Presentation Matters!

backk Back

A good presentation can be the difference between getting an idea shared and understood, to it not going anywhere. This short film provides an overview of why we need to put more thought into how we present our ideas and work; and some starting points to achieving that.

 

  Presentation Matters accompanying handout

Handouts:

These short and snappy resources listed here were originally written and provided by Understanding ModernGov: Speaking with Impact.

  • Breaking the fear barrier – Everyone gets nervous before speaking in public. Here are a few tips to help you break that fear barrier.
  • Delivering the opening – A powerful opening will capture your audiences attention and make them want to listen to the rest of your presentation. This handout outlines a simple way to deliver a eye catching opening.
  • Powerful presentations – Your presentation should leave a lasting and positive impression on your audience. In this document you can learn some exercises to improve your voice and speech that will help you to achieve this.
  • Structure for Presenting – A well-structured presentation will help you to get your key messages across to your audience. This handout outlines some key questions you should consider when structuring a presentation.

Additional content:

http://healthsystemsresearch.org/hsr2016/training-resources/

 

 

Writing and Promoting Your Blog Post

backk Back

Blogging is now an established channel for sharing and engaging ideas, especially for academics. Writing blog posts can be a great way to diarise your experiences, turn that report into something bite-size and participate in global conversations. Understanding how to write and share your blog posts will be integral to it's success. This is a step-by-step guide to structuring and promoting your blogs.

  Writing a Blog Post

Additional content:

http://healthsystemsresearch.org/hsr2016/training-resources/

 

Designing Effective Research Posters

backk Back

A clear and concise research poster can be a great way to present your work to your peers. Research posters are primarily presented at conferences and other events to communicate your research to the audience.

An effective research poster should:

  • Present a summary of your work. It can be helpful to think of the poster as telling a story to the audience.
  • Be a complete story. If the poster is viewed without a presentation does it still get the point across without explanation?
  • Be visually attractive and eye catching to generate feedback and discussion.

There are many research poster templates online and numerous websites providing the do's and don't's of poster presentation. However the key thing to keep in mind is that the design and presentation of the poster should be right for the content.

Resources

This infographic, designed by Natalia Rodriguez (Communications Coordinator at Research4Life) includes some really useful tips and tricks to make your poster effective and stand out from the rest.

Dr Rosemary Morgan from Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health and Research Fellow with the RinGs consortium has shared this useful set of slides on preparing poster presentations for health systems research.

Additional Resources

http://healthsystemsresearch.org/hsr2016/training-resources/

 

How to Write a Good Paper and Get it Published: Publishing, Peer-Review and Innovation

How to Write a Good Paper and Get it Published:
Publishing, Peer-Review and Innovation

Reporter: Putu Eka Andayani

hsr14-2

  Pengantar

Sesi ini dibawakan oleh para narasumber dari BioMedCentral, sebuah open access journal yang berbasis di Inggris. Para narasumber berbagi mengenai mengapa sebuah manuscript diterima atau ditolak dan bagaimana nilai sebuah manuscript dari sudut pandang reviewer. Banyak aspek teknis penulisan hasil penelitian dan proses publikasi dibahas pada sesi ini, sehingga cocok diikuti oleh penulis/peneliti pemula atau yang belum berpengalaman menjadi first author dalam sebuah publikasi ilmiah. Sesi ini berlangsung sejak pukul 08.00 – 17.00 waktu setempat, di salah satu ruang kuliah di Simon Fraser University, Vancouver.

Apa yang Harus Dipertimbangkan Sebelum Mengirim Artikel ke Jurnal Ilmiah?

