Modul 2.C.3. Lensa Etnografis

Modul 2.C.3. Lensa Etnografis

 

  Tujuan Pembelajaran
 

  1. Memahami prinsip Lensa Etnografi
  2. Memahami prinsip menjaga kualitas dalam strategi lensa etnografi

 

  Isi Modul

Pendekatan klasik dalam etnografi umumnya melibatkan masa kerja di lapangan yang panjang, imersi dalam kehidupan sehari-hari pada suatu setting melalui observasi, interaksi, berdiskusi dengan anggota dari suatu dunia sisal tertentu dan mempelajari berbagai dokumen dan artefak. Dokumentasi yang dihasilkan berupa sintesis batas impresi peneliti yang terekan dalam catatan lapangan, observasi atau data wawancara – seringkali dalam bentuk tulisan tangan, namun semakin sering dijumpai terdokumentasi dengan bantuan alat perekam.

Pendekatan etnografi klasik jarang diterapkan dalam penelitian kesehatan bukan hanya karena kendala waktu dan operasional, namun juga terkait benturan dengan pendekatan positivist dalam sebagian besar penelitian kesehatan. Meskipun demikian, berbagai variasi etnografi tradisional yang dilakukan oleh antropolog ataupun sosiolog kedokteran sesungguhnya dapat memberikan pencerahan untuk pemahaman isu kebijakan dan sistim kesehatan:

  1. Etnografi yang mengikuti kehidupan individu-individu atau kelompok-kelompok yang memiliki kondisi kesehatan tertentu telah mengembangkan pemahaman kita atas bagaimana dan mengapa mereka terhambat (atau terfasilitasi) dalam upaya mereka memanfaatkan layanan dan mengelola kondisi mereka.
  2. Etnografi yang secara eksplisit berfokus pada praktisi dan sosialisasi profesional mereka dalam sistim kesehatan memperjelas feasibilitas dari suatu intervensi sistim kesehatan yang mengasumsikan (atau merubah) hirarki profesional atau pola kerja tertentu.
  3. Etnografi yang berfokus pada organisasi mengkaji bagaimana aktifitas kerja membentuk dan mepertahankan institusi, menganalisis prosedur ideologis yang membuat proses tersebut akuntabel dan mengeksplorasi bagaimana proses kerja berhubungan dengan proses-proses sosial yang lain. Dalam konteks ini, lensa etnografi dapat menjelaskan bagaimana struktur formal organisasi dipengaruhi oleh sistim informal yang dibentuk oleh individu-individu dan kelompok-kelompok dalam organisasi.
  4. Etnografi juga dapat berfokus pada kontroversi atau perdebatan untuk memperjelas benturan antara retorika dan praktik dalam hubungan-hubungan sistim kesehatan.

Peneliti kebijakan dan sistim kesehatan dapat mengambil manfaat dari etnografi klasik untuk memahami bingkai teoritis dan konteks sosial, politis dan historis perumusan kebijakan serta kajian kritis atas bagaimana kebijakan diterjemahkan dalam sistim kesehatan lokal. Pendekatan etnografi juga dapat diaplikasikan dalam studi dengan waktu terbatas untuk menghasilkan analisis yang kaya dan mendalam akan hubungan antara kekuasaan, pengetahuan dan praktik dalam sistim kesehatan dan bagaimana upaya perubahan dapat memberikan hasil yang berbeda dalam kondisi yang berebeda . Dengan demikian lensa etnografidapat bermanfaat dalam studi yang bertujuan mengeksplorasi dan menjelaskan pengalaman-pengalaman seputar kebijakan dan sistim kesehatan.

Kualitas studi etnografi berpijak pada tiga karakteristik utama metodologis:

  1. Mengadopsi metode-metode yang terbuka, mendalam dan fleksibel untuk menangkap berbagai dimensi dan memberikan perhatian utama pada perspektif dan pengalaman responden. Beberapa peneliti secara khusus melakukan triangulasi untuk meningkatkan validitas, namun juga untuk mengeksplorasi berbagai perspektif.
  2. Analisis interpretatif, menempatkan makna suatu kebijakan dan praktik sistim kesehatan dalam konteks sosial, politik dan historis.
  3. Refleksi posisi peneliti terhadap fenomena yang dikaji, menjelaskan bagaimana posisi mereka sebagai peneliti dan observer-partisipan (dalam kasus tertentu) membentuk area minat, pertanyaan dan lensa interpretatif.

 

  Bahan belajar

Béhague&Storeng (2008) Collapsing the vertical-horizontal divide: an ethnographic study of evidence-based policymaking in maternal health.Am J Public Health.98(4):644-9.

 

 

 

 

Modul 2.C.1 Perspektif potong-lintang

Modul 2.C.1 Perspektif potong-lintang

 

  Tujuan Pembelajaran
 

  1. Memahami prinsip perspektif potong lintang
  2. Memahami prinsip menjaga kualitas dalam strategi perspektif potong lintang

 

  Isi Modul

Studi-studipotong lintang dapat bertujuan untuk mengeksplorasi, mendeskripsikan atau menjelaskan suatu fenomena pada suatu titik waktu. Karakteristik ini yang memdedakannya dengan studi longitudinal dan studi lain yang mendeskripsikan atau menganalisis perubahan seiring dengan waktu, dan studi eksperimental yang melibatkan suatu intervensi. Karena studi lintas potong pada umumnya memerlukan sumber daya yang lebih sedikit dibanding dengan strategi penelitian lain, maka strategi ini paling banyak digunakan dan dilaporkan dalam HPSR.

Studi potong lintang meliputi spektrum perspektif disiplin yang luas dan metode yang bersumber dari tradisi positivist maupun relativist. Dalam studi potong lintang, pengumpulan data dapat menggunakan metode tunggal (kuantitatif atau kualitatif) hingga mixed (kuantitatif dan kualitatif) ataupun multi—metode (misal dalam studi dimana pentahapan metode postivist dan realtivist memungkinkan triangulasi pendekatan pengumpulan data, triangulasi epistemiologis, dan juga penggunaan data sekunder). Studi potong lintang yang menggunakan mixed-method memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan studi kasus, namun tidak berarti akan selalu mengikuti prosedur analitik yang sama.

Mixed-method dalam HPSR dapat digunakan untuk memenuhi beberapa tujuan, antara lain:

  1. Dalam proses pengembangan instrumen, wawancara kualitatif dapat mendahului pengembangan instrumen kuantitatif dimana belum dijumpai instrumen yang standar ataupun dikarenakan kekhususan konteks fenomena yang dikaji menuntut pendekatan yang lebih spesifik.
  2. Survey kuantitatif dapat dilakukan untuk mendapatkan sampling frame bagi pemilihan kasus dalam suatu studi kualitatif.
  3. Untuk mengembangkan analisis dan interpretasi, beberapa studi dapat ditriangulasikan untuk menghasilkan beberapa perspektif terhadap satu pertanyaan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berbeda.

Tergantung pada tujuannya, pengumpulan data dalam penelitian mixed-method dapat bersifat konkuren ataupun sekuensial (Cresswel & Plano-Clark, 2007). Temuan dari studi tersebut dapat berupa serangkaian praktik yang terkait dan disatukan untuk menghasilkan solusi permasalahan dalam situasi yang konkrit (Denzin & Lincoln, 1998:3). Komponen-komponen studi memberikan insight yang berbeda terhadap suatu fenomena dan dipadukan untuk menjelaskan fenomena tersebut.

Sebagaimana dalam strategi-strategi penelitian lain, validitas penelitian/trustworthiness dan realibilitas sangat penting dalam stud potong lintang, baik yang berbasis positivist maupun relativist. Kepentingan tersebut terutama dalam konteks HPSR yang bertujuan untuk menjelaskan dinamika dan hubungan yang kompleks antara pelaku-pelaku dan dimensi-dimensi sistim.

Validitas studi potong lintang dapat dipengaruhi oleh (Robson, 2002:171):

  1. Deskripsi yang kurang memadai/mencukupi atas fenomena yang dikaji
  2. Interpretasi yang bermasalah dikarenakan penggunaan data yang selektif dan pemaknaan yang dipaksakan terhdap data
  3. Penjelasan dikembangkan tanpa mempertimbangkan alternatif atau fakta yang bertentangan
  4. Kegagalan dalam menggunakan konsep atau teori dari referensi yang ada

Validitas studi potong lintang dapat diperkuat dengan (Pope & Mays, 2009):

  1. Triangulasi data, observer, pendekatan metodologis dan teori
  2. Member checking (meminta responden untuk memvalidasi temuan dan hasil analisis)
  3. Deksripsi detail metode pengumpulan dan analisis data
  4. Refleksi penulis (refleksi tentang bagaimana bias pribadi ataupun intelektual dapat mempengaruhi studi dan analisis

 

  Bahan belajar

Blaauw Det al (2010) Policy interventions that attract nurses to rural areas: a multicountry discrete choice experiment. Bull World Health Organ.88(5):350-6.

 

 

 

 

Pengembangan Keterampilan Advokasi

Pengembangan Keterampilan Advokasi

 

 Pengantar

Advokasi merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif, yang bertujuan untuk mempengaruhi pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan. Proses advokasi ini sangat penting bagi para peneliti dalam mengkomunikasikan hasil kajian dan isu-isu penting, dilakukan dengan perencanaan strategis dengan target utama adalah pengambil kebijakan dan korporasi.

