Program JKN: FKTP Tak Aktif, Kapitasi akan Dikurangi

24oktJAKARTA (Suara Karya): Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) seperti Puskesmas, klinik pratama dan dokter praktek perorangan wajib harus aktif melakukan kegiatan yang bersifat promotif dan preventif. Jika tidak, besaran kapitasi akan dikurangi.

"FKTP harus melakukan kegiatan yang mendorong orang untuk hidup sehat. Kegiatan itu sedikitnya diikuti separo dari peserta yang terdaftar," kata Dirut Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fachmi Idris disela acara "Jambore Pelayanan Primer 2016", di Jakarta, Jumat (21/10).

Seperti diketahui, sistem pembayaran dalam program JKN yaitu FKTP mendapat dana kapitasi. Kapitasi dibayar BPJS Kesehatan mengacu beberapa hal, antara lain, jumlah dokter yang bertugas, sarana dan prasarana serta jumlah peserta yang terdaftar.

Untuk klinik pratama atau dokter praktek perorangan, satu orang peserta dihitung satu bulan besaran kapitasinya maksimal Rp 8 ribu sampai Rp 10 ribu, sedangkan Puskesmas Rp6 ribu. Biasanya setiap FKTP mendapat 5 ribu peserta terdaftar.

"Selama ini, setiap bulan BPJS Kesehatan membayar kapitasi kepada setiap FKTP, tetapi belum ada pengukuran terhadap efektifitas penggunaannya," kata Fachmi.

Untuk memenuhi tingkat efektifitas penggunaan kapitasi tersebut, Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan sejak awal bulan September menerapkan pembayaran dengan model Kapitasi Berbasis Komitmen (KBK) dalam pelayanan.

"Penerapan KBK menjadi indikator kinerja yang berdampak pada hasil dan ditetapkan pola reward dan konsekuensi atas pemenuhan komitmen pelayanan atau kinerja FKTP," kata Fachmi.

Ditambahkan, jika kinerja FKTP optimal, maka tarif kapitasi dapat dicapai maksimal. Ini akan akan sangat dinamis sesuai pemenuhan komitmen pelayanan atau pencapaian kinerja berdasarkan indikator KBK.

Karena itu dibutuhkan komitmen pelayanan oleh FKTP, yang berdampak kepada tarif kapitasi yang disesuaikan dengan hasil komitmen tersebut. Bila sudah maksimal dapat diberikan reward peningkatan kompetensi sesuai kebutuhan FKTP tersebut.

Sebaliknya bila tidak memenuhi komitmen pelayanan, konsekuensinya adalah pengurangan kapitasi."Yang melaksanakan komitmennya dengan baik akan mendapat kapitasi penuh. Sebaliknya bila tidak dipenuhi, konsekuensinya kapitasi dikurangi," kata Fachmi.

Ada tiga indikator penilaian komitmen pelayanan tersebut, yaitu angka kontak komunikasi antara dokter dengan peserta terdaftar, rasio rujukan rawat jalan non spesialis, dan rasio peserta Program Pengelolaan Penyakit Kronis atau Prolanins rutin berkunjung ke FKTP.

Lalu ada indikator tambahan berupa rasio kunjungan rumah (home visit). Penerapan pembayaran KBK sudah mulai dilakukan sesuai dengan Surat Edaran Bersama (SEB) Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan Nomor HK.03.03/IV/053/2016 dan Nomor 1/2016 tentang Pelaksanaan dan Pemantauan Penerapan Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan pada FKTP. (TW)

Kualitas Kesehatan Di Indonesia: Hari Dokter Nasional

Kualitas Kesehatan Di Indonesia: Hari Dokter Nasional Setiap individu di dunia pasti memiliki aspek yang dianggapnya spesial. Begitu juga dengan dokter ia juga memiliki hari spesial yang biasa disebut dengan Hari Dokter Nasional, itu menjadi momen yang paling membahagiakan dan juga tidak terlupakan bagi para dokter.

Hari Dokter Nasional ini biasanya hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja, tepatnya pada kalangan para dokter, dan perayan itu biasanya juga cuma dilakukan oleh organisasi-organisasi dibidang kesehatan di Indonesia (karena termasuk ke dalam peringatan nasional, bukannya internasional). Tapi hal itu tidak mejadikan pihak lain selain para dokter tersebut dirasa perlu untuk mengetahui adanya hari ini, padahal sebenarnya perlu untuk kita ketahui, agar kita bisa untuk lebih kritis dalam memperhatiakn kesehatan yang ada Di Indonesia.