Diana Marshall (publisher di BMC series journal) menjelaskan bahwa tulisan yang menarik bagi jurnal ber-impact tinggi adalah yang mengangkat isu yang yang in-line dengan agenda internasional maupun regional. Bagi reviewers tulisan menarik untuk dibaca lebih lanjut jika abstract-nya ditulis dengan baik dan jelas, karena abstract ini yang akan menentukan apakah manuscript tersebut akan diteruskan untuk proses peer-review atau dikembalikan pada author. Oleh karenanya, penting bagi author untuk merencanakan penulisan dengan baik, yaitu dengan menjelaskan dengan baik apa masalah yang diteliti, mengidentifikasi siapa readers-nya, dan yang terpenting mengenali journal yang dituju, apakah memiliki scope yang sesuai dengan manuscript yang sedang atau akan ditulis.

Struktur dari sebuah tulisan ilmiah merefleksikan proses ilmiah, dimana terdiri dari latar belakang, metode dan hasil, diskusi, kesimpulan, judul dan abstrak. Setiap jurnal memiliki aturan sendiri sehingga penting bagi author untuk mempelajari dengan benar setiap guideline pada jurnal tersebut sebelum men-submit sebuah manuscript. Selain itu, terdapat banyak guideline yang berlaku secara umum dan tersedia secara online. Contohnya STROBE (guideline untuk penelitian observasional) dan PRISMA (guideline untuk systematic review dan meta analysis). Sebagai instruments, semua guideline ini sangat penting untuk diketahui dan dipelajari oleh author agar probabilitas manuscript ditolak karena masalah teknis penulisan makin mengecil.

Hal yang tidak boleh terlupakan adalah masalah etik. Banyak jurnal mensyaratkan adanya pemenuhan standar etika penelitian maupun penulisan artikel ini. Masalah etika yang sering terjadi selain berkaitan dengan responden adalah plagiarisme. Pengulangan sekecil apapun dari karya tulis orang lain tidak diperkenankan, meskipun dengan alasan referensi yang digunakan berbahasa Inggris yang bukan bahasa ibu dari penulis. Penggunaan data pendukung seperti foto juga harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai ada sepotong informasi yang dapat mengarahkan pada individu sehingga responden pada penelitan dapat dikenali oleh pembaca. Dalam hal etik, editor jurnal akan menggunakan COPE Guideline sebagai pedoman dan software pendeteksi plagiarisme.

Diana mengingatkan bahwa author jangan mudah menyerah jika manuscript-nya ditolak. High impact journals memiliki rate penolakan sebesar 90-95%. Jadi artikel ditolak merupakan hal yang sangat biasa. Dalam menilai sebuah manuscript, seorang editor akan mempertimbangkan hal-hal berikut: 1) apakah fit dengan journal scope? 2) menggunakan bahasa Inggris yang jelas dan baik [bukan yang canggih karena mayoritas pembaca tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai first language], 3) apakah mengandung muatan ilmiah yang cukup dan 4) apakah membawa impact yang tepat. Editor memiliki peranan penting dalam menentukan perjalanan selanjutnya dari sebuah manuscript, karena sebelum diterima oleh reviewer, manuscript tersebut dinilai dulu oleh editor. Selanjutnya, teknis penilaian manuscript diserahkan kepada reviewer, meskipun keputusan akhir apakah artikel apakah dipublikasikan atau tidak merupakan keputusan editor. Tugas editor lainnya adalah memilih manuscript mana yang akan di-peer-review, mengelola peer-review, membuat keputusan final, mendefinisikan tujuan dan journal scope serta bekerja untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas jurnal.

Getting Your Article Published

Ada banyak jurnal yang lingkupnya kebijakan dan manajemen pelayanan kesehatan, misalnya BMC Health Service Research, Cost Effectiveness and Resources Allocation hingga Human Resources for Health. Menurut Liz Hoffman (Journal Development Manager, BMC), jurnal dengan Editor yang jelas dan terindeks di Scopus, open access agar dapat dilihat (dan disitasi) oleh banyak peneliti, kecepatan proses editorial dan review serta model yang digunakan dalam peer review. Setelah mendapat feedback dari editor dan reviewer, author harus memahami masukan dan saran-saran mereka dan melakukan follow up. Jika ada masukan yang tidak dapat dilakukan, author harus memberikan argumentasi yang tepat dan jika perlu disertai dengan literatur yang dapat menguatkan argumentasi tersebut.