Advokasi bukan revolusi, namun lebih merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan piranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi yang terdapat dalam sistem yang berlaku. Keberhasilannya diperoleh bila proses dilakukan secara sistematis, terstruktur, terencana dan bertahap dengan tujuan yang jelas, untuk mempengaruhi perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik.

Keterampilan advokasi merupakan sebuah ilmu dan seni, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi tim peneliti. Peningkatan keterampilan komunikasi dapat membantu tim untuk meningkatkan kinerja, khususnya dalam melakukan advokasi.

Dalam modul ini dibahas penyelenggaraan advokasi yang direncanakan dan dilakukan dengan strategi yang tepat antara lain dengan menetapkan tujuan, fungsi dan monitoring, menentukan siapa yang akan melaksanakan, serta perlunya melakukan mengembangkan jaringan untuk melakukan advokasi.

 

  Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan dapat lebih memahami keterampilan advokasi yang diperlukan dalam penyampaian hasil penelitian kepada pemangku kepentingan dan pengambil keputusan.

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mempelajrai modul ini, peserta akan:

  1. Memahami langkah-langkah kegiatan advokasi
  2. Memahami keuntungan dari jaringan (networking) dalam kegiatan advokasi
  3. Mampu mengidentifikasi jenis kebijakan dan keterampilan advokasi yang mendukung

1. Kerangka Kerja Advokasi

  • Perencanaan

Bagian terpenting dari advokasi adalah aspek perencanaannya. Sebuah perencanaan lengkap yang kita sebut sebagai kerangka kerja (framework) advokasi yang mancakup hasil analisis kasus sesuai isu, aktivitas, dan situasi yang mempunyai peran dalam suatu advokasi. Kerangka kerja ini sangat diperlukan mengingat advokasi merupakan jalinan interaksi dari berbagai pihak, aktivitas dan situasi. Kerangka kerja advokasi terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu:

  1. Identifikasi dan memahami masalah, yang akan diangkat menjadi isu strategis. Kriteria penentuan isu strategis meliputi:
    1. masalah yang paling prioritas dirasakan oleh stakeholder lokal dan mendapat perhatian publik dikaitkan dengan hasil penelitian,
    2. masalahnya mendesak (aktual) dan sangat penting untuk diberi perhatian segera, jika tidak diatasi akan segera berakibat fatal di masa depan,
    3. relevan dengan masalah-masalah nyata dan aktual yang dihadapi oleh masyarakat (sedang hangat atau sedang menjadi perhatian masyarakat).

Daftar tolok ukur analisa isu strategis:

    1. Aktual : apakah isu ini sedang jadi pusat perhatian?
    2. Urgensi : apakah isu ini mendesak?
    3. Relevansi : apakah isu ini sesuai kebutuhan?
    4. Dampak positif : apakah isu ini sesuai dengan visi & misi kita?
    5. Kesesuaian: dapatkah konstituen kita berpartisipasi dalam isu ini?
    6. Sensitivitas: apakah isu ini aman dari dampak sampingan?
       
  1. Pemanfaatan data sebagai bahan advokasi
    Dalam tahap ini dilakukan pula pengumpulan dan analisis data untuk dapat mengidentifikasi dan memilih masalah serta dikembangkan dalam tujuan advokasi, membuat pesan, memperluas basis dukungan dan mempengaruhi pembuat kebijakan. Data hasil riset akademik yang dilakukan mendukung pelaksanaan kegiatan advokasi, terutama untuk memperoleh gambaran umum tentang situasi problematik, keadaan sarana prasarana, dan kebijakan yang berlaku termasuk kebijakan anggaran. Kegaitan advokasi juga ditunjang oleh pakar secara akademis sehingga menghasilkan daya dorong kuat karena akan bersifat mendesak kepada stakeholder (isunya terbukti merupakan kepentingan publik) sekaligus sahih secara ilmiah.
     
  2. Tentukan tujuan advokasi
    Penentuan tujuan diharapkan fokus pada satu tujuan kunci, yang merupakan pernyataan apa saja harapan yang ingin dicapai dengan melakukan advokasi, baik dalam hal kebutuhan-kebutuhan kepada pembuat kebijakan maupun hasil-hasil jangka menengah. Tujuan merupakan penyataan umum tentang apa yang diharapkan dan akan dicapai dalam jangka panjang (tiga sampai lima tahun), disusun dengan prinsip SMART: Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound
     
  3. Identifikasi target audiens
    Penentuan ini juga berkaitan dengan permasalahan yang ingin diatasi oleh komunikator melalui advokasi. Target audiens atau komunikan bisa merupakan kelompok-kelompok yang mewakili masyarakat umum ataupun yang mewakili pemuka masyarakat atau pengambil kebijakan.
    Siapa aktor kunci potensial, kita perlu melakukan analisis kepentingan mereka dan tingkat pengaruhnya. Sehingga menghasilkan matriks siapa-siapa yang mendukung, dapat diyakinkan, mungkin akan menentang, dan harus dinetralkan.
     
  4. Analisis SWOT
    Metode perencanaan strategi menggunakan analisis SWOT: Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats yang dirancang untuk membantu mengidentifikasi kekuatan internal, kelemahan organisasi atau kelompok dalam hubungannya dengan peluang dan ancaman yang ditemui dalam pelaksanaan kerja.
     
  5. Identifikasi peluang kerjasama :
    Organisasi / grup yang dapat menjadi patner:
    1. Institusi/organisasi atau individu yang memiliki komitmen terhadap tujuan yang sama
    2. Pengalaman dalam hal komunikasi (communication specialist)
  6. Peluang kerjasama ini dimaksudkan untuk membangun konstituen dalam hal mendukung keberhasilan advokasi. Semakin besar basis dukungan, semakin besar peluang keberhasilan. Kita perlu membangun aliansi dengan berbagai kelompok dan memanfaatkan berbagai media, antara lain membangun jejaring dengan organisasi melalui kegiatan-kegiatan bersama, pertemuan publik, media-media sosial, serta menggunakan jaringan berbasis internet.
     

  7. Agenda/aktivitas advokasi dan mengumpulkan/menyusun dokumen rencana strategi
    Penyusunan agenda kegiatan secara detail, terdiri:
    1. Rencana implementasi : tujuan yang akan dicapai per kegiatan, waktu pelaksanakan, melakukan apa oleh siapa, serta informasi yang mendukung
    2. Mengembangkan pesan dan memilih saluran komunikasi
    3. Anggaran kegiatan, sumber daya diperlukan untuk pengembangan dan penyebaran materi, perjalanan anggota tim peneliti untuk bertemu dengan pembuat keputusan dan menghasilkan dukungan, biaya komunikasi, dan keperluan logistik lainnya.
  • Pelaksanaan

Pelaksanaan advokasi mencakup banyak kegiatan, baik berurutan maupun serempak. Satu tujuan yang dapat diraih dengan melakukan beberapa hal secara serentak dan saling mendukung. Dalam pelaksanaannya setelah disusun kerangka kerja lengkap, kegiatan advokasi yang dapat dilakukan antara lain:

mod3-a

Berbagai pendekatan model komunikasi untuk mendefinisikan advokasi dalam mempengaruhi kebijakan publik dan masing-masing memiliki proses berbeda-beda, sebagai berikut:

  1. Legislasi, upaya yang dilakukan adalah di level legislatif dengan membangun payung hukum, misalnya legal drafting dan judicial review.
  2. Birokrasi, dilakukan untuk mengusulkan dan memperbaiki tata laksana suatu peraturan/payung hukum di level eksekutif pemerintah (melalui lobby, mediasi, audiensi, kapasitasi, dll) sehingga terjadi peningkatan pelayanan.
  3. Sosialisasi dan Mobilisasi, dilakukan untuk membangun suatu budaya (terutama budaya hukum) di masyarakat sebagai stakeholder utama (melalui pengembangan program komunikasi partisipatif, kampanye, penggalangan dukungan basis masa/networking, tekanan sosial, dll).

Gb. 1 . Proses advokasi melalui legislasi, birokrasi, sosialisasi dan mobilisasi

mod3-b

  • Evaluasi dan monitoring

Kegiatan evaluasi dan monitoring terjadi selama proses advokasi dilakukan, sebelum melaksanakan advokasi perlu ditentukan bagaimana akan memantau rencana pelaksanaannya. Dalam hal ini indikator sebagai ukuran kemajuan dan hasil yang dicapai, perlu dipersiapkan.Dapatkah kita secara realistis mengharapkan untuk membawa perubahan dalam kebijakan, program, atau dana sebagai hasil dari upaya? Secara spesifik, apa yang akan berbeda setelah selesainya kampanye advokasi? Bagaimana kita tahu bahwa situasi telah berubah?

Kegiatan advokasi yang sering kali dilakukan di lingkungan yang bergejolak. Seringkali, kita tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti setiap langkah dalam proses advokasi sesuai dengan model yang disajikan di sini. Namun demikian, pemahaman yang sistematis dari proses advokasi akan membantu advokat merencanakan dengan bijaksana, menggunakan sumber daya secara efisien, dan tetap fokus pada tujuan advokasi.