Perayaan hari dokter ini jatuh pada tanggal 24 Oktober. Pada awal mula dibentuknya peringatan hari dokter ini terjadi atau disahkan pada 24 Oktober 1950 silam, dan semenjak saat itu belum ada acara khusus yang memperingati hari tersebut, itulah sebabnya kenapa Hari Dokter nasionak menjadi kurang dikenal oleh masyarakat luas.

Sebenarnya Hari Dokter Nasional ini memiliki peran cukup penting bagi kesehatan di Indonesia , karena seharusnya para dokter dihari ini mulai merefleksikan kerjanya selama ini sebagai seoarang dokter, apakha sudah cukup bertanggung jawab atau masih kurang. dan apakah IDN ini sudah cukup tua ini sudah memberikan pelayana terbaiknya untuk kesehatan masyarakat Indonesia.

Untuk saat ini setelah kita amati bersama tentang kondisi kesehatan di Indonesia, apakah sudah cukup baik? untuk menjawab baik sepertinya belum siap, tapi untuk mengatakan tidak baik juga tidaj bisa, dikarenakan mengingat kondisi kesehatan di Indonesia yakni maasih kurang karena masih ada beberapa kalangan di negara ini yang masih bisa mendapatkan pengobatan secara layak dan baik. Tapi kini sudah berbagai usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan mereka mulai menjukkan kepeduliannya kepada masyarakat demi memajukan kesejahteraan di Indonesia.

Usaha tersebut bisa dilihat bagaimana pemerinta sudah mulai memberikan pengobatan kepada masyarakat miskin, dan juga sudah mulai meningkatkan kualitas teknologi kesehatan. Kemajuan teknologi kesehatan yang terjadi di Indonesia memang masih belum semaju dan secanggih teknologi di negara lainnya seperti di Jepang, atau Singapura, jadi tidak heran jika beberapa masyakat lebih memilih untuk melarikan pasiennya ke luar negeri.

http://www.trentekno.com/

 

DKI waspadai ancaman kesehatan mental

DKI Jakarta mewaspadai ancaman kesehatan mental, karena kini terdapat 2.677 orang psikotik atau gangguan jiwa yang berada di Panti Sosial Bina Laras milik Dinas Sosial DKI Jakarta.

Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Masrokhan mengatakan, jumlah tersebut baru yang berada di panti, belum termasuk psikotik yang berada di lingkungan keluarga atau pun di tempat lainnya.

Ia berpendapat, tingginya tekanan hidup di Jakarta membuat warganya lebih rentan terhadap ancaman kesehatan mental. "Untuk mengatasi tingginya prevalensi psikotik kami mengembangkan Laboratory Scientist yang berfungsi sebagai wahana untuk mengkolaborasi metode penanganan para penyandang disabilitas secara komprehensif," ujar Masrokhan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (19/10).

Dalam Laboratory Scientist, berbagai ahli disiplin ilmu dilibatkan dalam memberikan kontribusi pemikiran dan konsep. Selain para ahli dan pakar di bidangnya, pihaknya telah mengumpulkan psikolog dan dokter untuk mendapatkan masukan yang selanjutnya diolah menjadi metode yang komprehensif dalam menangani penyandang psikotik.

Dinas Sosial DKI, kata Masrokhan tidak hanya melakukan pelayanan di panti, tetapi juga pelayanan non panti yang diberikan kepada masyarakat di lima wilayah kota melalui tempat perawatan.

"Dengan adanya daycare itu, para penyandang psikotik bisa pulang-pergi ke rumah untuk mendapatkan pelayanan. Pihak keluarga juga bisa membantu dalam proses penyembuhan mereka," paparnya.

Ketua Himpunan Psikologi Indonesia DKI Jakarta Raya (HIMPSI Jaya) Widura Imam Mustopo menuturkan, setelah terdapat gambaran tentang adanya ancaman kesehatan mental pada warga Jakarta, dibutuhkan langkah untuk mengatasinya.

"Perlu membuat langkah nyata dalam upaya mengatasi ancaman kesehatan mental dan menggalang kerja sama dengan pemerintah DKI untuk penanganan ancaman kesehatan mental warga DKI," kata Widura. (Dyah Dwi A)

http://regional.kontan.co.id/

 

Indonesia Peringkat kelima di Dunia sebagai Konsumen Rokok Terbesar

Indonesia menempati peringkat kelima di dunia sebagai konsumen rokok terbesar. Hal ini disebabkan harga rokok yang murah dan umumnya orang Indonesia tidak percaya kalau rokok berbahaya.

Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan prevelansi merokok penduduk usia 10 tahun ke atas di Indonesia ditemukan hampir 35 persen.

Bahkan menurut data Sensus Nasional, selama 10 tahun terakhir, pengeluaran anggaran keluarga untuk membeli rokok adalah yang kedua terbesar setelah padi-padian.

"Harga rokok yang murah memberi efek kepada jumlah perokok Indonesia tinggi, sedangkan di Inggris dan Amerika jumlah perokoknya telah turun, hal ini juga disebabkan karena orang Indonesia tidak percaya kalau rokok berbahaya,", ujar Dosen FKM UI Prof Hasbullah Thabrany, dalam diskusi di Universitas Indonesia, Sabtu (15/10/2016).

Konsumsi rokok ini juga telah ditengarai menjadi faktor risiko menurunnya status kesehatan manusia. Satu hal yang patut dicatat juga adalah semakin mudanya penduduk yang mulai mengkonsumsi rokok dan ini berarti semakin besarnya peluang individu dan kelompok masyarakat itu untuk terkena dampak negatif pada kesehatannya.

Untuk diketahui, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menggelar Roundtable Discussion bertajuk "Rokok:Perspektif Kesehatan masyarakat versus Perspektif Ekonomi" yang akan membahas rokok sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat.

Wakil Dekan FKM UI Sabarina mengatakan, diskusi ini dilakukan bertujuan untuk memahami dan mengetahui kendali rokok dan ekonomi yang masih memerlukan perhatian.

http://www.netralnews.com/

BPOM: Waspadai Peredaran Permen Berbentuk Jari Bernarkoba

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta masyarakat, terutama di wilayah Cileduk, Tangerang, Banten untuk berhati-hati dengan peredaran permen berbentuk jari. Hasil uji laboratorium pada 11 Oktober 2016 menunjukkan permen tersebut mengandung narkoba.

"Uji laboratorium dilakukan menindaklanjuti laporan masyarakat yang menemukan anak yang tertidur selama lebih dari 5 jam setelah mengonsumsi permen jari. Anak tersebut kini dalam perawatan di Puskesmas Cileduk," kata Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito dalam siaran pers, di Jakarta, Kamis (12/10).

Ditambahkan, kejadian semacam itu baru dilaporkan di wilayah Tangerang dan belum ada laporan kejadian di tempat lain. Data BPOM menunjukkan produk tersebut terdaftar sebagai Permen Jari Aneka Warna dengan Nomor Izin Edar BPOMRI ML 824409085492.

"Importirnya adalah PT Rizky Abadi Jaya Anugerah Jakarta Utara dari produsen Chaozhou Chaoan Wangging Foods China," tutur Penny.

Izin edar diterbitkan oleh Badan POM setelah dilakukan evaluasi terhadap aspek keamanan, mutu, dan gizi serta label. Database importasi menunjukkan produk tersebut diimpor melalui Jakarta dan Medan pada 2016.

Menindaklanjuti pengaduan masyarakat atas kejadian tersebut, Pennny berharap masyarakat bersikap lebih hati-hati dalam memberi jajanan pada anaknta. Informasi disampaikan guna melindungi masyarakat dari produk berbahaya bagi kesehatan.

"Badan POM telah melakukan penelusuran dan mengambil sampel ke sejumlah sekolah di wilayah Cileduk dan Karang Tengah, Tangerang," katanya.

Penny mengemukakan, pihaknya juga telah memeriksa secara intensif terhadap PT Rizky Abadi Jaya Anugerah selaku importir. Pihak importir menyatakan, mereka akan melakukan tindak lanjut serta klarifikasi kepada produsen di China.

"BPOM akan terus memantau perkembangan isu permen bernarkoba ini dan mengambil langkah hukum jika terbukti melanggar peraturan perundang-undangan.l," kata Penny menegaskan. (TW)

BPJS Kesehatan: Gandeng BKN Tingkatkan Akurasi Data Peserta PNS dan Pejabat Negara

Guna menjaga keakuratan data peserta, Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) menjalin kerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) bagi kelompok PNS, calon PNS, pejabat negara, pensiunan PNS dan pensiunan pejabat negara.

"Setiap hari data peserta BPJS Kesehatan dibawah kelola BKN selalu berubah, karena ada yang meninggal, pensiun, dipecat atau mengundurkan diri," kata Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris usai penandatanganan MoU dengan Kepala BKN, Bima Haria Wibisana, di Jakarta, Senin (10/10).