Pada sesi berikutnya Liz Hoffman juga mendeskripsikan mengenai proses peer review. Selain bermanfaat bagi author karena ada masukan untuk perbaikan artikelnya, peer review juga bermanfaat bagi reviewer dan jurnal itu sendiri, antara lain menjaga agar reviewer tetap update dengan perkembangan isu-isu, dan jurnal mampu menerbitkan artikel bermutu. Ada berbagai model peer review, yaitu Closed (single, double blind), open, portable dan innovation. Contoh guideline untuk peer review dapat dilihat di sini: http://publicationethics.org/files/Peer%20review%20guidelines_0.pdf 

Innovation in Publishing and Peer Review

Jurnal yang bersifat close-accessed hanya dapat dilihat isinya jika membeli lisensi atau berlangganan. Penggunaan artikelnya dilindungi oleh UU tentang hak cipta. Namun kini makin banyak jurnal yang bersifat open access dimana author membayar agar artikelnya terpublikasi dan copy right tetap ada pada author. Alasan mengapa data di-sharing antara lain enable reproducibility, accelerate scientific progress, give researchers more credit dan get more. citation Jurnal kesehatan biologi dan life science umumnya sumber dananya dari grant, lalu discretionary funds (institusi). Siapa yang bisa dipercaya (dalam dunia open access)? yaitu jika nama editor dan editorial board member-nya jelas, ownership jelas, melalui peer review, inklusi di DOAJ (ada 9200-an jurnal yang terindeks di directory of open access journal) community curated journal.

  Diskusi / Take home messages:

  1. Buka wawasan seluas-luasnya mengenai berbagai jurnal yang memuat publikasi bidang kebijakan dan manajemen pelayanan kesehatan, mulai dari skala impact-nya, siapa editor dan owner-nya, siapa saya yang biasanya menjadi reviewer (jika memungkinkan untuk diketahui) dan berbagai informasi sejenis.
  2. Pelajari guideline jurnal yang dituju karena setiap jurnal seringkali memiliki spesifikasi yang berbeda. Juga pelajari format-format yang sudah disediakan, atau ikuti format dari berbagai artikel yang sudah dipublikasi di jurnal tersebut.
  3. Baca. Baca. Baca.
  4. Practice. Practice. Practice. Bahasa Inggris bukan mother language sebagian besar penelitu Indonesia, sehingga wajar jika ada kesulitan penulisan. Padahal, penggunaan Bahasa Inggris yang baik (dan sederhana) justru menjadi faktor penting diterimanya manuscript tersebut. Oleh karenanya perlu sering berlatih menulis, mengikuti kursus atau tes-tes Bahasa Inggris yang relevan, dan bahkan meminta bantuan jasa penerjemah tulisan ilmiah.

*catatan selengkapnya ada pada penulis

Reportase Terkait

{jcomments on}

Resilient Access and Delivery of New Health Technologies: The Critical Role of Implementation Research

Access and Delivery Partnership (ADP) Satellite Session at HSR 2016

Resilient Access and Delivery of New Health Technologies: The Critical Role of Implementation Research

Reporter: Yodi Mahendradhata

hsr14-3

Dalam sesi satelit ini, mitra-mitra Access and Delivery Partnership (ADP) dari Ghana, Indonesia dan Tanzania membahas peran riset implementasi dalam meningkatkan ketahanan dan ketanggapan sistem kesehatan serta berbagi pengalaman dan pembelajaran dari masing-masing negara.