 

2. Membangun Jejaring

Jaringan komunikasi

mod3-cDalam kamus Bahasa Indonesia, jaringan komunikasi adalah sejumlah kegiatan komunikasi yang saling bertautan. Dalam jaringan komunikasi ini tidak hanya mencakup satu atau dua orang saja, namun lebih luas lagi yaitu antar kelompok/komunitas atau pun masyarakat luas. Jaringan komunikasi adalah penggambaran bagian proses komunikasi "how say to whom" (siapa berbicara kepada siapa) dalam suatu sistem sosial. Dalam menggambarkan komunikasi interpersonal, dimana terdapat pemuka-pemuka opini dan pengikut yang saling memiliki hubungan komunikasi pada suatu topik tertentu yang erjadi dalam suatu sistem sosial tertentu seperti sebuah desa, sebuah organisasi, ataupun sebuah perusahaan (Gonzales, 1993).

Kita dapat melakukan analisa terhadap jaringan berdasarkan unit analisis hubungan diantara individu-indivu. Suatu perangkat hubungan yang biasa disebut personal network. Istilah ini menunjukkan lingkaran pergaulan langsung seseorang pada suatu topik tertentu. Network seseorang dapat bervariasi tergantung pada topik yang didiskusikan, ketika individu-individu lebih sering berinterakasi satu sama lain daripada dengan individu-individu lain dalam suatu kelompok yang lebih besar, maka mereka telah membentuk sebuah klik.

Peranan jaringan komunikasi dalam proses perubahan perilaku

Dalam suatu jaringan komunikasi, terdapat pemuka-pemuka opini, yaitu orang yang mempengaruhi orang-orang lain secara teratur pada isu-isu tertentu. Karakteristik pemuka-pemuka opini ini bervariasi menurut tipe kelompok yang mereka pengaruhi. Jika pemuka opini terdapat dalam kelompok-kelompok yang bersifat inovatif, maka mereka biasanya lebih inovatif daripada anggota kelompok, meskipun pemuka opini seringkali bukan termasuk inovator yang pertama kali menerapkan inovasi. Di pihak lain, pemuka-pemuka opini dari kelompok-kelompok yang konservatif juga bersikap agak konservatif (Gonzales, 1993). Pada proses difusi, yaitu proses masuknya inovasi dalam suatu kelompok sehingga terjadi perubahan perilaku, hampir semua pemuka-pemuka opini menyokong perubahan.

Pada beberapa peranan jaringan komunikasi dalam perubahan kelompok/organisasi, seperti disampaikan di atas adanya klik yang muncul di suatu organisasi yang disebabkan adanya adanya persamaan-persamaan tertentu (karena adanya tipe homofili), seseorang dalam suatu organisasi bisa menjadi anggota dari beberapa klik. Klik yang terlalu banyak dalam suatu klompok/organisasi biasanya terjadi karena banyaknya perbedaan, dan dapat mengakibatkan perpecahan dalam suatu organisasi. Tetapi bila klik dapat diatasi maka perubahan yang positif dalam organisasi dapat dicapai.

Perkembangan jaringan seiring dengan perkembangan teknologi

Perkembangan teknologi kian pesat. Perkembangan teknologi yang signifikan menjadikan perubahan yang mulai merambah dalam tiap hal yang dijajaki dan diperdalami oleh teknologi. Perkembangan computer, sistem data, dalam hardware dan software, hingga ke perkembangan komunikasi. Dengan perkembangan demikian membuat manusia kembali beradaptasi dan menyesuaikan seiring dengan perkembangan tersebut. Teknologi pun mewabah ke jaringan informasi yang ada, sehingga menjadikan perkembangan komunikasi yang mengalami perubahan dalam pemanfaatan teknologi. Dalam perkembangan teknologi Indonesia, perkembangan teknologi dalam jaringan kian pesat dan sudah mulai terkenal hingga melekat di hati pengguna. Semakin banyak yang harus dipahami, semakin banyak yang harus diketahui dan banyak yang mengalami perubahan. Perkembangan teknologi dalam jaringan sudah dijajaki oleh para produsen ternama, bahkan sudah mengembangkan hingga memiliki jaringan tersendiri. Dengan hal seperti ini, membuat persaingan di dunia komunikasi dan teknologi semakin menarik. Tidak hanya itu, jaringan yang ada bahkan sudah bayak diakses dan mulai dikenal orang banyak tanpa dengan adanya publikasi.

Saat ini untuk melakukan suatu komunikasi sangatlah mudah karena banyak dukungan teknologi dalam berkomunikasi dengan komunitas kita ataupun masyarakat luas, teknologi memberikan kemudahan dalalm kegiatan kita sehari-hari khususnya membangun suatu jaringan komunikasi.

Kesibukan membuat kita tidak dapat berkomunikasi dengan mudah namun saat ini komunikasi tidaklah sesulit seperti waktu lampau, siapapun dapat lebih mudah berkomunikasi dengan komunitas atau keluarganya walaupun terbatasi oleh jarak yang sangat jauh. Teknologi menghilangkan kesenjangan ruang dan waktu.

Jejaring Sosial

mod3-d

Saat ini orang mulai berbicara santai mengenai net dan kemudian world wide web, mereka mulai menyadari bahwa mereka pun saling terhubung sama seperti komputer mereka. Hubungan-hubungan jelas bersifat sosial, hingga sekarang nyaris semua orang akrab dengan laman dan situs web jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, Linkedln, MySpace, DeviantART, Flickr, Friendster, Google, dan lainnya.

Social media membawa manfaat namun juga kerugian bagi penggunanya apabila tidak digunakan secara bijaksana. Nicholas dan James dalam bukunya Connected menjelaskan jejaring sosial sebagai barang indah yang rumit.

mod3-e

Gb. Jejaring. Nicholas A. Christakis & James H. Flower (2010)

Aturan dalam jejaring:

  1. Kita membentuk jejaring kita
    Manusia sengaja membuat dan merombak jejaring sosialnya sepanjang waktu, seperti tertulis dalam tipe jejaring homofili yaitu kecenderungan orang berkomunikasi dengan orang lain yang berkarakter sama. Kata homofili berarti "mencintai yang mirip".
    Memilih struktur jejaring dengan tiga cara:
    1. Berapa banyak orang yang berhubungan dengan kita
    2. Kita mempengaruhi seberapa akrab hubungan antar teman dan anggota keluarga kita
    3. Kita mengendalikan seberapa sentral diri kita dalam jejaring sosial
  2. Keragaman asal-usul sosial dan genesis dalam pilihan ini menghasilkan aneka ragam struktur jaringan dan menempatkan kita di lokasi unik dalam jaringan sosial.

  3. Jejaring kita membentuk kita
    Orang yang memiliki dan terlibat jejaring perilakunya akan dipengaruhi oleh jejaring itu sendiri. Orang yang tidak mempunyai teman akan punya kehidupan berbeda dengan orang yang mempunyai banyak teman.
     
  4. Teman mempengaruhi kita
    Dalam hal ini bukan hanya bentuk jejaring di sekeliling, namun apa yang mengalir melintasi sambungan-sambungannya. Biasanya orang mempunyai hubungan dengan berbagai bentuk dengan orang lain, dan setiap ikatan menawarkan kesempatan untuk saling mempengaruhi.
     
  5. Temannya teman mempengaruhi kita
    Dalam sebuah permainan 'pesan berantai', sebuah pesan dioper sepanjang rangkaian orang yang saling menerima dan menyampaikan. Pesan yang diterima tiap orang mengandung kesalahan yang dibuat oleh orang yang menyampaikannya. Hal ini mencerminkan bahwa orang meniru orang lain yang tidak berhubungan langsung dengannya, disebut sebagai penyebaran hiperdyadik. Sebagian hal mungkin tidak menyebar dengan cara demikian, namun lebih pada penyebaran fenomena yang lebih rumit. Misalnya jika kita akan menyuruh orang berhenti merokok tidak mungkin kita menggunakan pesan berantai, namun kita akan mengerahkan orang-orang yang tidak merokok mengerubungi seorang perokok.
     
  6. Jejaring punya kehidupan sendiri
    Sifat dan fungsi yang dimiliki dalam jejaring sosial tidak dikontrol atau disadari oleh orang-orang di dalamnya. Sifat tersebut dapat dipelajari dengan memahami dan mempelajari keseluruhan kelompok dan strukturnya, bukan mempelajari individu-individu di dalam secara tersendiri. Sifat yang dimiliki jejaring sosial ini adalah sifat emergen yaitu sifat-sifat baru yang timbul dari interaksi dan saling hubung antar bagian-bagiannya.

Berdasarkan aturan tersebut di atas secara emosional individu nilai positif yang dapat diambil antara lain adanya prinsip bahwa dukungan yang diberikan pasangan dapat banyak manfaat. Pasangan hidup saling memberi dukungan sosial dan saling menghubungkan dengan jejaring sosial yang lebih luas mencakup teman, tetangga, dan kerabat.

Cara bekerja Jaringan

Jaringan dapat dibentuk dan dimonitor melalui beberapa bentuk kegiatan, yaitu:

  1. Pertemuan tatap muka, dilakukan dengan menyelenggarakan melalui komunikasi interpersonal dengan stakeholder penting, diskusi/FGD, workshop dan seminar (diseminasi) untuk mendiskusikan hal-hal penting. Sampai saat ini bentuk kegiatan tatap muka cukup efektif karena berhadapan langsung dengan target audien yang tepat dan mendapatkan umpan balik secara langsung.
  2. Menggunakan media konvensional, melalui penyusunan opinisi, menyelenggarakan media briefing, dan broadcast (artikel, berita, opini) dengan melibatkan anggota jaringan yang akan dituju.
  3. Memanfaatkan media baru, dilakukan dengan membuat sites, email dan memanfaatkan jejaring sosial. Pada proses ini diskusi dan pembahasan dilakukan dapat secara terus menerus dengan melibatkan berbagai pihak. Metode ini cukup efektif karena mampu mengirimkan pesan ke target audiens dalam waktu yang relatif lebih cepat dan biaya yang tidak mahal.

