k3 : Dari kampus kemasyarakat ,Untuk masyarakat yang sehat menuju SDGs 2030

materi

Penerapan budaya K3 dalam rangka membentuk masyarakat pekerja sehat sangat dibutuhkan, agar terjadi pekerja yang sehat dan aman. Budaya K3 sering disebut safety culture tapi tidak safety health culture.

Setiap kali melakukan kumpul-kumpul dikampus maka harus ada safety induction dan kursi maksimal 2-2 untuk memudahkan evakuasi jika ada bencana. metode atau kondisi dilakukan agar tidak membahayakan keselamatan kerja.

Behavior-based safety and health adalah suatu proses yang membantu pekerja mengidentifikasi dan memilih berperilaku aman. Kondisi aman dan sehat tempat kerja komponen manusia ditentukan oleh :

  • Kapabilitasfisik
  • Pengalamandan
  • Training, perlu ada ceklist perilaku yang benar dan salah

Pada K3 yang paling pentinga dalah Simple, Praktis, Promotif dan preventif serta tidak muluk-muluk sehingga yang seharusnya celaka menjadi tidak celaka.

Implementasi yang perlu dilakukan di Perguruan Tinggi :

  • Pemasangan apar,
  • Pemasangan tanda-tanda petunjuk keselamatan
  • Penerapan safety induction
  • Implementasi prosedur kerja aman

Contoh :

  1. dosen dan mahasiswa merelayout ruangan untuk memudahkan evakuasi
  2. dosen memastikan bahwa ruangan aman, sampah dibuang pada tempatnya
  3. peringatan hujan dan tangga
  4. training pada mahasiswa

Budaya yang dilakukan dan diajarkan di kampus akan membawa mereka menjadi pekerja yang paham berbudaya aman

Pembicara 3 : Yahya Thamrin, PhD
Judul : Serious Injuries among Young Workers: Students' perspectives toward Occupational Health and Safety Education

materi

Di Australia anak-anak usia 15-17 jauh lebih tinggi terjadi kecelakaan karena mereka sekolah sambil bekerja. Anak-anak diluar biasanya usia 17 tahun mereka sudah ingin hidup sendiri sehingga itu yang membuat mereka sekolah sambil bekerja. Tetapi ternyata di Indonesia usia 15-24 tahun juga tinggi angka kecelakaan kerja.

Di dapati juga bahwa lebih banyak orang-orang pendatang seperti di sekolah internasional, karena biasanya mereka membutuhkan dana lebih untuk membiayai sekolah dan hidup mereka. Sehingga dibutuhkan peran sekolah untuk murid :

  • Memberi materi safety induction di sekolah
  • Basic knowledge tentang K3
  • Diberi pemahaman untuk aman bekerja diluar sekolah.

Reportase : Bella Donna, dr. MKes

 

 

 NAVIGASI REPORTASE

Hari I

Hari II

Hari III

 

 

 

Reportase Pleno 1.1

pleno1-1

Sesi plennary pertama diisi oleh Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty yang membuka dengan menekankan 4 pilar kependudukan: pilar pertama yakni program KB dan kesehatan reproduksi, program kesehatan reproduksi remaja (KRR), program ketahanan keluarga dan penguatan pelembagaan keluarga kecil. Dalam satu dekade ke depan, Indonesia akan mengalami situasi yang disebut dengan 'bonus demografi'. Bonus demografi adalah situasi di mana proporsi penduduk usia produktif akan lebih tinggi daripada proposi penduduk non produktif, yakni yang berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun. "Bonus demografi adalah pedang bermata dua, bisa menjadi anugerah maupun musibah, anugerah akan diperoleh apabila tenaga kerjanya berkualitas, dan bencana terjadi bila kondisi sebaliknya", lanjut Surya. Terkait dengan kualitas tenaga kesehatan, beliau menekankan pentingnya pembangunan karakter melalui revoluse mental, yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno di tahun 1957 dan didengungkan oleh Presiden Joko Widodo di tahun 2014. Revolusi mental ini ingin membangun jiwa yang menjunjung tinggi etos kerja dan gotong royong, yang dapat ditumbuhkan dengan adanya komunikasi seseorang dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan Tuhan.