Fachmi menegaskan, keakuratan data peserta menjadi penting agar peserta yang tak lagi menjadi PNS tak lagi masuk dalam daftar nama sistem kapitasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sehingga tak ada dana yang salah sasaran.

"Peserta yang sudah meninggal atau tak lagi menjadi PNS mosok terus kita bayarin terus kapitasinya. Pembaruan data rutin akan dilakukan dua kali dalam setahun," ujarnya

Dengan sinergitas BPJS Kesehatan-BKN, lanjut Fachmi, maka dana yang dikeluarkan BPJS Kesehatan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Selain juga dapat dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi yang lebih akurat.

"Pertukaran data dilakukan secara periodik melalui elektronik. Untuk verifikasi dan validasi data dilakukan secara berkala paling sedikit dua kali dalam setahun," ujarnya.

Sesuai dengan perjanjian kerja sama, maka BPJS Kesehatan berkewajiban memberikan data peserta JKN dari kalangan PNS, pensiunan PNS, pejabat negara, pensiunan pejabat negara, serta anggota keluarga mereka kepada Badan Kepegawaian Negara untuk memutakhirkan data pegawai pemerintah.

Data-data yang dipertukarkan antara lain meliputi nomor identitas pegawai/pejabat negara, nama, nomor induk kependudukan, nomor kartu BPJS Kesehatan, identitas diri dan keluarganya, instansi kerja, dan sebagainya.

Di samping itu, baik BPJS Kesehatan maupun Badan Kepegawaian Negara nantinya akan menyiapkan sistem aplikasi pengambilan data yang dapat diakses oleh satu sama lain untuk menyinkronkan data peserta JKN yang dipertukarkan.

"Diharapkan kedepannya tak ada lagi kasus ID ganda peserta JKN akibat ketidakselarasan pencatatan nomor identitas," ucap Fachmi menegaskan.

Kepala BKN, Bima Haria Wibisana menyebutkan jumlah PNS saat ini ada sebanyak 4,5 juta orang dan 2 juta dari TNI/Polri/pejabat negara. Total biaya ditanggung dalam kepesertaan JKN, termasuk keluarga dan pensiunan sebanyak 16 juta orang.

"Penutakhiran data kami lakukan pada 2015 lalu. Nantinya bersama BPJS Kesehatan dilakukan 2 kali dalam setahun, untuk menjaga keakuratan datanya," ucap Bima Haria menandaskan. (TW)

 

Cegah Katarak: Biasakan Pakai Kacamata Hitam saat Beraktivitas di Luar Ruangan

Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek mengingatkan masyarakat untuk membiasakan diri menggunakan kacamata hitam yang anti sinar ultraviolet untuk terhindar dr gangguan mata katarak. Karena sinar ultraviolet memicu terjadinya katarak pada mata.

"Indonesia berada di kawasan tropis yang dekat dengan garis katulistiwa. Paparan sinar ultravioletnya lebih tinggi dibanding negara-negara di wilayah non-tropis," kata Menkes Nila Moelok, di Jakarta, Jumat (7/10) dalam jumpa pers terkait peringatan Hari Penglihatan Sedunia 2016.

Terlebih, lanjut Menkes, lapisan ozon di mantel bumi yang menghalangi sinar ultraviolet semakin berlubang, akibat efek rumah kaca. Dengan begitu, sinar ultraviolet semakin banyak masuk ke bumi terlebih di kawasan tropis seperti Indonesia.

Nila yang berlatar belakang dokter spesialis mata itu mengemukakan, hal itu terbukti dari data di negara tropis angka katarak lebih tinggi dibanding negara nontropis, seperti Eropa dan Amerika Serikat.

"Di Indonesia, umur penderita katarak umumnya dimulai pada usia 56 tahun. Berbeda dengan negara nontropis, yang mana gangguan mata katarak banyak diidap pada mereka yang berusia diatas 70 tahun," tuturnya.

Menurut Nila, beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terkena katarak lebih dini. Disebutkan, antara lain, memakai kacamata hitam anti ultraviolet saat melakukan aktivitas di luar ruangan. Selain itu, hindari melihat matahari secara langsung.

"Gaya hidup juga sangat mempengaruhi seseorang apakah cepat atau lambat terkena katarak. Banyak kasus katarak di Indonesia penyebabnya adalah pola konsumsi obat di luar anjuran dokter," kata Menkes.