Langkah dalam membangun jaringan

Berikut ini tips yang dapat dilakukan untuk membangun sebuah jaringan dan bagaimana meningkatkan pengelolaannya. Langkah yang dapat dilakukan meliputi:

  1. Identifikasi bidang program, tujuan dan kelompok minat untuk pengembangan jaringan
  2. Membangun hubungan melalui komunikasi yang tepat
  3. Membangun kesepakatan dengan pertemuan tatap muka antara manajemen puncak masing-masing lembaga
  4. Membahas bentuk dan mengembangkan jaringan, melalui analisis situasi
  5. Identifikasi sumber daya yang dibutuhkan
  6. Menetapkan pengukuran kinerja

Sedangkan untuk mengelola jaringan perlu dilakukan langkah monitoring dan evaluasi secara terus menerus untuk melihat keefektivitasan dan pencapaian tujuan. Untuk membangun jaringan yang bertahan lama dibutuhkan elemen esensial seperti saling menyajikan informasi terkini, saling percaya dan kebijaksanaan.

 

  Bahan Bacaan

National Association of Social Workers: Grassroots Advocacy Tools

Effective Advocacy Checklist

Children's Defense Fund: Advocacy That Works

American Planning Association: Effective Advocacy

 

 Tugas
 

  1. Identifikasi jejaring yang telah Anda miliki dan jejaring yang potensial untuk Anda. Apa minat utama mereka? Bagaimana Anda bisa mempergunakan jejaring ini untuk membantu kegiatan advokasi yang akan Anda lakukan?
  2. Buatlah sebuah rencana advokasi:
    1. Apa isu utama Anda dan tentukan sebuah tujuan advokasi
    2. Identifikasi siapa audien (primer dan sekunder) advokasi ini
    3. Identifikasi pihak pendukung dan pihak oposisi Anda, siapa yang akan dilibatkan dalam memperjuangkan kasus/isu tersebut dan sebagai apa posisi mereka dalam kasus ini?
    4. Buat pesan advokasi untuk anggota kunci dari audien target Anda, apa saja bentuk atau taktik pemanfaatan media yang bisa digunakan dan siapa saja sasaran penggunaan media tersebut?

 

Modul 2B4. Aplikasi Prinsip-Prinsip Etika Dalam Riset Kebijakan Medik

Modul 2B4. Aplikasi Prinsip-Prinsip Etika
Dalam Riset Kebijakan Medik

 

  Tujuan Pembelajaran
 

  1. Memahami prinsip-prinsip etika dalam Riset Kebijakan Medik
  2. Merumuskan upaya-upaya untuk menjaga etika dalam Riset Kebijakan Medik

 

  Isi Modul

Sebagaimana dalam penelitian-penelitian lain pada umummnya, prinsip-prinsip etika penting untuk dijaga dalam riset kebijakan medik. Meskipun fokus riset kebijakan medik berbeda dengan penelitian kesehatan lain, selalu terdapat isu kesenjangan kekuasaan antara peneliti dengan yang diteliti, sehingga ada potensi untuk perlakuan yang kurang adil atau kurang menghormati. Robson (2002) mengusulkan bahwa semua peneliti perlu mencermati sepuluh praktik dalam penelitian yang dapat dipertanyakan secara etis:

  1. Melibatkan orang tanpa persetujuan
  2. Memaksa/menekan orang untuk berpartisipasi dalam penelitian
  3. Menyembunyikan informasi mengenai esensi penelitian
  4. Mengelabui responden
  5. Mendorong responden untuk melakukan tindakan yang mengurangi rasa percaya diri
  6. Melanggar hak untuk memutuskan sendiri
  7. Memaparkan responden terhadap stress fisik ataupun mental
  8. Melanggar privasi
  9. Menahan manfaat bagi beberapa responden
  10. Memerlakukan responden secara kurang adil atau hormat

Pertanyaan-pertanyaan tersebut berlaku untuk semua penelitian kesehatan. Tantangannya lebih besar dalam konteks penelitian lintas-budaya, misalnya saat peneliti dari negara maju menjalankan riset kebijakan medik di negara berkembang (Molyneux et al 2009). Sehingga salah satu dari delapan prinsip etika yang diajukan oleh Emanuel et al (2004) untuk penelitian klinis adalah kemitraan kolaboratif antara peneliti dan sponsor dari negara maju dengan peneliti, pengambil kebijakan dan komunitas di negara berkembang. (Box 1).

Box 1. Prinsip-prinsip etika penelitian klinis di negara berkembang (Emanuel et al, 2004)

Meskipun demikian, karena memang riset kebijakan medik secara esensial berbeda dengan penelitian kedokteran, terdapat beberapa perdebatan dan tantangan etis di area ini. Molyneux et al (2009) merumuskan empat upaya sebagai berikut untuk menerjemahkan delapan prinsip di atas dalam konteks riset kebijakan dan sistim kesehatan berdasarkan pengalaman di beberapa negara. Dengan demikian, kedelapan prinsip tersebut sangat relevan untuk dicermati oleh para peneliti kebijakan medik.

Dalam riset kebijakan peneliti harus menjaga:

  • Validitas ilmiah dan trustworthiness data – melalui pelatihan yang cermat dan detail untuk semua staf peneliti, termasuk tenaga lapangan, untukmembekali mereka dengan sikap dan ketrampilan komunikasi yang diperlukan untuk menjalankan wawancara yang berkualitas dan mengatasi perbedaan kebangsaan, gender ataupun pendidikan dengan responden; Memerlakukan tenaga lapangan sebagai mitra sejati dalam penelitian, mengingat pengaruh penting mereka terhadap kualitas data.
  • Nilai sosial dan rasio risiko-manfaat penelitian – dengan secara cermat mempertimbangkan risiko dan manfaat partisipasi dalam studi baik pada tingkat individu maupun komunitas, melalui interaksi dengan berbagai pemangku kepentingan di awal penelitian dan review serta refleksi secara terus menerus selama penelitian
  • Informed consent dan respek bagi semua responden dan komunitas – dengan mengupayakan agar semua anggota tim peneliti memahami pesan-pesan utama penelitian dan dapat meminta bantuan bila menjumpai permasalahan etis yang tidak terduga; dan dapat menujukkan sikap hormat terhadap responden dalam semua interaksi dengan komunitas; dan re-negosiasi pola hubungan bila diperlukan daripada semata menekankan pada prosedur konsen formal (yang bisa jadi tidak dimungkinkan dalam riset kebijakan atau berdampak negatif pada hubungan dengan responden yang sangat diperlukan untuk pengumpulan data).
  • Review independen – dengan membantu komite etis untuk mencermati proses penelitian dan interaksi antara berbagai pelaku dalam riset kebijakan, sehingga tidak hanya menekankan pada disain studi dan instrumen.

Pada intinya "Hubungan sosial yang terjalin antara para peneliti, tim lapangan dan anggota komunitas, sangat penting untuk memenuhi aspek moral dari panduan etika" (Molyneux et al 2009). Hubungan-hubungan tersebut akan selalu penting dalam riset kebijakan medik, baik dalam konteks responden dari penyelenggara layanan medik ataupun pengambil kebijakan medik.

 

  Bahan belajar

Emanuel et al (2004) What Makes Clinical Research in Developing Countries Ethical? The Benchmarks of Ethical Research.
Journal of Infectious Diseases, 189:930–937

 

  Kegiatan Pembelajaran

Pertanyaan

Bagaimana anda akan menjaga prinsip-prinsip etika dalam penelitian anda?
Jelaskan ini di dalam proposal penelitian Anda.

 

 

 

Modul 2B3. Mengupayakan Kualitas Riset Kebijakan Medik

Modul 2B3. Mengupayakan Kualitas Riset Kebijakan Medik

 

  Tujuan Pembelajaran
 

  1. Memahami konsep kualitas dalam riset kebijakan medik
  2. Merumuskan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas dalam riset kebijakan medik

 

  Isi Modul

Secara umum kriteria-kriteria yang digunakan selama ini dalam menilai kualitas penelitian tergantung pada paradigma yang diikuti. Penelitian dengan paradigma positivist cenderung menekankan validitas dan realibilitas (diupayakan melalui disain penelitian, pengembangan instrumen dan pengumpulan data yang cermat serta analisis statistik yang sesuai), sedangkan penelitian dengan paradigma relativist mempertimbangkan trustworthiness analisis – seberapa jauh nilainya selain dalam contoh-contoh yang dipertimbangkan. Tabel 1 memaparkan kontras antara penelitian yang berbasis disain yang sudah ditetapkan (paradigma positivist) dan penelitian dengan basis disain yang fleksibel (paradigma relativist). Tabel 2 menguraikan bagaimana trustworthiness dapat diupayakan dengan memberikan informasi tentang disain penelitian, pengumpulan data serta proses analisis dan interpretasi data.

Tabel 1. Kriteria dan pertanyaan untuk meniilai kualitas penelitian (Robson, 2002)

Disain telah ditetapkan (fixed)

Disain fleksibel

Reliabilitas: apakah pengukuran variabel reliabel?

Konfirmabilitas: apakah data mengkonfirmasi temuan-temuan utama dan mengarah pada implikasi-implikasinya?