Dr. Margaret Gyapong dari Ghana Health Service (GHS) mengawali presentasi dengan menggarisbawahi bahwa di Ghana menjelang akhir periode pelaksanaan MDGs terlihat terbatasnya dampak teknologi pada beban penyakit akibat implementasi yang kurang optimal. Melalui ADP, GHS mengeksplorasi kendala-kendala dalam implementasi program, mensosialisasikan konsep riset implementasi, membangun kapasitas riset implementasi dan mengembangkan agenda riset implementasi. Sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan tersebut: (1) empat proposal penelitian telah dikembangkan, mendapatkan persetujuan etik dan pendanaan dari GFATM; (2) pengetahuan dan kapasitas riset implementasi telah meningkat; (3) agenda riset membantu mengarahkan prioritas riset di Ghana.

dr. Yodi Mahendradhata dari Fakultas Kedokteran UGM melaporkan pengalaman memfasilitasi strategi nasional riset implementasi bersama Kementerian Kesehatan. Upaya tersebut diawali dengan diskusi bersama para pengelola program pengendalian penyakit menular untuk mengidentifikasi kendala-kendala dalam pelaksanaan program. Berdasar analisis kendala-kendala program, dirumuskan beberapa pertanyaan-pertanyaan penelitian tentatif yang selanjutnya dikonsultasikan kepada para pakar melalui survey Delphi yang berlangsung selama dua tahap. Hasil penetapan prioritas melalui survey Delphi kemudian dipertajam melalui workshop dengan satu kelompok pakar dan disepakati melalui workshop pemangku kepentingan di tingkat nasional. Untuk memfasilitasi implementasi topik-topik penelitian yang telah disepakati, dirumuskan pula strategi peningkatan kapasitas, jejaring dan pendanaan. Keseluruhan hasil proses perumusan ini kini telah dituangkan dalam dokumen strategi nasional yang akan diterbitkan secara resmi di awal 2017.

Dr. Paul E. Kazyoba dari National Institute for Medical Research (NIMR) melaporkan perkembangan upaya penguatan riset implementasi di Tanzania. Kegiatan di Tanzania terbagi atas tiga komponen. Komponen pertama adalah analisis kapasitas riset implementasi. Komponen kedua adalah perumusan pertanyaan penelitian untuk mengatasi kendala-kendala implementasi program. Komponen ketiga adalah penguatan kapasitas untuk riset implementasi. Output dari komponen-komponen tersebut telah terangkum dalam dokumen agenda riset sistem kesehatan. Agenda tersebut telah didiseminasikan kepada para pemangku kepentingan.

Diskusi sesi tersebut menggarisbawahi pentingnya pendekatan multi sektor dalam meningkatkan ketahanan dan ketanggapan sistem kesehatan. Riset implementasi memiliki peran dalam mengoptimalkan hubungan antara berbagai komponen yang berkontribusi terhadap akses dan pelayanan yang efektif: kerangka kebijakan dan legal yang mendukung; penetapan prioritas; pemantauan keamanan; manajemen rantai suplai. Sesi ini menekankan juga pentingnya kerja sama yang efektif antara negara berkembang untuk pembelajaran dan pertukaran pengalaman dalam isu-isu stratejik terkait value chain akses dan pelayanan.

Reportase Terkait

{jcomments on}

A pragmatic guide to health systems implementation research

Tema: Implementing Improvement and Innovation in
Health Services and Systems

Reporter: Shita Dewi

  Pengantar

Sesi ini merupakan sesi skills building yang merupakan salah satu dari sekian banyak sesi satelit dalam acara pra konferensi hari pertama, Senin 14 November 2016. Sesi ini memperkenalkan sumber belajar daring yang dapat digunakan untuk mengasah ketrampilan melakukan riset implementasi.

hsr14-1

Judul Sesi: A Pragmatic Guide to Health Systems Implementation Research

(Henry Lucas, Merrick Zwarenstein, Archna Gupta, Gerald Bloom, Linda Waldman)

Sesi dimulai dengan penjelasan sederhana mengenai riset implementasi dan manfaatnya dalam membantu para pembuat kebijakan untuk menghadapi perubahan dalam sistem kesehatan yang begitu cepat. Beberapa aspek yang dapat menjadi fokus dari riset implementasi adalah pemahaman mengenai konteks, intervensi yang bersifat eksperimental, inovasi, tatakelola maupun politik dalam sistem kesehatan.