Karena itu, Nila menganjurkan masyarakat agar mengonsumsi obat secara rasional, tidak berlebihan dan dalam waktu yang pendek guna menghindari katarak.

Katarak adalah gangguan pada mata, yang mana pada bagian bening di seputar lensa mata menjadi keruh seperti susu. Seperti melihat sesuatu dalam udara berkabut, tak lagi sejelas saat mata normal.

"Seiring dengab pertambahan usia, lensa mata biasanta perlahan-lahan akan keruh dan berkabut. Namun, kondisi itu terjadi lebih dini pada mereka yang tinggal di daerah tropis akibat gaya hidup yang salah," ujarnya.

Upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan mata katarak, kata Nila, bisa dilakukan dengan operasi mata. Yakni mengganti lensa mata alami dengan lensa buatan. (TW)

 

Kerugian BPJS Kesehatan 2016 Diperkirakan Mencapai Rp 9,7Triliun

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memperkirakan kerugian pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2016 mencapai Rp9,7 triliun. Hal itu disebabkan jumlah pengeluaran untuk pembayaran klaim lebih besar, dibanding besaran iuran dari peserta.

"Kerugian itu terjadi bukan karena salah urus, tetapi jumlah peserta yang sakit lebih banyak dari mereka yang membayar iuran," kata Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris dalam malam Anugerah Lomba Jurnalistik BPJS Kesehatan 2016, di Yogyakarta, Jumat (7/10).

Karena itu, lanjut Fachmi, pemerintah mulai September tahun ini menerapkan kebijakan pembayaran iuran peserta mandiri ditetapkan untuk satu keluarga. Jadi, tak hanya anggota keluarga yang sakit saja yang membayar, seperti terjadi dalam dua tahun terakhir ini.

"Keberhasilan program JKN adalah penerapan prinsip gotong royong. Mereka yang sehat membantu mereka yang sakit. Karena itu, kini mekanisme pembayaran iuran diterapkan untuk satu keluarga," ujar Fachmi.

Selain itu, mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu menambahkan, kepatuhan peserta untuk membayar iuran bulan masih rendah. Sehingga menimbulkan tunggakan iuran bulanan bagi peserta mandiri yang cukup besar.

"Seharusnya iuran dibayar secara rutin setiap bulannya. Sehingga kartu siap dipakai, jika sewaktu-waktu sakit. Mengingat ada kebijakan baru, yaitu kartu langsung tak bisa digunakan jika sampai batas tanggal 10 iuran tidak dibayarkan," ujarnya.

Hal senada dikemukakan Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Bayu Wahyudi. Potensi kerugian hingga Rp 9,7 triliun itu bisa terjadi karena biaya manfaat yang dikeluarkan BPJS Kesehatan pada akhir Agustus 2016 mencapai Rp44,5 triliun.

"Sementara iuran peserta yang diperoleh hanya sebesar Rp44,2 triliun. Kondisi seharusnya tak boleh terjadi, dimana biaya manfaat berbanding lurus dengan pendapatan iuran peserta," ujarnya.

Bayu memaparkan tingginya jumlah penduduk Indonesia yang sakit. Hal itu terlihat pada data jumlah peserta yang berobat di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang mencapai lebih dari 100 juta kunjungan.

"Dari jumlah itu, jumlah mereka yang dirujuk ke rumah sakit untuk rawat jalan mencapai 39 juta kunjungan. Dari jumlah itu, sebanyak 6,3 juta kasus harus menjalani rawat inap di rumah sakit," tuturnya.

Ditambahkan, biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan selama kurun waktu 2015 mencapai Rp57 triliun. Sedangkan pendapatan dari iuran peserta hanya sebesar Rp51 triliun.

Untuk jumlah peserta hingga 1 Oktober 2016, disebutkan sebanyak 169.357.677 orang. Dari jumlah itu, 91 juta orang adalah penerima bantuan iuran (PBI) dari APBN, 14 juta orang PBI dari APBD, 18,5 juta orang pekerja bukan penerima upah (peserta mandiri) dan 5 juta bukan pekerja.

Untuk pekerja penerima upah (PPU)-pegawai negeri sipil (PNS) tercatat sebanyak 13 juta orang, PPU-TNI 1,5 juta orang, PPU-Polri 1,2 juta orang, PPU-BUMN 1,2 juta, PPU-BUMD 154 ribu dan PPU-swasta 23 juta orang. (TW)