Validitas konstruk: apakah peneliti mengukur yang ingin diukur oleh peneliti?

Dependability : apakah proses penelitian logis dan terdokumentasi dengan baik

Validitas internal: apakah penelitian menunjukkan hubungan sebab-akibat secara logis?

Kredibilitas: apakah terdapat kecocokan antara pandangan responden dan rekonstruksi yang dilakukan oleh peneliti?

Validitas eksternal: apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan secara statistik?

Transferrabilitas: apakah penelitian menghasilkan insight yang dapat ditransfer ke setting lain?

Tabel 2. Proses untuk mengupayakan kualitas dalam studi kasus dan pengumpulan serta analisis data kualitatif

Prinsip

Deskripsi

Interaksi jangka panjang (prolonged engagement)

Dalam Riset Kebijakan Medik, peneliti sering harus mengandalkan wawancara yang panjang dan berulang dengan para responden, dan/atau berinteraksi berhari-hari/berminggu-minggu dalam satu setting studi kasus.

Penggunaan teori

Teori diperlukan untuk mengarahkkan seleksi sampel, pengumpulan data dan analisis, serta analisis interpretatif

Pemilihan kasus

Pemilihan purposif untuk menguji teori dan asumsi awal atau untuk mengkaji kasus yang umum atau pengecualian

Sampling

Orang, tempat, waktu, dsb, awalnya untuk meliputi sebanyak mungkin faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mereka yang dikaji (selanjutnya diperluas berdasar temuan awal). Mengumpulkan pandangan dari berbagai perspektif dan responden untuk menghindari dominasi satu pandangan

Multiple method

Menggunakan beberapa metode sekaligus untuk studi kasus

Triangulasi

Mencari pola konvergensi dengan membandingkan hasil antar bukti, antar peneliti, antar metode, dengan teori

Analisis kasus negatif

Mencari bukti yang kontradiktif terhadap penjelasan peneliti dan teori, serta mempertajamnya berdasar bukti tersebut

Peer debriefing

Review temuan dan laporan oleh peneliti lain

Validasi responden
(member checking)

Review temuan dan laporan oleh responden

Audit trail

Dokumentasi semua aktifitas yang dapat dipelajari oleh orang lain dan memaparkan secara lengkap bagaimana metode penelitian berkembang

 

Pada intinya, riset kebijakan medik selalu memerlukan pendekatan kritis yang berbasis pada empat proses utama:

  • Proses mempertanyakan dan memeriksa secara aktif selama penelitian (Thomas, 1998): mempertanyakan bagaimana dan mengapa sesuatu terjadi – tidak hanya apa yang terjadi; memeriksa jawaban pertanyaan untuk mengidentifikasi isu-isu yang perlu ditindaklanjuti untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam
  • Proses konsepsualisasi dan rekonsepsualisasi (Thomas, 1998): menggunakan ide dan teori untuk mengembangkan pemahaman awal permasalahan atau situasi yang dikaji, untuk mengarahkan pengumpulan data namun juga menggunakan data yang terkumpul untuk mempertanyakan gagasan-gagasan dan asumsi-asumsi sebelumnya dan, bila diperlukan, merevisi gagasan mengikuti perkembangan bukti yang terkumpul
  • Merumuskan penilaian interpretatif (Henning, 2004) berbasis bukti yang cukup, terutama mengenai konteks. Untuk justifikasi kesimpulan dan juga pertimbangan yang cermat terhdapat bukti kontradiktif (analisis kasus negatif) dan kajian ulang interpretasi awal oleh responden (member checking)
  • Relektifitas peneliti: mengupayakan transparansi tentang bagaimana asumsi peneliti dapat mempengaruhi interpretasi dan menguji asumsi dalam analisis (Green & Thorogood, 2009)

 

  Bahan belajar

Gilson L et al. (2011). Building the field of health policy and systems research: social science matters.
PLoS Medicine 8(8):e1001079.

 

  Kegiatan Pembelajaran

Pertanyaan

Bagaimana anda akan mengupayakan supaya penelitian anda berkualitas?
Jelaskan hal ini dalam proposal Anda pada bagian "Metode".

 

 

 

Modul 2B2. Menyusun Rancangan Riset

Modul 2B2. Menyusun Rancangan Riset

 

 Deskripsi

Setelah menetapkan fokus dan pertanyaan riset, langkah penting berikutnya adalah menyusun rancangan atau desain riset. Rancangan riset yang mendefinisikan dengan jelas dasar, latar belakang dan tujuan riset akan menentukan keberhasilan sebuah riset. Seberapa baik riset dirancang, akan secara signifikan mempengaruhi pelaksanan riset. Proses penyusunan rancangan riset seharusnya dilakukan seawal mungkin dalam proses pengembangan gagasan dan topik riset. Fokus dan pertanyaan riset perlu "diterjemahkan" dalam langkah-langkah operasional sebagai sebuah "projek" riset agar menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan. Bahasan dalam modul 2B.2 diharapkan dapat memperkaya wawasan peserta bahwasannya konteks riset sistem dan kebijakan kesehatan sangat luas dan dapat diteliti dengan berbagai rancangan riset untuk meningkatkan manfaat hasil riset.

 

  Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran modul 2B.2 tentang desain riset adalah :

  1. Peserta dapat menjelaskan dasar-dasar dilakukannya riset dan cara merancang atau menetapkan desain riset itu sendiri.
  2. Melengkapi penulisan proposal riset dengan rancangan atau desain sesuai dengan tujuan riset serta menetapkan berbagai strategi pengumpulan dan analisis data

Mengingat pelatihan ini berfokus pada kebijakan medik, maka penetapan desain yang tepat sesuai dengan tujuan risetriset ditujukan untuk meningkatkan manfaat sebesar-besarnya bagi pemangku kepentingan yang berkaitan dengan topik kebijakan medik tersebut, baik berupa rekomendasi atas sebuah kebijakan yang telah diimplementasikan atau penyiapan untuk lahirnya sebuah kebijakan baru.

 

 Isi Modul

Mendesain riset merupakan salah satu langkah awal yang harus dilakukan peneliti untuk menyusun sebuah riset. Dalam suatu sumber disebutkan bahwa mendesain riset atau membuat rancangan riset adalah menyusun rencana tentang cara mengumpulkan dan mengolah data agar sebuah riset dapat dilaksanakan dengan baik untuk mencapai tujuan. Namun demikian, merancang riset tidak hanya soal cara pengumpulan data, melainkan serangkaian langkah mulai dari penentuan tujuan riset sebagai pengarah bagi peneliti untuk membuat strategi pengumpulan dan analisis data. Selain penentuan tujuan, yang termasuk dalam lingkup rancangan riset adalah penetapan jenis riset, populasi, sampel, sampling, instrumen riset, cara pengumpulan dan pengolahan data, teknik analisis, serta cara pengambilan kesimpulan.

Kerangka rancangan riset

  1. Penetapan tujuan sebagai dasar dalam menentukan desain riset.
  2. Pertanyaan-pertanyaan tertentu yang harus dijawab
  3. Strategi pengumpulan dan analisis data
  4. Strategi sampling
  5. Teori yang digunakan dalam riset

Tujuan dalam rancangan Riset

Tujuan riset akan menentukan strategi yang akan dirancang, meliputi pengumpulan data baru dan analisis data yang tersedia. Namun demikian, tujuan riset tergantung pada paradigma pengetahuan yang digunakan oleh peneliti. Sebagaimana telah dipelajari dalam modul sebelumnya, yang dimaksud dengan paradigma adalah sudut pandang peneliti terhadap riset yang akan dilakukan. Paradigma riset tersebut terdiri dari paradigm positivist dan relativist atau pula paradigm yang berada di antaranya, yaitu Critical Realism Berdasarkan tujuannya, rancangan riset kemudian dibedakan menjadi riset yang bersifat eksploratif, deskriptif, analitik dan eksperimental, untuk setiap paradigma riset.

Paradigma Positivist:

Berdasarkan paradigma positivist, tujuan riset dibedakan dalam kelompok eksplanatori, deskriptif, dan eksploratori.

Dalam kelompok eksplanatori, tujuan riset adalah untuk memberikan eksplanasi atau penjelasan tajam tentang sebuah isu kebijakan medik yang diteliti. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan dengan eksperimen dan kuasi-eksperimen, misalnya untuk riset pre-post (sebelum dan sesudah). Analisis yang digunakan pada umumnya adalah dengan menggunakan model simple dan multiple-variable.

Sementara, dalam kelompok deskriptif, dengan tujuan riset untuk menggambarkan atau mendeskripsikan sebuah isu dan permasalahan kebijakan medik, maka pengumpulan data umumnya dilakukan dengan survei. Penyelenggaraan survei yang dimaksud adalah dengan menyebarkan kuesioner, melakukan wawancara, dan melakukan observasi langsung. Survei yang dilakukan berulang juga diperbolehkan dalam kelompok deskriptif ini untuk analisis kecenderungan (trend analysis) dalam periode waktu tertentu. Sedangkan, analisis data dapat dilakukan dengan cara analisis data sekunder (seperti data sensus dan catatan data yang telah terekam). Selain itu, analisis juga bisa dilakukan dengan analisis pendekatan kuantitatif dari berbagai sumber.

Kelompok eksploratori, sesuai dengan tujuannya untuk menggali informasi maka pada umumnya dalam bentuk survei atau pilot research.

Paradigma Relativist

Pada paradigm relativist, tujuan riset juga dapat terdiri dari riset ekplanatoris, deskriptif, dan eksploratoris.