Namun, melakukan riset implementasi memiliki tantangan khusus karena para pembuat kebijakan biasanya lebih familiar dengan riset operasional (operation research). Oleh karena itu, kita perlu memahami dari awal perbedaan antara keduanya. Riset operasional biasanya digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan implementasi suatu intervensi dan biasanya dibiayai oleh inisiatornya. Sementara riset implementasi digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan implementasi suatu intervensi dalam berbagai konteks yang berbeda serta biasanya dibiayai secara independen.

Tantangan lainnya dalam riset implementasi adalah bahwa akan selalu ada trade-off antara fidelity dan adoptation dari suatu intervensi. Jika penekanannya ada pada fidelity, maka faktor konteks lokal akan mempengaruhi efektivitasnya. Sebaliknya, bila penekanannya ada pada adoptation, maka semakin sulit untuk membuat generalisasi.

Tantangan lainnya adalah bahwa riset implementasi harus melakukan tracking, ini membedakannya dari riset evaluasi. Artinya dibutuhkan data yang bersifat time series, dan analisis yang dilakukan bukan bersifat cross-sectional.

Dalam riset implementasi, juga terdapat kepentingan untuk mempertimbangkan perspektif gender karena implementasi intervensi apapun dalam sistem kesehatan biasanya tidak berarti sama bagi setiap orang. Selain itu. memiliki dampak dan risiko yang berbeda pula; terkadang terdapat unintended consequences apabila kita tidak mempertimbangkan bagaimana implikasi intervensi tersebut bila dilihat dari perspektif gender.

Terkait perspektif gender, kita harus memutuskan penelitian kita termasuk ke dalam kategori yang mana:

  • Gendel unequal: penelitian yang melanggengkan ketidaksetaraan gender
  • Gender blind: penelitian yang mengabaikan perspektif gender
  • Gender sensitive: penelitian yang mempertimbangkan perspektif gender
  • Gender specific: penelitian yang mempertimbangkan gender dan berusaha mengatasi ketidaksetaraan gender
  • Gender transformative: penelitian yang mempertimbangkan gender dan berusaha mengatasi penyebab ketidaksetaraan gender

Terakhir, diceritakan pula berbagai pengalaman bagaimana riset implementasi memiliki peran dalam mengubah kebijakan. Satu pelajaran penting dari berbagai pengalaman ini adalah riset implementasi harus melihatkan para stakeholders khususnya pembuat kebijakan dalam setiap tahapannya. Ini bukan hal yang mudah dilakukan mengingat para pembuat kebijakan biasanya sibuk dan memiliki agenda yang begitu cepat berubah. Oleh karena itu, perlu untuk selalu mengingatkan mereka akan agenda riset implementasi melalui feedback meeting, namun di sisi lain juga menyadari bahwa pembuat kebijakan akan cenderung bersifat pragmatis dan bahwa mereka memiliki berbagai competing priorities dan sumber dayanya terbatas.

Pembicara kemudian memperkenalkan sebuah sumber belajar daring yang dapat digunakan peneliti, yaitu eBook Riset Implementasi yang dapat diunduh di http://courses.arcade-project.org/course/view.php?id=9

  Take Home Message

Komitmen untuk melakukan riset implementasi memiliki konsekuensi bahwa peneliti harus menyadari berbagai tantangan yang akan dihadapi. Peneliti juga perlu menyadari bahwa tidak ada kebijakan yang dibuat in isolation, para pembuat kebijakan harus selalu mempertimbangkan opportunity cost dan trade off dari setiap kebijakan yang akan diambil. Oleh karena itu, agar kemungkinan dapat adopsi lebih besar, peneliti harus mampu menunjukkan bahwa intervensi yang disarankan akan berpengaruh positif across system. Namun di sisi lain, peneliti juga harus menjaga integritas dan independensinya, terutama bila dihadapkan pada tuntutan pembuat kebijakan.