Terkait dengan program kesehatan, saat ini BKKBN telah menyelenggarakan program 'Kampung KB', yaitu suatu konsep miniatur pelaksanaan program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) tingkat nasional yang dilaksanakan di tingkat RW, dusun ataupun setara. Konsep kampung KB ini mengutamakan adanya keterpaduan seluruh bidang atau lintas sektor terkait. Kampung KB dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Konsep kampung KB ini telah selaras dengan program keluarga sehat yang menjadi prioritas kementerian kesehatan saat ini.

materi

Sesi plennary kedua dibawakan oleh Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Subandi Sardjoko. Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang diterapkan sebagai pengganti Millennium Development Goals menjadi strategi pembangunan kesehatan di Bappenas saat ini. Perbedaan utama antara MDGs dan SDGs adalah konsep top-down di MDGs yang berubah menjadi bottom-up di SDGs dengan melibatkan lebih banyak pihak untuk mencapai tujuannya, antara lain dari sektor bisnis dan filantropi. Sehubungan dengan ini, Bappenas menguatkan perannya untuk mengkoordinasikan semua pihak yang terlibat untuk bersinergi mencapai TPB antara lain melalui: 1) menyamakan persepsi dan membangun komitmen antara pemerintah dan parlemen, masyarakat sipil (CSO) dan media massa, filantropi dan bisnis, serta akademisi dan pakar; 2) mengembangkan prinsip kemitraan dengan penyusunan grand strategy komunikasi untuk memicu partisipasi tidak hanya dari pemerintah tetapi juga masyarakat, dan; 3) melakukan koordinasi dan fasilitasi kepada daerahdalam upaya pengarusutamaan TPB/SDGs ke dalam rencana pembangunan daerah.
Di sesi ini, Subandi menyebutkan bahwa IAKMI, sebagai ahli kesehatan masyarakat, memiliki peranan penting untuk peningkatan kapasitas, center of excellence, mendukung pemantauan-evaluasi-pelaporan, serta melaksanakan penelitian untuk menghasilkan kebijakan berbasis bukti.

Moderator menyimpulkan bahwa pendekatan keluarga yang bersifat bottom up adalah prioritas dalam kesehatan masyarakat saat ini dan merupakan kewajiban bagi para ahli kesehatan masyarakat untuk bahu-membahu mewujudkannya.

materi

reporter: Likke Prawidya Putri 

 

 

 NAVIGASI REPORTASE

Hari I

Hari II

Hari III

 

 

 

 

Reportase Hari 1 - Konas IAKMI XIII

Sambutan

Konas IAKMI Ke-XIII diselenggarakan di Makassar pada 3 – 5 November 2016. Acara ini dihadiri oleh 1300 peserta dari seluruh Indonesia. Acara diawali dengan pergelaran paduan suara mahasiswa FKM Universitas Hasanuddin yang cukup menghibur peserta sambil menanti kehadiran para pejabat membuka acara. Acara dibuka dengan tarian Paraga sebelum akhirnya para pejabat yang telah hadir secara bergantian menyampaikan sambutannya.

Ketua Umum IAKMI (dr. Adang Bachtiar, MPH, SCD, PhD)

adangdr Adang bachtiarDalam laporannya, ketua umum IAKMI menyatakan bahwa permasalahan kesehatan masyarakat merupakan permasalahan yang serius dalam upaya sektor kesehatan, khususnya dalam mendorong promkes untuk mencapai Nawacita 3. IAKMI juga adalah anggota Tim Kendali Mutu Kendali Biaya terkait JKN dan melihat tantangan pembiayaan kesehatan sebagai masalah yang krusial dalam konteks gaya hidup sehat yang belum diadopsi sepenuhnya dan biaya katastropik kesehatan masih tinggi.

video

 

 

 

 

Gubernur Sulawesi Selatan (Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, MSi, MH)

syahrulSyahrul Yasin LimpoDalam sambutannya, Gubernur Sulawesi Selatan mengharapkan agar Konas dapat membangkitkan komitmen seluruh pesertanya untuk membangun kesehatan di Indonesia. Kawasan Timur Indonesia khususnya sangat kaya akan sumber daya, 9000 pulau, 5000 sungai, 28 gunung tinggi, emas, gas, minyak dan kekayaan kehutanan dan kelautan yang luar biasa. Tetapi kekayaan itu tidak akan bisa dikelola dengan baik bila kesehatan tidak menjadi prioritas. Gubernur menyatakan bahwa pendekatan kewilayahan seharusnya menjadi arah dalam kebijakan kesehatan.

video

 

 

 

WHO Representative (Dr. Sharad Adikary)

sharadDr. Sharad AdikaryDalam sambutannya, Dr Sharad menyatakan bahwa situasi kesehatan global menunjukkan beberapa paradoks. Misalnya angka harapan hidup meningkat sejak tahun 1990-an, tetapi kematian anak di bawah lima tahun juga tinggi. Berbagai penyebab kematian semakin kompleks dengan adanya faktor globalisasi, industrialisasi, dan perubahan iklim. Hal ini mendorong berbagai upaya untuk promosi perilaku sehat, well-being, dan pencanangan Sustainable Development Goals (SDGs) untuk 15 tahun ke depan. Target-target SDGs membutuhkan perencanaan, implementasi dan pemantauan yang berkelanjutan dan sinergi dari berbagai sektor.

video