Dalam kelompok tujuan riset ekspalanatori, pengumpulan data baru dilakukan dengan desain riset kasus dan dengan pendekatan teori Grounded (untuk membentuk atau membangun teori baru).

Rancangan riset kasus yang dimaksud dapat merupakan pendekatan longitudinal. Pendekatan longitudinal adalah riset yang dilakukan pada periode waktu tertentu, untuk melihat perubahan yang terjadi mulai awal sampai waktu yang ditentukan secara berurutan Sedangkan analisis terhadap data yang telah tersedia dapat dilakukan dengan melakukan analisis isi (content analysis) secara kualitatif, misalnya dengan analisis diskursus yang berkembang (discourse analysis) dan analisis terhadap fakta sejarah (historical analysis). (Penjelasan tentang desain riset kasus akan didapatkan lebih terinci pada modul tersendiri)

Berikutnya, untuk mencapai tujuan riset deskriptif, pengumpulan data dapat dilakukan pula dengan riset kasus atau desain etnografi dengan fokus terhadap observasi secara langsung atau tidak langsung secara tidak terstruktur. Sebagai contoh, adalah narrative inquiry dan critical ethnography.

Secara selintas, Etnografi dapat dijelaskan sebagai bentuk kajian tentang kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat-istiadat, tradisi atau kebiasaan, hukum, seni, religi, dan bahasa. Bidang kajian vang sangat berdekatan dengan etnografi adalah etnologi, yaitu kajian perbandingan tentang kebudayaan dari berbagai masyarakat atau kelompok (Richards dkk.,1985). Penjelasan lebih lanjut tetang etnografi akan diperoleh pada modul berikutnya.

Adapun untuk riset yang bersifat eksporatif pada paradigma relativist, tujuan riset dapat dicapai metoda pengumpulan data yang disesuaikan dengan desain lapangan (field design) atau desain etnografi dengan penekanan pada narasumber, sebagai contoh auto-etnografi, autobiografi, sejarah hidup seseorang. Artinya, narasumber dijadikan sebagai sumber ekplorasi dari kajian yang tengah diteliti. Pengumpulan data untuk membuat riset eksplorasi juga dapat dilakukan dengan riset kasus (sehingga menghasilkan kategorisasi dari berbagai data kajian yang baru ditemukan) dan riset dengan pendekatan kualitatif, antara lain melalui wawancara.

Strategi Riset

Strategi riset terbagi dalam dua kelompok utama berdasarkan karakteristik yang membedakan keduanya, yaitu : desain yang "tetap atau konstan" (fix) dan desain yang fleksibel (flexible) Desain yang konstan (fix design) dibangun sebelum data dikumpulkan dan berkembang selama riset dilakukan (Robson, 2002). Data yang dikumpulkan biasanya berupa angka sehingga pengolahannya menggunakan pendekatan kuantitatif. Sementara, yang dimaksud karakteristik fleksibel dalam metode riset adalah desain riset yang lebih "bebas, tidak kaku, dapat berubah", dan dapat mulai disusun pada saat data dikumpulkan, tergantung pada data yang berhasil dikumpulkan. Biasanya data bukan berupa angka sehingga proses analisis dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Namun pada strategi fleksibel pun, data kuantitatif juga dapat digunakan sehingga riset berkembang menjadi riset multi-method.

Berdasarkan tipe desain riset yang menyeluruh, fix dan flexible design sama-sama dapat menggunakan metode pengumpulan data primer dan sekunder. Pada fix design, pengumpulan data primer dilakukan dengan pendekatan eksperimen yang secara umum lebih mengarah pada quasi eksperimental dan bukan eksperimen penuh. Bentuk pertanyaan riset pada kedua strategi inipun berbeda. Pada fix design, bentuk pertanyaan riset misalnya adalah : apa dampak dari sebuah kebijakan, serta mengapa dan bagaimana kebijakan dapat berdanpak, dengan sebuah catatan bahwa peneliti memiliki "kontrol" terhadap kejadian atau pelaksanaan kebijakan tersebut serta memiliki pengetahuan dan data "riil" dengan keterlibatan dalam mekanisme yang berlangsung, sehingga gambaran " Apa" yang ingin diketahui pun menjadi lebih definitif, meliputi ,misalnya, gambaran berapa banyak, siapa, dan dimana.

Pada flexible design bentuk pertanyaan risetnya akan lebih mengarah pada "bagaimana" dan "mengapa", dan peneliti hanya memiliki sedikit kontrol terhadap kejadian juga informasi atau data serta keterlibatan yang relatif lebih terbatas pada mekanisme riil yang berlangsung. Contoh metode pengumpulan data yang sering digunakan pada fix design adalah Interview terstruktur dan semi terstruktur (termasuk pertanyaan open ended), melakukan perekaman data atau informasi dan mereviewnya secara berkala. Sedangkan flexible design. Lazim dilakukan dengan wawancara mendalam atau diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion), selain observasi, dan juga telaah dokumen. Prinsip sampling dalam menetapkan sampel serta analisis dan interpretasi data dari kedua strategi ini juga menunjukkan perbedaan.

Metode Gabungan (Mix method):

Selain fix dan flexible design, terdapat pula metode riset gabungan yang memadukan kedua desain tersebut. Mix Method risetes mengkombinasikan elemen-elemen pada fix design dan flexible design" untuk memperluas ruang lingkup dan kedalaman sudut pandang yang dibentuk (Sandelowski,2000).

Beberapa manfaat penggunaan metode gabungan pada riset kebijakan medik adalah sebagai berikut:

•  Untuk menangkap dimensi berbeda dari fenomena utama pada fokus riset
•  Menggunakan kombinasi sampling, pengumpulan data dan teknik analisis data untuk tujuan triangulasi,
•  Mengelaborasi hasil melalui data analisis yang lebih lengkap,
•  Mengembangkan riset dengan memperkaya identifikasi sampling, pengumpulan data dan analisis data

Riset dengan metode gabungan dapat digunakan antara lain untuk sebuah riset intensif skala kecil, dengan pendekatan kualitatif terlebih dahulu agar diperoleh pemahaman mendetil tentang fenomena yang ada. Kemudian dapat diikuti dengan survei terstruktur dalam skala lebih besar untuk membangun pemahaman yang lebih luas dari fenomena yang telah diperoleh secara kualitatif dan detil pada riset awal. Atau dapat pula dilakukan sebaliknya, survei awal terstruktur dengan pendekatan random sampling dilakukan lebih dulu untuk mendapatkan pengetahuan tentang fenomena yang ada pada populasi responden. Metode ini menyediakan dara dasar untuk penggalian lebih lanjut melalui purposive sampling dari populasi yang sama, sehingga didapatkan penggalian lebih mendetil dan pemahaman lebih mendalam dari hasil survei awal.

Apapun pendekatan yang digunakan, metode riset gabungan atau campuran berfokus pada fenomena khusus dan manfaat dari kombinasi metode untuk mencapai tujuan riset, Metode gabungan atau campuran ini dapat pula dilakukan dengan mengkombinasikan analisis data dan mengintepretasikan kumpulan hasil riset yang berbeda atau dengan merubah tipe data agar dapat dilakukan analisis statistik daru data kualitatif, misalnya.

Menyusun kerangka teori dalam menginformasikan kebijakan

Dengan kompleksnya fenomena dalam riset sistem kebijakan medik,, teori berperan penting dalam penetapan berbagai rancangan dan desain riset dalam sebuah riset (fix design, flexible design, mix method,ataupun pada fokus dan tujuan riset yang berbeda-beda, apakah implementasi. atau evaluasi kebijakan, analysis of policy atau analysis for policy). Dalam riset evaluasi sebagai contoh ada perkembangan pengetahuam mengenai theory driven inquiry yang bertujuan untuk menelusuri kausalitas yang kompleks (de Savigny & Adam,2009)

Fungsi Kerangka Teori Kebijakan

Modul ini juga membahas fungsi kerangka teori kebijakan. Sejumlah teori dapat ditangkap dari sebuah kerangka berfikir yang menawarkan penjelasan dan prediksi tentang perilaku, atau outcome yang secara sederhana mengidentifikasi elemen hubungan yang relevan. Kerangka berpikir untuk mengarahkan desain riset dapat dibangun dengan menelaah berbagai bukti empirik yang relevan serta literatur teoritis. Terlebih lagi sebuah kerangka konseptual dapat ditinjau ulang pada saat berlangsungnya analisis data temuan, atau dalam bentuk lain kerangka konsep dapat dibangun sebagai hasil dari proses analisis data.

Oleh karena itu riset kebijakan medik tidak terpaku pada pembentukan bukti empiris dalam menyediakan informasi kepada pengambil kebijakan, namun lebih pada mengkombinasikan riset empiris dan teoritis atau mengutamakan teori namun tetap memelihara relevansinya. Kombinasi riset empiris dan teoritis membantu memahami norma, nilai, budaya atau tradisi yang mempengaruhi pembuatan kebijakan dalam sistem kesehatan, termasuk berbagai konteks khusus lainnya dalam kebijakan. (Riewpaiboon, et,al, 2005; Seikh and Porter. 2010). Kombinasi ini diharapkan memberi ruang yang lebih luas untuk mengetahui dan menganalisis pola hubungan dan pengaruh antar waktu dari perubahan kebijakan pada tingkat lokal, nasional maupun global .(Walt, Lush & Ogden, 2004).