Reportase Terkait

{jcomments on}

Reportase: Kebijakan Kontrak Tenaga Promkes dengan Dana BOK Menyebabkan Inequity?

Selasa, 8 November 2016

PKMK-Yogya. Seminar awal terkait tenaga kontrak dilaksanakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), FK UGM pada Selasa (8/11) secara tatap muka dan jarak jauh (webinar). Narasumber yang dihadirkan dari internal, yaitu Dwi Handono Sulistyo (Konsultan PKMK FK UGM) dan dari eksternal yaitu Anung Sugihantono (Direktur Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes) serta Bayu Wibowo Ignasius (Dinas Kesehatan Kab. Lumajang). Faktanya pemanfaatan dana BOK untuk kontrak Tenaga Promkes untuk Puskesmas masih kurang dimanfaatkan karena adanya keraguan oleh pemerintah daerah terkait dengan regulasi yang dinilai kurang matang. Kebijakan ini lebih banyak dimanfaatkan oleh daerah maju seperti Jawa daripada di daerah "kurang" maju. Seminar ini bertujuan untuk menggali lebih dalam pelaksanaan kebijakan Permenkes No 82 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, serta Sarana Prasarana Penunjang Subbidang Sarana Prasarana Kesehatan Tahun Anggaran 2016, khsususnya pada Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

Dalam pemaparannya, Anung Sugihantono (Direktur Dirjen Kesehatan Masyarakat) memaparkan bahwa dalam pelaksanaan kebijakan ini, hanya 16.97% puskesmas di seluruh Kabupaten di Indonesia yang memanfaatkan dana BOK ini untuk mengontrak tenaga promosi kesehatan (promosi kesehatan), masih ada 83.03 % puskesmas di Indonesia yang belum menyerap dana tersebut untuk mengontrak tenaga promkes. Dwi Handono Sulistyo (PKMK FK UGM), daerah-daerah yang belum menyerap dana tersebut seperti Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat atau wilayah yang merupakan perbatasan Indonesia-Malaysia serta Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara.

Hal serupa ditanggapi, peserta dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, DIY membenarkan dan menyampaikan bahwa Kabupaten Sleman merupakan kabuapten yang termasuk dalam kategori melaksanakan kontrak tenaga promkes. Dinas Kesehatan sejauh ini sudah mengontrak tenaga promkes 25 tenaga promkes di 25 Puskesmas di Kabupaten Sleman DIY. Hal yang serupa disampaikan oleh Bayu Wibowo Ignasius (Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timuur) yang mengatakan bahwa di daerahnya sudah melaksanakan kontrak tenaga promkes di Puskesmas dan peran promkes mampu meningkatkan peran UKBM di Puskesmas.

Lalu bagaimana dengan yang tidak memanfaatkan dana ini? Apa kendala yang dihadapi? Anung Sugihantono mengatakan bahwa kurangnya pemahaman Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam membidik hal ini dan benturan dari regulasi daerah terkait dengan pengangkatan tenaga honorer sehingga menjadi salah satu penyebab terjadi keterlambatan bahkan tidak terlaksananya kontrak tenaga promkes untuk puskesmas.
Namun, peserta seminar yang berasal dari puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten di hulu dan mahasiswa mengatakan bahwa tidak terserapnya dana tersebut karena konsep dan isi dari regulasi yang kurang matang dan dinilai belum bisa meyakinkan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk menyerap dana BOK ini terkait kontrak tenaga promkes.

Hal tersebut menimbulkan keraguan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mengontrak tenaga promkes. Keraguan tidak hanya dirasakan oleh yang tidak menyerap namun yang telah menyerap dana BOK tersebut seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. Keraguan tersebut bukan dalam hal pelaksanaan akan tetapi lebih kepada sustainability dari kebijakan Permenkes No. 82 Tahun 2015, tentang pemanfaatan Dana BOK untuk tenaga promosi kesehatan.