Theory Driven Evaluation juga menjadi bahasan dalam bagian ini, untuk mendukung riset yang menjelaskan bagaimana kebijakan baru dan intervensinya mempengaruhi operasionalisasi sistem medik (Marchal, Dedzo & Kegels, 2010) Kombinasi riset teoritis dan empiris juga dapat membangun pemikiran tentang bagaimana mempengaruhi agenda kebijakan (Shiffman, 2007: Advocacy in agenda setting) atau mengelola perubahan kebijakan (Walker & Zgilson, 2004; managing front line providers acting as street level bureaucrats).

Riset teoritis dapat membimbing pada cara baru dalam menggambarkan kompleksitas sistem kesehatan atau apakah pengaruhnya pada kinerja kebijakan serta dapat pula mengantarkan pada pemahaman tentang faktor pemicu bagi aktor dalam pengambilan kebijakan.

Dengan upaya tersebut riset kebijakan medik memberikan informasi kebijakan dengan memperluas pemahaman tentang apakah yang tercakup dalam upaya penguatan sistem dan kebijakan kesehatan sebagai dasar identifikasi fokus, pertanyaan an berikutnya rancangan riset.

 

 Bahan belajar

Charmaz, Kathy (2006) Constucting Grounded Theory: A practical Guide trough Qualitative Analysis. SAGE Published Ltd. California

Congdon, Justin.D, Dunham, Arthur E. 1999. Defining the Beginning: The Importance of Research Design. IUCN/SSC Marine Turtle Specialist Group Publication No. 4, 1999. http://mtsg.files.wordpress.com/2010/07/14-defining-the-beginning.pdf

Gilson Lucy. Health Policy and Systems Research: A Methodology Reader. WHO. 2012.

Buku ini dapat di download dari website WHO.

Robson C (2002). Real world research: a resource for social scientists and practitioner-researchers, 2nd ed. Oxford, Blackwell Publishing.

 

 Kegiatan pembelajaran

Di dalam proposal Anda pada bagian metode riset, silakan periksa:

  1. Telah sesuaikah rancangan atau desain riset sesuai dengan tujuan riset dalam proposal riset yang anda ajukan? Bagaimana hubungan ini dinyatakan?
  2. Berikutnya, telah selaras dan sesuaikah dasar riset anda (permasalahan, paradigma yang digunakan dalam memandang permasalahan, fokus atau pertanyaan riset dan tujuan) dengan strategi pengumpulan dan analisis data riset?

 

 

 

 

Penyusunan proposal penelitian yang sesuai dengan parameter donor

Penyusunan proposal penelitian yang
sesuai dengan parameter donor

 

Biasanya request for proposal (RFP) mendetilkan ekspektasi dan parameter penilaian yang akan digunakan para donor untuk menentukan apakah sebuah proposal berkualitas tinggi atau tidak.

Sebagian proposal yang masuk biasanya akan di short list, atau diikutsertakan ke dalam penilaian tahap selanjutnya. Sementara, sebagian proposal akan dinilai tidak memenuhi kriteria minimum dan akan gagal di tahap awal.

Beberapa parameter yang sangat menentukan keberhasilan sebuah proposal adalah:

Kualitas Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian merupakan "nyawa" sebuah proposal riset. Mengajukan pertanyaan yang tepat adalah kunci awal keberhasilan sebuah riset. Beberapa check list yang perlu diingat dalam membuat sebuat pertayaan penelitian adalah:

  • Apakah pertanyaan penelitian ini dapat dijawab?
  • Pertanyaan penelitian merupakan isu yang penting untuk diteliti dan belum pernah diteliti sebelumnya
  • Pertanyaan penelitian ini memiliki poin tambahan yang akan menarik bagi donor

Check list di atas dapat dijawab setelah mempelajari RFP secara mendalam. Contoh RFP dapat diunduh dari modul ini.

Misalnya, dalam RFP mengenai "Implementation Research Platform", WHO menyatakan bahwa bidang penelitian yang menarik untuk RFP ini adalah:

m3

Terlihat dari keterangan di atas, bahwa penelitian yang dicari adalah implementation research, yang berbeda dari penelitian atau riset klasik. Maka dari itu, pertanyaan penelitian harus dibuat sesuai dengan permintaan dan spesifik akan mengatasi peningkatan intervensi untuk pencapaian MDG 4 dan 5.

Disain Metode Penelitian

Metode penelitian, seperti dalam penelitian yang bagus, harus bisa menjawab pertanyaan penelitian dan menggunakan metode yang jelas.
Kedua bagian ini (Pertanyaan Penelitian dan Metode) berhubungan erat dan para penilai proposal akan melihat bagaimana metode penelitian dapat menjawab semua pertanyaan penelitian dan apakah metode ini bisa dilakukan dalam time frame yang diberikan.

Background & Rationale

Bagian ini adalah tempat yang tepat untuk menunjukkan apakah para pembuat proposal menguasai konteks lokal dan global serta merupakan ahli di bidang yang akan diteliti.

Bagian ini juga penting untuk menunjukkan:

  1. Konteks lokal yang dapat mengantarkan ke permasalahan penelitian
  2. Penelitian sebelumnya dan di mana gap pengetahuan akan dijawab oleh proposal ini

Rencana Analisa Data

Tentunya, bagian ini menunjukkan seberapa canggih dan tepat analisa yang akan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Bagian ini juga biasanya mencakup jenis dan manajemen data yang akan dilakukan oleh calon peneliti. Para penilai proposal akan melihat kemampuan analisa dan statistik (apabila merupakan penelitian kuantitatif) yang ditawarkan oleh proposal tersebut.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis bagian ini adalah:

  1. Analisa data harus dihubungkan dengan semua pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian. Pastikan bahwa setiap tujuan penelitian dapat dengan jelas tercapai melalui analisa yang ditulis di dalam proposal
  2. Terkadang penulis tidak menjelaskan dengan detail analisa data yang cukup kompleks. Perlu diingat bahwa penilai proposal bisa jadi bukan ahli di bidang tersebut, jadi metoda analisa perlu dijelaskan dengan cukup sederhana namun komprehensif
  3. Analisa kualitatif juga harus dijelaskan dengan rinci, bagaimana data akan dioleh, termasuk jenis analisa tematik apa saja yang akan dilakukan

Ethical Consideration

Bagian ini merupakan bagian yang juga perlu ditulis dengan baik, karena donor sangat mencermati bagian etik ini. Bagian etik ini perlu mengacu pada, misalnya, apakah akan ada data yang bersifat sensitif dan bagaimana peneliti akan menjaga kerahasiaan data serta subyek penelitian.
Bagian ini juga merupakan tempat untuk menunjukkan rencana pengajuan peninjauan etika penelitian di institusi peneliti.

Manajemen Proyek & Timeline

Bagian ini menunjukkan sebaik apa para peneliti akan mengatur proyek penelitian ini dan bagaimana ketepatan waktu yang direncanakan di dalam proposal. Timeline dapat berupa tabel timeline atau berupa grafik yang menjelaskan secara detail semua langkah yang akan dilakukan selama penelitian berlangsung.

Timeline atau waktu pelaksanaan setiap langkah penelitian harus masuk akal. Misalnya, waktu pengumpulan data yang melibatkan banyak pihak bisa jadi membutuhkan waktu lebih panjang, sementara desk review tidak terlalu lama.

Contoh yang menunjukkan timeline yang kurang tepat:

  1. Data collection kualitatif ke 400 responden masing-masing di 5 kabupaten= 2 minggu
  2. Desk review dokumen = 2 bulan

Waktu untuk data collection panahkkterlalu singkat dan terlihat tidak mungkin dapat dilakukan
Waktu untuk desk review panahkkterlalu panjang, kecuali diberi keterangan bahwa desk review ini akan melihat banyak dokumen dan merupakan inti dari penelitian tersebut

Kapasitas Tim Peneliti & Pembagian Kerja

Di bagian ini, penulis proposal perlu mencantumkan keahlian tim yang akan melaksanakan proyek tersebut. Kapasitas tim harus dapat memenuhi semua langkah penelitian, mulai dari pengumpulan data, analisa data serta penulisan laporan dan diseminasi hasil penelitian.

Bagian ini juga menjelaskan apa saja yang akan dilakukan masing-masing anggota tim peneliti dan bagaimana pembagian kerja yang akan dilaksanakan.

Contoh bagian Kapasitas Tim Peneliti / Team Capacity & Responsibilities dapat diunduh dari modul ini sebagai rujukan.

Penulisan Bahasa Inggris dan Format

Apabila proposal akan dikirimkan ke donor internasional, maka penulisan menggunakan Bahasa Inggris sangat perlu diperhatikan. Kesalahan eja dan grammar dapat mengurangi kejelasan proposal serta mengurangi keseluruhan penilaian terhadap proposal tersebut.

Apabila dibutuhkan, institusi yang mengeluarkan proposal tersebut dapat meminta editor profesional yang akan memeriksa ulang penulisan bahasa serta format proposal.