Reporter: Emmy Nirmalasari, MPH

{jcomments on}

Keynote Speech Menteri Keuangan RI

"Alokasi dan Sinergi Anggaran Kesehatan dalam Gerakan Masyarakat Hidup Sehat"

Sri Mulyani Indrawati, SE, MSc, PhD

srimulyaniDi sesi keynote speech kedua, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati memaparkan alokasi dan sinergi anggaran kesehatan dalam Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Selama 6 tahun pengalaman di World Bank, masalah kesehatan menjadi masalah yang utama di setiap negara. Saat ini begitu banyak negara yang telah atau sedang dalam proses mencapai universal health coverage, dan dalam pengalaman Sri mengevaluasi UHC di China, makin banyak dana yang dianggarkan untuk kesehatan, masyarakat semakin tidak puas. Tujuan dari UHC itu baik, namun, "Setelah UHC ini dilakukan, apakah betul pelayanan kesehatan mencapai hasil yang baik? Ini tidak sekedar membangun rumah sakit dan puskesmas, tetapi juga bagaimana mengembangkan SDM kesehatan, sistem yang terintegrasi sehingga tercapai prinsip efisiensi, akuntabilitas, dan efektivitas", lanjut Sri. Untuk itu, masalah bagaimana anggaran kesehatan dibelanjakan merupakan satu hal yang sangat penting untuk terus dikawal bersama.

Sri melanjutkan dengan memaparkan analogi antara pengelolaan keuangan negara dengan rumah tangga, di mana ada pos belanja, pendapatan dan bagaimana menjaga keseimbangan kedua hal tersebut. Jika belanja lebih tinggi dari pendapatan, maka perlu hutang. Hutang ini perlu kita perhatikan apakah hutang dapat dimanfaatkan untuk hasil yang lebih baik. Pos-pos belanja itu ada yang tidak dapat dihindari, di tingkat rumah tangga misalnya pengeluaran untuk sekolah, listrik, air, di tingkat negara yang jelas tidak dapat dihindari adalah gaji. Untuk kesehatan, anggaran kesehatan meningkat rata-rata 21.9% per tahun antara 2009-2017 dan tahun ini kita sudah memenuhi 5% anggaran kita untuk kesehatan yang mencapai 104 trilyun. Dana kesehatan tidak hanya dialirkan ke pusat, tetapi juga ke daerah. Ini hal yang perlu diingat bahwa kesehatan adalah urusan yang didesentralisasikan, sehingga kesehatan menjadi tanggung jawab dari pemerintah daerah.

Target belanja kesehatan di tingkat daerah menurut ketentuan Undang-undang adalah 10%. Data menunjukkan bahwa belum tentu provinsi dengan pendapatan tertinggi memberikan alokasi. "It's not about money, but vision and commitment". Adanya JKN bertujuan untuk melindungi masyarakat dari biaya kesehatan yang menyulitkan. Namun, tujuan itu hanya akan sukses bila ditopang oleh berbagai komponen: tata kelola di semua institusi yang terlibat, baik kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan, penyedia pelayanan kesehatan, sampai ke industri farmasi. Sehingga, tugas kita semua untuk membangun fondasi secara benar.

Sri Mulyani menutup pidatonya dengan menekankan bahwa pemerintah telah berkomitmen untuk meningkatkan anggaran untuk kesehatan masyarakat karena ini bukan belanja melainkan investasi. Hal ini menjadi amanah untuk ahli kesehatan masyarakat untuk dapat berkontribusi memastikan bahwa belanja tersebut dimanfaatkan secara baik.

Reporter: Likke Prawidya P, MPH

materi   video   Arsip Diskusi

 

 NAVIGASI REPORTASE

Hari I

Hari II

Hari III

 

 

 

{jcomments on}