Penugasan:

  1. Buatlah dua paragraf (maksimal 250 kata) yang dapat menjelaskan bagian Goal & Objectives berdasarkan RFP dari WHO mengenai Implementation Research Platform, dalam bahasa Inggris
  2. Buatlah draft timeline untuk sebuah penelitian mengenai evaluasi Jampersal (atau jenis pembiayaan kesehatan lainnya) yang akan berlangsung selama 12 bulan. Buatlah timeline ini dalam bentuk grafik dan tabel

 

 

Modul 2B1. Identifikasi fokus dan pertanyaan penelitian

Modul 2B1. Identifikasi fokus dan pertanyaan penelitian

 

 Deskripsi

Dalam pengembangan suatu studi HPSR terdapat empat langkah penting yang harus dilakukan oleh semua peneliti:

  1. Mengidentifikasi fokus dan pertanyaan penelitian
  2. Membuat rancangan penelitian
  3. Menjaga kualitas penelitian
  4. Menerapkan prinsip-prinsip etika

Dalam menilai kualitas dari suatu studi HPSR empiris, kesemua langkah diatas harus dipertimbangkan. Modul 2B1 akan menjabarkan langkah pertama: identifikasi fokus dan pertanyaan penelitian

 

  Tujuan pembelajaran Modul 2B.1.

Mempelajari modul 2B.1 menjadi sangat penting bagi peserta untuk :

  1. Membantu mempertajam identifikasi permasalahan dan fokus penelitian pada latar belakang proposal penelitian.
  2. Menyusun pertanyaan penelitian

Setelah mempelajari Modul 2B.1 ini diharapkan para peserta dapat melanjutkan proses penulisan yang telah diawali sebelumnya (bab pendahuluan dari modul pertama). Pada tahap ini, proposal penelitian diharapkan menjadi lebih lengkap dan menunjukkan arah dan tujuan yang jelas.

 

 Isi Modul

Proses pengembangan studi HPSR dimulai dengan identifikasi topik yang akan menjadi fokus – masalah yang akan dikaji – dan pertanyaan-pertanyaan terkait. Hal ini dikarenakan setidaknya dua alasan:

  1. Keunikan HPSR terletak pada topik atau pertanyaan yang dikaji, bukan pada perspektif disiplin tertentu ataupun metode pengumpulan dan analisis data tertentu
  2. HPSR selalu diupayakan relevan untuk kebijakan dan mempengaruhi keputusan pihak-pihak yang berperan dalam menentukan arah kebijakan dalam sistim kesehatan. Relevansi untuk kebijakan merupakan salah satu kriteria utama penilaian etika suatu studi HPSR (Henning, 2004).

Secara praktis, identifikasi topik dan pertanyaan penelitian studi HPSR disarankan meliputi:

  1. Networking dengan pelaku kebijakan dan peneliti-peneliti lain
  2. Berpikir kreatif untuk menemukan area-area baru atau pendekatan-pendekatan baru
  3. Eksplorasi teori dan pemahaman-pemahaman konseptual yang relevan untik HPSR
  4. Melalukan tinjauan pustaka untuk mengidentifikasi publikasi dan hasil penelitian yang relevan

Pada akhirnya prinsip pragmatism akan sangat penting dalam menentukan pertanyaan penelitian. Penelitian harus feasible, sesuai dengan waktu dan sumber daya yang tersedia (Varkevisser, Pathmanathan & Brownlee, 2003).

Berinteraksi dengan pelaku kebijakan dan peneliti lain memastikan bahwa topik dan pertanyaan penelitian benar-benar relevan bagi kebijakan. Kedua kelompok tersebut, melalui pengalaman di berbagai setting, memiliki pemahaman akan tantangan dan peluang yang dihadapi sistim kesehatan. Networking juga dapat menstimulasi berpikir secara kreatif. Selain itu, explorasi pemahaman konseptual dan teori dapat memfasilitasi identifikasi area baru yang jarang dipertimbangkan sebelumnya, atau cara baru untuk meneliti suatu topik yang pernah diteliti sebelumnya.

Tinjauan pustaka sangat diperlukan dalam HPSR untuk mengetahui penelitian-peneltian relevan apa yang telah dilakukan sebelumnya untuk menghindari duplikasi dan menegmbangkan penelitian lebih lanjut. Kajian pustaka yang sistimatis atas penelitian-penelitian yang telah dilakukan di settinglain sangat diperlukan, meskipun peneliti yang bersangkutan memiliki pemahaman yang cukup baik atas setting penelitian yang akan dilakukan.

Tantangan-tantangan utama

  1. Membingkai pertanyaan HPSR yang bermanfaat dan relevan bagi kebijakan melalui networking dengan pengguna hasil penelitian. Jenis topik dan pertanyaan yang dianggap penting akan bervariasi antar pelaku kebijakan, tergantung pada peran dan tanggung jawab mereka dalam sistim kesehatan. Pengelola program misalnya sering lebih tertarik pada penelitian mengenai bagaimana memperkuat programm tertentu dan kurang berminat terhadap komponen ataupun fungsi-fungsi umum dalam sistim kesehatan. Dengan demikian Peneliti HPSR harus memperhatikan batasan yang kabur antara HPSR dan manajemen program dengan implikasi membantu pengelola program untuk melakukan riset operasional atau mengidentifikasi ranah yang lebih sistemik atas pertanyaan penelitian yang diidentifikasi.
  2. Mengidentifikasi pertanyaan penelitian yang relevan bagi berbagai pelaku kebijakan sekaligus berkontribusi terhadap pengembangan ilmu. Peneliti HPSR dapat mengupayakan relevansi bagi berbagai pelaku kebijakan melalui berbagai cara. Misal, bagaimana suatu kajian untuk memperpendek waktu tunggu di apotik rumah sakit dikembangkan menjadi kajian yang relevan bagi kementerian kesehatan untuk memperpendek waktu tunggu di semua rumah sakit. Peneliti HPSR juga dapat mempertimbangkan bagaimana sebuah kajian dalam konteks program tertentu dapat menghasilkan pembelajaran dalam kebijakan dan sistim kesehatan yang bermanfaat bagi program-program lain.

Identifikasi tujuan penelitian

Peneliti HPSR dalam mengembangkan pertanyaan oenelitian sebaiknya juga mempertimbangkan tujuan penelitian secara umum, terutama terkait dengan:

  1. Apa yang ingin dicapai? Mengapa diteliti?
  2. Bagi siapa penelitian akan bermanfaat
  3. Bagaimana penelitian akan bermanfaat
  4. Bagaimana penelitian akan berkontribusi bbagi pengembangan ilmu

Seiring dengan proses pengembangan pertanyaan penelitian, empat aspek berikut sebaiknya dipertimbangkan:

  1. Kebijakan tertentu atau keseluruhan area. Apakah penelitian akan fokus pada kebijakan terterntu dan mendukung implementasinya atau mengkaji keseluruhan area sehingga mengembangkan pengetahuan atas fungsi-fungsi utama dalan sistim kesehatan
  2. Normatif/evaluatif (menyangkut penilaian berbasis norma tertentu) atau deskriptif/eksplanatori
  3. Analisis tentang kebijakan atau analisis untuk kebijakan
  4. Tujuan utama penelitian untuk pengembangan ilmu atau melakukan perubahan

Tujuan penelitian semestinya mencerminkan tingkat pengetahuan atas suatu topik. Penelitian eksploratif sangat penting saat pengetahuan akan suatu topik masih sangat terbatas atau saat teori mennunjukkan cara baru untuk mengkaji dan memahaminya; penelitian deskriptif memerlukan pengetahuan yang cukup ekstensif atas sitausi yang dikaji untuk dapat menentukan apa yang bermanfaat untuk diteliti. Pada kenyataannya, peneliti HPSR sering memiliki lebih dari satu tujuan sekaligus.

Multidisiplin dalam HPSR

Dalam HPSR berbagai perspektif disiplin dapat meghasilkan pertanyaan penelitian yang berbeda atas topik yang sama sehingga menghasilkan pemahaman-pemahaman yang relevan dan bervariasi atas suatu topik kajian. Dengan demikian peneliti HPSR sebaiknya mempertimbangkan bagaimana dapat memberdayakan berbagai perspektif disiplin dalam meneliti suatu topik.

Finalisasi pertanyaan penelitian

  1. Pada akhirnya, penelitian yang baik memiliki ciri sebagai berikut (Robson, 2002)
  2. Jelas – tidak membingungkan dan mudah dipahami
  3. Spesifik – memperjelas jawaban seperti apa yang diharapkan
  4. Dapat dijawab – mengindikasikan jenis data yang diperlukan dan bagaimana mengumpulkannya
  5. Saling terkait – serangakian pertanyaan saling berhubungan secara bermakna dan koheren
  6. Relevan secara substantif – pertanyaan yang diajukan layak untuk diupayakan dengan investasi waktu dan tenaga yang dibutuhkan.

 

 Bahan belajar

Sheikh K et al. (2011). Building the field of health policy and systems research: framing the questions. PLoS Medicine 8(8):e1001073.

Varkevisser CM, Pathmanathan I, Brownlee A (2003). Parsons W (1995). Public policy: an introduction to Designing and conducting health systems research the theory and practice of policy analysis. Aldershot, projects: Volume 1: proposal development and fieldwork Edward Elgar. [e-book]. Amsterdam, KIT Publishers, International Development Research Centre

 

 Kegiatan pembelajaran

Dalam proposal penelitian anda, mohon:

  1. Periksa kembali di bagian perumusan masalah, apakah anda telah membuat pertanyaan penelitian yang baik sesuai dengan apa yang telah diuraikan dalam modul ini
  2. Kembangkan fokus dan pertanyaan penelitian dengan mempertimbangan perspektif berbagai disiplin ilmu
  3. Buatlah sebuah tinjauan pustaka singkat sebagai dasar dalam menetapkan fokus dan pertanyaan penelitian anda.